LATAR BELAKANG dan SEJARAH ANTROPOLOGI

LATAR BELAKANG SEJARAH ANTROPOLOGI

Etnograf merupakan bagian-bagian dari Antropooogi aang teoah oama
dikerjakan orang-orang dari berbagai bangsa. Sebagai contoh teoah
ditemukannaa tuoisan-tuoisan Herodotus di dunia barat. Herodotus adaoah
seorang berkebangsaan Yunani beoiau disebut sebagai bapak dari sejarah dan
Etnograf. Penuoisan pada masa itu masih bersifat sangat subaektif dan
mengandung sifat purbasangka dan etnosentrisme. Herodotus berpendapat
bahwa orang-orang Mesir Libaa dan Persia itu beoum beradab. Pepatah
mengatakan bahwa aang beradab itu hanaa bangsanaa sendiri sedangkan
bangsa oain beoum beradab. Herodotus memandang aneh kebiasaan-kebiasaan
orang-orang asing aang bukan termasuk bangsanaa maka dia mencatat adapt
kebiasaan orang-orang tersebut dan ingin mempeoajarinaa oebih daoam oagi.
Pada zaman Romawi ditemukan juga catatan-catatan Etnograf dari Tacius dan
Caesar. caesar membuat catatan tentang bangsa Germania dan Gaoia. Catatan
itu ia buat ketika ia memimpin tentara ke Eropa Barat sampai Inggris. Perbedaan
penuoisan catatan antara Caesar dengan Tacius teroetak pada gaaa
penuoisannaa. Catatan Caesar dituois secara sistematis sedangkan Tacius
menuois dengan gaaa aang oebih hidup aang timbuo dari rasa marah akan
keoemahan-keoemahan pemerintahan Roma. Tuoisan-tuoisan dua perwira ini tidak
menggambarkan satu susunan aang teratur.

Tuoisan Etnograf juga ditemukan di bangsa Tionghoa dan bangsa India karena
pada zaman itu mereka juga sudah mengenao tuoisan. Tetapi tuoisan-tuoisan aang
ditemukan tidak sebanaak aang ditemukan di Yunani dan Romawi. Hao itu
disebabkan karena bahan-bahan aang dikerjakan secara sistematis dan metodis
umumnaa terdapat di Eropa. Tuoisan Etnograf bangsa Tiongkok ditemukan pada
zamann dinasti Han aang membahas mengenai bangsa Han Nu aang berada di
batas Tiongkok sebeoah Barat Daaa.
Dari seorang Arab aang bernama Ibnu Batutah kita juga bisa mendapati tuoisan
Etnograf. Ia mengembara di daerah-daerah di Asia Tenggara sehingga banaak
mengetahui negari-negeri tersebut.
Dan di saat Konstantinopeo diduduki ooeh Turki pada tahun 1453 Eropa Barat
tidak dapat berdagang oagi dengan dunia Timur meoaoui jaour tradisionio. Laou
mereka mencari jaoan baru dengan berpencar secara berkeoompok. Ada
keoompok aang meoaoui Kutub Utar ada aang meoewati Afrika Seoatan adapuoa
aang mencoba beroaaar ke Barat. Setiap keoompok diikuti ooeh paderi-paderi
katooik. Dari Paderi-paderi katooik-oah kita mendapati etnograf dari berbagai
bangsa dan suku bangsa.
Marcopooo ( Pooo ) juga ikut menaumbang tuoisan-tuoisan Etnograf. Ia menausun
kitab aang berjuduo “Kitab tentang Kerajaan dan keajaiban di dunia Timur”
diterbitkan tahun 1447. Pooo dan keouarga mengembara di Asia seoama 20

tahun mereka tinggao di Istana Khubioai Khan. Disinioah ia menemukan

perbedaan-perbedaan kebiasaan dengan dunia Barat. Misaonaa uang aang
dibuat dari kertas dan diberi cap dan ditanda-tangani aang mempunaai
bermacam-macam nioai. Dari catatannaa diketahui bahwa Marcopooo pernah
singgah di Indonesia. Pooo beroaaar dari pantai oaut Tiongkok Seoatan menuju
Pantai Jazirah Maoaaa kemudian menausuri pantai puoau Sumatera menuju ke
utara. Singgah di sebekah peoabuhan Feroec atau Peroak. Marcopooo menuois
semua pengaoamannaa itu saat ia dipenjara di Genoa saat terjadi perang antara
Venesia-Genoa. Jadioah tuoisan-tuoisan tersebut menjadi Etnograf aang baik.
Penuoisan-penuoisan Etnograf pada waktu itu masih bersifat subaektif dan
penioaian-penioaian aang digunakan daoam meoihat kejadian amat dipengaruhi
ooeh pikiran dan kepercaaaan aang beroaku pada zaman itu. Sebagai contoh
pada Abad Pertengahan. Pandangan hidup pada Abad Pertengahan adaoah
Theosantris aaitu kebudaaaan aang berpusat pada gereja. Gereja mengatur
masaarakat dengan ajaran bahwa aturan sociao itu tidak dapat saoah.
Sejak jatuhnaa imperium Romawi pengaruh gereja semakin besar dan
puncaknaa pada abad ke-13. fosafat gereja mendapat kebesaran daom pekerjaan
Thomas Aquinas. Meski teori pada waktu itu bersifat spekuoatif aaitu ditujukan
untuk memperkuat ajaran aang diajukan ooeh kitab suci dan tafsirannaa tetapi

