laporan praktikum dan sistem imun

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
SISTEM IMUN

Nama

: Dwi Ayu Saputri

NIM

: 16640008

Kelompok

:2

Prodi

: Biologi A

Asisten


:

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281
Telp. +62-274-512474, +62-274-589621 Fax. +62-274-586117
Email. humas@uin-suka.ac.id

2018

SISTEM IMUN
I.

Tujuan
Mengetahui status kesehatan berdasarkan jumlah dan komposisi sel leukosit.

II.

Dasar Teori

1. System Imun Bawaan dan Adaptif

a. Pengertian Sistem Imun
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan
keutuhannya sebagai perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan berbagai bahan dalam
lingkungan hidup yang dianggap asing bagi tubuh. Mekanisme tersebut melibatkan gabungan
sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi yang disebabkan
oleh berbagai unsur patogen yang terdapat di lingkungan sekitar kita seperti virus, bakteri,
fungus, protozoa dan parasit Sedangkan reaksi yang dikoordiansi oleh sel-sel, molekulmolekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut dengan respon imun (Baratawidjaja,
2000).
Sistem imun memiliki tiga fungsi yaitu fungsi pertahanan (melawan patogen, fungsi
homeostasis (mempertahankan keseimbangan kondisi tubuh dengan cara memusnahkan selsel yang sudah tidak berguna) dan pengawasan (surveillance). Pada fungsi pengawasan dini
(surveillance) sistem imun akan mengenali sel-sel abnormal yang timbul di dalam tubuh
dikarenakan virus maupun zat kimia. Sistem imun akan mengenali sel abnormal tersebut dan
memusnahkannya. Fungsi fisiologis sistem imun yang terpenting adalah mencegah infeksi
dan melakukan eradikasi terhadap infeksi yang sudah ada (Abbas et al., 2014).
Respon

imun


ada

dua

yaitu

imunitas

alamiah

atau

nonspesifik/

natural/innate/native/nonadaptif dan imunitas dapatan atau spesifik/adaptif/ acquired.
1. Respon imun nonspesifik
Respon imun nonspesifik merupakan imunitas bawaan (innate imunity) dimana respon
imun terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar oleh
zat tersebut (Kresno, 1996). Imunitas nonspesifik berperan paling awal dalam pertahanan
tubuh melawan mikroba patogen yaitu dengan menghalangi masuknya mikroba dan dengan

segera mengeliminasi mikroba yang masuk ke jaringan tubuh (Abbas et al., 2014). Respon
imun jenis ini akan selalu memberikan respon yang sama terhadap semua jenis agen infektif

dan tidak memiliki kemampuan untuk mengenali agen infektif meskipun sudah pernah
terpapar sebelumnya. Yang termasuk dalam respon imun nonspesifik adalah pertahanan fisik,
biokimia, humoral dan seluler (Baratawidjaja & Rengganis, 2009).
2. Respon Imun Spesifik
Respon imun spesifik merupakan respon yang didapat dari stimulasi oleh agen infektif
(antigen/imunogen) dan dapat meningkat pada paparan berikutnya. Target dari respon imun
spesifik adalah antigen, yaitu suatu substansi yang asing (bagi hospes) yang dapat
menginduksi respon imun spesifik (Benjamini et al., 2000). Antigen bereaksi dengan T-cell
Receptor (TCR) dan antibodi. Antigen dapat berupa molekul yang berada di permukaan
unsur patogen maupun toksin yang diproduksi oleh antigen yang bersangkutan. Ada tiga tipe
sel yang terlibat dalam respon imun spesifik yaitu sel T, sel B dan APC (makrofag dan sel
dendritik) (Benjamini et al., 2000). Respon imun spesifik meliputi aktivasi dan maturasi sel
T, sel mediator dan sel B untuk memproduksi antibodi yang cukup untuk melawan antigen
(Kresno, 1996).
Pada hakekatnya respon imun spesifik merupakan interaksi antara bebagai komponen
dalam sistem imun secara bersama-sama. Respon imun spesifik terdiri dari respon imun
seluler (cell-mediated immunity) dan respon imun humoral. Perbedaan kedua respon imun

