Masyarakat Sipil dan Demokrasi (1)

Masyarakat Sipil dan Demokrasi
“Peran Masyarakat Sipil dalam Transisi Demokrasi”
Masyarakat sipil dan demokrasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan saat
ini,namun apa sesungguhnya kaitan antara keduanya?
Secara umum, demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat dengan menjunjung HAM serta partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Untuk
masyarakat sipil (civil society) sendiri memiliki makna sebagai sebuah entitas di luar Negara
yang posisinya tepat beradi diantara ruang private dan Negara. Menurut Stepan (1998),
masyarakat sipil merupakan wilayah dimana ia memiliki banyak gerakan sosial dan organisasi
profesi yang berjuang membentuk diri mereka menjadi suatu kesatuan demi memperjuangkan
kepentingannya1, sedangkan menurut Alexis de Tocqueville masyarakat sipil adalah non-state
actor atau lembaga-lembaga otonom(dari negara) yang mampu menimbangi kekuasaan Negara.
Perspektif lain juga dikemukakan oleh Gramsci (1971) yang mengartikan masyarakat sipil
sebagai kumpulan organisme private yang berbeda dengan negara yang disebutnya sebagai
masyarakat politik (political society).2
Dari penjabaran di atas, secara tersirat kita ketahui bahwa masyarakt sipil selalu terkait
namun berbeda dengan masyarakat politik yang berorientasikan pada kekuasaanm maupun
masyarakat ekonomi yang tujuanya mencari keuntungan. 3 Masyarakat sipil masih dapat terjun ke
pemerintahan dan politik namun tidak dengan terbuka, misalnya saja dengan menjadi pressure
group yang menggunakan pengaruh politiknya pada
issue yang sedang berkembang di suatu Negara.

Dengan

pengaruhnya

yang

cukup

besar

itu,

masyarakat sipil dapat beperan sebagai pengawas,
memberi evaluasi pada pemerintah, civic education,

civil society
political
society

economic

society

1 Jeff Haynes, Democracy and Civil Society in The Third World Politics and New Political Movement (Polity Press in
Association with Blackwell Publishers Ltd,1997),29.

2 Hadi, Otho. “Peran Masyarakat Sipil dalam Proses Demokratisasi” http://journal.ui.ac.id/humanities/article/view/674/642
(diakses pada 19 Juni 2014 pukul 19.59)

3 Larry Diamond, Developing Democracy Toward Consolidation (The Johns Hopkins University Press,1999), 275

menjadi mediator bagi masyarakat dan melindungi masyarakat dari kemungkinan dominasi
Negara.
Mayarakat sipil terdiri dari beragam organisasi, baik yang formal maupun informal,
selain menjadi organisasi yang sukarela, mandiri dan independent dari negara, masyarakat sipil
memiliki lima karakteristik lain yang membedakanya dengan organisasi lain. Pertama,
masyarakat sipil merupakan oraganisasi yang berorientasikan pada tujuan-tujan public bukan
private. Kedua, meski mereka kerap berhubungan dengan negara, tetapi tidak berniat untuk
merebut kekuasaanya. Ketiga, masyarakat sipil merupakan bentuk pluralism dan keberagaman.
Keempat, masyarakat sipil tidak berusaha menampilkan seluruh kepentingan pribadi atau
komunitas. Kelima, masyarakat sipil dibedakan dari fenomena civic community yang

meningkatkan kualitas dan konsolidasi demokrasi. 4
Tidak semua organisasi masyarakat sipil berorientasi pada demokrasi, mereka memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Ada lima karakteristik yang membedakan antara organisasi
masyarakat sipil demokratis dengan organisasi mayarakat sipil lain, yaitu
1. Masyarakat sipil demokratis mengelola urusan internalnya sendiri secara formal.
2. Memiliki berbagai tujuan yang terorganisir
3. Adanya tingkatan kelembagaan
Masyarakat sipil mengukur kapasitas kelembagaan para aktornya dengan empat kriteria
Samuel Huntington yaitu:
- Otonom
: aktor masyarakat sipil harus bisa memisahkan diri dari dominasi
negara atau pemimpin individual (penguasa).
- Adaptasi
: organisasi masyarakat sipil harua bisa mengadaptasikan misi,
fungsi, dan struktur mereka dengan konteks politik dan
sosialyang berubah ubah dan peluang peluang yang berbeda.
- Koherensi
: berisi consensus tentang misi organisasi batas fungsional dan
prosedur penyelesaian konflik
- Kompleksitas : penjabaran berbagai fungsi dan subunit dan hal ini punya potensi

menyusutkan koherensi, tapi tidak selamanya kompleksitasi
menegasikan koherensi.
4. Pluralism dan
5. Kesolid-an