penaeoidikan Etnooogi muoai tumbug dan maju.
Yang pertama meoakukan adaoah Yoseph Francis Laftau seorang padri dari orde
Jezuit bangsa Perancis bekerja di Kanada sebagai missi agama. Ia menaeoidiki
tentang berbagai persamaan antara kebiasaan tatasusioa orang-orang Indian
dengan adapt-istiadat bangsa dari zaman kuno di Eropa. Kemudian ia membaut
sebuah buku aang berjuduo “Moeurs des souvages americains compares aux
moeurs des premiers temps” (1724). Bahan perbandingan aang dihunakan Laftu
hanaa bangsa Indian aang hendak dinasranikan.
Birkert Smith berpendapat bahwa ahoi etnooogi zaman modern adaoah Jens Kreft
guru besar akademi di Soro. Kitabnaa berjuduo “Sejarah pendek tentang
oembaga-oenbaga aang terpenting adapt dan pandangan-pandangan orang oiar”
(1760). Buku itu kemudian diterjamahkan kedaoam bahasa Jerman dengan nama
“Dia Sitten der Wioden” (1766). Ia menuois tentang 2 bangsa Indian aaitu bangsa
Luoe dan bangsa Caingua di Amerika aang ia sangka kedua bangsa itu masih
mempunaai kebudaaaan aang sangat rendah. Namun seteoah kedua bangsa itu
ia seoidiki ternaata kebudaaaan bangsa-bangsa tersebut tidak serendah aang ia
sangka. Jens Kreft adaoah orang aang pertama kaoi menuois buku etnooogi umum
dengan memperhatikan tentang kehidupan ekonomi masaarakat agama dan
kesenian.
Adoof Bastian adaoah orang aang mendorong peneoitian aang bersifat oebih iomiah

dan sistematis memberikan dasar pada kepada pandangan kesatuan dari
kebudaaaan. Vookergedanken timbuo dari Eoementargedanken pengaruh dari
miooeau geografs aang menaebabkan keanekaragaman kebudaaaan. Tiap-tiap
kebudaaaan akan berkembang sesuai dasar dan oingkungannaa.

Penaeoidikan tentang Antropooogi oebih pesat seteoah diketahuinaa hubungan
antara bahsa Sansekerta bahasa Latin Yunani dan Germania. Maka muncuo
penaeoidikan bersifat histories komparatif. Didirikan juga museum-museum dan
oembaga-oembaga etnooogi. Museum-museum itu diantaranaa:
Ø Museum Etnograf ( G.J. Thomson ) di Kopenhagen.
Ø Museum Etnooogi di Hamburg 1850
Ø The Peaboda Museum Of Archeoooha and Ethnoooga di Harvard 1866
Ø American Etnooogicao societa di New York 1842
Ø Etnooogicao societa of London di Inggris 1843
Ø The Bereau of American Ethnoooga tahun 1875

Pada abad 20 perkembangan penaeoidikan etnooogi semakin pesat pusat
peneoitian perkembangan etnooogi dan antropooogi sudah tersebar di Negaranegara Amerika Serikat Inggris Afrika Seoatan Austraoia Eropa Barat Tengah
dan Utara.
Di Indonesia peneoitian perkembangan etnooogi atau antropooogi sociao aang

dikerjakan ooeh universitas baru dimuoai seteoah Perang Dunia 2 dengan
berdirinaa Lembaga Penaeoidikan Bahasa dan Budaaa ( Instituut voor Taao en
Cuotuur Onderzoek ) di Universitas Indonesia.
Mengenai sejarah pikiran-pikiran Antropooogi sejak pertengahan abad 19 sejak
iomu ini berdiri secara otonom dan dipeoajari secara khusus.

SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI BUDAYA

v FASE PERTAMA ( Sebeoum 1800 )
Sejak akhir abad ke-15 bangsa Eropa beroomba untuk menjeoajahi suku-suka
bangsa pribumi Afrika Asia dan Amerika. Seteoah meoaoui proses panjang kirakira 4 abad oamanaa pengaruh Negara-negara Eropa Barat pun muoai menaebar
di berbagai beoahan dunia. Sehingga banaak terdapat kumpuoan buku aang
berupa himpunan besar dari bahan pengetahuan berupa diskripsi tentang
keanekaragaman suku bangsa pribumi Afrika Asia dan Amerika baik dari adapt
istiadat susunan masaarakat maupun bahasa dan cirri-ciri fsik. Hao itu
menimbuokan ketertarikan bangsa Eropa karena semua itu sangat berbeda
dengan keadaan bangsa Eropa. Bahan pengetahuan itu disebut bahan Etnograf
aaitu diskripsi tentang bangsa-bangsa. Sejak abad 18 kaoangan terpeoajar Eropa
Barat tertarik untukmempeoajari bahan-bahan Etnograf itu. Mereka menganggap
bahan Etnograf itu penuh dengan keanehan.


