Chapter II Analisis Cerita Novel “ Oshin “ Karya Hashida Sugako Dilihat Dari Pendekatan Pragmatik

BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “OSHIN” KARYA HASHIDA
SUGAKO, STUDI PRAGMATIK DAN SEMIOTIK SERTA KONSEP NILAI
MORAL BUSHIDO

2.1

Definisi Novel
Novel berasal dari bahasa Itali, novella yang secara harafiah berarti sebuah

“barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam
bentuk prosa” (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:9). Kemudian berkembang dalam
pengertian yang lebih luas bahwa novel merupakan cerita berbentuk prosa dalam
ukuran yang luas, ukuran luas disini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang
kompleks, karakter yang banyak, tema yang beragam dan setting yang beragam pula
(Sumardjo dan Saini, 1991:29).
Novel sering dikatakan sebagai karangan mengenai kehidupan manusia
dengan pengalaman, sifat, adat istiadat, pengaruh ekonomi, politik, kehancuran dan
keberhasilan serta pandangan hidup suatu masyarakat seluas-luasya. Tokoh utamanya
disimpulkan sebagai tokoh yang dimunculkan sejak kecil sampai dewasa bahkan
sampai meninggal. Tokoh bawahannya banyak, sehingga memungkinkan plot ganda.

Kesemua itu diceritakan secara mendalam dan terperinci serta penuh dengan nasihatnasihat yang langsung dilontarkan oleh para tokoh positifnya (Wasilah, 2012:18).
Menurut Suroto dalam Sari (2012:13), novel hanya menceritakan salah satu segi

17

kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya
perubahaan nasib. Apakah itu segi cintanya, kebaikannya, ketamakannya,
kerakusannya, keperkasaannya dan lain-lain. Dalam satu segi terdapat beberapa
peristiwa kehidupan yang dialami sang tokoh sehingga ia sampai mengalami
perubahan hidup. Sementara menurut Nurhadi, dkk mengatakan bahwa novel adalah
suatu karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya sosial, pendidikan dan
moral
(www.sputarpengetahuan.com/2015/02/pengertian-novel-menurut-paraahlihtml).
Berdasarkan dari uraian definisi novel tersebut dapat disimpulkan bahwa
sesungguhnya novel merupakan sebuah karya sastra yang berguna dan memuaskan.
Artinya novel sebagai karya sastra dihadirkan untuk memberikan kenikmatan
sekaligus ajaran sehingga dapat menggerakan pembaca ke arah yang positif. Dari
sebuah novel, pembaca dapat mengenal berbagai masalah kehidupan sekaligus belajar
mengatasi persoalan yang dituangkan oleh si pengarang melalui jalan ceritanya.
Dengan kata lain, karya sastra novel mengandung unsur keindahan yang dapat

menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, menarik perhatian, menyegarkan perasaan
pembaca, pengalaman jiwa sehingga dapat memperkaya kehidupan batin manusia
khususnya pembaca.
Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel.
Suharianto (1982: 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran dan
maksud pengarang, yaitu sebagai berikut:

18

1. Novel Berendens yaitu sebuah novel yang menunjukkan keganjilankeganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena
itu, novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.
2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai dan jiwa
seseorang serta perjuangannya.
3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu
masa sejarah.Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan
perkembangan masyarakat pada saat itu.
4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anakanak yang dapat dibacakan oleh orang tua untuk pembelajaran kepada
anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.
5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar otak
guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan

pengarang dalam cerita.
6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan dan
peperangan yang di derita seseorang.
7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk
kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.
Sementara itu, novel berdasarkan mutunya menurut Nurgiyantoro (2007:18)
terbagi dalam dua kategori, yaitu novel populer dan novel serius. Novel populer
adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya
pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan
selalu menzaman, namun hanya pada tingkat permukaan. Novel populer tidak

19

menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi
hakikat kehidupan. Novel jenis ini umumnya bersifat sementara, cepat ketinggalan
zaman. Sehingga cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru
yang lebih menarik.
Novel serius adalah novel yang harus sanggup memberikan serba
kemungkinan. Dalam membaca novel serius, untuk memahaminya dengan baik,
diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai dengan kemampuan untuk itu.

Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini
diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang universal. Novel serius di
samping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan untuk memberikan pengalaman
yang beharga kepada pembaca atau paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan
merenungkan

secara

lebih

sungguh-sungguh

tentang

permasalahan

yang

dikemukakan.
Berdasarkan penjelasan pembagian jenis-jenis novel di atas, maka dapat

dilihat bahwa novel “ OSHIN” karya Hashida Sugako berdasarkan isi cerita dan
mutunya masuk dalam kategori jenis novel perjuangan dan novel serius. Dikatakan
demikian karena novel “OSHIN” karya Hashida Sugako ini menceritakan tentang
perjuangan seorang wanita bernama Oshin dalam meraih impiannya. Segala rintangan
dan cobaan selalu menghampiri hidupnya namun ia mampu bertahan dan mengatasi
segala kesulitan yang menerpa. Oshin sebagai gambaran manusia Jepang dengan
kerja keras yang tak kenal lelah dan pantang menyerah, sebenarnya pantas menjadi
cermin bagi siapa saja yang ingin maju. Melalui kisah hidup Oshin yang dituangkan
Hashida Sugako dalam novel ini ada banyak pelajaran hidup yang dapat dipetik dan

20

dicontoh serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pelajaran yang
ditangkap pembaca setelah membaca novel Oshin ini adalah rangkaian proses yang
kita lalui selama kerja keras akan memberikan banyak hal. Semua proses itu akan
membuat kita lebih bijaksana, lebih bersyukur, dan lebih telaten serta paling utama
bisa menempa mental kita menjadi mental baja yang tidak akan gampang goyah. Dan
nyatanya novel Oshin karya Hashida sugako terbukti bukan hanya memberikan
hiburan saja, melainkan novel ini memberikan pengalaman yang beharga kepada
pembaca.

Karya sastra novel disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur
yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang
menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya
sastra, seperti : tema, alur (plot), latar (setting), penokohan dan sudut pandang.
Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut mempengaruhi
terciptanya suatu karya sastra, unsur ini meliputi latar belakang pengarang, keyakinan
dan pandangan hidup pengarang dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai
kehidupan sosial yang menjadi landasan pengarang untuk membuat suatu karya sastra.
Dengan kata lain, masing-masing unsur pembentuknya saling berhubungan menjadi
satu kesatuan yang utuh dan harmonis sehingga mampu menjadi sebuah novel yang
menarik dan dapat memancing minat pembaca untuk terus menerus mengkajinya.

21

2.2

Resensi Novel “OSHIN”

2.2.1


Tema
Menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup

pengarang yang telah melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan
refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa
sangat beragam. Tema bisa berupa moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi,
tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa merupakan
pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati pesoalan yang
muncul. Hal tersebut sejalan dengan Sumardjo dalam Rokhmansyah (2014:33),
mengatakan bahwa seorang pengarang dalam ceritanya bukan sekedar mau bercerita
tetapi mengatakan suatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa
sesuatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau
komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semuanya
didasari oleh ide pengarang tersebut.
Mencari arti sebuah novel, pada dasarnya adalah mencari tema yang
terkandung dalam novel tersebut. Pengarang kadang-kadang tidak menyatakan secara
jelas tema karangannya artinya tema ceritanya secara tersembunyi menyatu dalam
semua unsur novel tersebut sehingga kesimpulan tentang tema yang di ungkapkan
pengarang harus dirumuskan sendiri oleh pembaca. Menarik tidaknya sebuah tema
akhirnya memang bergantung kepada kepiawaian pengarang. Semakin pandai ia

menyamarkan tema tersebut melalui ungkapan-ungkapan simbolik, maka semakin
baik model tema yang diungkapkan. Karena pada dasarnya, menariknya sebuah tema
bukan terletak kepada kebagusan jenis tema yang diungkapkan, melainkan bagaimana