tersebut terletak pada molekul yang berperan dalam melawan agen infektif, namun tujuan
utamanya sama yaitu untuk menghilangkan antigen (Benjamini et al., 2000). Respon imun
seluler diperlukan untuk melawan mikroba yang berada di dalam sel (intraseluler) seperti
virus dan bakteri. Respon ini dimediasi oleh limfosit T (sel T) dan berperan mendukung
penghancuran mikroba yang berada di dalam fagosit dan membunuh sel yang terinfeksi.
Beberapa sel T juga berkontribusi dalam eradikasi mikroba ekstraseluler dengan merekrut
leukosit yang menghancurkan patogen dan membantu sel B membuat antibodi yang efektif
(Abbas et al., 2014).
Agen infektif yang berada di luar sel dapat dilawan dengan respon imun humoral. Respon
ini dimediasi oleh serum antibodi, suatu protein yang disekresikan oleh sel B (Benjamini et
al., 2000). Sel B berdiferensiasi menjadi satu klon sel plasma yang memproduksi dan
melepaskan antibodi spesifik ke dalam darah serta membentuk klon sel B memori
(Kresno,1996). Sel B menghasilkan antibodi yang spesifik untuk antigen tertentu. Antibodi
ini berikatan dengan antigen membentuk suatu kompleks antigen-antibodi yang dapat
mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen tersebut (Kresno, 1996).

Respon imun humoral ada dalam darah dan cairan sekresi seperti mukosa, saliva, air mata
dan ASI. Elemen lain yang berperan penting dalam respon imun humoral adalah sistem
komplemen. Sistem komplemen diaktivasi oleh reaksi antara antigen dan antibodi. Ketika
aktif sistem komplemen akan melisiskan sel target atau meningkatkan kemampuan

fagositosis sel fagosit (Benjamini et al., 2000). Interaksi respon imun seluler dengan humoral
disebut antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) karena sitolisis baru terjadi
bila dibantu antibodi. Dalam hal ini antibodi berfungsi melapisi antigen sasaran sehingga sel
NK dapat melekat pada sel atau antigen sasaran dan menghancurkannya (Kresno,1996).

2. Macam – macam Leukosit dan Komposisinya Dalam Darah
Untuk klasifikasinya didasarkan pada morfologi inti adanya struktur khusus dalam
sitoplasmanya.Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih dapat dibedakan yaitu :
1. Granulosit
Yang mempunyai granula spesifik, yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah
cair,dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi.Terdapat tiga jenis
leukosit granuler : Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil)yang dapat dibedakan
dengan afinitas granula terhadap zat warna netral, basa dan asam.
a. Neutrofil
Neutrofil banyak terdapat dalam sel darah putih, memiliki granul pada
sitoplsmanya dan nukleus yang berlobus-lobus. Granulnya berwarna ungu atau pink
yang sulit dilihat melalui mikroskop cahaya, yang berakibat sitoplasma seperti terlihat
bersih atau kosong. Siklusnya memiliki beberapa lobus yang dihubungkan oleh garis
kromatin. Neutrofil berjumlah sekitar 60 - 70% dari jumlah total leukosit (Ereschenko
2008). Neutrofil muda dapat dijumpai pada preparat ulas darah perifer. Nukleusnya

berbentuk melengkung atau menyerupai huruf U (Bacha & Bacha,2000).
Neutrofil memiliki fungsi dalam proses fagositosis infeksi kuman patogen
seperti bakteri atau zat asing (seperti kristal asam urea yang dapat ditemukan pada
sendi lutut). Setiap material asing yang difagosit akan didegredasi oleh granul lisosom
yang ada di dalam neutrofil melalui enzim lisozim dan myeloperoxidase (Narayanan
& Peerschke 2001). Neutrofil dikenal sebagai makrofag dengan aktifitas amoeboid
dan fagositosis yang tinggi karena daya tarik dan aktifasi bahan kemotaksis. Apabila
terjadi peradangan, maka neutrofil mampu keluar dari sel pembuluh darah menuju