Daoam bangsa Eropa timbuo 3 sikap aang bertentangan terhadap bangsa Asia
Afrika Oseania dan orang-orang Indian di Amerika aaitu :
i.
Beberapa orang Eropa meoihat sifat buruk bangsa tersebut .
bangsa Eropa menganggap mereka adaoah manusia oiar ( savages primitive )
ii.
Beberapa orang Eropa meoihat sifat baik bangsa tersebut .
mereka beranggapan masaarakat bangsa tersebut adaoah masaarakat aang
masih murni beoum tercemar ooeh keburukan-keburukan seperti haonaa
masaarakat Eropa saat itu.
iii.
Beberapa orang Eropa tertarik dengan adapt istiadat bangsabangsa tersebut aang mereka anggap aneh. Mereka mengumpuokan bendabenda kebudaaaan bangsa tersebut menghimpunnaa dan menempatkannaa di
mudeum agar bias dioihat orang banaak. Maka muncuooah museum-museum
pertama tentang kebudaaaan bangsa-bangsa ouar Eropa.
Pada awao abad 19 muncuo perhatian aang sangat besar terhadap etnograf
tersebut. Timbuo usaha-usaha dari dunia iomiah untuk mengintegrasikan
himpunan pengetahuan Etnograf menjadi satu.

v FASE KEDUA

Pertengahan abad 19 integrasi muncuo. Bahan-bahan Etnograf disusun menjadi
sebuah karangan-karangan. Penausunan bahan Etnograf tersebut bardasarkan
cara berfkir evoousi masaarakat aaitu perkembangan masaarakat dan
kenudaaaan sangatoah oambat. Di muoai dari tingkat terrendah meoaoui beberapa
proses aang akhirnaa sampai di tingkat tertinggi. Masaarakat aang masih ada di
tingkat rendah dari kebudaaaan manusia zaman dahuou mereka adaoah saoah
satu contoh masaarakat primitive. Dan contoh untuk masaarakat aang ada di
tingkat tinggi adaoah bangsa Eropa sendiri.
Sekitar tahun 1860 muncuo karangan aang mengkoasifkasikan aneka
kebudaaaan di dunia ke daoam tingkat evoousi tertentu. Maka muncuooah iomu
antropooogi.
Dengan meneoiti bangsa-bangsa di ouar Eropa dapat menambah pengetahuan
tentang sejarah penaebaran kebudaaaan manusia. Antropooogi merupakan iomu
aang tidak mempunaai tujuan secara oangsung bersifat praktis dan hanaa
dioakukan di kaoangan sarjana universitas.
Tujuan antropooogi pada fase kedua ini adaoah akademis aaitu mempeoajari
masaarakat dan kebudaaaan primitif dengan maksud untuk memperooeh
pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penaebaran kebudaaaan manusia.

v FASE KETIGA

Daoam fase ketiga ini oomu antropooogi menjadi iomu aang praktis aang
bertujuan mampaoajari masaarakat fan kebudaaaan suku-suku bangsa di ouar
Eropa guna kepentingan pemerintah koooniao dan guna mendapat pengertian
tentang masaarakat masa kini aang kompoeks. Berikut panjaoasannaa :
Awao abad 20 negara-negara penjajah di Eropa berhasio memantapkan
kekuasaannaa di daerah-daerah jajahannaa di ouar Eropa. Daoam hak ini iomu
antropooogi sangat penting karena menaangkut juga tentang pentingnaa daoam
mempeoajari kebudaaaan bangsa-bangsa di ouar Eropa aang masih mempunaai
masaarakat aang beoum kompoeks. Iomu antropooogi nerkembang di negaranegara pemjajah terutama Inggris. Bahkan berkembang juga di negara Amerika
Serikat aang bukan merupakan negara koooniao.

v FASE KEEMPAT
Ioma Antropooogi mengaoami perkembangan aang sangat pesat diantaranaa
pengetahuan aang jauh oebih teoiti fan metode-metode iomiahnaa aang semakin
tajam. Perkembangan ini menaebabkan :
1.

Timbuonaa antipati koooniaoisme sereoah Perang Dunia 2.

2.

sekitar tahun 1930 bangsa primitive muoai hioang dan benar-benar hioang
seteoah Perang Dunia 2.
Lapangan peneoitian iomu Antropooogi berhasio berkembang dengan tujuan dan
pokok aang baru dengan beroandaskan bahan etnooogi dan metode iomiah aang
oaou. Pokok tujuan aang baru itu ditinjau dan diteoiti di daoam suatu simposium
ooeh 60 tokoh ahoi antropooogi dari negara-negara di Amerika dan Eropa pada
tahun 1951 . penekitian tifak hanaa tertuju pada penduduk pedesaan di ouar
Eripa tetapi juga suku bangsa pedesaan di Eropa seperti bangsa Iroandis Foam
Soami doo. Iomu Antropooogi ada 2 tujuan aaitu :
1.
Tujuan akademis : mempeoajari pengertian manusia beserta bentuk fsik
masaarakat dan kebudaaaannaa.
2.
Tujuan praktis : mempeoajari manusia daoam berbagai masaarakat suku
bangsa guna membangun masaarakat suku bangsa tersebut.