4 Ibid

Dalam kaitanya dengan demokrasi, masyarakat sipil mempunyai peranan yang besar.
Mereka mendorong terjadinya transisi dari pemerintah otoriter menjadi demokratis dan
memperkuat demokrasi dengan melakukan konsolidasi, hal ini pernah terjadi di Afrika, Chili,
Polandia dan Nigeria.5 Besarnya peran masyarakat sipil menimbulkan pertanyaan, bagaimana
cara masyarakat sipil mendorong pengembangan dan konsolidasi demokrasi?
Pada dasarnya masyarakat sipil merupakan “alat” pengembangan, penguatan serta
konsolidasi demokrasi dengan berbagai cara, salah satunya adalah memberi batasan terhadap
kekuasaan pemerintah agar tidak absolut dan melengkapi peran dari partai politik dalam
meningkatkan partisipasi, keterampilan serta mengetahuan warga melalui pendidikan politik.
Masyarakat sipil juga perlu mengangkat issue-issue public yang kurang diperhatikan pemerintah
Kontekstualisasi masyarakat sipil dan demokrasi dapat kita lihat pada penyelenggaraan
pemilu di Indonesia dari masa ke masa dan transisi dari pemerintahan otoriter menjadi demokrasi
di Indonesia. Pertama kita akan membahas mengenai pemilu, dimana pasca merdeka, Indonesia

telah melaksanakan pemilu sebanyak sebelas kali, sekali saat orde lama (1955), enam kali saat
orde

baru

(1971,

1977,

1982,

1987,

1992,

1997)

dan

4


kali

saat

era

reformasi(1999,2004,2009,2014). Seperti kita ketahui, ketika orde baru kita menganut system
demokrasi meskipun dalam pelaksanaanya cenderung kearah otoriter. Kekuasaan presiden sangat
dominan dengan Golkar sebagai pihak yang selalu memenangkan pemilu, kebebasan masyarakat
untuk berpendapat, berserikatpun diawasi dan dibatasi, contohnya dapat kita lihat pada
perbandingan jumlah partai yang mengikuti pemilu ketika orde baru dan reformasi. Partai saat
orde baru lebih sedikit dibanding ere reformasi saat ini, mengindikasikan masyarakat sulit untuk
berserikat dan membawa kepentinganya ke atas.
Meski diawal tadi saya mengatakan bahwa masyarakat sipil berbeda dengan masyarakat
politik namun jumlah partai ini dapat dijadikan indicator peranan masyarakat sipil saat itu.
Sedikitnya jumlah partai maka sedikit pula peluang orang untuk berserikat dan semakin kecil
juga jalan masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Prinsip demokrasi yang menjunjung
kebebasan serta partisipasi rakyat tidak berjalan dengan semestinya saat itu dan organisasi
masyarakat sipil sulit berkembang.


5 Ibid

Kedua, kontekstualisasi masyarakat sipil dengan demokrasi dapat kita lihat ketika
terjadinya transisi dari otoriter menjadi demokrasi. Masyarakat yang sudah tiga decade dibawah
kepemimpinan otoriter mulai merasa gerah dan melakukan serangkaian protes. Hal ini didasari
karena krisis ekonomi yang sedang melanda dan masyarakat yang mulai menuntut hak asasi
serta hak berpolitiknya. Mulai saat itu, Indonesia memasuki masa transisi yang disertai dengan
proses desentralisasi yang menekankan pada otonomi rakyat dan pemerintahan yang transparan. 6
Disini, masyarakat sipil menjadi actor utama, mereka memberdayakan warga, menggalang massa
yang memiliki kepentingan sama dengan mereka lalu membentuk kelompok-kelompok agar aktif
menyampaikan aspirasi serta tuntutanya dengan harapan pemerintah bisa mempertimbangkan,
hal ini dirasa penting karena partai politik yang berperan sebagai intermediary antara warga
dengan pemerintah dianggap gagal saat itu. Alhasil, semangat masyarakat sipil tersebut berhasil
menggulingkan rezim yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Dari penjelasan di atas kita lihat bahwa hubungan antara demokrasi dengan masyarakat
sipil selalu berjalan beriringan, akan tetapi, sesungghnya telah timbul dilema dan keberatan
dimasyarakat, dimulai dengan asosiasi masyarakat sipil dan media massa sebagai saran
mobilisasi informasi yang hanya dapat menjalankan peran pembangunan demokrasi jika
memiliki beberapa otonomi dari negara dalam pembiayaan, operasi, dan legal standing.

