ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

ABSTRAK
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG
PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK
PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

Oleh
FRISKA ANNISA TARTUSI
Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan
tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Tindak pidana korupsi dipandang
sebagai tindak pidana yang merugikan negara. Definisi negara disini tidak hanya
menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut
Pemerintah Daerah. Seperti hal nya tindak pidana korupsi dana sertifikasi
pendidikan yang terjadi di Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara Provinsi
Lampung dalam kasus dengan No. Putusan 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK. Hal
tersebut tidak hanya menimbulkan dampak kerugian bagi negara namun juga bagi
guru-guru di Kabupaten Lampung Utara yang telah kehilangan hak mereka atas
dana sertifikasi pendidikan yang semestinya diterima pada triwulan ke-IV tahun
2012. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk menjawab
permasalahan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK dan apakah putusan
tersebut sudah memenuhi rasa keadilan atau belum.

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara seleksi data, klasifikasi
dan sistematisasi data. Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif
dengan menggunakan metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui dasar
pertimbangan hakim dalam memutus kasus ini adalah pasal 183 dan 184 KUHAP,
dan teori pendekatan yang digunakan hakim adalah teori pendekatan keilmuan
serta teori ratio decidendi. Dalam kasus ini rasa keadilan substantif belum
sepenuhnya terpenuhi, keadilan baru dirasakan oleh terdakwa yang mendapatkan
putusan dari majelis hakim tingkat banding lebih ringan dari putusan pengadilan
tingkat pertama sedangkan pihak korban belum merasakan keadilan sebab belum
adanya penggantian dana sertifikasi pendidikan.

Friska Annisa Tartusi
Adapun saran yang diberikan penulis dalam hal ini. Diharapkan kepada penegak
hukum dalam mengkaji suatu kasus dapat benar-benar cermat dan
mempertimbangkan pertimbangan berbagai apsek yuridis dan non yuridis, hakim

sebaiknya terus meningkatkan cara terbaik dalam menjatuhkan putusannya

dengan melihat semua aspek berdasarkan kepastian hukum, kemanfaatan hukum,
dan keadilan hukum. Sehingga tercapai tujuan pemidanaan yang semata-mata
bukanlah untuk melakukan suatu balas dendam tetapi lebih ditunjukan untuk
mendidik terdakwa agak dikemudian hari tidak melakukan tindak pidana dalam
bentuk apapun lagi.
Kata Kunci : Analisis, Putusan Pengadilan, Korupsi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 16
Desember 1993, yang merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara, pasangan Bapak Hi. Ir. M. Tartusi Akbar dan Ibu
Hj. Masjidah, S.E., M.M., serta satu orang kakak Ghea Siskalla
Tartusi, S.H. dan satu orang adik Muhammad Raihan Akbar Tartusi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK
Aisyah Bustanul Athfal Tulang Bawang pada tahun 1999, pendidikan Sekolah
Dasar di SD Negeri 1 DWT Jaya Tulang Bawang pada tahun 2005, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2008,
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun

2011.

Penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2011
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan
(SNMPTN Undangan) dan mengambil minat Hukum Pidana. Penulis mengikuti
kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Karya Mulya Sari, Kecamatan
Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan periode Januari 2014.

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta
setiap perjuangan dan jerih payah, aku persembahkan karya sederhana ini
kepada :

Papa dan Mama
Dua orang yang sangat kusayangi dan kucintai
Terima kasih atas kasih saying, serta do’a tulus yang selalu mengiringi setiap
langkah dihidupku.


Kakak, adik dan keponakanku tersayang
Tumbuh bersama dalam ikatan keluarga membuatku yakin akan ketulusan
merekalah yang selalu disampingku di saat susah maupun senang .

Sahabat-sahabatku
Terimakasih atas kebersamaan dan kesetiaanya selama ini.

Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung

MOTO

“Apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, hendaklah kamu
menetapkannya dengan adil.”
(Q.s. An-Nisa’ : 58)
“Orang baik tidak memerlukan hukum untuk memerintahkan mereka agar
bertindak penuh tanggung jawab, sementara orang jahat akan selalu menemukan
celah di sekitar hukum”
(Plato)
“The best way to predict your future is to create it”
(Abraham Lincoln)

“Your past was never a mistake if you learned from it”
(Penulis)