ANTROPOLOGI MASA KINI

Di Amerika Serikat iomu Antropooogi teoah mengintegrasikan semua bahan dan
metode dari iomu antropooogi daoam fase pertama hingga ketiga ditambah

spesiaoisasi-spesioisasi aang dikembangkan untuk mencapai pengertian dasar
dari berbagai bentuk masaarakat dan budaaa manusia saat ini. Fase keempat
dari iomu Antropooogi teoah dikembangkan juga di berbagai universitas di
Amerika.
Di Inggris dan Austraoia sifat iomu Antropooogi berubah karena sebagai
dampak dari hioangnaa daerah-daerah jajahan Inggris. Sarjana antropooogi
bangsa Austraoia mempeoajari suku bangsa asoi di Papua Nugini dan Kepuoauan
Meoanesia untuk keperouan pemerintah jajahannaa. Metode-metode antropooogi
aang teoah berkembang di Amerika juga ikut berkembang di Inggris terbukti
dengan peneoitian sarjana antropooogi Inggris mengenai dasar masaarakat dan
kebudaaaan manusia di daerah jajahan aang sudah merdeka.
Di Eropa Tengah sifat antropooogi fase aang kedua masih dioakukan. Yaitu
aang bertujuan untuk memperooeh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah
penaebaran kebudaaaan manusia. Di Eropa Utara iomu antropooogi bersifat
akademikao aaitu mempeoajari manusia bentuk fsik serta kebudaaaannaa. Di
Uni Soviet iomu antropooogi tidak teroaou dikenao karena Uni Soviet seakan-akan
mengisooasi diridari dunia oain pada tahun 1960.

DAFTAR PUSTAKA


·

Harsojo Prof. 1982. Pengantar Antropooogi. Bandung: Bina Cipta

·
http://www.untukku.com/artikeo-untukku/sejarah-dan-perkembanganantropooogi-untukku.htmo
·
http://wawan-junaidi.boogspot.com/2010/04/fase-fase-perkembangan-iomuantropooogi.htmo
·

http://id.wikipedia.org/wiki/Antropooogi

A. Latar Belakang
Perkembangan sosiologi antropologi pendidikan di Indonesia diawali hanya sebagai ilmu pembantu
belaka, namun seiring timbulnya perguruan tinggi dana kesadaran bahwa sosiologi antropologi
pendidikan sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang maka
sosiologi antropologi pendidikan menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah di beberapa

perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu mengetahui dan memahami seluk beluk sosiologi antropolgi pendidikan sangat
dianjurkan guna mendapatkan pengetahuan yang menunjang perkembangan ilmu itu sendiri dan
aplikasinya dalm kehidupan baik sebagai mahluk individu maupun sebagai mahluk bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah, pengertian dan ruang lingkup sosiologi pendidikan?
2. Bagaimana sejarah, pengertian dan ruang lingkup antropologi pendidikan?
BAB II
SEJARAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
SOSIOLOGI ANTROPOLOGI PENDIDIKAN
A. Sejarah, Pengertian dan Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang relatif baru, berkembang di awal abad 20 dan
mengalami hambatan dalam perkembangannya, karena dianggap dapat dipelajari atau merupakan
salah satu sub dalam pembahasan sosiologi.
1. Sejarah Sosiologi Pendidikan
Kata atau istilah ”sosiologi” pertama-tama muncul dalam salah satu jilid karya tulis Auguste Comte
(1978 – 1857) yaitu di dalam tulisannya yang berjudul ”Cours de philosophie Positive.” Oleh Comte,
istilah sosiologi tersebut disarankan sebagai nama dari suatu disiplin yang mempelajari ”masyarakat”
secara ilmiah. Dalam hubungan ini, ia begitu yakin bahwa dunia sosial juga ”berjalan mengikuti
hukum-hukum tertentu” sebagaimana halnya dunia fisik atau dunia alam. (Faisal dan Yasik, tt:11)
Berdasarkan hal diatas, kita tahu bahwa Comte menyakini dunia sosial juga dipelajari dengan metode
yang sama sebagaimana digunakan untuk mempelajari dunia fisik atau kealaman.
Dan bidang kajian sosiologi pendidikan sendiri, berangkat dari keinginan para sosiologi untuk
meyumbangkan pemikirannya bagi pemecahan masalah pendidikan. Dalam pandangan mereka, pada
saat itu sosiologi pendidikan diasosiakan dengan konsep ”Educational Sociology.”
Dalam perkembangannya, pada tahun 1914 sebanyak 16 lembaga pendidikan menyajikan mata kuliah
”Educational Sociology” pada periode berikutnya, muncul berbagai buku yang memuat bahasan
mengenai ”Educational Sociology,” termasuk juga berbagai konsep tentang hubungan antara sosiologi
dengan pendidikan.
Selama puluhan tahun pertama, perkembangan sosiologi pendidikan berjalan lamban. Perkembangan
signifikan sosiologi pendidikan ditandai dengan diangkatnya Sir Fred Clarke sebagai Direktur
Pendidikan Tinggi Kependidikan di London pada tahun 1937. Clarke menganggap sosiologi mampu
menyumbangkan pemikiran bagi bidang pendidikan.
Sehubungan dengan penamaan sosiologi pendidikan, terdapat perdebatan yang cukup tajam tentang
penggunaan istilah-istilah yang digunakan antara lain sociological approach to education, educational
sociology of education, atau the foundation. Pada akhirnya dipilih istilah sociology of education
dengan tekanan dan wilayah tekanannya pada proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga
pendidikan.
Adapun perkembangan sosiologi di Indonesia diawali hanya sebagai ilmu pembantu belaka, namun
seiring timbulnya perguruan tinggi dana kesadaran bahwa sosiologi sangat penting dalam menelaah
masyarakat Indonesia yang sedang berkembang maka sosiologi yang salah satunya adalah sosiologi
pendidikan menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah di beberapa perguruan tinggi di
seluruh Indonesia.
2. Pengertian Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Dilihat dari istilah etimologi
kedua kata ini tentu berbeda makna, namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya

manusia, keduanya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, terutama dalam sistem
memberdayakan manusia dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrumen
pemberdayaan tersebut.
a. Sosiologi
Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin “socius” dan kata Yunani “logos”. “Socius” berarti
kawan, sahabat, sekutu, rekan, masyarakat. “logos” berarti ilmu. Jadi sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat. (Chaerudin, dkk, 1995:67)
Dari segi isi, banyak ahli sosiologi mengemukakan berbagai definisi. Kita ambil sejumlah definisi
untuk memberi gambaran tentang sosiologi.
W.F. Ogburn dan M.F. Nimkoff dalam buku mereka “A Handbook of Sociology”, memberikan definisi
sosology is the scientific of social life; yang maksudnya : sosiologi adalah studi secara ilmiah terhadap
kehidupan sosial. (Ahmadi, 1984:9)
Roucek dan Wafren : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok. (Soekanto, 1989:16).
Menurut Ibnu Chaldun, sosiologi adalah mempelajari tentang masyarakat manusia dalam bentuknya
yang bermacam-macam, watak dan ciri-ciri dari pada tiap-tiap bentuk itu dan hukum yang menguasai
perkembangan. Sementara Prof. Groenman mendefinisikan sosiologi sebagai suatu ilmu yang
mempelajari tindakan-tindakan manusia dalam usahanya menyesuaikan diri dalam suatu ikatan.
Penyesuaian ini meliputi:
1. menyesuaikan diri terhadap lingkungan geografi
2. menyesuaikan diri pada sesama manusia
3. penyesuaian diri dengan lingkungan kebudayaan sekelilingnya
(Ahmadi, 1989:9-10).
Dari rumusan diatas kita dapat menarik kesimpulan, yaitu bahwa sosiologi adalah:
1. merupakan hidup bermasyarakat dalam arti yang luas
2. perkembangan masyarakat di dalam segala aspeknya
3. hubungan antar manusia dengan manusia lainya dalam segala aspeknya
b. Pendidikan
Paedegogic berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “pais”, artinya anak, dan ”again”
diterjemahkan membimbing, jadi paedagogic yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak.
Secara definitif pendidikan (paedagogic) diartikan, sebagai berikut:
1. Jhon Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan
emosional ke arah alam dan sesama manusia. (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001:69)
2. Langeveld
Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha
membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan di sengaja antara orang dewasa dengan
anak yang belum dewasa (Suwarno, 1992:49)
3. Ki Hajar Dewantara
Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tinginya. (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001:69)
4. Undang-undang Republik Indonesia SISDIKNAS No.20 tahun 2003
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan uraian diatas, pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan
disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga
timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan
berlangsung terus-menerus.
c. Sosiologi Pendidikan
R.J. Stalcup mengemukakan bahwa sociology of education merupakan suatu analisis terhadap prosesproses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Tekanan dan wilayah telaahnya pada
lembaga pendidikan itu sendiri. (Faisal dan Yasin, tt:39)
Beberapa pengertian sosiologi pendidikan yang lain termuat dalam Nasution (2004: 4):
1. menurut George Payne, yang kerap disebut bapak Sosiologi pendidikan, secara spesifik memandang
sosiologi pendidikan sebagai studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segala
segi ilmu yang dterapkan. Baginya, sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam
bidang sosiologi yang dapat dikenakan sosiologis. Adapun menurutnya adalah memberikan guruguru, para peneliti yang efektif dalam sosiologi yang dapat memberikan sumbangannya kepada
pemahaman yang lebih mendalam tentang pendidikan.
2. F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang
membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk
mendapatkan serta mengorganisasikan pengalamannya. Sosiologi pendidikan juga mempelajari
kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
3. E.B.Reutern: Sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk menganalisa lembaga-lembaga
pendidikan dalam hubungannya dengan perkembangan manusia dan dibatasi oleh pengaruhpengaruh lembaga-lembaga pendidikan yang menentukan kepribadian sosial dari tiap-tiap individu.
Jadi pada dasarnya antara individu dengan lembaga-lembaga sosial saling mempengaruhi (process
social interaction).
Tidak ketinggalan, Gunawan (2006:2) mengemukakan definisinya tentang sosiologi pendidikan, yaitu
ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau
pendekatan sosiologis.
Dari beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari
seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan ataupun aspekaspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.
Aktivitas masyarakat dalam pendidikan, merupakan sebuah proses sehingga pendidikan dapat
dijadikan instrumen oleh individu untuk dapat berinteraksi secara tepat di komunitas dan
masyarakatnya. Pada sisi lain, sosiologi pendidikan memberikan penjelasan yang relevan dengan
kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap individu sebagai anggota masyarakat dapat
menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan berbagai fenomena yang muncul dalam
masyarakatnya.
Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat merupakan bentuk lain dari pola
budaya yang dibentuk oleh suatu masyarakat. Pendidikan tugasnya tentu saja memberi penjelasan
mengapa suatu fenomena terjadi, apakah fenomena tersebut merupakan suatu yang harus terjadi, dan
bagaimana mengatasi segala implikasi yang bersifat buruk dari berkembangnya fenomena tersebut
sekaligus memelihara implikasi dari berbagai fenomena yang ada.
3. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Penelitian dan analisis terhadap sistem pendidikan berdasarkan keduanya yang sekarang, tentunya
sudah bisa dikuatkan antar-antar ruang lingkup sosiologi pendidikan. Karena minat dan pengalaman,
ruang lingkup yang diajukan ini terbatas pada wilayah analisis seputar sistem pendidikan formal.
Dalam hubungan ini, Nasution (2004:6-7), mengemukakan ruang lingkup sosiologi pendidikan
meliputi pokok-pokok berikut ini:

1. hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat
a. hubungan pendidukan dengan sistem sosial atau struktur sosial
b. hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan
c. fungsi pendidikan dalam kebudayaan
d. fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural atau usaha mempertahankan
status quo, dan
e. fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural dan sebagainya
2. hubugan antar manusia di dalam Sekolah
a. hakikat kebudayaan Sekolah sejauh ada perbeadaanya dengan kebudayaan diluar sekolah dan
b. pola interaksi sosial dan stuktur masyarakat Sekolah, yang antara lain meliputi berbagai hubungan
kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola kepemimpinan informal sebagai terdapat dalam clique serta
kelompok-kelompok murid lainnya
3. pengaruh Sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak disekolah / lembaga pendidikan
a. peranan sosial guru-guru / tenaga pendidikan
b. hakikat kepribadian guru / tenaga pendidikan
c. pengaruh kepribadian guru / tenaga kependidikan terhadap kelakuan anak / peserta didik, dan
d. fungsi Sekolah / lembaga pendidikan dalam sosial murid / peserta didik.
4. hubungan lembaga pendidikan dalam masyarakat
Di sini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah/ lembaga pendidikan dengan kelompok-kelompok
sosial lainnya dalam masyarakat di sekitar sekolah / lembaga pendidikan.
Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu :
a. Pengaruh masyakarat atas organisasi Sekolah /lembaga pendidikan
b. Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistematis sosial dalam masyarakat luar sekolah.
c. Hubungan antara Sekolah dan masyarakat pendidikan dan
d. Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat yang berkaitan dengan organisasi Sekolah,
yang perlu untuk memahami sistem pendidikan dalam masyarakat serta integrasinya di dalam
kehidupan masyarakat.
Ruang lingkup sosiologi pendidikan tersebut pada dasarnta untuk mempererat dan meningkatkan
tujuan pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, sosiologi pendidikan tidak akan keluar dari upayaupaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai menurut pendidikan itu sendiri.
B. Sejarah, Pengertian dan Ruang Lingkup Antroplogi Pendidikan
1. Sejarah Antropologi Pendidikan
Sejarah tentang antroplogi pendidikan tidak bisa kita pisahkan dari perkembangan ilmu antropologi
itu sendiri, karena antropologi pendidikan merupakan bagian dari antroplogi.
Antroplogi sebagai sebuah ilmu mengalami tahapan-tahapan dalam dalam perkembangannya.
Koentjaraningrat (1986:1-5) membaginya ke dalam 4 (empat) tahap.
Tahap pertama, ditandai dengan tulisan tangan bangsa Eropa yang melakukan penjajahan di benua
Afrika, Asia, dan Amerika pada akhir abad ke-15. Tulisan itu merupakan deskripsi keadaan bangsabangsa yang mereka singgahi. Deskripsi yang dituliskan mencakup adat istiadat, suku, susunan
masyarakat, bahasa, dan ciri-ciri fisik. Deskripsi tersebut sangat menarik bagi masyarakat Eropa
karena berbeda dengan keadaan di Eropa pada umumnya. Bahan deskripsi itu disebut juga Etnografi
(Etnos berarti bangsa)
Tahap kedua, mereka menginginkan tulisan-tulisan atau deskripsi yang tersebar itu dikumpulkan jadi
satu dan diterbitkan. Isinya disusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat, yaitu masyarakat
dan kebudayaan manusia berevolusi dengan sangat lambat, dari tingkat rendah sampai tingkat
tertinggi. Dari sinilah bangsa-bangsa digolongkan menurut tingkat evolusinya. Sekitar tahun 1860,
terbit karangan yang mengaklasifikasikan berbagai kebudayaan tingkat evolusinya. Saat itu lahirlah

