SERI PENELAAHAN : SEMBURAN LUSI KONTROVERSI GEMPABUMI VS PEMBORAN DAVIES 2008

  

SERI PENELAAHAN : SEMBURAN LUSI

KONTROVERSI GEMPABUMI VS PEMBORAN

DAVIES 2008

  

Davies, R., Brumm, M., Manga, M., Rubiandini, R., Swarbrick, R. &

Tingay, M., in press. The east Java mud volcano (2006 to present):

an earthquake or drilling trigger?, Earth and Planetary Science

Letters; doi: 10.1016/j.epsl.2008.05.029

  

(available online June 2008)

Makalah ini dikaji oleh Hardi Prasetyo,

  

1 Agustus 2008

Sebagi baseline ‘war game Road to Cape Town’

Serta Analisis Kontroversi Semburan Lusi sebagai bagian dari

Upaya Penanggulangan Semburan

  

Mud Volcano Jawa

Timur (2006-Sekarang):

Dipicu Gempabumi atau

Pemboran:

  

The East Java Mud Volcano (2006 to Present): An

Earthquake or Drilling Trigger?

  Richard J. Davies*, Maria Brumm**, Michael Manga**, Rudi Rubiandini*** Richard Swarbrick**** and Mark Tingay*****

  • Centre for Research into Earth Energy Systems (CeREES), Department of

  Earth Sciences, University of Durham, Science Labs, Durham, DH1 3LE, UK (email: richard.davies@durham.ac.uk)

  • Dept Earth and Planetary Science, UC Berkeley, Berkeley CA 94720-4767, USA.
    • Petroleum Engineering, Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No.10, Bandung 40132, Indonesia ****Geopressure Technology Ltd. Science Labs, Durham, DH1 3LE, UK.
      • School of Earth & Environmental Sciences, University of Adelaide, SA,

  5005, Australia

  Catatan: Makalah Status Telah Diterima menunggu Penerbitan, diakses di Internet: http://seismo.berkeley.edu/~manga/daviesetal2008.pdf

PENELAHAAN DALAM BAHASA

  

INDONESIA

SARI MAKALAH: Identifikasi Kata kunci

  1. Awal terjadinya mud volcano (dari awal penekanan Lusi sebagai mud volcano:

  Pada Mei 29 tahun 2006 suatu mud volcano, selanjutnya dinamakan sebagai Lusi, mulai terjadi di Jawa Timur.

2. Fenomena Lusi dan dampaknya:

  Sampai saaat ini Mud volcano Lusi masih terus aktif, dan telah mengungsikan lebih dari 30.000 warga

  

3. Mekanisme pemicu mud volcano yang terbesar di dunia masih terus

menjadi bahan perdebatan:

  Mekanisme pemicu (triggering mechanism) fenomena ini, sebagai mud volcano aktif merupakan mud volcano yang aktif terbesar di dunia, yang terus menjadi subyek perdebatan.

  

4. Tiga mekanisme pemicu yang diuji yaitu gempabumi, gempabumi

atau kombinasi dari keduanya:

  Mekanisme pemicu yang dimaksud disini adalah: (1) gempabumi tanggal 27 Mei 2006 di Yogyakarta, (2) pemboran yang berada di dekat dari sumur eksplorasi gas Banjar Panji-

  1 yang jauhnya 150 m, dan (3) kombinasi dari gempabumi dan operasi pemboran;

  

5. Dilakukan penelahaan secara komprehensif terhadap jarak,

intensitas dan catatan sejarah kegempaan di daerah terkait:

  Penulis membandingkan jarak dan kekuatan gempabumi dengan hubungan antara jarak dan kekuatan dari sejarah kegempaan (historical earthquake) yang telah menyebabkan likuifaksi sedimen (sediment liquefaction), atau pemicu

  LuSi dari semburan mud volcano atau disebabkan oleh respon hidrolika lainnya.

6. Pendapat pemicu gempabumi tidak diekspektasikan:

  Berdasarkan perbandingan ini, maka pemicu dari gempabumi tidak diekspektasikan

  

7. Rasionlisasi bahwa perubahan tekanan statik yang disebabkan

gempabumi sangat kecil:

  Perubahan tekanan statik (static stress changes) disebabkan oleh perekahan dari sesar yang diciptakan oleh gempabumi Yogyakarta dengan kekuatannya hanya sekitar 10 Pascal, jauh lebih kecil daripada tekanan yang disebabkan oleh pasangsurut atau variasi tekanan barometer.

  

8. Sejarah gempabumi 30 tahun di daerah Lusi sebanyak 22 even tanpa

memicu semburan lumpur:

  Paling sedikit terdapat 22 gempabumi (dan kemungkinan ratusan) tampaknya menyebabkan goncangan di lokasi Lusi selama 30 tahun yang lalu, namun tanpa adanya penyebab suatu semburan.

  

9. Umumnya mengawali semburan dicirikan oleh kegempaan yang

tenang (quiter seismically):

  Periode yang seketika yang mendahului semburan adalah kegempaan yang tenang (quiter seismically) daripada rata-rata dan karenanya tidak ada bukti bahwa Lusi merupakan yang ‘Utama’ sebelum terjadinya gempabumi;

  

10. Keputusan penulis menganulir faktor gempabumi Yogyakarta

sebagai pemicu Semburan Lusi:

  Karena itu penulis mengeluarkan dari alternatif peran gempabumi saja sebagai pemicu (rule out an earthquake-only trigger), hari-hari sebelum semburan bermula (28 Mei 2006), sebagai hasil dari pencabutan mata bor dan pipa bor keluar dari lubang, terjadi masukan carian dan gas formasi dalam jumlah yang sangat bermakna.

  

11. Indikasi fluida pemboran yang masuk ke dalam formasi di sekitar

lobang bor:

  Pemantauan tekanan setelah masuknya fluida formasi tersebut, di dalam pipa pemboran dan ‘annulus’ (sepatu pemboran) memperlihatkan adanya bervariasi tipe kebocoran fluida pemboran ke lapisan batuan disekelilingnya.