SANWACANA

Alhamdulillahhirabbil’alamin. Puji Syukur penulis curahkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung
Karang Perkara No. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK tentang Tindak Pidana
Korupsi Dana Sertifikasi Pendidikan”.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan
serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Ibu Firganefi, S.H., M.H, selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung dan selaku Pembahas I yang telah memberikan
masukan, arahan dan bantuan dalam skripsi ini.
4. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan
penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang
dengan

penuh

kesabaran

meluangkan

waktunya

mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

membimbing


dan

6. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah
memberikan masukan, arahan dan bantuan dalam skripsi ini.
7. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik
selama penulis menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar, Staf Administrasi dan karyawan di
Fakultas Hukum Universitas Lampung, terimakasih atas ilmu, bimbingan dan
bantuannya selama penulis menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
9. Kepada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Bapak Sudirman Sitepu, S.H.,
M.H., yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
10. Orang tuaku tercinta, Hi. Ir. M. Tartusi Akbar dan Hj. Masjidah, S.E., M.M.,
papa dan mama terhebat yang dengan tulus membesarkan, mendidik dan
mendo’akan penulis tanpa penulis dapat membalas setiap ketulusan tersebut.
11. Kakakku Ghea Siskalla Tartusi, S.H., dan Adikku Muhammad Raihan Akbar
Tartusi yang selalu menyayangi, mendo’akan dan memotivasi penulis,
keponakanku Fathiyah Nabila Az-Zahra yang selalu menjadi penghibur hati
bagi penulis, serta kakak iparku Ahdan Chahvi, S.E.

12. Seseorang yang spesial, Ifransyah Sanjaya, S.T., yang selama ini megajarkan
kedewasaan, memberi suport dan mendo’akan penulis. How lucky I have you.
13. Sahabat-sahabatku Gesa Iasa, Destry Fianica, Mia Respani, Farah Zatalini,
Erza Cechelya, Gevi Bralinza, Nunik Iswardani dan yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan serta persahabatannya.
Good Luck for us girls.

14. Teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2011
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas motivasi dan
bantuannya.
15. Teman-teman KKN di Desa Karya Mulya Sari, Kecamatan Candipuro,
Kabupaten Lampung Selatan, Farah Dina, Hotma Margaretha, Faradina,
Faridatu, Hotman Hutagalung, Fajar Fitraldi, Fadli Dzil Ikrom, Ferdian
Dewantara, Gulbuddin Hikmatyar, Faqih terima kasih atas pengalaman
selama 40 hari yang tak terlupakan. I am gonna miss you guys.
16. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku
menuju keberhasilan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala bantuan yang
telah diberikan. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 26 Februari 2015
Penulis

Friska Annisa Tartusi

DAFTAR ISI

Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................

1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup .............................................

8


C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................

9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual .............................................

10

E. Sistematika Penulisan .................................................................

16

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian putusan pengadilan .....................................................

18

B. Dasar pertimbangan hakim ...........................................................


21

C. Tindak Pidana Korupsi .................................................................

29

D. Sertifikasi Pendidikan Guru .........................................................

35

III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah .....................................................................

38

B. Sumber dan Jenis Data .................................................................

39

C. Penentuan Narasumber .................................................................

40

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................

41

E. Analisis Data ................................................................................

42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Narasumber..............................................................

43

B. Gambaran Umum Putusan Nomor 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.
TJK ................................................................................................

44

C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Nomor
03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK tentang Tindak Pidana Korupsi
Dana Sertifikasi Pendidikan ..........................................................
49
D. Rasa Keadilan dalam Putusan Nomor 03/PID.SUSTPK/2014/PT.
TJK ...............................................................................................

58

V. PENUTUP
A. Simpulan........................................................................................

65

B. Saran ..............................................................................................

66

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan
tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi
mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini dapat
membahayakan

stabilitas

dan

keamanan

masyarakat,

membahayakan

pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai
demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah
budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil
dan makmur.

Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi ditengah-tengah krisis multi
dimensional serta ancaman nyata yang pasti akan terjadi, maka tindak pidana
korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi
secara sungguh-sungguh melalui keseimbangan langkah-langkah yang tegas dan
jelas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya
pemerintah dan aparat penegak hukum.

2

Peningkatan korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun terus membuat masyarakat
resah . Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah
kasus yang terjadi dan jumlah kerugian Negara, maupun dari segi kualitas tindak
pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki
seluruh aspek kehidupan masyarakat.1

Korupsi yang telah terjadi di Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang
memperhatikan, perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Meningkatnya tindak pidana korupsi ini akan membawa bencana tidak
saja pada kehidupan perekonomian nasional, kehidupan berbangsa dan bernegara
pada umumnya serta dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak
langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon
Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak
revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak
mungkin

penyaluran

akan

timbul

apabila

penguasa

tidak

secepatnya

menyelesaikan masalah korupsi. 2

Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur
tentang tindak pidana korupsi. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengubah
undang-undang tentang tindak pidana korupsi sebanyak 3 (tiga) kali. Adapun
peraturan perundang-undangan yang mengatur korupsi, yaitu:
1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;

1

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hlm. 2.
B. Simanjuntak, Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial, Bandung, Tarsino, 1981, hlm.
310.
2

3

2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi; dan
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Istilah korupsi sesungguhnya sangat luas, mengikuti perkembangan kehidupan
masyarakat yang semakin kompleks serta semakin canggihnya teknologi,
sehingga mempengaruhi pola piker, tata nilai, aspirasi dan struktur masyarakat di
mana bentuk-bentuk kejahatan yang semula terjadi secara tradisional berkembang
kepada kejahatan inkonvensional yang semakin sulit untuk diikuti oleh norma
hukum yang telah ada. Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:

Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi: Barang siapa dengan melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang
secara langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
dan atau perekonomian negara atau diketahui patut disangka olehnya
bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara , dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi: Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
secara lngsung dapat merugikan negara atau perekonomian negara
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Barang siapa melakukan kejahatan yng tercantum dalam Pasal 209, Pasal
210, Pasal 387, Pasal 388, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 420,
Pasal 425, Pasal 435 KUHP.

