LAPORAN PRAKTIKUM dan IPT MIKOLOGI.docx

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PENYAKIT TUMBUHAN
“MIKOLOGI”

Oleh :
Nama

: Nely Afifah

NIM

: 145040201111271

Kelompok

: C2

Asisten

: Ruli Rohmatul Hidayah


JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

I. PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Penyakit
Penyakit tumbuhan yaitu setiap kerusakan yang berkaitan dengan
pengambilan nutrisi, mineral dan air, gangguan sintesa bahan makanan,
translokasi dan metabolisme sedekimian rupa sehingga mempengaruhi
penampakan dan atau hasil tanaman dibandingkan dengan tanaman sehat atau
normal dari varietas tumbuhan yang sama karena adanya serangan pathogen
atau gangguan faktor lingkungan (Abadi, 2000).
Penyakit sebenarnya adalah suatu proses dimana bagian-bagian tertentu
dari organisme tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal dengan
sebaikbaiknya karena adanya suatu gangguan (Djafarudin, 2001).
A plant disease is usually defined as abnormal growth and/or
dysfunction of a plant. Disease are the result of some disturbance in the

normal life process of the plant (Small, 2011).
Plant pathology is the study of the organisms and of the environmental
factors that cause disease in plants; of the mechanisms by which these factors
induce disease in plants; and of the methods of preventing or controlling
disease and reducing the damage it causes (Agrios, 2005).
1.2 Mekanisme Terjadinya Penyakit
Mekanisme terjadinya penyakit menurut Abadi (2003), yaitu memalui 5
tahapan:
1) Inokulasi atau penularan
Dimulai dari inokulum patogen sampai ke permukaan tubuh tanaman inang
melalui perantara air, angin, serangga, dan sebagainya.
2) Penetrasi
Proses masuknya patogen atau bagian dari patogen ke dalam sel, jaringan,
atau tubuh tanaman inang.
3) Infeksi
Merupakan suatu proses patogen memanfaatkan nutrisi atau sari-sari
makanan dari tanaman inang.

4) Invasi
Merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan patogen setelah terjadi

infeksi.
5) Penyebaran
Merupakan proses berpindahnya patogen atau inokulum dari sumbernya ke
tempat lain.
1.3 Cara Patogen Menyerang Tanaman
Cara patogen menyerang tumbuhan yaitu dengan mengonsumsi
kandungan sel inang atau mengabsorbsi makanan dari tumbuhan inang secara
terus menerus sehingga melemahkan tumbuhan inang, kemudian membunuh
sel atau merusak aktivitas metabolisme sel inang karena enzim, toksin, dan
zat tumbuh yang disekresikan patogen, setelah itu mengganggu transportasi
makanan, nutrisi, mineral dan air pada jaringan pembuluh inang dan
selanjutnya menghalangi atau mengurangi proses fotosintesis (Abadi, 2003).
Dalam menyerang tumbuhan, patogen mengeluarkan sekresi zat kimia
yang akan berpengaruh terhadap komponen tertentu dari tumbuhan dan juga
berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme tumbuhan inang. Beberapa cara
patogen untuk dapat masuk ke dalam inang diantaranya dengan cara mekanis
dan cara kimia.
1. Cara Mekanis
Cara mekanis yang dilakukan oleh patogen yaitu dengan cara penetrasi
langsung ke tumbuhan inang. Dalam proses penetrasi ini seringkali dibantu

oleh enzim yang dikeluarkan patogen untuk melunakkan dinding sel.
Pada jamur dan tumbuhan tingkat tinggi parasit, dalam melakukan
penetrasi sebelumnya diameter sebagian hifa atau radikel yang kontak dengan
inang tersebut membesar dan membentuk semacam gelembung pipih yang
biasa disebut dengan appresorium yang akhirnya dapat masuk ke dalam
lapisan kutikula dan dinding sel.