  12. Titik kritis terdangkal pada kedalaman 1091 m tanpa casing:

  Penulis menghitung bahwa tekanan yang terjadi pada kedalaman 1091 m (merupakan kedalaman paling dangkal tanpa perlindungan selubung besi) melebihi dari tingkat kritis setelah terjadinya masukan fluida formasi tersebut.

  

13. Rekahan yang terbentuk karena tekanan berlebih memungkinkan

pengaliran campuran gas, air, lumpur ke permukaan:

  Rekahan yang terbentuk karena tekanan berlebih, memungkinkan campuran fluida-gas-lumpur mengalir ke permukaan (Fractures formed due to the excess

  pressure, allowing a fluid-gas-mud mix to flow to the surface.

  

14. Kunci kesimpulan pengaruh pemboran mempengaruhi bencana

buatan manusia:

  Dengan data yang tersedia secara lebih rinci dari sumur eksplorasi, sehingga dapat mengidentifikasikan bahwa fenomena pengaruh pemboran sebagai penyebab bancana buatan manusia (specific drilling induced phenomena that caused this mand-made disaster).

  15. Katakunci:

  Gempa bumi (earthquake), tekanan pori (pore pressure), mud volcano, rekahan hidro (hydrofracture).

  KESIMPULAN

  1. Tidak percaya bahwa Lusi dipicu oleh Gempabumi Yogyakarta:

  Penyebab bencana mud volcano Lusi dapat ditentukan dengan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi (height degree of confidence). Berdasarkan perbandingan dengan kejadian gempabumi yang tidak merespon Lusi, sehingga penulis mengeluarkan peran gempabumi Yogyakarta sebagai alternatif dari mekanisme penyebab utama, yang dalam hal ini bertentangan

  dengan Mazzini et al., 2007.

  

2. Data yang lebih akurat menyimpulkan bahwa Lusi dipicu oleh operasi

Pemboran diawali pembentukan rekahan hidrolik:

  Penulis menyajikan beberapa data yang memperlihatkan yang menjurus pada fakta Lusi telah dipicu oleh operasi pemboran. Sebagai even kunci adalah pada tanggal 27 dan 28 Mei 2006 telah terjadi pemindahan mata bor dan pipa pemboran, sehingga pada saat operasi tersebut dilaksanakan, cairan dan gas dari formasi masuk ke dalam lubang sumur, dikenal sebagai ‘kick’. Sebagai akibat dari penghentian sumur selama even ‘kick’ ini, pada tanggal 28 Mei 2006 tekanan tinggi yang berada di dalam pipa bor dikombinasikan dengan tekanan dari lumpur pemboran, telah dapat menyebabkan terjadinya rekahan hidrolik (hydraulic fracturing) di bawah sepatu selubung (casing shoe) berukuran 33,97 cm.

3. Secara spesifik tidak dipasangnya casing telah menyebabkan kick

  

dan terjadi demobilisasi dari pemboran yang memicu mud volcano:

  Fakta bahwa paling bawah dari sumur eksplorasi (kedalaman1734m) yang tidak dilindungi selubung telah berkontribusi kejadian ‘kick’. Hal ini dikarenakan pencabutan mata dan pipa pemboran yang selanjutnya memicu mud volcano.

  

4. Tidak dapat dipastikan pada kedalaman terjadinya peristiwa,

namun yakin fluida berasal dari batugamping Formasi Kujung:

  Penulis tidak dapat menentukan secara pasti pada kedalaman berapa terjadinya kecelakaan, atau darimana sumber awal dari gas atau fluida tersebut. Namun penulis lebih memilih modal bahwa fluida yang sekarang berasal dari suatu litologi yang mempunyai porositas dan permeabilitas tinggi.

  Sehingga yang paling mungkin adalah berasal dari batugamping Formasi Kujung (Davies et al., 2007), pada kedalaman 2833 m.

POKOK-POKOK BAHASAN

  SARI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  6.0 KESIMPULAN (CONCLUSIONS )

  Publikasi ( Publications )

PENDAHULUAN (INTRODUCTION)

  • Lusi sebagai Mud Volcano ciri-ciri dan dampak bencana: Mud Volcano di Jawa Timur atau dikenal sebagai ‘LuSi’ telah berumur lebih dari satu tahun, menggenangi daerah lebih luas dari 6,5 km2 dan telah mengevakuasi >30.000 orang. Pertama kali kejadian pada tangal 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo dapat diamati adanya semburan gas, air, lumpur dan uap. (Davies et al., 2007, Manga, 2007, Mazzini et al., 2007; Fig. 1).

  

Gambar 1A: Lokasi dari mud volcano Lusi di Jawa Timur; Citra satelit dari

September 2006; Citra satelit diambil Juli 2007. Satellite photos dari CRISP.

  • Walaupun Lusi memberikan dampak yang dahsyat, dan menjadi fokus

  pemberitaaan dan penelitian ilmiah namun penyebabnya masih belum dapat dipecahkan: semburan karena sumur eksplorasi, gempabumi atau kombinasi

  Walaupun terdapat dampak yang dahsyat terhadap warga setempat dan sangat menggebu-gebunya pemberitaan di media massa dan juga pada dunia ilmiah. Namun pertanyaan mendasar tentang Lusi yang belum dapat dipecahkan adalah apakah semburan disebabkan oleh:

  • sumur eksplorasi sumur eksplorasi (Davies et al., 200&),
  • gempabumi (Mazzini et et., 2007), • atau kombinasi dari dua fenomena tersebut.
  • Walaupun mempunyai implikasi sosial-ekonomi-politik dan khususnya

  pada operasi pemboran ke depan, namun sangat sedikit publikasi tentang argumen ilmiah dari penyebab mekanisme.

  Debat yang akuntabel (The ‘liability debate’) mempunyai implikasi sosial- ekonomi dan politik yang sangat luas, dan mempunyai implikasi untuk operasi pada kegiatan pemboran ke depan. Namun sangat sedikit publikasi dengan argument ilmiah yang rinci dibelakan dari mekanisme penyebab dibelakangnya.

  • Info awal gempabumi Yogyakarta jarak semburan Lusi, dan hubungan

  dengan pemicu likuifaksi dan mud volcano

  Gempabumi Yogyakarta pada 27 Mei 2006, dengan pusat gempabumi berada 250 km dari semburan dan mempunyai intensitas 6,3. Selama ini sudah sangat diketahui bahwa gempabumi dapat memicu liquifaksi (liquefaction). Dan semburan mud volcano (Chigira and Tanaka 1997, Panahi 2005, Manga and Brodsky, 2006, Mellors et al., 2007).