22

seorang pengarang mampu meramu tema tersebut dalam jalinan cerita yang menarik,
penuh konflik dan menyatu dengan karakter tokoh-tokohnya ( Fananie, 2000:84).
Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau diinterpretasikan setelah kita
membaca cerita serta menganalisisnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui
alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena
ketiganya memilki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita. Dialog biasanya
mendukung penokohan/perwatakan sedangkan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita
tersebut berfungsi untuk mendukung alur dan mengetahui bagaimana jalan cerita
tersebut, dari alur inilah kita dapat menafsirkan tema cerita novel tersebut. Ilustrasi
cerita novel “OSHIN” karya Hashida Sugako ini mengajarkan bagaimana menjalani
kehidupan yang telah ditakdirkan dengan sabar dan ikhlas. Oshin menyadari bahwa
dia dilahirkan dari keluarga miskin sudah menjadi takdir yang harus dijalaninya di
dunia. Untuk itu, dari kecil dia harus bekerja keras demi membantu kebutuhan
keluarganya. Namun kemiskinan tak lantas membuatnya takut untuk bermimpi

menjadi orang sukses. Dia sadar untuk menggapai cita-citanya tersebut memang
dibutuhkan sebuah proses. Proses yang begitu panjang yang didalamnya dipenuhi
dengan suka duka kehidupan. Kegigihan, kesabaran dan keteguhan hatinya membawa
Oshin ke sebuah titik dimana akhirnya ia bisa menikmati hasil dari kerja kerasnya
tersebut. Keberanian juga membuatnya bisa keluar dari kesulitan dan bahkan berhasil
meraih impiannya sebagai pengusaha tersukses di Jepang pada masanya. Keberanian,
perjuangan dan semangat hidupnya yang tak kenal menyerah pada apapun yang
ditanamkan dalam dirinya dan dia terapkan dalam kehidupan sehari-hari nyatanya
bisa menghidupkan mimpinya menjadi kenyataan.

23

Berdasarkan ilustrasi cerita di atas tampak tema yang ingin disampaikan
pengarang dalam novel “OSHIN” ini adalah bagaimana perjuangan seorang wanita
yang pantang menyerah dalam mengarungi hidup sehingga ia bisa berhasil mencapai
impiannya.

2.2.2

Alur (plot)

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot

cerita (Fananie, 2000:93). Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan
istilah alur. Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang
disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat
dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya
peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya
peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000 :
83). Dengan kata lain, alur dalam sebuah cerita harus bersifat padu (unity). Antara
peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu
dengan kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antara peristiwa
tesebut hendaklah logis, jelas, dapat mungkin di awal, tengah, atau akhir
(Nurgiyantoro, 2007:142).
Teknik pengaluran menurut Satoto dalam Rokhmansyah (2014:37) ada dua,
yaitu dengan jalan progresif (alur maju) yaitu tahap awal, tengah atau puncak, tahap
akhir terjadinya peristiwa, dan yang kedua dengan jalan regresif (alur mundur) yaitu
bertolak dari akhir cerita, menuju tahap tengah atau puncak dan berakhir pada tahap
awal. Tahap progresif bersifat linier, sedangkan teknik regresif bersifat nonlinier.

24


Berdasarkan uraian tersebut, alur dalam novel “OSHIN” adalah peristiwa alur
maju. Peristiwa yang terjadi dalam novel ini dimulai saat tokoh utama Oshin lahir,
tumbuh menjadi dewasa dimana ia akhirnya bisa menjadi seorang pengusaha sukses
di Jepang.

2.2.3

Latar ( Setting)
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan tempat lingkungan sosial yang terjadi pada
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216). Hal
ini sejalan dengan Aminuddin (2000:68), latar atau setting adalah penggambaran
situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar
berfungsi sebagai pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu
serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau
aspek kejiwaan pembacanya. Dengan kata lain, latar memberikan pijakan cerita
secara kokret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada
pembaca menciptakan suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi
( Nurgiyantoro, 2007: 217).
Sebagai salah satu bagian dari unsur pembangun karya fiksi, latar (setting)
selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam rangka
membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari keseluruhan isi yang
dipaparkan pengarang. Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan dan alur
untuk mewujudkan suatu tema cerita. Latar dalam arti yang lengkap memiliki aspek
ruang dan waktu terjadinya peristiwa serta aspek suasana.

25

1.