tempat infeksi untuk fagositosis mikroorganisme. Selain itu, neutrofil juga
mempunyai berbagai enzim protease yang aktif pada pH asam yang berada dalam
vakuola lisosom sitoplasma, yang akan ditumpahkan ke dalam fagolisosom yang juga
mempunyai pH asam, untuk melisiskan hasil fagositosis (Dellman & Brown 1992).
Pada terjadinya proses peradangan akut neutrofil dalam jumlah banyak akan
bermigrasi ke dalam jaringan untuk membantu proses peradangan (Wresdiyati 2002).
b. Basofil
Leukosit dengan persentase terkecil adalah basofil, yaitu sekitar 0.5-3%.
Sehingga jarang ditemukan pada preparat ulas darah. Bentuk nukleus basofil berubahubah, berlobus-lobus , atau bersegmen –segmen. Karena nukleusnya yang memiliki
bentukbervariasi , basofil juga disebut leukosit polimorfonukleus , namun sebutan ini
lebih sering untuk neutrofil (Bacha& Bacha 2000). Granul pada basofil tidak

sebanyak granul pada eosinofil , tetapi memilki ukuran lebih bervariasi , sedikit padat,
dan berwarna biru gelap atau cokelat(Eroschenko 2008).
Basofil memiliki bebrapa fungsi penting, namun bebrapadiantaranya belum
diketahui dengan pasti. Butir granul basofil mengandung heparin, histamin,
khondroitin sulfat, serotonin, dan beberapa faktor kemotaktik(Hartono 1989). Bahanbahan ini dapat menyebabkan timbulnya alergi (Guyton &Hall 2006).Pada permukaan
sel basofil terdapat reseptor antibodi/ imunoglobin (Ig E). Pada reaksi imun , antigen
akan berikatan dengan antibodi tersebut pada permukaan sel absofil . Hal ini akan
mengakibatkan granul sel basofil pecahdan mensekresikan bahan aktifnya yang
berfungsi meningkatkan permeabilitas dan vasodilatasi pembuluh darah dan reaksi
hipersensitivitas kulit pada gigitan serangga (Wresdiyati, 2002).
c. Eosinofil
Nukleus eosinofil hampir meneyerupai nukleus neutrofil, tetapi mempunyai
jumlah lobus yang lebih sedikit. Sitoplasmanya berwarna biru pucat sampai abu-abu.
Sedangkan warna granulnya bervariasi dari oranye, pink, atau merah (Bacha & Bacha
2000). Eosinofil mudah dikenali pada preparat ulas melalui sitoplasmanya dengan
granul yang jelas, besar, dan berwarna eosinofilik (pink). Nukleusnya memiliki 2
lobus, tetapi terkadang ditemukan lagi lobus ketiganya yang berukuran kecil.
Eosinofil berjumlah sekitar 2 – 4% dari jumlah total leukosit (Ereschenko, 2008).
Eosinofil diduga berperan dalam detoksikasi histamin dengan histaminase dan
serotonin yang dihasilkan oleh sel mast. Peningkatan jumlah eosinofil terjadi pada

kasus alergi,asma bronkial, penyakit kulit, dan penyakit parasit (Hartono ,1989).

Eosinofil membunuh parasit melalui beberapa cara: 1) dengan melepaskan enzim
hidrolitik dari granul yang dimodifikasi lisosom; 2) melepaskan bentuk oksigen yang
sangat reaktif dan sangat mematikan untuk parasit; 3) melepaskan polipeptida yang
sanagt larvasidal dari granulnya (Guyton & Hall 2006). Eosinofil dapat berperan
dalam memakan (fagositosis) kompleks antigen-antibodi, tetapi tidak memakan
mikroorganisme atau benda-benda asing (Wresdiyati, 2002).
2. Agranulosit
Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk
bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler yaitu : limfosit (sel kecil,
sitoplasma sedikit) dan monosit (sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak).
a. Limfosit
Limfosit merupakan leukosit yang berukuran antara 6- 15 um dan
diklasifikasikan

menjadi

limfosit


kecil,

sedang

dan

besar.