  • Analogi bahwa gempabumi dapat menimbulkan mud volcano, tapi tidak

  semua gempabumi dapat menimbulkan mud volcano

  Dengan membuat analogi, Massini et al. (2007) beralasan bahwa gempa bumi telah memicu semburan Lusi. Sementara itu Manga (2007) memperlihatkan bahwa bila suatu gempabumi memicu semburan ia akan merepresentasikan suatu yang sangat sentitif dari sistem mud volcano untuk dipicu oleh kegempaan. Manga (2007) juga memperlihatkan bahwa terdapat gempabumi yang lebih besar dan lebih dekat tapi tidak memicu semburan.

  • Pertentangan pandangan Mazzini et al., (2007), Davies et al., (2007)

  bahwa Sumur Banjar Panji-1 telah menyebabkan semburan

  Juga bertentangan dengan Mazzini et al., (2007), Davies et al., (2007) mengusulkan bahwa Banjar Panji-1, suatu lubang bor eksplorasi gas dimana telah dibor pada batuan sedimen berjarak hanya 150-200 m jauhnya dari dimana semburan bermula, telah menyebabkan mud volcano.

  • Pendekatan konflik hipotesis terhadap pemicu mekanisme dengan

  memadukan pengamatan gempabumi dan kejadian pemboran eksplorasi

  Data yang tersedia telah digunakan untuk memecahkan hipotesa konflik (conflicting hypotheses) terhadap mekanisme pemicu (trigger mechanism). Data ini termasuk rekaman gempabumi yang telah menyebabkan semburan dan rincian rekaman terhadap apa yang terjadi selama pemboran sumur eksplorasi Banjar Panji-1.

  • Hubungan pemicu mud volcano yang diidentifikasikan yaitu

  

kemungkinan dampak gempa Yogyakarta, peran sumur eksplorasi BJP-

1 dan reaktivasi patahan disebabkan oleh gempa

  Kami melihat secara kuantitaif dan empirik bahwa pemicu dari mud volcano Lusi dapat diidentifikasikan. Pertama menentukan dampak kemungkinan dari gempabumi Yogyakarta, diikuti oleh peran sumur eksplorasi Banjar Panji-1 dan juga bukti untuk reaktivasi patahan disebabkan oleh gempabumi.

  • Dikaji alternatif skenario pemicu: gempa, pemboran, atau kombinasi Penulis selanjutnya mengkaji apakah pemicu adalah gempabumi, kombinasi gempabumi dan pemboran, atau semata-mata operasi pemboran (solely drilling operations).

SISTEM MUD VOLCANO (MUD VOLCANO SYSTEMS)

  • Arti penting mud volcano dan keterbatasan pemahamannya Mud volcanoes mempunyai arti penting, dengan fokus keluarnya ke permukaan cairan dan gas dari cekungan sedimen (sedimentary basins). Fenomena ini sangat tidak banyak diketahui karena:

  (a) kita tidak dapat menyaksikan proses-porses kunci secara langsung; (b) sangat sedikit diketahui kondisi geologi sebelum dan selama semburan; dan

  (c) tidak seperti dengan sistem batuan beku (yang dimaksud gunung magmatik), kita tidak dapat mengetahui singkapan dari sistem mud volcano dimana hubungan batuan-lumpur dapat langsung diperiksa;

  • Peran rekahan di batuan penutup dan rekahan hidrolika Sistem Mud volcano memerlukan adanya rekahan pada lapisan penutup (fractures in overburden strata). Ini dapat disebabkan oleh rekahan hidrolik (hydraulic fracturing), bila tekanan fluida yang tinggi melebihi tekanan prinsip minimal dan tensil strength (minimum principal stress and tensile strength) dari batuan. Rekahan tersebut dapat berpropogasi pada skala 1000m per hari.
  • Propagasi rekahan ke permukaan dikendalikan oleh fluida bertekanan

  tinggi

  Sekali diinisiasi rekahan hidrolika tersebut, maka rekahan akan berpropagasi ke permukaan bila ada sumber fluida bertekanan tinggi secara berkelanjutan. Berikutnya adalah pengapungan dari keluarnya gas atau tekanan berlebih dari sumber fluida mengendalikan perampuran air-lumpur ke permukaan (Brown,

  1991).

  • Posisi sumber fluida dan prose erosi bawah permukaan dari suatu mud

  volcano

  Pada beberapa sistem mud volcano sumber fluida tidak bersamaan dengan sumber lempung (hipotesis multi sumber). Lebih daripada itu, fluida datang dari lapisan yang lebih dalam (the fluid comes

  

from deeper strata and then passes through mud strata), selanjutnya melintas

  pada lapisan lumpur yang mempunyai resiko untuk mengalami erosi di bawah permukaan (subsurface erosion) (Bristow et al., 2000; Deville et al., 2006).

  • Keterbatasan pengeahuan terhadap saluran pengumpan (feeder) yang

  mengalirkan percampuran lumpur melalui rekahan ke permukaan

  Kita hanya sedikit mengetahui tentang struktur rinci dari pengumpan saluran

  (feeder conduits),

  Namun kemungkinan merupakan sistem yang komplek, terdiri dari rekahan- rekahan dan lumpur mengisi dike, yang mengumpan suatu percampuran sedimen dan fluida ke permukaan.

  • Semburan Lusi yang membuat para ahli mud volcano mempunyai

  keasyikan sendiri namun informasi geologi sebelumnya yang tersedia tidak memadai Adanya semburan Lusi menyebabkan adanya kenikmatan tersendiri diantara para ahli mud volcano, karena ia merepresentasikan suatu even ilmiah yang unik yaitu: 1.

  Kondisi geologi sebelum semburan yang diamati pada suatu sumur gas eksplorasi, yang berlokasi 150-200m jauhnya saat semburan, dan 2. Tumbuh dari tahap awal evolusi mud volcano, yang sebelumnya belum pernah diamati dari dekat.