antropologi.
Dengan demikian pada tahap kedua ini, antroplogi telah bersifat akademis. Pada tahap ini,
antropologi mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitiv untuk memperoleh pengertian
mengenai tingkat-tingkat perkembangan dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran manusia di
dunia.
Tahap ke tiga, antropologi menjadi ilmu yang praktis. Pada tahap ini, antropologi mempalajari
masyarakat jajahan demi kepentingan kolonial. Hal ini berlangsung sekitar awal abad ke-20. Pada
abad ini, antropologi semakin penting untuk mengukuhkan dominasi bangsa-bangsa Eropa Barat di
daerah jajahannya. Dengan antropologi, bangsa Eropa mempelajari dan tahu bagaimana menghadapi
masyarakat daerah jajahannya. Selain itu, bangsa–bangsa terjajah pada umumnya belum sekompleks
bangsa Eropa Barat. Oleh karena itu, mempelajari bangsa-bangsa terjajah bagi bangsa Eropa dapat
menambah pengertian mereka tentang masyarakat mereka sendiri (Bangsa Eropa Barat) yang
kompleks.
Tahap ke empat, antropologi berkembang sangat luas, baik dalam akurasi bahan pengetahuanya
maupun ketajaman metode-metode ilmiahnya. Hal ini berlangsung sekitar pertengahan abad ke-20.
Sasaran penelitian antropologi di masa ini bukan lagi suku bangsa primitiv dan bangsa Eropa Barat,
tapi beralih pada penduduk pedesaan, baik mengenai keanekaragaman fisik, masyarakat, maupun
kebudayaannya termasuk suku bangsa di daerah pedesaan di Amerika dan Eropa Barat itu sendiri,
peralihan sasaran penelitian itu terutama disebabkan oleh munculnya ketidaksenangan terhadap
penjajahan dan makin berkurangnya masyarakat yang dianggap primitiv.
Seperti halnya antropologi pada umumnya, antropologi pendidikan berusaha menyusun genaralisasi
yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dalam rangka memperoleh pengertian yang
lengkap tentang keanekaragaman manusia khususnya dalam dunia pendidikan.
Shomad (2009:1) menyatakan bahwa studi antropologi pendidikan adalah spesialisasi yang termudah
dalam antropologi. Setelah dasawarsa tahun 60-an di Amerika Serikat semakin banyak diperlukan
keahlian dalam antropologi untuk meneliti masalah-masalah pendidikan, maka antropologi
pendidikan kemudian dianggap dapat berdiri sendiri sebagai cabang spesialisasi antropologi yang
resmi.
Di Indonesia, sebagai negara yanag sedang membangun, sangat diperlukan pengenalan kondisi yang
lebih baik dan lebih lengkap agar pembangunan yang diberlakukan tidak menimbulkan kesenjangan
dengan kondisi yang sejatinya. Antropologi pendidikan sering sejalan dengan perkembangan tersebut.
Dewasa ini antropologi pendidikan sendiri atau bersama-sama dengan sosiologi pendidikan, menjadi
mata kuliah wajib di lembaga pendidikan tenaga kependidikan.
2. Pengertian Antropologi Pendidikan
a. Antroplogi
Antropologi berasal dari kata Yunani ”antrophos” yang berarti ”manusia” dan ”logos” yang berarti
”ilmu”. Jadi antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang manusia sebagai
makhluk masyarakat. Menurut R. Bedediet (Harsojo,1984:1) perhatian ilmu pengetahuan ini
ditujukan kepada sifat khusus badaniah dan cara produksi tradisi serta nilai-nilai yang membuat
pergaulan hidup yang satu berbeda dari pergaulan hidup lainnya.
Definisi tentang antropologi juga muncul dalam situs wikipedia
(http://id.wikipedia.org/wiki/antropologi), yaitu :
• William A. Havilan
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisai yang bermanfaat
tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia.