Selanjutnya, muncul civic deficit, hal ini berkaitan dengan nilai positif dari masyarakat sipil
untuk demokrasi. Masyarakat sipil harus otonom dari negara, tetapi tidak terasing dari itu.
Mereka harus mewaspadainya tapi juga menghormati otoritas negara, ia harus mewujudkan
beberapa derajat keseimbangan antara subjek dan partisipan.
Dilema lain adalah, muncul ketergantungan yang semakin besar, bukan pada negara,
namun pada komunitas internasional (masalah financing). Dukungan dari dunia internasional
tersebut dianggap dapat menguatkan, namun juga dapat membebankan negara secara aktif atau
pasif. Ini dapat menjadi indikasi kemunduran dari masyarakat sipil yang seharusnya otonom
tanpa ditunggangi oleh kepentingan pemerintah.
Sehingga, dapat kita simpulkan bahwa Masyarakat sipil atau civil society dapat, dan
harus,

memainkan

peran

sentral,

menjadi


tiang

utama

dalam

membangun

6 Henk Schulte Nordholt and Hanneman Samuel, “Indonesia After Soeharto: Rethinking Analytical Catagories”
dalam Hanneman Samuel dan Henk Schulte Nordholt(eds.), Indonesia in Transition: Rethinking ‘Civil society’,
‘Region’, and Crisi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 1

dan

mengkonsolidasikan demokrasi. Meski perannya tidak menentukan, bahkan bukan yang paling
penting dalam negara, namun dengan semakin aktif, pluralistik, cerdas, dilembagakan dan
semakin efektif menyeimbangkan ketegangan dalam hubungan dengan negara (antara otonomi
dan kerjasama, kewaspadaan dan loyalitas, skeptisisme dan kepercayaan, ketegasan dan
kesopanan) demokrasi akan lebih mudah timbul dan tumbuh lebih kuat. Masyarakat sipil tidak
bisa memisahkan diri dari Negara karena ia membutuhkan pengakuan serta perlindungan dari

Negara, masyarakat sipil juga tidak bisa menggantikan peran partai politik, karena mereka bukan
masyarakat politik, namun masyarakat sipil dapat menggalang massa demi terjadinya transisi
demokrasi.
Hubungan masyarakat sipil dengan demokrasi seperti dua sisi koin yang tidak dapat
dipisahkan karena pada dasarnya tujuan dari masyarakat sipil atau civil society adalah
mewujudkan pemerintah yang demokratis. Demokrasi di suatu negara dapat dikatakan baik jika
masyarakat sipil di dalamnya berperan aktif baik dalam berserikat, berpendapat maupun
melakukan pengawasan terhadap pemerintah, sebaliknya demokrasi di suatu Negara dianggap
buruk jika masyarakat sipilnya tidak dapat menjalankan fungsi dan memperoleh hak nya.

Daftar Pustaka
Diamond,Larry.Developing Democracy Toward Consolidation. The Johns Hopkins University
Press.1999

Gill,Graeme. The Dynamics of Democratization Elites ,Civil Society and the Transition
Process.Macmillan Press Ltd.2000
Haynes,Jeff. Democracy and Civil Society in The Third World Politics and New Political
Movement. Polity Press in Association with Blackwell Publishers Ltd.1997
Andi Widjajanto dkk. 2007. “Transnasionalisasi Masyarakat Sipil”. [Online]. Tersedia :
http://books.google.co.id/books?

id=fKKu2UuwDnkC&pg=PA1&lpg=PA1&dq=masyarakat+sipil+dan+dinamika+transisi+demok
rasi&source=bl&ots=m8CAPVq-Lq&sig=82KoQ1uE0FA5Kl6aZ9wTCihajA&hl=en&sa=X&ei=Nd2mU6vjEcLuASW6oKADQ&ved=0CFUQ6AEwBg#v=onepage&q=masyarakat%20sipil%20dan
%20dinamika%20transisi%20demokrasi&f=false (diakses pada 20 Juni 2014 pukul 22.24)
Hadi,

Otho.

“Peran

Masyarakat

Sipil

dalam

Proses

Demokratisasi”

http://journal.ui.ac.id/humanities/article/view/674/642 (diakses pada 19 Juni 2014 pukul 19.59)