1.2 Kedudukan Geologi (Geological setting)

  • Kedudukan pada Cekungan Jawa Timur: cekungan ekstensi

  dimodifikasi kompresif, sediment karbonat dan lumpur marin bertekanan berlebih

  Semburan Mud volcano Lusi terjdi di Cekungan Jawa Timur (East Java basin), merupakan suatu cekungan ekstensi yang mengalami inversi (inverted

  extensional basin) (Matthews and Bransden, 1995).

  Cekungan tersebut terdiri dari sederetanstruktur half graben dengan arah timur-barat Struktur ekstensi aktif selama Paleogen dan direaktivasi kembali menjadi struktur kompresif selama Miosen sampai Resen. Cekungan berumur Oligosen-Miosen sampai Resen selanjutnya telah diisi oleh sedimen karbonat laut dangkal dan lumpur marin, Beberapa diantaranya dikenal sebagai tekanan berlebih (overpressured) see Osbourne and Swarbrick, 1997).

  • Struktur antiklin hasil kompresi inverse menjadi sasaran dari sumur

  Banjar Panji-1

  Sebagai hasil dari inversi kompresi, lapisan-lapisan telah mengalami terlipat secara lunak (gently folded), dengan struktur sesar-sesar normal dan sesar naik (normal and reverse faults) yang memotong puncak antiklin. Salah satu antiklin berarah timur barat merupakan sasaran dari sumur eksplorasi Banjar Panji-1.

  Beberapa mud volcano telah diidentifikasi sebelumnya di Jawa Timur, dekat dari mud volcano Kalang Ayar, dimana berjarak 30 km dari Lusi dekat bandara Surabaya.

1.3 Latarbelakang (Background)

  • Gempabumi Yogyakarta dua hari sebelum semburan: intensitas dan

  jarak

  Dua hari sebelum semburan awal terjadi pada tanggal 27 Mei 2006, suatu gempabumi diukur dengan intensitas 6,3 terjadi 250 km sebelah timur dari Yogyakarta.

  • Pendahuluan Sumur Banjar Panji-1: status, jarak dengan semburan,

  sasaran reservoir serta posisi saat semburan

  Sumur Banjar Panji-1 merupakan sumur eksplorasi yang berlokasi di daerah berpenduduk padat di Sidoarjo, untuk beberapa minggu sebelum tanggal 27 Mei 2006. Sumur berada 150-200 m jaraknya saat semburan bermula, pemboran menuju target Batugamping Kujung dan mata bor pada kedalaman sekitar 2800 m.

  • Kejadian total loss return, diikuti tanggal 27-28 Mei 2006 keputusan

  untuk mencabut mata dan pipa bor

  Enam jam setelah gempabumi sumur telah mencapai kedalaman 2834 m dimana telah terjadi total ‘loss return’ – Lumpur yang digunakan merupakan suatu proses sirkulasi ke bawah dari pipa bor, melalui mata bor, dan kembali ke permukaan aliran berhenti. Hilangnya lumpur tersebut terjadi ketika lumpur mengalir ke dalam batuan yang sedang di bor atau kedalam batuan yang telah ditembus. Hal ini selanjutnya menyebabkan diambil suatu keputusan untuk menarik mata boar dan pipa bor dan ini dilaksanakan pada Mei 27 dan 28 Mei 2006.

  • Semburan lumpur dengan arah Timurlaut-Baratdaya ditafsirkan

  Mazzini et al., (2007) sebagai reaktivasi sesar

  Semburan mulai terjadi pada 29 mei 2006, berapa hari kemudian diikuti oleh beberapa semburan kecil dengan arah Timurlaut-Baratdaya (Davies et al.,

  2007; Mazzini et al., 2007)

  Diduga bahwa arahan ini sepanjang zona sesar Timurlaut-Baratdaya yang telah direaktivasi selama gempa bumi (Mazzini dkk., 2007). Pada Februari 2007, seluas 0,03 km3 dari lumpur dan air telah disemburkan.

  • Parameter semburan Lusi pada saat awal pertumbuhannya: volume,

  temperatur, kandungan gas, kandungan fosil (kedalaman pada posisi stratigrafi)

  Data yang digunakan pada makalah Mazzini et al. (2007) menyediakan suatu pandanganan yang berguna dimana dinyatakan bahwa:

  3. volume semburan lumpur meningkat dari 5000 m3 per hari selama tahap awal menjadi 120.000 m3 per hari pada Agustus 2006,

  4. temperatur sebesar 97oC telah diukur pada sekitar lokasi semburan, 5. komposisi gas terdiri dari metana, karbon dioksida, dan hydrogen sulfide, dan

  6. kandungan fosil ditemukan dari semburan ditentukan umurnya dengan kenampakan awal dan ahir di bawah sumur yaitu pada kisaran umur Pliosen-Pleistosen dan Pleistosen dari kedalaman antara 1219 sama 1828m (Gambar 2).

  

Gambar 2. Ringkasan stratigrafi pemboran sumur Banjar Panji 1, dan rencana

versus rancangan aktual casing. Kunci kedalaman 1091m adalah kedapam

terdalam dari sepatu casing dan 1293m dimana kedalaman pada mana mata

pemboan macet pada 29 Mei 2006. Bagian terbawah 1734 m dari sumur

eksplorasi tidak dilindungi oleh casing.

  2.0 GEMPABUMI YOGYAKARTA (THE YOGYAKARTA EARTHQUAKE)

  • Gempabumi Yogyakarta: kekuatan gempa utarama dan susulan,

  dampaknya Gempabumi Yogyakarta terjadi pada 27 Mei 2006 atau 05:54 waktu setempat.

  Gempa susulan dengan intensitas 4,8 dan 4,6 terjadi 4 dan 5 jam kemudian. Gempa menyebabkan lebih 6000 orang meninggal dan menyebabkan setengah juta orang kehilangan rumahnya

  • Paremeter gempa yang digunakan: jarak dan intensitas gempa memicu

  likuifaksi, perubahan tekanan pori, gerakan tanah yang mungkin memicu semburan Lusi

  Analisis data gempabumi akan digunakan untuk menentukan hal-hal: (a) jarak dan intensitas gempabumi yang memicu likuifaksi (earthquakes that

  triggered liquefaction) atau ketika dampak hidrolika (hydrological effects)

  lainnya dapat diamati, (b) perubahan yang diharapkan di dalam tekanan pori karena perubahan pada tekanan statik (static stress) ditimbulan oleh gemabumi, dan

  (c) pergiraan gerakan tanah (ground motions) untuk gempabumi yang mengefektifkan Sidoarjo antara 1973 dab 2007 yang tidak menimbulkan semburan pada lokasi.