4

Tindak pidana korupsi dipandang sebagai tindak pidana yang merugikan negara.
Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah
Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah, hal ini terjadi karena memang
tidak dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan baik di pusat maupun daerah memang
cendrung lebih mudah untuk korup ( Power tends to Corup).3

Sebagai salah satu contoh korupsi pada tingkat daerah adalah di pemerintahan
Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, yaitu dengan terdakwa Berti
Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim mantan Kepala Sub Bagian Keuangan Dinas
Pendidikan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Berti telah terbukti
secara sah mengkorupsi dana sertifikasi pendidikan di Kabupaten Lampung Utara
senilai Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus
empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah), Berti mengkorupsi dana tersebut
dengan cara mengurangi dan tidak memberikan dana terseut kepada guru-guru
yang berhak menerima. 4

Tertanggal 19 Juli 2013, Terdakwa Berti Astuti,S.H.,M.M. atas perintah dari Drs.
Hi. Zulkarnain selaku mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung
Utara telah melakukan pencairan keseluruhan dana Tunjangan Profesi Guru
(Sertifikasi) di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi menggunakan Cek Tarik
Tunai di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi sebesar Rp. 77.974.626.731,00
(tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua
puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah) yang tercampur menjadi satu
3

Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional,
Bandung, Mandar Maju, 2004, hlm. 75.
4
Safari, Kasus Korupsi Dana Sertifikasi Lampung Utara, http://www.saibumi.com/artikel-3372terdakwa-kasus-dana-sertifikasi-guru-lampung-utara-dituntut-9-tahun-.html.. diakses sejak 2
Oktober 2012, pukul 12:44.

5

dengan dana kegiatan lainnya yang ada di Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung
Utara dengan total keseluruhan dana yang ada di Rekening Giro Dinas Pendidikan
kabupaten Lampung Utara sebesar Rp. 360.163.007.144,31,00 (tiga ratus enam
puluh milyar seratus enam puluh tiga juta tujuh ribu seratus empat puluh empat
koma tiga puluh satu rupiah), keterangan Terdakwa tersebut diperkuat juga oleh 4
(empat) orang saksi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang ada di Dinas
Pendidikan Kabupaten Lampung Utara. yang ada di Rekening Giro Dinas
Pendidikan Kabupaten Lampung Utara.5

Dana Tunjangan Profesi (Sertifikasi) yang masuk ke Rekening Giro Dinas sebesar
Rp. 77.974.626.731,00 (tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh
empat juta enam ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah)
tersebut, hanya dibayarkan terdakwa sebesar Rp. 70.621.282.715,00 (tujuh puluh
milyar enam ratus dua puluh satu juta dua ratus delapan puluh dua ribu tujuh ratus
lima belas rupiah), sehingga terdapat selisih sebesar Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh
milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas
rupiah) yang tidak dibayarkan untuk triwulan ke – IV bulan November 2012 dan
Desember 2012, yang hal ini bertentangan dengan Ketentuan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor : 34/PMK.07/2012 tentang Pedoman
Umum dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah
Propinsi, Kabaupaten dan Kota Tahun Anggaran 2012 pada Pasal 5 Ayat (1)
menjelaskan:

5

Surat Putusan Nomor 3/PID.SUS-TPK/2014/PN.TK.

6

“Pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNS – D dilaksanakan sebanyak 12 (dua
belas) bulan dalam 1 (satu) tahun dan tidak termasuk untuk bulan ke – 13 (tiga
belas).”6
Penuntut Umum telah mendakwa Berti Astuti dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 4
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi yang
diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) yang menyatakan terdakwa
Berti Astuti telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana korupsi secara bersama-sama sebesar Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar
tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas
rupiah) serta menjauhkan pidana penjara terhadap terdakwa Berti Astuti, S.H.,
M.M. binti Ibrahim selama 9 (sembilan) tahun dan membayar denda sebesar Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) Subsidair 3 (Tiga) bulan kurungan serta
membayar uang pengganti sebesar Rp 5.717.333.275,00 (lima milyar tujuh ratus
tujuh belas juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 7
Putusan hakim terhadap terdakwa ternyata lebih rendah dari tuntutan jaksa
penuntut umum, yakni berdasarkan Putusan No. 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK,
terdawa dijatuhkan pidana 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan serta
membayar uang pengganti sebesar Rp 3.695.333.275,00 (tiga milyar enam ratus
sembilan puluh lima juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima
rupiah).8