Limfosit

mempunyainukleus yang relatif besar serta dikelilingi oleh sitoplasma (Frandson
1986). Limfosit kecil memiliki ukuran nukleus yang besar dan sitoplasmayangkecil,
limfosit besar memilikinukleus yang kecil dan sitoplasma yang lebih besar ukurannya
dibandingkan limfosit kecil (Bacha& Bacha 2000). Limfosit berjumlah 20-30% dari
total jumlah leukosit. Kebanyakan limfosit yang berada dalam darah adalah limfosit
kecil (Eroschenko 2008).
Limfosit berperan dalam proses kekbalan dalam pembentukan antibodi khusus
(Wresdiyati ,2002). Populasi limfosit dalam aliran darah mencakup tiga tipe sel , yaitu
limfosit T, limfosit B, dan limfosit Nul. Limfosit T berperan dalam imunitas selular,
yaitu melindungi tubuh karena limfosit T cytoyoxic akan merusak sel yang telah

diinfeksi virus dan populasinya sekitar 70-75% dari seluruh limfosit. Limfosit B
populasi sekitar 10-12% dan dapat membentuk sel-sel plasma yang menghasilkan
antibodi . Limfosit Nul populasi sekitar 10 – 15% (Hartono 1989).
b. Monosit
Monosit adalah leukosit agrunolsit yang memiliki bentuk terbesar diantara
yang lainnya. Nukleusnya bervariasi dengan bentuk oval cekung atau menyerupai
tapal kuda dan lebih terlihat dengan pewarnaan daripada nukleus limfosit , sedangkan
limfosit lebih basofilik. Monosit terdapat sebanyak 3-8% dalam leukosit darah
(Eroschenko 2008).

Monosit dapat mencapai tingkat dewasa pada saat monosit telah berubah
menjadi makrofag, monosit akan berubah menjadi makrofag bila terjadi infeksi yang
membuat monosit bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan masuk kedalam
jaringan. Makrofag banyak tersebar dalam organ –organ penting tubuh , seperti pada
sinusoid hati (sel Kupfer), sumsum tulang ,alveoliparu-paru, lapisan serosa usus, sinus
limpa, limfonodus, kulit (selLangerhans), sinovial (sel Synovial A), otak (mikroglia),
atau lapisan endotel (misalnya glomelurus ginjal). Selain berperan sebagai makrofag,
monosit penting dalam respon imunologi (Dellman & Brown 1992).
Monosit mempunyai enzim yang berguna untuk membantu proses fagosit
runtuhan sel jaringan dari reaksi peradangan yang kronik.Monosit jaringan atau
makrofag mempunyai kemampuan fagositosis yang lebih hebat dan neutrofil , yang
bahkan mampu untuk menfagosit 100 sel bakteri (Guyton & Hall 2006).

3. Fungsi dan Cara Kerja Setiap Jenis Sel Leukosit
1. Neutrofil
Neutrofil adalah sel yang bergerak aktif dan dalam waktu singkat dapat berkumpul
dalam jumlah banyak di tempat jaringan yang rusak. Proses bergeraknya sel sebagai
respon terhadap rangsangan spesifik disebut kemotaksis. Selain bersifat kemotaksis netrofil
mempunyai kemampuan untuk melakukan fagositosisyaitu menelan dan memakan benda
atau sel asing dengan cara menjulurkan sitoplasmanya yang mampu melakukan gerak
atau boid mengelilingi benda asing terserbut( Sadikin, 2002).
Sifat netrofil:
a. Menarik lekosit ke tempat radang
b. Membuang bahan – bahan iritan
c. Memperbaiki tempat radang( Sadikin, 2002).
2. Eosinofil
Sel-sel eosinofil ini mempunyai kemampuan bermigrasi seperti yang terbukti dengan
lebih banyaknya sel ini dijaringan dari pada dalam darah. Lekosit ini

juga

mampu

melakukan fogositosis seperti halnya netrofil tapi tidak mampu membunuh kuman.
Eosinofil mengandung berbagai enzim yang menghambat mediator inflamasi akut dan

seperti halnya netrofil mengandung histamin. Peran biologik eosinofil adalah modulasi
aktivitas

seluler

dan

kimiawi

yang

berikaitan

dengan

inklamasi

akibat reaksi

imunologik. Eosinofil juga mempunyai kemampuan unik untuk merusak larva cacing
tertentu. ( Sadikin , 2002 ).
3. Basofil
Sel basofil mempunyai kemampuan yang sangat kuat untuk mengikat IgE, berkat
adanya molekul profin reseptor (pengikat) IgE

di permukaan membran. Sel-sel

basofil ini sangat berperan dalam keadan alergi / peradangan. Pada seseorang yang
menderita