Gambar 1. Skema Penetrasi Patogen terhadap Dinding Sel Tanaman
2. Cara Kimia
Patogen mengeluarkan senyawa kimia untuk menyerang tanaman
inangnya. Substansi kimia yang dikeluarkan patogen diantaranya enzim,
toksin, zat tumbuh dan polisakarida. Dari keempat substansi kimia tersebut
memiliki peranan yang berbeda-beda terhadap kerusakan inang. Misalnya
saja, enzim sangat berperan terhadap timbulnya gejala busuk basah, sedang
zat tumbuh sangat berperan pada terjadinya bengkak akar atau batang. Selain
itu toksin berpengaruh terhadap terjadinya hawar (Martoredjo, T. 1984).

II. ISOLASI
II.1 Pengertian Isolasi
Isolasi mikroorganisme ialah proses pengambilan mikroorganisme

dari lingkungannya untuk kemudian ditumbuhkan dalam suatu medium di
laboratorium. Proses isolasi ini menjadi penting dalam mempelajari
identifikasi mikrobia, uji morfologi, fisiologi, dan serologi. Sedangkan
pengujian sifat-sifat tersebut di alam terbuka sangat mustahill untuk
dilakukan (Pelczar,1986).
Isolation of the pathogen is a pathogen of the process of taking a
medium or environment of origin and grow in an artificial medium in order to
obtain pure cultures. Pathogens are moved from one place to another must use
aseptic procedures. Aseptic means free from sepsis, a condition contaminated
because of other microorganisms (Singleton dan Sainsbury, 2006).
II.2 Gejala yang Ditimbulkan Oleh Patogen
1. Alternaria porri
Gejala yang timbul akibat jamur ini menurut Semangun (1994), yaitu
terdapat bercak melekuk, berwarna putih atau kelabu. Ukurannya bervariasi
tergantung pada tingkat serangan. Pada serangan lanjut, bercak-bercak
menyerupai cincin, warna agak keunguan dengan tepi agak kemerahan atau
keunguan yang dikelilingi oleh zona berwarna kuning dan dapat meluas ke
bagian atas atau bawah bercak, dan ujung daun mengering. Umbi yang
terinfeksi oleh jamur A. porri tampak membusuk dan berair dimulai dari
bagian leher dan tampak berwarna kuning atau merah kecoklatan.


a

b

Gambar 2. Dokumentasi gejala porri di lapang (a) dan gambar literatur (b)

2. Helminthosporium sp.
Gejala serangan akibat jamur ini menurut Semangun (1994), tanaman
jagung yang terserang menampakkan gejala berupa bercak coklat kelabu
seperti jerami pada permukaan daun. Sisi-sisi bercak sejajar dengan tulang
daun utama dan pada tigkat serangan yang berat dapat menyebabkan daun
mongering.

a

b

Gambar 3. Dokumentasi gejala Helminthosporium sp. di lapang (a) dan
gambar literatur (b)

3. Fusarium oxysporum
Menurut

Varela

and

Seif

(2004),

penyakit

layu

Fusarium

menunjukkan gejala yang ditandai dengan menguningnya daun yang lebih
tua kemudian berubah menjadi kecoklatan dan layu tanaman akan
merambat dan diikuti dengan runtuhnya tanaman. Jika batang yang

terinfeksi dibelah, maka jaringan vascular menunjukkan perubahan warna
cokelat. Menurut Dwiastuti, ME dkk. (2015), gejala awal penyakit ditandai
dengan adanya perubahan warna pada bagian pucuk tanaman yang
terserang menjadi cokelat kemerahan, kemudian bagian tersebut akan
menjadi layu. Kelayuan tanaman dapat terjadi secara bertahap pada
beberapa daun dan akan berkembang ke seluruh bagian tanaman. Gejala
tanaman yang terserang parah ditandai oleh tanaman layu dan mati secara
cepat. Akar tanaman sakit mengalami pembusukan.