6

Ibid.
Surat Tuntutan Nomor Register Perkara: PDS–01/K.Bumi/01/2014.
8
Surat Putusan Nomor: 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK.
7

7

Sedangkan pada tingkat banding berdasarkan Putusan No. 3/PID.Sus-TPK/2014/
PT.TJK, terdakwa dijatuhkan pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) serta membayar uang pengganti sebesar Rp
1.242.833.275.00,00 (satu milyar dua ratus empat puluh dua juta delapan ratus
tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 9

Dana yang dikorupsi oleh terdakwa adalah dana sertifikasi pendidikan guru
seharusnya di terima oleh ratusan guru di Kabupaten Lampung Utara.
sebagaimana kita ketahui dana sertifikasi pendidikan guru adalah merupakan dana
tunjangan profesi bagi guru guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia
pada umumnya dan di Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung pada
khususnya, maka apabila dana tersebut tidak tersalurkan maka akan berpengaruh
pula pada mutu pendidikan di Kabupaten Lampung Utara.

Dikarenakan masih banyaknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia bahkan
dana sertifikasi pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi guru pun masih ada
celah untuk dijadikan objek tindak pidana korupsi. Serta putusan hakim
Pengadilan Tinggi Tanjung Karang yang lebih rendah dari dakwaan jaksa
penuntut umum dan putusan hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang atas kasus
ini dirasa penulis ditakutkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menulis skripsi dengan
judul, “Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No.
3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK tentang Tindak Pidana Korupsi Dana Sertifikasi
Pendidikan”

9

Surat Putusan Nomor 3/PID.SUS-TPK/2014/PN.TK.

8

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:

a. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan
terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan dalam
putusan No 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK?
b. Apakah putusan hakim pengadilan tinggi tanjung karang No. 3/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertfikasi
pendidikan sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah kajian bidang Hukum Pidana pada
umumnya dan khususnya mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutus
perkara tindak pidana korupsi. Objek kajian dalam penelitian ini adalah Putusan
No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK dengan terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M.
binti Ibrahim. Penelitian dilakukan pada Pengadilan Tinggi Lampung. Penelitian
ini dilaksanakan pada Tahun 2014.

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk:
a. Mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap
pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan di Pengadilan Tinggi
Tanjung Karang dalam Putusan No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK.
b. Mengetahui putusan hakim pengadilan tinggi tanjung karang No. 3/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertfikasi
pendidikan sudah tepat dan sesuai dengan rasa keadilan atau belum.

2. Kegunaan penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan
praktis, yaitu:

a. Secara Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan landasan
teori bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan dapat memberikan
informasi mengenai implementasi dasar pertimbangan hakimdalam menjatuhkan
putusan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi
pendidikan.

10

b. Secara Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembaca pada
umumnya termasuk masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam
mengambil langkah-langkah atau kebijakan yang tepat dan efisien guna
menanggulangi dan memberantas tindak pidana korupsi dana sertifikasi
pendidikan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran
atau kerangka acuan yang ada pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.10
Kerangka teoritis dapat disebut juga suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungna suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam
suatu masalah tertentu. Setiap penelitian itu aka nada suatu kerangka teoritis yang
menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang
dianggap relevan oleh peneliti.11
a. Teori Dasar Pertimbangan Hakim
Hakim adalah salah satu aparat penegak hukum yang berwenang mengadili dan
menjatuhkan hukuman yang dianggap tepat untuk para pelaku tindak pidana. Oleh

10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1994,
hlm. 125.
11
Ibid, hlm. 126.

11

karena itu, seorang hakim dalam menjatuhkan putusan akan mempertimbangkan
hal-hal yang bersifat yuridis dan non yuridis12, yaitu:
1. Pertimbangan Yuridis
Pertimbangan hakim yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim
yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidanan
dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di
dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya, yaitu:
a. Dakwaan jaksa penuntut umum
b. Keterangan saksi
c. Keterangan terdakwa
d. Barang bukti
e. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang tindak pidana

2. Pertimbanga Non Yuridis
a. Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana
b. Cara melakukan tindak pidana
c. Sikap batin pelaku tindak pidana
d. Faktor agama dari terdakwa
e. Riwayat hidup dan keadaan sosial dan ekonomi
f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana
g. Pengaruh pemberian sanksi terhadap masa depan pelaku
h. Keadaan pribadi pelaku

12

Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Surabaya: Bina Ilmu, 2007, hlm. 63.

12

Terdapat pula beberapa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim
dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara yaitu:

1. Teori keseimbangan
Teori

keseimbangan adalah

ditentukan

oleh

keseimbangan

undang-undang

dan

antara

kepentingan

syarat-syarat

yang

pihak-pihak

yang

bersangkutan dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti
adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan
terdakwa dan kepentingan korban.