  2.1 Perbandingan dengan gempabumi yang menginduksi hidrologi (Comparison with earthquake-induced hydrological effects)

  • Umum gempabumi memicu respon hidrolika, aliran arus dan semburan

  mud volcano

  Telah umum diketahui bahwa Gempabumi dapat memicu respon hidrologi

  

(hidrological response) termasuk likuifaksi (liquefaction), perubahan dalam

  arus aliran, dan semburan dari mud volcano (e.g., Mellors et al., 2007; Manga and Brodsky 2006). Wang et al., (2006) mengkompilasi observasi tersebut dan menentukan hubungan antara jarak maksimum untuk respon ini dan intensitas gempabumi (Gambar 3).

  Gambar 3. Jarak antara sejarah pusat gempabumi (1973-2007) dan Lusi, sebagai fungsi intensitas gempabumi. Gempabumi Yogyakarta diperlihatkan pada segitiga merah. Gempabumi terjadi 8 Agustus, 2007 MW=7.4 dan 12 September 12, 2007 Mw=8,4, diikuti oleh meningkatnya kecepatan semburan

lumpur, diperlihatkan oleh segitiga kuning. Garis hitam penuh

merepresentasikan empirical upper bound on observed

  • Hubungan antara jarak gempa dan batas yang memenuhi (a

  threshold distand) respon hidrolika

  Garis tebal pda gambar 3 dimana yang tidak jelas diindikasikan dengan garis putus2, dapat ditafsirkan sebagai jarak yang memenuhi (a threshold distand) dimana respon hidrologi telah didokumentasikan. Faktanya, dampak hidrologi tidak umum terjadi pada jarak di bawah garis, dan garis penuh merupakan yang terbaik ditafsirkan sebagai jarak maksimum pada mana dampak kemungkinan di perkirakan dibawh kondisi optimal. Gambar 3 juga memperlihatkan jarak antara pusat gempa bumi regional pada perioda 1973-2007 (intensitas dan pusat gempa dari catalog gempabumi USGS NEIC dan kedudukan dari semburan Lusi.

  • Posisi Gempabumi Yogyakarta pada kurva respon yang mungkun

  memicu semburan lumpur

  Gempabumi Yogyakarta diperlihatkan dengan segitiga. Jarak dan intensitas dari even ini menempatkan ia dengan baik di atas yang secara empiris menentukan penerimaan untuk terjadinya pemicu semburan mud volcano, likuifaksi, dan perubahan aliran arus.

  • Penafsiran gempabumi Yogyakarta jauh dari posisi untuk dapat

  menginisiasi semburan

  Kecepatan yang diberikan, gempabumi Yogyakarta lebih jauh daripada diperkirakan untuk gempabumi yang mempu menginisiasi semburan, walaupun di bawah kondisi optimal.

  • Fakta dua gempabumi yang lebih besar dan lebih dekat, tapi tidak

  menginisiasi semburan lumpur

  Lebih jauh lagi dicatat oleh Manga (2007) bahwa terdapat dua gempa yang lebih besar dan lebih dekat yang tidak memicu semburan. Sebagai tambahan, salah dari event lainnya terletak dibawh batasambang diperlihatkan pada gambar 3 dan tidak memicu semburan. Dataset disajikan pada gambar 3 agak lebih besar daripada yang disajikan pada Manga (2007), namun sebagai tambahan even tidak tersebut tidak dekat dari batas likuifaksi (liquefaction limit). Batas ambang pada gambar 3 untuk klas yang spesifik terhadap respon hidrolika terhadap gempabumi: semuanya memerlukan perubahan permanen di bawah permukaan dan dan dimanifestasikan di permukaan. Respon hidrologi lainnya, termasuk fluktuasi pada level air di sumur, dan perubahan di dalam frekuensi semburan dari geysers sebagaimana didokumentasikan pada jarak di atas dari batas ambang diperlihatkan pada gambar 3. Respon lainnya terhadap jarak gempabumi juga jatuh pada garis tersebut, dengan suatu kemungkinan langsung atau tidak terhadap hubungan hidrolika termasuk tremor non-volkanik dan dipicu gempabumi Itu adalah analogi terhadap lebih pada respon jarak dimana Mazzini et al., (2007) percaya bahwa gempabumi dapat memicu semburan. Sebagai perbandingan, sejak mud volcano disemburkan, penulis percaya bahwa suatu perbandingan respon hidrologi yang mempunyai kesamaan asal usul (mud volcano lain, liquifaksi) adalah lebih memadai.

2.2 Perubahan pada tekanan pori karena perubahan tekanan static (Change in pore pressure due to static stress changes)

  • Umum gempabumi dan tekanan pori serta rekahan hidro Gempa dapat secara permanen meluas atau mengkerutkan kerak (permanently expand or contract the crust).

  Ini mengubah secara permen pada tekanan, disebut sebagai perubahan tekanan static (static stress changes), Akan menyebabkan perubahan pada tekanan pori (pore pressure) dan akan permanen menginisiasi rekahan hidro (hidrofacturing).

  • Perhitungan tekanan rata-rata disebabkan gempa

ACCEPTED MANUSCRIPT

  Kami menghitung tekanan rata-rata disebabkan oleh gempa Yogya (gambar 4) menggunakan Coulomb 3.0, dan mekanisme pusat gempa dan parameter slip dari catalog global CMT ( Pada lokasi semburan Lusi, peningkatan pada rata-rata tekanan adalan ~30 Pa.

  Untuk material rungga pori, perubahan pada tekanan diberikan pada persamaan p= B, 3skk (1) dimana B adalah kooefisien Skempton’s (Wang, 2000). Untuk lumpur mud, B~1 (Wang, 2000), bermakna suatu perubahan tekanan posi sebesar ~10 Pa.