Latar Tempat
Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa dan lakon. Menurut

Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah (2014:38), latar tempat menyaran pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar
tempat dengan nama-nama tertentu harus mencerminkan dan tidak bertentangan
dengan sifat dan kondisi geografis tempat yang bersangkutan.
Dalam novel “OSHIN” karya Hashida Sugako lokasi atau tempat
berlangsungnya peristiwa adalah dimulai dari desa kelahiran Oshin di Yamagata,
kemudian pergi ke kota Nakagawa (Zaimoku Ten) karena ayahnya memaksanya
untuk bekerja sebagai tenaga sukarela. Di sana, Oshin diperlakuan tidak manusiawi.
Akhirnya, ia melarikan diri dari tempat itu dan bermaksud pulang ke kampung
halamannya di Yamagata. Namun peristiwa buruk menimpanya, Oshin pingsan persis
di puncak gunung karena tak kuat menahan dinginnya badai salju. Kemudian ia
ditolong oleh seorang tentara pelarian bernama Toyama dan dibawa ke gubuk kecil
tempat persembunyiannya. Disana ia dirawat hingga kesehatannya pulih kembali dan
diantar pulang oleh Toyama ke Yamagata. Namun belum sampai disana, seorang
tentara sudah mengetahui identitasnya dan langsung menembak mati Toyama. Tiba di
Yamagata, ia malah diusir dan harus bekerja di Sakeda. Di sana, selain menjaga anak
majikannya, ia juga mengurusi pekerjaan dapur dan ia mendapat kepercayaaan dari
Nenek Kuni untuk mengurusi toko berasnya. Jadi setiap hari setelah tugasnya selesai,
ia datang ke Toko Beras sekedar membantu. Namun sebelum ke Sakeda, terlebih
dahulu Oshin pergi menemui Ibunya yang bekerja sebagai wanita penghibur di wisata
pemandian air panas di Ginzan. Melihat kondisi ibunya, ia sangat sedih hingga ia

26

akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Sakeda. Setelah masa kontraknya habis, ia
mengadu nasib ke Tokyo. Alasan utama Oshin ke Tokyo adalah untuk meneruskan
amanah dan cita-cita kakaknya Haru yang meninggal di usia muda akibat TBC yaitu
sebagai penata rambut terkenal. Di Tokyo, ia berjuang sendiri untuk memenuhi
kebutuhannya .

2.

Latar Waktu
Latar waktu dalam prosa dibedakan menjadi dua, yaitu waktu cerita dan

waktu penceritaan. Waktu cerita adalah waktu yang ada di dalam cerita itu terjadi.
Waktu penceritaan adalah waktu untuk menceritakan cerita. Selain itu, latar waktu
dalam karya sastra prosa juga menggunakan latar waktu kapan terjadinya konflik
yang ada dalam cerita. Seperti malam hari, siang hari, subuh atau sore hari. Kadang
tanggal yang disebutkan dalam cerita juga dapat dijadikan aspek waktu dalam latar
( Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah, 2014:39). Latar novel “ OSHIN” terjadi pada
tahun 1907-1940 yaitu era Meiji.

3.

Latar Suasana atau Sosial
Aspek suasana ini menggambarkan kondisiatau situasi saat terjadinya adegan

atau konflik. Seperti suasana gembira, sedih, tragis, tegang dan lain sebagainya. Latar
sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku.Latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,
menengah dan tinggi (Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah, 2014:39).

27

Novel ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan kehidupan
masyarakat di zaman Meiji. Bermula pada saat perang Rusia-Jepang baru saja usai
tepatnya tahun 40 Meiji (1907) – 41 Meiji (1940) dimana pada zaman itu Jepang
ingin membuat perubahan besar-besaran dari segala bidang. Masa Meiji merupakan
salah satu periode yang paling istimewa dalam sejarah Jepang. Di bawah pimpinan
kaisar Meiji, Jepang bergerak maju sehingga hanya dalam beberapa dasawarsa
mencapai pembentukan suatu bangsa modern yang memiliki perindustrian modern
dan lembaga-lembaga politik modern. Namun Revolusi tersebut mengakibatkan
meningkatnya

