Makalah Tentang Korupsi KORUPSI KATA PEN

Makalah Tentang Korupsi

KORUPSI

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Korupsi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai
perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semogamakalahini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak.
Jatinangor,Oktober 2013
Penulis,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... .. ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1. LATAR BELAKANG.................................................................. 1
1.2. TUJUAN....................................................................................... 2
1.3. SISTEMATIKA PENULISAN ................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 3
2.1. PENGERTIAN KORUPSI SECARA TEORITIS ..................... 3
2.2. TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF
NORMATIF.................................................................................. 4
BAB III ANALISIS ................................................................................ ....... 9
BAB III PENUTUP....................................................................................... 14
3.1.KESIMPULAN............................................................................. 14
3.2.SARAN.......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan
keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu

proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh
dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari
perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan
salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara
lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan
termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah
rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari
segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia

dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara
yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh
kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan

lainsebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan
keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal
itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang
menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah
dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah
korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling
tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap
Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain
untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karenakorupsi membawa dampak
negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.

2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi.
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Untuk

mengetahui


langkah-langkah

yang

untuk memberantas korupsi

1.3. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
1.2. TUJUAN
1.3. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. PENGERTIAN KORUPSI SECARA TEORITIS
2.2. TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF NORMATIF
BAB III ANALISIS
BAB III PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
3.2.SARAN
DAFTAR PUSTAKA


dapat

dilakukan

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini
Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan
korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat
luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya

mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan

pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan
alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim
(dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan
hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya,
Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau
diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau
partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,

jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku
pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

2.2. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi
yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif
adalah sebagai berikut :
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan
Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999)
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal
4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)

Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana
Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara
Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang
Nomor 20 Tagun 2001)
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau
keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan

bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam
huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional
Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7
ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja
mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat
(1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan
sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja
memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)

Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan

sengaja menggelapkan menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya
atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut.
(

Pasal

Pegawai

10

Undang

negeri


-

atau

undang

Nomor

Penyelenggara

20

tahun

Negara

2001)

yang

:

Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20
tahun

2001)

Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran
kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan

mrupakan

hutang

(huruf

f)

Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau
penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal
diketahui

bahwa

hal

tersebut

bukan

merupakan

hutang

(huruf

g)

Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya
terdapat

hak

pakai,seolah-olah

sesuai

dengan

peraturan

perundang-

undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa
perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau

persewaan

yang

pada

saat

dilakukan

perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya (huruf i)
Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk
mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara

yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang
nomor 20 Tahun 2001)
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional
indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang
nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga
akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan
huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20
tahun 2001)
Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau

pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).

BAB III
ANALISIS
Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu
orang yang belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi
dalam segala bentknya dirasakan masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai
istilah hokum dan member batsan pengertian korupsi adalah perbuatanperbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah atau
badan hokum lain yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain
dari masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena
itu, Negara memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah
masuk dan menjadi suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara
meluas, tidak hanya merugikan keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara
luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3
(tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,

Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan
memberantas korupsi yang tepat yaitu:
Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal
yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi
harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab
korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang
untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam
pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar
apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan
dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya,
sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak
sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi
sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu
perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu
baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihakpihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan
korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan
peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga
proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak
pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif
antara lain :
1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di
Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan
mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan
Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya
memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai
politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya
dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada
realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini

diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan
dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum
(Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan
bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani
melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan
membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur
structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi
yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang
sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa
korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat
dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi
lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan
menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan
menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan
melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan

masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah
pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan
jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan
keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi,
dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti
bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan
terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti
melanggar harkat dan martabat kehidupan

Negara mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi yaitu: UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999 tentang
enyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
Kesimpulan dari ketiga UU yang menyangkut pemberantasan tindak pidana
korupsi ini merupakan lex specialis generalis. Materi substansi yang terkandung
didalamnya antara lain :

Memperkaya diri/orang lain secara melawan hokum (Pasal 2 ayat (1) UU No.31
Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak pidana korupsi tersebut adalah setiap orang baik
yang berstatus PNS atau No-PNS serta korporasi yang dapat berbentuk badan
hokum atau perkumpulan.
Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
Adanya oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana (Pasal 3 UU
N0.31 Tahun 1999).
Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001).
Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk
menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntu kepada
para aparat penegak hokum lainnya untuk semkasimal mungkin dapat memahami
rumusan delik yang terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada agar tepat
dalam menerapkan kepadapara pelaku.selain itu juga diperlukan strategi
pemberantasan korupsi yang sangat jitu dan tepat.
Penerapan sangsi normatif mengenai korupsi kepada para pelakunya tidakakan
bermanfaat dan bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga beberapa

strategi. Ada 3 hal yang harus dilakukan guna mengurangi sifat dan perilaku
masyarakat untuk korupsi, anatara lain;
(1) menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah,
(2) menaikkan moral pegawai tinggi, serta
(3) legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya
pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
3.2. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan
pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil

DAFTAR PUSTAKA
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung :
Penerbit Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta :
GhaliaIndonesia
SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalahkorupsi.html