a

b

Gambar 4. Dokumentasi gejala Fusarium oxysporum di lapang (a) dan
gambar literatur (b)
4. Gloesporium sp.
Busuk buah (Gloeosporium Sp.). Gejala: bercak kecil cokelat dan
bintikbintik hitam berubah menjadi orange.Busuk akar (Armilliaria Melea).
Gejala: menjerang tanaman apel pada daerah dingin basah, ditandai dengan
layu daun, gugur, dan kulit akar membusuk (Kusumo, S. 1986).


a

b

Gambar 5. Dokumentasi gejala Gloeosporium sp. di lapang (a) dan gambar
literatur (b)

II.3 Kenampakan Makroskopis Patogen pada Media Buatan
1. Alternaria porri
Koloni jamur yang telah diisolasi dimurnikan pada media PDA
mempunyai warna abu-abu pada bagian tengah serta berwarna ke kuningkuningan pada bagaian tepi (pinggir) hal ini didukung oleh pernyataan
Veloso (2007) bahwa warna isolat berwarna abu-abu gelap dengan pusat
berwarna ungu. Ukurannya sangat besar sehingga dapat dilihat melalui
kaca pembesar.

Gambar 6. Kenampakan makroskopis jamur Alternaria porri
2. Helminthosporium sp.
Isolat jamur memiliki ciri makroskopis berupa koloni yang merupakan
kumpulan hifa berwarna putih. Tekstur permukaan koloni dan bentuk tepi

koloni dari jamur ini berserabut (Kusumadewi dkk., 2014).

Gambar 7. Kenampakan makroskopis jamur Helminthosporium sp.
3. Fusarium oxysporum
Ciri makroskopis Fusarium yang ditemukan pada medium PDA
adalah koloni memiliki bentuk pinggiran yang tidak rata dan bentuk koloni
seperti menjari. Miselium jamur ini berwarna putih dan terdapat lingkaran
berwarna merah pada bagian tengahnya (Afriyeni dkk., 2013).

Gambar 8. Kenampakan makroskopis jamur Fusarium oxysporum
4. Gloeosporum sp.
Ciri makroskopis jamur ini berbentuk seperti lingkaran, berwarna
putih dan tepi koloni tidak rata. Apabila dilihat dari permukaan bawahnya
terdapat bintik-bintik hitam. Miselium dari isolasi jamur ini berwarna putih
dan terdapat bintik-bintik hitam (Afriyeni, et al, 2013).

Gambar 9. Kenampakan makroskopis jamur Gloeosporium sp.
II.4 Cara Kerja
Alat
Cutter


: untuk memotong bagian tanaman yang terkena serangan

Pinset

: untuk memindahkan potongan sampel bagian yang

bergejala.
Cawan Petri

: sebagai tempat media (isolasi), alkohol, khloroks dan

aquades
Bunsen

: untuk menciptakan kondisi aseptis

Gelas ukur

: untuk tempat alkohol (sterilisasi alat)

Plastik wrap

: untuk meng-cover hasil isolasi di cawan petri

Kamera

: untuk mengambil gambar patogen hasil isolasi

Bahan
Alkohol

: untuk sterilisasi

Aquades

: untuk sterilisasi

Kloroks

: untuk meluruhkan mikroorganisme

Media PDA

: untuk tempat media menanam isolat

Spesimen

: sebagai bahan yang akan diamati

Cara Kerja
Mencuci sampel tanaman bergejala di air mengalir
Memotong bagian tanaman ½ sakit dan ½ sehat (± 1 cm)
Potongan sampel direndam dengan Kholorox selama 1 menit, Alkhohol
selama 1 menit, dan Aquades selama 1 menit
Mengeringkan di tissue steril atau ditiriskan
Menanam isolat pada media PDA dan diberi label
Menutup dengan plastik wrap
Mengamati setiap hari selama 1 minggu dan medokumentasi

Analisa Perlakuan
Tanaman yang diduga terinfeksi penyakit diambil beberapa bagian
sebagai sampel kemudian dicuci dengan air mengalir lalu memotong bagian
tanaman ½ sakit dan ½ sehat masing-masing ± 1 cm, lalu potongan sampel
direndam dengan kholorox selama 1 menit tujuannya untuk meluruhkan
mikroorganisme yang ada di sampel tersebut, selanjutnya merendam sampel
ke dalam alkhohol selama 1 menit untuk sterilisasi, dan selanjutnya
memasukkannya ke dalam aquades untuk sterilisasi selama 1 menit. Setelah
itu meniriskan pada tissue steril, lalu menanam isolat pada media PDA dan
memberikan label dan terakhir menutup media dengan plastik wrap. Isolat
tersebut diamati setiap hari selama 1 minggu serta didokumentasikan.