  Perubahan di dalam tekanan pori diabaikan bila dibandingkan dengan perubahan ~ few kPa pada tekanan oleh variasi tekanan barometrik atau pasang surut dimana tidak memicu semburan di masa lalu.

2.3 Peran Ayakan (Role of shaking)

  • Hubungan umum gelombang seismic dengan tekanan pori Gelombang seismic dibangkitkan oleh gempa juga menciptakan tekanan dinamik (dynamic stresses),, dimana ada perubahan sementara pada level tekanan di kerak sat gelombang melaluinya. Tekanan dinamik ini berbeda dengan tekanan statik (static stresses) yang berada pada media yang sangat elastis, tekanan dinamik menyebabkan tidak ada perubhan tekan atau tekanan pori setelah dilalui oleh gelombang seismic. Sebaliknya untuk ia dapat mempunyai dampak ia harus menyebangkan perubahan masalalu yang panjang pada struktur dari material yang berpori. Sebagai tambahan tekanan dinamik, bila cukup besar dan berulang pada siklus berganda, dapat menyusun kembali partikel pada material tidak padu atau sangat tidak padu unconsolidated or poorlyconsolidated materials, yang mendorong suatu peningkatan pada tekanan pori. Peningkatan pada tekanan pori yang memadai menyebabkan likuifaksi dan aliran sedimen (liquefaction and fluidised sediment flow), hal ini merupakan kondisi yang dapat menginisiasi mud volcanism.
  • Hubungan jarak gempa dengan panjang patanah dan dampaknya

  pada pemicu hidrolika

  Pada jarak lebih dari beberapa kali panjang dari bagian sesar yang merekah, tekanan dinamik akan lebih besar daripada tekanan statik. Lusi mendekati 30 kali panjangnya daripada pusat gempa, jadi tampaknya yang dilalui gelombang seismic akam memainkan suatu peran penting dalam memicu respon hidrolika daripada tekanan statik.

2.3.1 Perkiraan gerakan tanah (Estimating ground motion)

  • Gerakan tanah dan atenuasi Disini penulis membandingkan pergerakan tanah yang diprediksi dengah menghubungkan atenuasi dari gempa yang dipublikasikan, Juga hubungan atenuasi diuraikan khususnya untuk Jawa Timur, terhadap data seismik yang luas. Prediksi gerakan tanah ini memungkinkan penulis membandingkan dengan goyangan ditimbulkan oleh gempa Yogyakarta dengan gempa sebelumnya yang lebih besar.
Mekanisme yang lebih akurat dari likuifaksi atau mud volcano dipicu oleh gempabumi tetap tidak jelas, dan tidak ada konsensus yang berkembang tentang tipe gelombang gempa atau frekuensi yang tampaknya paling bertanggungjawab.

  Gambar 5, Perkiraan versus kenyataan gerakan tanah pada UGM. The base-10 logs of predicted (y-axes) and actual (x-axis) Arias intensity, peak ground acceleration, and peak ground velocity are shown as squares, circles, and triangles, respectively.

  Karena itu, kami memutuskan mengukur beberapa ground shaking (peak

  ground acceleration, PGA; peak ground velocity, PGV; Arias Intensity) yang

  umum digunakan untuk mengkarektiristikan bencana likuifaksi (liquefaction hazards). Menggunakan banyak hubungan dan parameter gerakan tanan memungkinkan kami untuk membuat perkiraan lebih baik terhadap kekuatan goyangan dihasilkan sejarah kegempaan, dan memperkirakan ketidakmungkinannya (uncertainty). Lokasi stasion gempa broadband terdekat dengan Lusi adalah stasion Geofon UGM , yang berlokasi 235 km ke arah tenggara (lihat gambar 1). Kami mengasilkan Penulis mendapatkan data seismik untuk 53 gempabumi yang direkam dari UGM, yang melaporkan intensitas berkisar dari 3,5-6,9. Untuk semua gempabumi kita menghasilkan 3 komponen rekaman mulai 60 detik drbelum gempa pertama gelombang P sampai dan terakhir sampai 10 setelah gelombang S pertama sampai. Dilakukan penyaringan bandpass rekaman antara 0.01 and 5 Hz .

  Dibuat beberapa penyederhanaan dari analisis data seismic. Kami menggunakan intensitas dilaporkan oleh catalog gempabumi NEIC (NEIC earthquake catalogue (typically moment or body-wave magnitude) sebagai suatu intensitas yang dibangkitkan dan tidak cermat untuk perbedaan antara skala intensitas.

  

Figure 6 a: Predicted ground motions at Lusi, 1973-2007. Ground motion

wasdetermined using the relationship derived in this paper and data from the

NEIC earthquake catalogue. The strongest expected shaking is from a moderate

Mb=4.7 earthquake that occurred less than 50 km from the site of the Lusi

eruption on May 14th, 1992. b: Predicted ground motions at Lusi, 1 June 2005 –

1 June 2006. The level of shaking expected from the Yogyakartaearthquake is shown by a dashed line.

  Tidak berusaha untuk memisahkan gempabumi berdasarkan mekanisme gempa atau lingkungan tektonik, tapi kami memisahkan antara gempabumi dalam (>70 km) dan gempa dangkal. Dimana hubungan atenuasi yang ada disebur untuk jarak pada patahan, kami mendekatinya dengan jarak episentrum (epicentral distance). Penyederhanaan ini semua memperkenalkan tambahan kesealhan terhadap perkiraan gerakan tanah. Namun, ketidak jelasan ini diperhitungkan untuk dimasukkan dalam kalibrasi dengan rekaman pergerakan tanah, dan mencerminkan sebagai error bars diperlihatkan pada gambar 6.

2.3.2 Hubungan Atenuasi empiris untuk Jawa Timur (Empirical attenuation

  relations for East Java)

  Hubungan atenuasi sangat biasa bekembang untuk gempabumi didalam suatu kawsasn tektonik (single tectonic region), karenanya ia mencerminkan karakteristik jatuhnya tekanan dari gempabumi di kawasn tersebut dan atenuasi dari kerak lokal.