alergi

bila

terjadi

konflik

dengan

(antigen

pencetus alergi) dengan

antibodi yang sesuai dari kelas IgE yang biasanya terikat dengan reseptor spesifik dimembran
basofil, maka terjadilah degranulasi sehingga histemin keluar dari sel dan masuk ke aliran
darah. Histamin yang bebas tersebut yang menyebabkan terjadinya alergi(Sadikin, 2002).
4. Limfosit
Sel limfosit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan
atau imunitas spesifik terhadap benda asing. Limfosit adalah sel yang menghasilkan
antibodi terhadap berbagai benda atau senyawa asing. Senyawa ini sangat penting untuk
menghancurkan dan menyingkirkan benda asing dalam tubuh. Sel limfosit ini sementara
di dalam darah dan akan bermigrasi ke berbagai kelenjar getah bening atau kelenjar limfe dan
berdiam disana( Sadikin, 2002).
5. Monosit
Monosit berasal dari sel induk yang sama dengan sel induk granulosit. Sel ini
mengalami meturasi di dalam sumsum tulang, beredar sebentar kemudian masuk ke
dalamjaringan

dan

menjadi

makrofog. Sel ini mampu bergerak melakukan fogositosis,

mensekresi enzim, mengenal partikel dan melakukan interaksi yang kompleks dengan
imunogen dan komponen seluler maupun protein dalam sistem imun.( Frances, 1989 ).

III.

Bahan dan Metode Kerja

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas obyek, kaca penutup,hairdryer dan
mikroskop cahaya.Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah darah tikus sehat, darah
tikus sakit, preparat apus darah, methanol,tissue, dan giemsa.
b. Cara Kerja
Pembuatan preparat apus darah
Disiapkan dua buah gelas benda. Darah diteteskan pada gelas benda 1. Gelas benda 2
diambil dan diposisikan di muka tetesan darah. Disentuhkan sala satu ujungnya pada gelas
benda 1 hingga membentuk sudut 450. Kemudian gelas benda digerakkan dengan cepat dan
teratur tanpa mengubah besar sudut ke arah lain ujung gelas benda 1 sehingga lapisan darah
tampak tipis dan merata. Lalu lapisan darah dikeringkan dengan cara diangin – anginkan.
Setelah kereing, ditetsi dengan methanol hingga menutupi seluruh apusan, dan dibiarkan
selama 3 – 5 menit. Sisa methanol pada apusan dibuang kemudian ditetesi dengan pewarna
giemsa, sampai menutupi seluruh apusan darah, kemudian dibiarkan selama 30 menit. Setelah
itu, sisa pewarna giemsa dibuang dan apusan darah di cuci dengan air mengalir. Sisa air
dikeringkan tissue dan kemudian sisa nya dikeringkan dengan menggunakan hairdryer.
Setelah benar – benar kering, preparat diamati dibawah mikroskop.

Hemogram
Preparat apus darah diletakkan dibawah mikroskop, diamati dengan perbesaran lemah
sampai didpatkan bidang pandang yang terdapat sel – sel darah. Kemudian dipindahkan pada
perbesaran kuat. Jenis dan jumlah leukosit yang ditemukan ditentukan pada setiap bidang
pandang. Setiap kolom untuk 10 leukosit, sehingga diperoleh 100 leukosit (10 kolom).
(dipilih bidang pandang secara acak namun merata ke seluruh apusan, tetapi jangan sampai
kembali ke bidang pandang yang sudah diamati sebelumnya). Dihitung presentasi masing –
masing leukosit tersebut pada tabel hasil pengamatan.
IV.

Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan
a). Tabel dan Grafik Hasil Pengamatan
Tabel 1. Jumlah Leukosit Pada Tikus Sehat

Jenis
Leukosit
Neutrofil
Basofil
Eosinofil
Limfosit
Monosit
jumlah

1

2

3
3
5

10
10

2
10
10

10

4

5
4

3
2
4
1
10

1
5

4

5

Tabel 2. Jumlah Leukosit PadaTikus Sakit
Jenis
Leukosit
Neutrofil
Basofil
Eosinofil
Limfosit
Monosit
jumlah