II.5 Hasil dan Pembahasan Isolasi
1. Alternaria porri
Berdasarkan hasil pengamatan isolat jamur Alternaria porri dapat
diketahui pada hari pertama sampai hari ketiga belum muncul koloni
miselium , kemudian pada hari keempat mulai muncul koloni miselium
berwarna putih pada satu irisan isolat dengan pusat isolat berwarna cokelat
kehitaman. Selanjutnya pada hari kelima dan keenam, koloni miselium
mulai meluas pada media PDA. Pada hari ketujuh, koloni miselium yang
berwarna kekuningan pada bagian pusat irisan isolat. Sedangkan menurut
Veloso (2007), koloni jamur yang telah diisolasi abu-abu gelap dengan
pusat berwarna ungu dengan ukuran yang sangat besar sehingga dapat
dilihat dengan kaca pembesar. Fitri (2014) menguraikan bahwa genus
Alternaria memiliki koloni berwarna hijau keabuan dengan pinggiran
putih, bulat, menyebar, bertekstur velvety (seperti beludru), dengan tepian
rata seperti benang-benang. Permukaan koloni halus, topografi koloni
verugose (kusut dan keriput), warna sebalik koloni (reserve side) hijau
kehitaman, tinggi koloni 1 – 4 mm, tidak terdapat lingkaran konsentris dan
garis radial. Miselium Alternaria keruh, berwarna coklat, bersel banyak
dan berdinding halus.

a

b

Gambar 10. Isolat jamur Alternaria porri (a) dan gambar literatur (b)
2. Helminthosporium sp.
Jamur yang telah diisolasi selama tujuh hari menunjukkan
karakteristik bahwa isolat jamur ini berwarna putih dan menyebar tidak
konsentris. Pusat koloni berwarna cokelat dengan permukaan koloni

bertekstur kasar atau berserabut. Menurut Kusumadewi dkk. (2014), isolat
jamur memiliki ciri makroskopis berupa koloni yang merupakan kumpulan
hifa berwarna putih. Tekstur permukaan koloni berserabut dan bentuk tepi
koloni juga berserabut.

a

b

Gambar 11. Isolat jamur Helminthosporium sp. (a) dan gambar literatur (b)
3. Fusarium oxysporum
Berdasarkan hasil pengamatan pada jamur yang telah diisolasi
dapat diketahui bahwa koloni miseliumnya berwarna putih dengan pusat
koloni berwarna cokelat, tekstur permukaan berserabut atau kasar dan
tidak terlalu tebal.
Karakteristik makroskopis dari jamur Fusarium sp adalah
miselium yang tumbuh pada medium PDA berwarna putih keunguan (7
his), arah pertumbuhan miselium ke samping dan struktur miselium halus
(Elfina dkk.). Koloni Fusarium biasanya cepat tumbuh, pucat atau
berwarna cerah. Warna talus bervariasi dari putih menjadi kuning,
kecoklatan, merah muda, ungu muda kemerahan (Booth, 1977).