  Namun, sedikit hubungan telah secara spesifik dikembangkan untuk Indonesia dan Asia Tenggara. Disini penulis mengembangkan hubungan atenuasi yang khusus untuk Jawa Timur. Simplifkasi hubungan atenuasi gerakan tanan umum untuk mengukur y dalam bentuk: Untuk mendapatkan hubungan koefisien atenuasi untuk Intensitas PGA, PGV, and Arias Intensity, kami memerankan suatu least-squares regression menggunakan 53 gempabumi untuk mana data telah dihasilkan dari stasion UGM. Koefisien dihasilkan dan koefisien hubungan regresi ditampilkan pada tabil 1.

  PGA dan PGV di sini dimaksukan untuk rata-rata geomitri dari pengukuran komponen horizontal. Juga diambil R adalah jarkan kilometer hiposentrum

2.3.3 Hasil gerakan tanah (Ground motion results)

  Gambar 5 memperlihatkan hubungan antara perkiraan dan teramati dari puncak percepatan tanah dan punck kecepatan tanah (peak ground

  

acceleration and peak ground velocity) pada UGM untuk hubungan atenuasi

Jawa Timur dri studi saat ini.

  Pusat gempa dalam gempabumi Deep-focus (>70km) earthquakes diperlihatkan dengan symbol terisi pada gambar 5. Sejak kedalaman gempabumi tidak memperlihatkan suatU perbedaan yang sistimatis dari gempabumi dangkal pada gambar 5, telah dimasukkan semua gempabumi pada sekuan analisis lainnya.

  Tabel 2 memperlihatkan kualittas dari kecocokan (fit) dihasilkan dengan menerapkan hubungan atenuasi terhadap data UGM. Hasil didapatkan dengan hubungan atenuasi ini adalah secara kualitatif sama pada yang didiskusikan dibawah ini.

  Beberapa hubungan atenuasi menghasilkan agat menempel lebih baik a

  

(slightly) better fit terhadap data UGM karena ia menggunakan bentuk fungsi

  berbeda untuk hubungan atenuasi. Gambar 6 memperlihatkan gerakan tanah pada Lusi untuk periode 1973-2007. Perkiraan gerakan tanah untuk gempabumi Yogyakarta diperlihatkan dengan garis putus pada gambar 6b, dimana memperlihatkan gerakan tanah selama periode 1 Juni 2005-1 Juni 2006. Untuk semua hubungan atenuasi yang ditentukan tersebut, sepuluh gempabumi sebelumnya mempunyai ekspektase gerakan tanah lebih besar daripada gempabumi Yogyakarta. Kebanyakan telah menghasilkan gerakan tanah yang lebih besar.

  Kemungkinan bahwa gempabumi sebelumnya dapat mempunyai keutamaan dari gunung "primed" the volcano, sehingga suatu tambahan bagian kecil (gempabumi Yogyakarta) akan meninisiasi semburan, sebagaimana diusulkan. Kami menentukan gempabumim disini karena proses non seismic yang dapat menyebabkan semburan mud volcano antara lain tekanan tektonik, migrasi gar atau fluida (e.g., tectonic compression, gas or fluid migration) beroperasi opada skala waktu yang lama- lebih lama dari pemisahan waktu gempabumi yang lebih bedsar di Indonesia. Karenanya kami mendapatkan bahwa hal tersebut tidak mungkin kerena selama 6 bulan setelah gempabumi besar 2005, proses internal akan menggerakan mud volcano dari tingkat subkritis (subcritical state), dimana sistem tidak bahaya terhadi pemicu gempabumi, sampai pada suatu tingkat mendekati kritis (very near critical state). Gambar 7 memperlihatkan perkiraan kumulatif dari gerakan tanah pada Lusi pada periode 1973-2007. Gambar inset memperlihatkan gerakan tanah pada tahun mendahului semburanm 1 Juni 2005 sampai 1 Juni 2006. Lereng yang lebih terjal dari gambar ini memperlihatkan perioda dimana energi seismic dikirimkan pada tingkat lebih tinggi daripada rata-rata; Lereng yang lebihrata mencirikan periode dimana sangat sedikit energi seismic mencapai sistem mud volcano. Bila perubahan semi-permanen pada stuktur lahan disebabkan oleh pengulangan goyakang berperan untuk mengangkat mud colcano pada suatu mendekati tingkat kritis, penulis akan menghapkan suatu semburan terjadi pada periode mengikuti suatu lonjatan tajam keatas pada grafik. Namun, gambar 7 memperlihatkan bahwa awal tiga bulan sebelum semburan secara seismic rata-rata tenang (that the three months preceding the eruption were

  seismically quieter than average).

  Figure 7: Cumulative a) Arias intensity b) peak ground acceleration and c) peak ground velocity at Lusi since 1973. Inset figures show June 1st 2005 – June 1st 2006. The Yogyakarta earthquake is shown by a red star.

2.4 Pengukuran perubahan tekanan disebakan oleh tekanan dinamis (Pore

  pressure change caused by dynamic stresses

  Kami dapaT menggunakan estimasi pucak kecepatan tanah untuk memperkirakan tekanan dinamis diinduksi oleh gempabumi dalam suatu material elastic secara linierL d

  σ ~ μ * (PGV/Vs) (3) μ adalah shear modulus dan Vs adalah shear velocity dari material untuk PGV yang telah ditentukan. Dalam kasus ini, diasumsikan bahwa kecepatan shear velocity sebesar 2500 m/detik dan shear modulus sebesar 30 GPa. Dari puncak kecepatan tanah yang ditentukan sebelumnya, didapatkan bahwa amplitude dari tekanan dinakik yang diinduksikan oleh gempabumi Yogyakarta adalah 21 +33/-12 kPa. Perubahan yang singkat pada tekanan pori yang bersamaan dengan tekanan dinamik tersebut akan lebih kecil dari nilai ini. Karena itu sangatlah tidak mungkin bahwa daerah sekitar mud volcano dilemahkan oleh adanya sesar yang telah aktif sebelumnya pre-existing faults. Zona kerusakan (damage

  

zone) dari banyak patanah dicirikan oleh suatu pengurangan pada shear

velocity 30-50%.