kapitalisme

feodal.KeinginanJepang

dan

timbulnya

mengadakan

persoalan

perubahaan

dalam

besar-besaran

masyarakat
pastinya

membutuhkan biaya yang besar. Jadi untuk merealisasikan semua itu, Pemerintah
Jepang akhirnya mengeluarkan undang-undang perpajakan. Seluruh masyarakat
Jepang diwajibkan membayar pajak yang cukup tinggi. Namun masyarakat yang
tinggal di pedesaan tak mampu membayar pajak yang tinggi. Sehingga banyak para
petani yang menjual tanah pribadinya. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya
jumlah petani miskin. Selain itu, bagi mereka yang tak punya lahan sendiri lagi
terpaksa harus bekerja milik para tuan tanah. Tuan tanah juga mewajibkan pekerjanya
membayar pajak dengan menyerahkan sebagian hasil beras yang mereka miliki.
Padahal hasil yang didapat para petani tidak seberapa. Oleh karena itu, banyak petani
yang mati kelaparan dan bunuh diri di zaman ini. Oshin yang berasal dari keluarga
petani pun juga mengalami hal yang sama seperti petani lainnya. Untukitu, ayahnya
memaksa seluruh anggota keluarganya harus bekerja untuk membantu kebutuhan
ekonomi yang semakin melarat.

28

2.2.4

Penokohan ( Perwatakan)
Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2007:165), penokohan adalah pelukisan

gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut
Sudjiman dalam Rokhmansyah (2014:34), watak adalah kualitas nalar dan jiwa tokoh
yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan
tokoh ini yang disebut penokohan. Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya.
Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokohtokohnya serta memberi nama tokoh sedang,gkan perwatakan berhubungan dengan
bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Hal ini diperkuat Wellek dan Werren
(1995:287), bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap
“sebutan” adalah sejenis cara memberi kepribadian, menghidupkan. Tokoh cerita
hadir dihadapan pembaca membawa kualitas tertentu terutama yang menyangkut jati
diri. Adanya identitas jati diri itulah yang menyebabkan tokoh yang satu berbeda
dengan tokoh lain. Tokoh itu sendiri dapat dipahami sebagai seseorang (atau:
sesosok) yang memiliki sejumlah kualitas mental dan fisik yang membedakannya
dengan orang (sosok) lain. Untuk menilai karakter atau watak tokoh dapat dilihat dari
apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Identifikasi tersebut didasarkan pada
konsistensi, keajengannya, dalam artian konsistensi sikap, moralitas, perilaku dan
pemikiran dalam memecahkan, memandang dan bersikap dalam menghadapi setiap
peristiwa. Kemampuan pengarang mendeskripsikan karakter tokoh cerita yang
diciptakan sesuai dengan tuntutan cerita dapat dipakai sebagai indiktor kekuatan
sebuah cerita fiksi (Fananie, 2000:87).

29

Adapun penokohan dalam novel “ OSHIN” karya Hashida Sugako adalah
sebagai berikut :
1.

Oshin Tanokura adalah tokoh utama dalam novel “ OSHIN” karya
Hashida sugako yang merupakan anak dari petani miskin di desa
Yamagata. Ia adalah anak yang berani, jujur dan memiliki tekad yang
kuat.

2.

Pak Saku adalah ayah dari Oshin yang memiliki watak yang keras, kasar
dan semaunya bertindak demi kepentingan dan kesenangan diri sendiri.

3.

Bu

Fuji adalah ibu yang melahirkan Oshin dan saudaranya yang

memiliki sifat keibuan, sayang pada anak-anaknya, rela melakukan
apapun demi anak-anaknya.
4.

Atsui adalah abang tertua Oshin. Atsui memiliki sifat keras dan
bertindak semaunya dan tidak sopan sama orang tua.

5.

Haru adalah kakak tertua Oshin. Haru merupakan sosok pekerja keras,
baik hati namun kadang ia memiliki sifat iri pada Oshin.

6.

Mitsu adalah kakak kedua Oshin yang memiliki sifat penyayang dan
pekerja keras.

7.

Nenek Naka adalah nenek yang merawat cucunya-cucunya terutama
Oshin, cucu kesayangannya. Ia memiliki sifat sabar, penyanyang dan
bersahaja.