2. Teori Pendekatan Intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi, dalam menjatuhkan
putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar
bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa
atau penuntut umum dalam perkara pidana.

3. Teori Pendekatan Keilmuan
Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan
pidana harus

dilakukan

secara

sistematik

dan

penuh

kehati-hatian

khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam
rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan kailmuan ini
merupakan semacam peringatan
perkara,hakim

tidak

bahwa

dalam

memutus

suatu

boleh semata-mata atas dasar intuisi atau insting

semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga
wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus di
putusnya.

13

4. Teori Pendekatan pengalaman
Pengalaman

dari

seorang

hakim

merupakan

hal

yang

dapat

membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang di hadapinya
setiap hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat
mengetahui bagai mana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam
suatu

perkara

pidana

yang berkaitan dengan pelaku, korban, maupun

masyarakat.

5. Teori Ratio Decidendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang
mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara
yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang
lebih relevan dengan pokok perkara yang di sengketaka sebagai dasar hukum
dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada
motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan.13

b. Teori Konsep Keadilan

Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bisa dirasakan dengan
akal dan pikiran serta rasionalitas dari setiap individu atau masyarakat. Keadilan
tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita
lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Berikut

pandangan ahli tentang

keadilan :14

13

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar
Grafika, 2011, hlm. 105-112.
14
http://hadisiti.blogspot.com/2012/11/teori-keadilan-menurut-para-ahli.html Diakses pada tanggal
14 November 2014 Pukul 19.05 WIB.

14

1.

Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja digunakan dalam hukum,
dari segi kecocokan dengan hukum positif terutama kecocokan dengan
undang-undang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan
nilai kecocokan relative dengan sebuah norma 'adil' hanya kata lain dari
'benar'.

2.

Aristoteles, mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada
setiap orang apa yang menjadi haknya. Selanjutnya, membagi keadilan
menjadi dua bentuk yaitu; pertama, keadilan distributif, adalah keadilan
yang ditentukan oleh pembuat undang-undang. Kedua, keadilan korektif,
yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini
melawan seranganserangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada
prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali dengan cara
mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara
mengganti rugi atas miliknya yang hilang.

Keadilan mencerminkan bagaimana seseorang

melihat tentang hakikat

manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Begitu pula
hakim mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan jenis pidana dan
tinggi rendahnya suatu pidana, hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak pada
batas minimum dan maksimum, pidana yang diatur dalam Undang-undang untuk
tiaptiap tindak pidana.15 Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara
pidana, seharusnya putusan

hakim

tersebut

berisi

alasan-alasan

dan

pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa.
Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang
jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian
hukum) dan memberikan keadilan.16

15

Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 78.
Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani Suatu Masalah
Perkara Pidana, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1987, hlm. 50.

16

15

2.Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan
dalam melaksanakan penelitian.Kerangka konseptual adalah kerangka yang
menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang mempunyai artiarti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti atau diketahui.17 Berdasarkan
definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

a. Analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna
meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.18
b. Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh hakim, sebagai
Pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan
dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau
sengketa antara para pihak.19
c. Pengadilan tinggi adalah sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan
Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan tingkat
Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri.20
d. Pelaku menurut Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP adalah mereka yang
melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan.
e. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan
hukuman pidana.21

17

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 32.
http://id.wikipedia.org/wiki/analisis, diakses sejak 1 November 2014, pukul 09:22.
19
Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Pidana Indonesia, Yogyakarta: Leberty, 1999, hlm. 175.
20
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tinggi , diakses sejak 1 November 2014, pukul 14:03.
21
Wirjono Prodjodikoro, Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Rafika Aditama, 2002, hlm.
55.
18

16

f. korupsi menurut Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan meperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi dengan menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian negara.
g. Dana sertifikasi pendidikan adalah dana tunjangan profesi yang diberikan
kepada guru yang telah mendapatkan sertifikat pendidik.22

E. Sistematika Penulisan

Peneliti dalam melakukan penulisan skripsi ini, menggunakan sistematika berikut:

I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang permasalahan, ruang lingkup dan
perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan
konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang mencakup teori-teori hukum
mengenai tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, pertanggungjawaban pidana,
tindak pidana korupsi dan kewenangan hakim dalam memutus perkara pidana.

III. METODE PENELITIAN

22

Undang-Undang No. 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

17

Bab ini diuraikan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu
tentang langkah-langkah atau cara yang dipakai dalam penelitian yang memuat
tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan nara sumber,
prosedur pengummpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan analisis data dan pembahasan atas hasil pengolahan data.
Pembahasan tersebut mengenai penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak
pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan dalam putusan No. 3/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK.

V. PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran yang
dianggap perlu sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Putusan Pengadilan

1. Pengertian Putusan Hakim/Pengadilan

Pada Bab I ketentuan umum Pasal 1 Angka 11 KUHAP ditentukan bahwa putusan
pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka,yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.Dapat
dikatakan bahwa putusan hakim merupakan “akhir” dari proses persidangan
pidana untuk tahap pemeriksaan di pengadilan negeri.

Sebelum putusan hakim diucapkan/dijatuhkan maka prosedur yang harus
dilakukan hakim dalam praktek lazim melalui tahapan sebagai berikut :
a. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwa anak.
b. Terdakwa dipanggil masuk kedepan persidangan dalam keadaan bebas
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas terdakwa serta terdakwa
diingatkan supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar serta
dilihatnya di persidangan.

19

c. Pembacaan surat dakwaan untuk acara biasa (Pid.B) atau catatan dakwaan
untuk acara singkat (Pid.S) oleh jaksa penuntut umum.
d. Selanjutnya terdakwa dinyatakan apakah sudah benar-benar mengerti akan
dakwaan tersebut, apabila terdakwa dinyatakan tidak mengerti lalu penuntut
umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberikan penjelasan yang
diperlukan.
e. Keberatan terdakwa atau penasihat hukum terhadap surat dakwaan jaksa
penuntut umum.
f. Dapat dijatuhkan putusan sela/penetapan atau atas keberatan tersebut hakim
berpendapat baru diputus setelah selesai pemeriksaan perkara maka sidang
dilanjutkan.
g. Pemeriksaan alat bukti yang dapat berupa :
1) Keterangan saksi,
2) Keterangan ahli,
3) Surat,
4) Petunjuk,
5) Keterangan terdakwa.
h. Kemudian pernyataan hakim ketua sidang bahwa pemeriksaan dinyatakan
selesai dan lalu penuntut umum mengajukan tuntutan pidana (requisitor).
i. Pembelaan (pledoi) terdakwa dan atau penasihat hukumnya.
j. Replik dan duplik, selanjutnya re-replik da re-duplik.
k. Pemeriksaan dinyatakan ditutup dan hakim mengadakan musyawarah terakhir
untuk menjatuhkan pidana.

Musyawarah adalah agenda terahir sebelum putusan dikeluarkan, dan apabila
perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum,
penuntut umum dan para hadirin meninggalkan ruangan sidang. Ketentuan

20

selanjutnya dalam Pasal 182 Ayat (4) KUHAP bahwa dalam musyawarah
tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang
termuda hingga hakim yang tertua dan yang terakhir mengemukakan pendapatnya
adalah hakim ketua majelis, semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta
alasannya.

Pasal 185 Ayat (5) KUHAP mengatur bahwa sedapat mungkin musyawarah
majelis merupakan pemufakatan bulat, kecuali jika hal itu telah diusahakan
sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka ditempuh dengan dua cara :
a. Putusan diambil dengan suara terbanyak.
b. Jika yang tersebut pada a tidak dapat diperoleh, maka yang dipakai ialah
pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.
Putusan hakim ini hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan
di sidang terbuka untuk umum (Pasal 195 KUHAP) dan harus ditandatangani
hakim dan panitera seketika setelah putusan diucapkan (Pasal 200 KUHAP).

Apabila dilihat dari ketentuan KUHAP maka dapatlah disimpulkan bahwa
putusan hakim itu pada hakikatnya dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) jenis,
yaitu putusan akhir dan putusan yang bukan putusan akhir. Apabila suatu perkara
oleh majelis hakim diperiksa sampai selesai pokok perkaranya maka ini
berdasarkan ketentuan Pasal 182 Ayat (3) dan Ayat (8) KUHAP, Pasal 197
KUHAP dan Pasal 199 KUHAP dinamakan dengan putusan akhir atau putusan .
Sedangkan putusan yang bukan merupakan putusan akhir dalam praktek dapat
berupa penetapan atau putusan sela yang bersumber kepada ketentuan Pasal 156
Ayat (1) KUHAP.

21

Sesudah putusan pemidanaan diucapkan, hakim ketua sidang wajib memberitahu
kepada terdakwa tentang apa yang menjadi haknya yaitu :
1. Hak segera menerima atau menolak putusan.
2. Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerimaatau menolak
putusan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan yaitu tujuh hari sesudah
putusan dijatuhkan atau sesudah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang
tidak hadir (Pasal 196 Ayat (3) jo Pasal 233 Ayat (2) KUHAP).
3. Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam waktu yang telah
ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi dalam hal ia
menerima putusan (Pasal 169 Ayat (3) KUHAP).
4. Hak minta banding dalam tenggang waktu tujuh hari setelah putusan
dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tak hadir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 Ayat (2) KUHAP.
5. Hak segera mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir 1
(menolak putusan) dalam waktu seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 235
Ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa “selama perkara banding belum
diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktuwaktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu
tidak boleh diajukan lagi (Pasal 196 Ayat (3) KUHAP).