1

2
5
5

1
6
4

10
10

3

10

10

7
2
10

1
1

Tabel 3. Jumlah Persentase Leukosit Pada Tikus Sehat
Jenis Leukosit

jumlah persentase

Neutrofil
Basofil
Eosinofil
Limfosit
Monosit

Grafik 1. Jumlah Persentase Leukosit Pada Tikus Sehat

15.50%
17.70%
4.44%
35.50%
26.60%

jumlah persentase
15.54%

26.67%

17.75%

4.45%

Neutrofl
Basofl
Eosinofl
Limfosit
Monosit

35.59%

Tabel 4. Jumlah Presentase Leukosit Pada Tikus Sakit
Jenis Leukosit

jumlah persentase

Neutrofil

12.19%

Basofil

14.63%

Eosinofil

14.63%

Limfosit

53.65%

Monosit

4.87%

Grafik 2. Jumlah Presentase Leukosit Pada Tikus Sakit

jumlah persentase
4.87%

12.19%
14.63%

53.67%

14.63%

Neutrofl
Basofl
Eosinofl
Limfosit
Monosit

a. Pembahasan
Pada praktikum pengamatan jumlah leukosit dengan menggunakan darah tikus sehat
dan sakit sebagai sampel nya, didapatkan beberapa hasil yaitu : pada leukosit tipe Granulosit,
pada darah tikus sehat didapatkan jumlah persentase Neutrofil yaitu 15.5% dan pada tikus
yang sakit didapatkan jumlah persentase Neutrofil 12.19%. sedangkan pada umumnya
Neutrofil berjumlah sekitar 60 - 70% dari jumlah total leukosit (Ereschenko,2008).
Selanjutnya yaitu pada jumlah persentase Basofil pada tikus sehat yaitu sebesar 17.7% dan
pada tikus sakit sebanyak 14.63%.hal ini tidak sesuai dengan literature karena Leukosit
dengan persentase terkecil adalah basofil, yaitu sekitar 0.5-3%. (Bacha& Bacha 2000). Pada
hasil pengamatan dan perhitungan jumlah persentasi jenis leukosit Eosinofil pada tikus sehat
yaitu 4.44% dan pada tikus sakit sebanyak 14.63%. hal ini juga tidak esuai dengan literature
karena ,Eosinofil berjumlah sekitar 2 – 4% dari jumlah total leukosit (Ereschenko 2008).
Kemudian pada leukosit tipe Agranulosit, pada darah tikus sehat leukosit jenis Limfosit
jumlah persentase nya adalah sebanyak 35.50% dan pada tikus sakit adalah sebanyak
53.65%.). sedangkan menurut literarur adalah, Limfosit berjumlah 20-30% dari total jumlah
leukosit(Eroschenko 2008). Kemudian pada laukosit jenis Monosit, pada tikus sehat di
dapatkan jumlah persentase yaitu 26.60% dan pada tikus sakit yaitu sebanyak 4.87%.
sedangkan pada literature adalah Monosit dalam leukosit terdapat sebanyak 3-8% dalam
leukosit darah (Eroschenko 2008). Seharusnya jumlah perentase yang paling besar adalah
berada pada Leukosit Jenis neutrophil , sedangkan didapatkan hasil bahwa jenis leukosit yang
paling banyak jumlah persentase nya adalah leukosit jenis Limfosit baik pada tikus sehat
maupun sakit. Ketidaksesuaian hasil pengamatan dan perhitungan dengan literature dapat
dikarenakan apusan darah yang terlalu tebal sehingga membuat praktikan suli untuk melihat
dan mencari jenis leukosit yang berdampak pula pada jumlah perhitungan nya.
Pada hasil pengamtan didaptakan hasil bahwa jumlah leukosit pada tikus sehat lebih
banyak dibandingkan jumlah leukosit pada tikus yang sakit. pada leukosit tikus sehat
berjumlah 45 leukosit dan pada tikus sakit sebanyak 41 leukosit. Jumlah leukosit dapat
meningkat yang biasa disebut leukositosis, sebaliknya dapat menurun disebut leukopenia
(Sofro,2012). Jumlah leukosit dapat naik dan turun sesuai dengan keadaan. Dalam tubuh
terjadi infeksi,biasanya jumlah sel ini meningkat, jika tubuh mengalami gangguan dalam
memproduksi leukosit, hal ini menyebabkan tubuh kita mudah diserang penyakit