a

b

Gambar 12. Isolat jamur Fusarium oxysporum (a) dan gambar literatur (b)
4. Gloeosporum sp.
Berdasarkan hasil praktikum pada hari pertama setelah isolasi, sudah
muncul koloni miselium yang tipis berwarna putih. Koloni miselium terus

berkembang dan bertambah banyak memenuhi cawan petri. Koloni
miselium yang akan diambil untuk purifikasi adalah yang berwarna putih,
yang merupakan koloni miselium Gloeosporium sp (lingkaran putih
besar), bukan yang berwarna kehitaman. Warna kehitaman pada hasil
isolasi menunjukkan bahwa terjadinya kontaminasi. Menurut Afriyeni dkk.
(2013), ciri makroskopis jamur ini berbentuk seperti lingkaran, berwarna
putih dan tepi koloni tidak rata. Apabila dilihat dari permukaan bawahnya
terdapat bintik-bintik hitam.

a

b

Gambar 13. Isolat jamur Gloeosporium sp. (a) dan gambar literatur
(b)

III. PURIFIKASI
III.1

Pengertian Purifikasi
Purifikasi atau disebut juga pemurnian adalah pemisahan satu jenis

mikroorganisme patogen dari media inokulasi yang terdiri mungkin saja, dari
beberapa macam mikroorganisme dalam

satu

media,

purifikasi

ini

dilakukan untuk memudahkan dalam pengidentifikasian patogen tersebut
(Semangun, 1996).
Purification of Pathogen Isolates is a way to separate one from other
pathogens which aim to obtain pure cultures (Agrios, 1988).
III.2

Tujuan Purifikasi
Purifikasi bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya

atau meremajakan kultur ke dalam medium baru. Sebelum melakukan pemurnian
(purifikasi) terhadap suatu patogen tanaman, maka patogen tanaman pertama kali
harus diisolasi ke dalam media buatan dan dibiakkan secara aseptik. Patogen
selalu berasosiasi dengan bagian tanaman yang sakit sehingga harus dilakukan
isolasi.
III.3

Cara Kerja

Alat
Jarum Ose

: digunakan untuk mengambil atau memindahkan koloni

patogen
Wrapping

: untuk membungkus media dan cawan petri.

Bunsen

: digunakan untuk sterilisasi alat

Bahan
Alkohol

: digunakan untuk sterilisasi

Spirtus

: sebagai bahan bakar bunsen

Media PDA

: untuk membiakkan biakan murni yang telah dipurifikasi.

Cara Kerja
Sterilisasi tempat dan alat yang akan digunakan
mengambil sejumlah kecil koloni

Meletakkan atau menanam di media PDA baru
Wrapping dan mendokumentasikan
Analisa Perlakuan
Langkah pertama dalam melakukan purifikasi yaitu mensterilkan tempat
dan alat yang akan digunakan purifikasi, lalu mengambil sejumlah kecil
koloni dari isolat yang telah tumbuh menggunakan jarum ose yang telah
distrerilkan, kemudian meletakkan atau menanam di media PDA baru dan
menutup dengan plastik wrap dan mendokumentasikannya.
III.4

Pembahasan Hasil Purifikasi

1. Alternaria porri
Berdasarkan hasil praktikum purifikasi jamur Alternaria porri
yang telah dilakukan terlihat bahwa koloni jamur yang dimurnikan dari
hasil isolasi tumbuh pada media PDA. Jamur mulai tumbuh ditandai
dengan adanya miselium pada hari pertama. Perubahan warna miselium
terjadi hingga hari ketujuh setelah isolasi. Miselium dari hasil isolasi yang
dimurnikan berwarna putih dari pusat. Hasil praktikum sudah sesuai
dengan literatur. Menurut Muksin dkk. (2013), koloni jamur yang telah
diisolasi dimurnikan pada media PDA mempunyai warna abu-abu pada
bagian tengah serta berwarna ke kuning-kuningan pada bagaian tepi
(pinggir).

a

b

Gambar 14. Hasil purifikasi jamur Alternaria porri (a) dan gambar literatur
(b)