B. Dasar Pertimbangan Hakim

Hakim adalah aparat penegak hukum yang ditugaskan oleh Negara dan diberi
wewenang oleh undang-undang untuk memutuskan dan menjatuhkan hukuman
atau sanksi pidana atau mengakhiri perkara di dalam persidangan guna

22

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah
undang-undang
penyelenggaraan

yang

mengatur

kekuasaan

tentang

kehakiman,

kekuasaan
pelaku

kehakiman,

kekuasaan

asas

kehakiman,

pengangkatan dan pemberhentian hakim, pengawasan hakim dan lain-lain.
Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama,
militer, tata usaha negara dan sebuah Mahkamah Konsttitusi serta badan-badan
lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang diatur dengan
undang-undang.

Hakim diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili, seperti yang
tercantum dalam Pasal 1 Angka (8) KUHAP. Oleh karena itu, fungsi seorang
hakim adalah seseorang yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
melakukan atau mengadili setiap perkara yang dilimpahkan kepada Pengadilan.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas maka tugas seoran hakim adalah:
a. Menerima setiap perkara yang diajukan kepadanya.
b. Memeriksa setiap perkara yang diajukan kepadanya.
c. Mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.

Seorang hakim dalam sistem kehidupan masyarakat dewasa ini berkedudukan
sebagai penyelesai setiap konflik yang timbul sepanjang konflik itu diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Melalui hakim, kehiduoan manusia yang

23

bermasyarakat hendak dibangun di atas nilai-nilai kemanusiaan. Oleh sebab itu,
dalam melakukan tugasnya seorang hakim tidak boleh berpihak kecuali kepada
kebenaran dan keadilan, serta nilai-nilai kemanusiaan.1

Hal tersebut sangat penting dalam konteks penegakan hukum khususnya
dilakukan oleh hakim peradilan pidana, sehingga dirasakan pada masyarakat
umum sebagai suatu kewajaran, maka penjatuhan pidana oleh hakim harus benarbenar memperhatikan berbagai aspek yang ikut menentukan penjatuhan pidana
atau putusan pidana, agar pidana yang dijatuhkan tersebut sudah tepat pada tujuan,
baik itu yang bersifat perlindngan terhadap masyarakat, menciptakan suasana
damai dan tertib bagi si pelaku kejahatan itu sendiri.

Perihal mewujudkna haikat perdamaian tersebut, maka hakim harus melihat
tindak pidana yang telah terjadi secara keseluruhan dengan maksud hakim tidak
boleh kaku dengan hanya melihat segi-segi yuridisnya saja dari tindak pidana
tersebut. Jadi dalam hal ini elemen-elemen tindak pidana tersebut, baik yang
menyangkut pembuat (pelaku) dan juga hal-hal diluar perbuatannya harus
merupakan satu kesatuan yang integral sebagai pertimbangan hakim dalam
menjatuhhkan pidana tersebut.2
Pada dasarnya hukum acara pidana bertujuan untuk mencari, menentukan, dan
menggali kebenaran materiil (materieele waarheid) atau kebenaran yang
sesungguh-sungguhnya. Dengan demikian, berkorelatif aspek tersebut secara
teoritis dan praktik peradilan guna mewujudkan materieele waarheid maka suatu
alat bukti yang sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP mempunyai peranan
1
2

Wahyu Afandi, Hakim Penegak Hukum, Bandung: Alumni, 1984, hlm. 35.
Ibid, hlm. 52.

24

penting dan menentukan titik permasalahan perkara sehingga haruslah
dipergunakan dan diberi penilaian secara cermat agar tercapai kebenaran hakiki
sekaligus tanpa mengabaikan hak asasi terdakwa.3
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang apabila dnegan
sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindka pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya dan diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Alat bukti yang sah yang
dimaksud adalah seperti yang tercantum dalam Pasal 183 KUHAP yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Keterangan saksi
Keterangan ahli
Surat
Petunjuk
Keterangan terdakwa

Maka dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa haruslah tetap berlandaskan
pada aturan yang berlaku dalam undang-undang dan memakai pertimbangan
berdasarkan aturan yang berlaku dalam undang-undang, memakai pertimangan
berdasarkan data-data autentik serta para saksi yang dapat dipercaya sebagai alat
bukti yang sesuai dengan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP.

Hakim dalam kedudukannya yang bebas diharuskan untuk tidak memihak kepada
pihak korban ataupun sebaliknya (impartial judge). Sebagai hakim dalam
menjalankan profesi, mengandung makna bahwa hakim harus selalu menjamin
pemenuhan perlaku.an sesuai dengan hak asasi manusia khususnya bagi tersangka
atau terdakwa. Hak tersebut merupakan suatu kewajiban bagi hakim untuk
mewujudkan persamaan kedudukan di depan hukum bagi setiap warga negara.
3

Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2001, hlm. 74.