  Karena skala shear modulur sebagi shear velocity squared , suatu pengurangan pada shear velocity dari keberadaan suatu patahan akan berate pengurangan di dalam stress dinamic bila PGV tetap konstan. Namun, perubahan pada lokasi kondisi tampaknya tidak menghasilkan amplitude gelombang yang konstan (constant wave amplitudes). Sebaliknya, suatu pengurangan pada shear velocity akan menghasilkan suatu peningkatan di dalam amplitude gelombang seismic, hal itu adalah energi gelombang (wave’s energy) seperti densitas tekanan (stress density) di konservasi.

  3.0 BANJAR PANJI-1 WELL OPERATIONS

  3.1 Tinjauan Overview

  • Gambaran Umum mengacu dari Mazzini et al., 2007 Mazzini et al., (2007) melaporkan bahwa sumur telah menguraikan lapisan- lapisan sediment terdiri dari:

  (1) sediment alluvium; (2) selang seling batupasir dan serpih Formasi Pucangan berumur

  Pleistosen (kedalaman lebih 900 m); (3) lempung abu-abu bagian atas Formasi Kalibeng berumur Pleistosen; dan

  (4) pasir volkanoklastik sekurang-kurangnya tebal 962 m. Korelasi seismic dari sumur Porong-1 , 6,5km ke timurlaut, memperlihatkan di bawah sediment ini dalah Formasi Kujung.

  Sejak kekuatan rekahan cenderung bertambah terhadap kedalaman, bagian paling lemah dari bagian lubang terbuka berlokasi di dekat sepatu selubung. Kekuatan rekahan pada sepatu selubung dikirakan menggunakan test kebocoran (LOT). Dengan bertambahnya atau berkurangnya berat lumpur, pengukuran di pounds pe gallon (1 ppg =6.10 x 10-5 MPa m-1) itu sangat mungkin untuk mengontrol perubahan di dalam tekanan yang terjadi pada saat sumur di bor. Ketika pemboran, berat lumpur di dalam lubang bor di rubah sehingga tekanan pada sepatu selubung di bawah LOT. Tekanan ekstra pada lubang bor oleh sirkulasi menyediakan suatu toleransi untuk masuknya seketika cairan atai gas kedalam lubang bor yang dikenal sebagai tendang ‘kick’.

  Gambar 3 memperlihatkan kedalaman dimana casing 76.2 cm (30’’), 50.8 cm

  

(20’’) Figure 2 shows the depths at which 76.2 cm (30’’), 50.8 cm (20’’) casing,

dan liner 40.64 cm (16’’) dan casing 33.97 cm (13 3/8’’) telah dipasang. Sepatu

casing 33,97 cm telah ditempatkan pada 1091 m dan pada bagian paling

bawah 1734m dari sumur eksplorasi tidak dilindungi casing (gam. 2).

3.2 Even operasi kunci (Key operational events)

  Ringkasan dari even yang terjadi setelah casing 33, 97 cm telah ditempatkan disajikan pada Tabel 3. A summary of events that occurred after the 33.97 cm casing had been set is provided in Table 3. Tabel 3. Even Kunci

  Waktu dan Tanggal (2006) Time and Even Kunci (Key Event) Date (2006)

  LOT pada 33,7 cm (13 3/8’) sepatu dicatat 6 2006 pada 21,6 MPa (16,4 ppg). Mei

  6 Pemboran lubang baru dengan tanpa casing – 27 Mei Mei Gempa Yogyakarta

  27 Mei 05.54 Pemboran menggunakan lumpur berat

  27 Mei 06:02 0,00181 MPa m-1 (14,7 ppg), 3,2 X 102 liter (20 barrel lumpur hilang). Total loss dari pengembalian (returns) ketika

  27 Mei 12:50 pemboran pada kedalamanan 3834m. Memompa 9,6 X 202 liter (60 barrel) dari Mulai 27 Mei jamm 13:20 lengkap sekitar matrial yang hiling control, losses dapat

  27 Mei jam 17.00 dihentikan Mulai mencabut lubang bor

  27 Mei 2315 sampai 28 Mei jam 0500 Ketika mencabut keluar lubang, terdapat Antara 28 Mei 05:00 dan 08:00 suatu kick, yaitu masuknya fluida dan gas formasi kedalam lubang bor. Masukan air asin dan gas hydrogen sulfida kedalam lubang bor. Hidrogen sulfide pada permukaan diukur 500 ppm pada permukaan. Rig dievakuasi. Volume dari kick sangat signifikan. Volume sebenarnya sulit diperkirakan, antara 62000- 95.000 liter (390-600 barrels) dari lumpur pemboran telah dipaksa keluar pada puncak dari lubang sumur pada lokasi rig. Sekitar 50% dari total volume lumpur telah dipindahkan oleh aliran masukan. Klep pada permukaan (BOV) ditutup. Tekanan

  28 Mei 07:50 masukan telah dilaporkan selama 140 menit. Gas pada kick di baker pada permukaan. Berat lumpur ditingkatkan untuk

  28 Mei 08:00 to 22:00 mendapatkan kondisi sebelum kick dan berat lumpur sebesar 0.00181 MPa m-1 (14.7 ppg) Pipa pemboran macet pada 1293 m. Dicoba untuk memindahkan kabel tapi tidak sukses.

  Pemompaan 6,4 X 102 liter (40 barel) lumpur

  28 Mei sekitar12.00 (siang) dengan viskositas yang tinggi

  28 Mei sekitar12.00 (siang) Setelah kick dikontrol, blow out preventor di buka Free point indicator di batalkan Free point indicator cancelled Mengevakuasi personal dari daerah kejadian

  29 Mei 05.00 subuh Memompakan lumpur dengan volume

  29 Mei dan 30 Mei 20.670 liter (130 barel) 0,00181 MPa m-1 (14,7 ppg); 0.00175 MPa m-1 (16 ppg) dengan0.00175 MPa m-1 (16 ppg) dengan hilang kontrom material 31,800 litres (200 barrels). Memompa semen, 159.000 liter (100 barrel) 0.00173 MPa m-1 (15.8 ppg) lumpur, semburan lumpur melemah dari tinggi 8 m setiap 8 menit, berkurang menadi tinggi 3m dan mengurangi terrendah dengan interval 39 menit. Memindahkan perlengkapan dan orang