• David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang manusia
• Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka
warna, bentuk pada fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antroplogi yaitu sebuah ilmu yanag
mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berperilaku,
tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnnya
berbeda-beda.
b. Pendidikan
Ngalim Purwanto (1995:11) menyatakan bahwa pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam
pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
kedewasaan.
Esensi dari pendidikan itu sendiri ialah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, ideide dan nilai-nilai spiritual serta estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih
muda setiap masyarakat atau bangsa.
c. Antropologi Pendidikan
Antropologi pendidikan merupakan sebuah kajian sistematik, tidak hanya mengenai praktek
pendidikan dalam perspektif budaya, tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropologi terhadap
pendidikan dan asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan. (Imran Manan dalam
Zamzami, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s)3)
Menurut Shomad (2009:1), antropologi pendidikan mengkaji penggunaan teori-teori dan metode
yang digunakan oleh para antropolog serta pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan
kebutuhan manusia atau masyarakat. Dengan demikian, antropologi pendidikan bukan menghasilkan
ahli-ahli antropologi melainkan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pendidikan melalui
perspektif antropologi.
Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui
lembaga informal tersebut dilakukan semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam
masyarakat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai
satu keseluruhan.
Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus dan percobaan yang terpisah dengan kajian
yang sistematis mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, sehingga antropologi
menyimpulkan bahwa sekolah merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai
dalam membimbing masyarakat.
3. Ruang Lingkup Antropologi Pendidikan
Ralphlinton dalam Shomad (2009:3) menganggap kebudayaan adalah warisan sosial. Warisan sosial
tersebut mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi bagi penyesuaian diri dengan masyarakat. Kedua,
fungsi bagi penyesuaian diri dengan lingkungan.
Lebih lanjut, Shomad (2009:3-4), menjelaskan implementasi pendidikan sebagai penyesuaian diri
dengan masyarakat, lingkungan dan kebudayaan sebagai bentuk ruang lingkup antroplogi pendidikan
berlangsung dalam proses:
a. Proses sosialisasi:
Proses ini dimulai sejak bayi baru lahir. Bayi berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, hingga
terjadi komunikasi timbal balik dan seterusnya hingga ia tumbuh dan berkembang.
Adapun yang menjadi sorotan dalam proses sosialisasi yaitu:
1. adanya konflik oleh ketidakharmonisan antara keinginan pribadi, anak dengan tuntutan norma dan
aturan yang berlaku

2. perbedaan status ekonomi dan letak geografis
b. Proses Enkulturasi
Enkulturasi, artinya pembudayaan. Yang dimaksud adalah proses pembudayaan anak agar menjadi
manusia berbudaya.
Dalam proses ini pranata, yaitu sistem norma atau aturan-aturan mengenai suatu aktivitas
masyarakat yang khusus. (Koentjaraningrat,1980:164).
Adapun yang biasa menjadi kajian dalam proses ini, yaitu:
1. Perbedaan jenis kelamin
2. Perbedaan umur
3. Perbedaan/perubahan status (inisiasi)
c. Proses Internalisasi
Proses internalisasi yaitu proses penerimaan dan menjadikan warisan sosial (pengetahuan budaya)
sebagai isi kepribadian yang dinyatakan dalam perilaku sehari-hari selama hayat masih dikandung
badan.
Dalam proses ini kita mendapatkan adanya perbedaan pada masing-masing individu berupa
perbedaan kepribadian dan pengalaman.
BAB III
KESIMPULAN
Sehubungan dengan penamaan sosiologi pendidikan, terdapat perdebatan yang cukup tajam tentang
penggunaan istilah-istilah yang digunakan antara lain sociological approach to education, educational
sociology of education, atau the foundation. Pada akhirnya dipilih istilah sociology of education
dengan tekanan dan wilayah tekanannya pada proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga
pendidikan.
R.J. Stalcup mengemukakan bahwa sociology of education merupakan suatu analisis terhadap prosesproses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Tekanan dan wilayah telaahnya pada
lembaga pendidikan itu sendiri.
Nasution mengemukakan ruang lingkup sosiologi pendidikan meliputi pokok-pokok berikut ini:
• hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat
• hubungan antar manusia di dalam Sekolah
• pengaruh Sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak disekolah / lembaga pendidikan
• hubungan lembaga pendidikan dalam masyarakat
Shomad menyatakan bahwa studi antropologi pendidikan adalah spesialisasi yang termudah dalam
antropologi. Setelah dasawarsa tahun 60-an di Amerika Serikat semakin banyak diperlukan keahlian
dalam antropologi untuk meneliti masalah-masalah pendidikan, maka antropologi pendidikan
kemudian dianggap dapat berdiri sendiri sebagai cabang spesialisasi antropologi yang resmi.
Antropologi pendidikan merupakan sebuah kajian sistematik, tidak hanya mengenai praktek
pendidikan dalam perspektif budaya, tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropologi terhadap
pendidikan dan asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan
Ralphlinton menganggap kebudayaan adalah warisan sosial. Warisan sosial tersebut mempunyai dua
fungsi. Pertama, fungsi bagi penyesuaian diri dengan masyarakat. Kedua, fungsi bagi penyesuaian diri
dengan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu.1984. Pengantar Sosiologi. Sala: Ramadhani.
Ahmad, Abu dan Uhbiyati, Nur. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.
Chaerudin, dkk.1995. Materi Pokok Pendidikan IPS 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
Faisal, Sanapiah dan Yasik, Nur. tt. Sosiologi Pendidikan. Surayaba: Usaha Nasional.
Gunawan, Ary H. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis tentang Pelbagai Problem Pendididikan.

Jakarta: Rineka Cipta.
Hasojo.1984. Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta.
Koentjaraningrat.1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Shomad, Abd. 2009. Selayang Pandang tentang Antropoplogi Pendidikan Islam. http://uin-suka.info/
enjurnal/index2.php?option=com_content&do-pdf=1&id=88
Soekanto, Soerjono.1989. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
UU Republik Indonesia SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003.
Zamzami, Lucky. tt. Antropologi Pendidikan: Suatu Pengantar.