25

Pasal 1 Butir 11 KUHAP disebutkan bahwa putusan hakim atau yang sering kita
dengar dengan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan
dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.

Hakim bertanggungjawab penuh atas setiap putusan yang diberikan nya di dalan
persidangan baik itu putusan dalam menjatuhkan sanksi pidana ataupun putusan
untuk menghentikannya suatu peradilan. Dalam persidangan hakim tidak boleh
atau diharamkan untuk memihak pada sebelah pihak, keputusan yang dikeluarkan
oleh hakim adalah keputusan yang dirasa cukup adil untuk pihak yang berperkara.

Putusan pengadilan dinyatakan gagal menurut hukum jika putusan yang
dijatuhkan oleh hakim menyimpang dari peraturan yang ada di undang-undang
dikarenakan semua putusan yang dikeluarkan oleh hakim harus berdasarkan pada
undang-undang yang berlaku.Tugas hakim secara normatif diatur dalam UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu:
1. Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 4
Ayat(1)).
2. Membantu mencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan (Pasal 4 Ayat (2)).
3. Hakim wajib mengadili, mengikutin, dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat (Pasal 5 Ayat (1)).
4. Perihal mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
memperlihatkan pula sifat yang baik dan jahat terdakwa (Pasal 8 Ayat (2)).
5. Tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 Ayat (1)).
6. Member keterangan, pertimbangan dan nasihat masalah hukum kepada
lembaga negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta (Pasal 22 Ayat
(1)).

26

Salah satu pertimbangan hakim dalam menentukan berat atau ringannya pidana
yang diberikan kepada terdakwa selalu didasarkan kepada asas keseimbangan
antara kesalahan dengan perbuatan melawan hukum. Dalam putusan hakim harus
disebutkan juga alasan bahwa pidana yang dijatuhkan sesuai dengan sifat dari
perbuatan, keadaan meliputi perbuatan itu, keadaan pribadi terdakwa. Dengan
demikian putusan pidana tersebut telah mencerminkan sifat futuristik dari
pemidanaan itu.4

Seorang hakim dalam menjatuhkan putusan akan mempertimbangkan hal-hal
yang bersifat yuridis dan non yuridis, akan tetapi pada umumnya hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi lebih cenderung
menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dibandingkan yang bersifat non
yuridis.

1. pertimbangan yang Bersifat Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan
pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang
telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam putusan. Pertimbangan yang
bersifat yuridis di antaranya yaitu:

a. Dakwaan jaksa penuntut umum
Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan
dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum itulah pemeriksaan di
persidangan dilakukan, seperti yang tercantum dalam Pasal 143 Ayat (1)

4

Soedjono, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta: Rineke Cipta, 1995, hlm.41.

27

KUHAP. Surat dakwaan itu berisi identitas terdakwa juga memuat uraian
tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal
yang dilanggarnya seperti (Pasal 143 Ayat (2) KUHAP).
b. Keterangan saksi
Keterangan saksi merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184
KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang
ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan alami sendiri dan harus disampaikan
dalam persidangan.
c. Keterangan terdakwa
Menurut Pasal 184 Ayat (2) butir (e) KUHAP, keterangan terdakwa
digolongkan sebagai alat bukti yang sah. Keterangan terdakwa adalah apa
yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan
atau yang ia ketahui sendiri atau dia alami sendiri.
d. Barang-barang bukti
Secara substtansial teknis redkasional keterangan barang bukti dalam
putusan penting eksistensinya dalam rangka korelasinya dengan status
barang bukti tersebut pada amar atau dictum putusan, seperti yang
dijelaskan pada Pasal 46 Ayat (2) KUHAP dan Pasal 194 Ayat (1)
KUHAP.
e. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UndangUndang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Hal yang sering terungkap di persidangan adalah pasal-pasal dalam
undang-undang yang dikenakan untuk menjatuhkan pidana kepada

28

terdakwa. Pasal-pasal yang dikenakan terhadap terdakwa bermula dari
surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut umum sebagai
ketentuan hukum

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS MAHKAMAH AGUNG DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP TERDAKWA AKBAR TANJUNG (STUDI PUTUSAN MA RI NO. 572 K/PID/2003)

0 4 17

ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN HAKIM YANG TIDAK MENJATUHKAN PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR: 54/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.PST)

0 6 12

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 780/PID/B/2010/PNTK TENTANG TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

0 7 51

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN TANAH PLTU (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.22/PID.TPK/2012/PN.TK )

0 8 49

JUDUL INDONESIA: ANALISIS PRAKTIK PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI PADA TINGKAT BANDING (STUDI DI PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG)

0 7 69

ANALISIS PRAKTIK PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI PADA TINGKAT BANDING (STUDI DI PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG)

0 2 4

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP OKNUM POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 76/PID.B/2012/PN.TK)

0 16 54

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP OKNUM POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 76/PID.B/2012/PN.TK)

1 14 55

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

0 0 11