2. Helminthosporium sp.
Berdasarkan hasil purifikasi jamur Helminthosporium sp. pada
media PDA dapat dilihat bahwa koloni jamur ini mengalami perluasan
ukuran diameter pada hari pertama hingga hari ketujuh. Ukurannya yaitu
dari 1 cm pada hari pertama sampai 5 cm pada hari ketujuh. Bentuk koloni
jamur ini yaitu failamentous dengan elevasi raised, serta margin filiform.
Permukaan koloni jamur ini bertekstur halus, rapat, dan koloninya juga
tebal. Koloni muda jamur ini berwarna putih dari hari pertama sampai hari
ketujuh. Menurut Kusumadewi (2014), isolat jamur berupa koloni yang
merupakan kumpulan hifa berwarna putih. Tekstur permukaan ddan
bentuk tepi koloni jamur ini berserabut.

a

b

Gambar 15. Hasil purifikasi jamur Helminthosporium sp. (a) dan gambar literatur
(b)
3. Fusarium oxysporum
Berdasarkan pengamatan pada isolat jamur Fusarium oxysporum
yang telah dimurnikan dapat dilihat bahwa koloni jamur yang dibiakkan
pada media PDA berwara putih dari pusat sampai ke tepi dengan tekstur
miselium kasar atau berserabut.
Fusarium oxysporum membentuk miselium bersekat, membentuk
percabangan dan dapat tumbuh dengan baik pada bermacam-macam
medium agar yang mengandung ekstrak sayuran. Awalnya miselium tidak
berwarna, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat dalam
keadaan tertentu berwarna merah muda agak ungu (Gandjar, et al., 1999).
Pada miselium yang lebih tua terbentuk klamidospora. Jamur banyak
membentuk mikrokonidium bersel satu, tidak berwarna, lonjong.

Makrokonidium lebih jarang terdapat, berbentuk kumparan, bersekat dua
atau tiga (Agrios, 1996)

a

b

Gambar 16. Hasil purifikasi jamur Fusarium oxysporum (a) dan gambar
literatur (b)
4. Gloeosporum sp.
Berdasarkan hasil praktikum purifikasi jamur Gloeosporium sp yang
telah dilakukan terlihat bahwa koloni jamur mulai tumbuh ditandai dengan
adanya miselium pada hari pertama setelah isolasi. Ukuran miselium dari
hari pertama sampai hari ketujuh setelah purifikasi semakin besar yaitu
pada hari pertama 1 cm sampai pada hari ketujuh yaitu 5 cm. bentuk
koloni jamur ini yaitu failamentous dengan elevasi raised, serta margin
filiform. Permukaan koloni jamur tersebut halus dan rapat, dan tebal.
Miselium dari isolat jamur ini berwarna putih dan pada hari keenam dan
ketujuh mulai terlihat perubahan warna menjadi putih keabu-abuan.
Ciri mikroskopisnya jamur ini menurut Afriyeni dkk. (2013), konidia
berbentuk basil dan tersebar banyak di sekitar hifa. Konidianya bersekat
antara dua sampai tiga sel, hifa hialin dan bersekat terbentuk tunggal pada
ujung-ujung konidiofor, konidiofor pendek, tidak berwarna, tidak
bercabang, tidak bersekat.

a

b

Gambar 17. Hasil purifikasi jamur Gloeosporium sp. (a) dan gambar literatur (b)

IV. IDENTIFIKASI JAMUR
IV.1

Pengertian Identifikasi
Pengertian identifikasi (penyakit) secara umum adalah membuat

kepastian terhadap suatu penyakit berdasarkan gejala yang tampak, atau
suatu proses untuk mengenali suatu penyakit tanaman melalui gejala dan
tanda penyakit yang khas termasuk faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan proses penyakit tersebut (Nurhayati, 2012).
Identification is the effort introduction of a thing by observing its
distinctive properties (Singleton dan Sainsbury, 2006).
IV.2

Cara Kerja

Alat
Mikroskop

: untuk mengidentifikasi kenampakan mikroskopis patogen

Objek glass & Cover glass : digunakan sebagai tempat isolat yang diamati
Jarum ose