(Sofro,2012). Perbedaan

jumlah masing-masing sel leukosit dapat

dipengaruhi

oleh

beberapa faktor, salah satu faktornya adalah faktor fisiologis, yaitu masa hidup dari
masing-masing sel leukosit tersebut. Masa hidup sel leukosit yang memiliki granula relatif
lebih singkat dibandingkan sel leukosit yang tidak memiliki granula. Masa hidup sel
leukosit yang memiliki granula adalah 4 - 8 jam dalam sirkulasi darah dan 4-5 hari di
dalam jaringan. Hal ini disebabkan karena sel leukosit yang memiliki granulalebih cepat
menujudaerah infeksi dan melakukan fungsinya dari pada sel leukosit yang tidak
memiliki

granula.

berkepanjangan,infeksi

Leukopenia
virus,

disebabkan

penyakit

atau

berbagai

kondisi,

kerusakan

sumsum

termasuk
tulang,

stress
radiasi,

ataukemoterapi. Penyakitsistemik yang parahmisalnya lupus eritematosus, penyakittiroid,
sindrom Cushing, dapat menyebabkan penurunan jumlah leukosit. Semua atau salah satu
jenis sel saja yang dapat terpengaruh. Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena
infeksiusus, keracunan bakteri, septicoemia,

kehamilan,

dan

partus. Jumlah leukosit

dipengaruhi oleh kondisi tubuh, stres, kurang makan atau disebabkan olehfaktor lain(Corwin,
2009).

V.

Kesimpulan

1. Jumlah leukosit pada tikus sehat lebih banyak daripada tikus yang sakit, yaitu pada leukosit
tikus sehat berjumlah 45 leukosit dan pada tikus sakit sebanyak 41 leukosit.
2. Pada darah tikus sehat didapatkan jumlah persentase Neutrofil yaitu 15.5% dan pada tikus
yang sakit didapatkan jumlah persentase Neutrofil 12.19 Selanjutnya yaitu pada jumlah
persentase Basofil pada tikus sehat yaitu sebesar 17.7% dan pada tikus sakit sebanyak
14.63%. Pada hasil pengamatan dan perhitungan jumlah persentasi jenis leukosit Eosinofil
pada tikus sehat yaitu 4.44% dan pada tikus sakit sebanyak 14.63%. pada darah tikus sehat
leukosit jenis Limfosit jumlah persentase nya adalah sebanyak 35.50% dan pada tikus sakit
adalah sebanyak 53.65. pada laukosit jenis Monosit, pada tikus sehat di dapatkan jumlah
persentase yaitu 26.60% dan pada tikus sakit yaitu sebanyak 4.87%.

VI.

Daftar Pustaka

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., & Pillai, S. 2014.Basic Immunology, Fourth Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Bacha, W. J. J. dan Bacha, L. M. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. 2nd Ed.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Benjamini, E., Coico, R., Sunshine, G.2000. Immunology A Short Course, Forth Edition.
New York : Wiley-Liss, A John Wiley & Sons, Inc.
Baratawidjaja, K.G. 2000. Imunologi edisi 5. FKUI: Jakarta.
Baratawidjaja, K.G. & Rengganis, I. 2009.Imunologi Dasar, Edisi VIII. Jakarta : Balai
Penerbit Kedokteran Universitas Indonesia.
Corwin, E.J. 2009. Buku saku patofisiologi, 3 edn. Jakarta : EGC.
Dellman dan Brown. 1989. Buku Teks Veteriner. Edisi ke 3. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Eroschenko, V. P. 2008. DiFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations.
Philadephia. 313-323.
Frances K, Widmann. 1989.Clinical Interpretation of Laboratory Test .Jakarta, : EGC.
Frandson RD.1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Yogyakarta : Gajah Mada
Univesity Press.
Guyton, A.C dan Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Philadelphia :
Elseviers Saunders.
Hartono. 1989. Histology Veteriner. Departemen Jenderal Kebudayaan , Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat : Institut Pertanian Bogor.
Kresno, S.B. 1996. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Edisi III. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Narayanan Sheshadri &Peerschkee Ellinor IB.2001. Biochemical Hematology of
Platelets and Leukoscytes. New York : Wiley-Liss, A John Wiley & Sons, Inc.
Sadikin, Muhammad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta: Widia Medika.
Sofro,A,S. (2012). Darah.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wresdiyati,Tutik.2002. Seri Diktat Kuliah Histologi Veteriner Jaringan Ikat. Bogor : IPB.