: untuk mengambil koloni

Kamera

: untuk mendokumentasikan hasil identifikasi

Bahan
Aquades : untuk membersihkan alat
Alkohol : untuk mensterilkan alat
Biakan murni patogen : spesimen yang diamati
Cara Kerja
Menyiapkan biakan murni patogen
Mengambil dengan jarum ose
Meletakkan di preparat
Amati di bawah mikroskop perbesaran 10x dan mendokumentasikan

Analisa Perlakuan
Langkah

pertama

menyiapkan

biakan

murni

patogen

lalu

mengambilnya dengan jarum ose kemudian diletakkan di preparat dan
diamati di bawah mikroskop perbesaran 10x lalu mendokumentasikannya.
IV.3

Pembahasan Hasil Identifikasi

1. Alternaria porri
Berdasarkan hasil identifikasi dibawah mikroskop dapat dilihat
bentuk jamur A. porri berbentuk lonjong dan bersekat. Hifa pada jamur ini
tidak bercabang. Menurut Weber (1973), miselium jamur berwarna
cokelat, konidiofor tegak, bersekat, dengan ukuran 20 – 180 x 4 – 18
mikrometer. Konidium berbentk gada terbalik berwarna cokelat dengan
sekat melintang sebanyak 6 – 12 buah dan 3 buah sekat membujur.
Konidium mempunyai paruh (beak) pada ujungnya, paruh bersekat,
panjang paruh lebih kurang setengah dari panjang konidium atau lebih.

a

b

Gambar 18. Kenampakan mikroskopis jamur Alternaria porri (a) dan gambar
literatur (b)
2. Helminthosporium sp.
Berdasarkan identifikasi dengan menggunakan mikroskop dapat
dilihat bahwa hifa jamur ini termasuk hifa yang bersekat dengan bentuk
oval. Jamur ini memiliki hifa yang bercabang.
Hasil penelitian Soenartiningsih (2011) menunjukkan bahwa jamur
Helminthosporium sp. merupakan jamur yang diisolasi dari penyakit
hawar daun jagung dengan konidia yang berbentuk oval dengan banyak
sekat dan konidiofor bersekat tanpa cabang. Barnett dan Hunter (1972),

menyatakan bahwa jamur Helminthosporium sp. memiliki konidia tunggal,
tidak dalam bentuk rangkaian dan dihasilkan melalui pori pada sisi
konidiofor dengan jumlah sekat 2 atau lebih.

a

b

Gambar 19. Kenampakan mikroskopis jamur Helminthosporium sp. (a) dan
gambar literatur (b)
3. Fusarium oxysporum
Jamur yang telah di identifikasi dengan menggunakan mikroskop
terlihat berbentuk basil dan tidak bersekat. Ciri mikroskopis jamur
Fusarium sp. adalah memiliki dua jenis konidia (makrokonidia dan
mikrokonidia). Makrokonidia terdiri atas tiga sel yang berbentuk sabit dan
mikrokonidia satu sel dan berbentuk oval. Menurut Booth (1977), spesies
Fusarium biasanya menghasilkan makrokonidia dan mikrokonidia dari
phialid ramping, makrokonidianya hialin, dua sampai beberapa sel,
fusiform sampai berbentuk sabit, sebagian besar dengan sel apikal
memanjang dan sel basal, seperti yang ditemukan pada penelitian ini.
Mikrokonidianya satu sampai dua sel, hialin, fusiform atau bulat telur,
lurus atau melengkung.

a

b

Gambar 20. Kenampakan mikroskopis jamur Fusarium oxysporum (a) dan
gambar literatur (b)

4. Gloeosporum sp.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan
hasil dari identifikasi mikroskopis jamur Gloeosporium sp. Dari hasil
praktikum didapatkan adanya konidia yang berbentuk basil di sekitar hifa.
Bahwa hifa dari jamur Gloeosporium sp bersekat dan tidak bercabang.
Ciri mikroskopisnya adalah konidia berbentuk basil dan tersebar banyak di
sekitar hifa. Konidianya bersekat antara dua sampai tiga sel, hifa hialin dan
bersekat, terbentuk tunggal pada ujung-ujung konidiofor, konidiofor
pendek, tidak berwarna, tidak bercabang, tidak bersekat (Afriyeni dkk.,
2013).

a

b

Gambar 21. Kenampakan mikroskopis jamur Gloeosporium sp. (a) dan
gambar literatur (b)

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum isolasi, purifikasi, dan identifikasi dapat
disimpulkan

bahwa

pada

kegiatan

isolasi,

jamur

Alternaria

porri,

Helminthosporium sp., Fusarium oxysporum, dan Gloeosporium sp. memiliki
warna koloni miselium yang hampir sama yaitu berwarna putih tetapi berbeda
pada permukaan koloni dan bagian pusat koloni. Dan pada kegiatan purifikasi
terlihat semakin jelas warna koloni miselium pada masing-masing isolat yaitu
berwarna putih dengan permukaan halus dan kasar atau berserabut. Sedangkan
pada hasil identifikasi terlihat kenampakan mikroskopis masing-masing jamur
hasil purifikasi menunjukkan bahwa keempat isolat tersebut memiliki sekat
pada hifanya. Hasil identifikasi ada yang berbentuk lonjong seperti gada dan
ada juga yang berbentuk oval.
5.2 Saran
Untuk praktikum ke depannya, seharusnya laporan dikumpulkan per satu
materi selesai, sehingga laporan tidak menumpuk di belakang, terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan II. Bayumedia Publishing. Malang. p
3.
Afriyeni, Yenita, Nasril, Nasir, Periadnadi, dan Jumjunidang. 2013. Jenis-jenis
Jamur pada Pembusukan Buah Kakao (Theobroma cacao, L.) di Sumatera
Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. ISSN: 2303-2162- DRAFT.
Agrios G.N. 1998. Fitopatología, 3era Edición, México, 838 pp
Agrios, George N. 2005. Plant Pathology Fifth Edition. Department of Plant
Pathology University of Florida. Elsevier Academic Press.
Djafarudin. 2001. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (Umum). Bumi Aksara.
Jakarta
Gholib, D. dan E. Kusumaningtyas. 2006. Penghambatan Pertumbuhan Fusarium
Moniliforme oleh Trichoderma Viride. Balai Penelitian Veteriner. Bogor
Kusumo, S. 1986. Apel (Malus sylvestris Mill). Penerbit Yasaguna. Jakarta.
Martoredjo, T. 1984. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian dari
Perlindungan Tanaman. Andi Offset. Yogyakarta
Nurhayati. 2012. Diagnose Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta
Oka, I. N. 1993.Pengantar Epidemiologi Penyakit Tanaman. Gajah Mada
Panglipur et al., 2013. Uji Ketahanan Kalus Kultivar Tebu (S. officinarum L).
Terhadap Penyakit Pokahbung Menggunakan Filtrat Kultur Fusarium
Moniliforme Secara In Vitro. Jurusan HPT. FP. UB Malang
Pelczar, M. J. 1986. Chan Eement of Microbiology. Edisi 1. Penerjemah Ratna sri
Hadioetomo et. al. UI Press. McGraw-Hill book company. [diunduh
tanggal 18 April 2012].
Pitt, J. I. dan Hocking A.D. , 1999. Fungi and food spoilage, 2nd ed. Aspen Publ
Inc. Gaithersburg, MD, USA
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan Di Indonesia. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Semangun,

H.

1996,Pengantar

ilmu

Mada UniversityPress, Jogjakarta

penyakit

tumbuhan,

Gadjah

Semangun, Haryono. 2007. Penyakit- penyakit tanaman hortikultura di Indonesia.
Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Singleton dan Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular
Biology 3rd Edition. John Wiley and Sons. Sussex, England.
Sulastri. 2014. Identifikasi Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur Dan Intensitas
Serangannya Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Di Kebun
Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau
Wakman, W dan Burhanuddin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Semangun, H., 2000. Penyakit – Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Gadjah Mada University -Press, Yogyakarta, hal 11-30.