8.

Teishi adalah orang yang mengantarkan Oshin ke tempat majikanya di
Zaimoku Ten. Dia memiliki sifat penyayang dan peduli. Teishi adalah
orang yang selalu menolong Oshin ketika dia mengalami kesulitan.

30

9.

Tuan besar Gunshi dan nyonya muda besar Kin merupakan majikan
Oshin saat bekerja sebagai pengasuh anak di Zaimoku Ten. Mereka
memiliki sifat baik hati.

10.

Satria adalah putra dari majiakan Oshin Tuan Gunshi dan Nyonya muda
besar Kin.

11.

Nona Tsune adalah kepala pelayan sekaligus tangan kanan tuan besar
Gunshi dan nyonya muda besar Kin. Tsune merupakan sosok yang
kejam, kasar dan tega melakukan apapun demi keuntungan dirinya.

12.

Matsuda adalah seorang guru yang mengajar di sekolah dasar di wilayah
Zaimoku Ten. Dia membantu Oshin sehingga ia akhirnya bisa
bersekolah. Ia memiliki sifat yang bersahaja dan bertanggung jawab.

13.

Toyama adalah seorang kenpeitai yang melarikan diri dari tugasnya dan
bersembunyi di atas gunung. Dia adalah orang yang memukan Oshin
saat hampir mati karena badai salju dan orang yang merawat Oshin
sampai pulih dan mengajarinya baca tulis serta yang mengantarkannya
ke Yamagata yang kemudian mati ditembak tentara karena identitasnya
terbongkar. Dia merupakan sosok yang baik hati, penyayang dan rela
berkorban.

14.

Paman Matsu adalah orang yang juga membantu Oshin saat hampir mati
karena badai salju. Paman matsu adalah orang yang sangat baik hati dan
sangat pengertian. Beliau jugalah yang merawat Oshin saat sakit.

31

15.

Nyonya Kuni adalah majikan Oshin sewaktu bekerja menjadi pelayan
rumah tangga di Sakeda. Nenek Kuni merupakan sosok yang bijaksana
dan bersahaja.

16.

Bu Mino adalah ibu dari Kayo. Bu Mino merupakan sosok yang
penyayang.

17.

Seitaro adalah suami dari Bu Mino majikan Oshin. Tuan Seitaro ini
memiliki sifat yang tegas namun baik hati.

18.

Kayo adalah putri majikannya Bu Mino. Dia memiliki sifat yang manja
dan mau menang sendiri.

19.

Gintai-chan adalah salah satu teman sekolah Oshin. Dia memiliki sifat
yang usil, kasar, dan tergolong anak nakal.

20.

Kiku adalah pembantu rumah tangga diSakeda. Kiku memiliki sifat
yang baik dan suka membantu.

21.

Ume adalah seorang pembantu sama seperti Kiku. Dia juga seorang
gadis yang baik hati. Mereka berdua inilah yang membantu dan
mengajarkannya tentang pekerjaan rumah tangga saat Oshin bekerja di
tempat pekerja di Sakeda.

22.

Kota adalah cinta pertama Oshin. Dia memiliki sifat yang baik dan
pekerja keras.

23.

Hirano adalah cinta pertama Haru. Ia memiliki sifat yang pengertian dan
baik hati.

32

2.2.5

Sudut Pandang
Sudut pandang adalah posisi yang menjadi pusat kesadaran tempat untuk

memahami setiap peristiwa atau cerita. Sudut pandang yang digunakan oleh
pengarang pada karya sastranya merupakan cara pengarang untuk menceritakan cerita
dalam karyanya (Stanton dalam Rokhmansyah, 2014:39). Pendapat Stanton didukung
Aminuddin (2000:96) mengatakan bahwa sudut pandang adalah kedudukan atau
posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain, posisi pengarang
menempatkan dirinya dalam cerita tersebut dan dari titik pandang ini, pembaca
mengikuti jalan ceritanya dalam memahami temanya.
Terdapat beberapa jenis sudut pandang ( point of view) antara lain :
1.

Pengarang sebagai tokoh utama.Sering juga posisi yang demikian
disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang
menuturkan dirinya sendiri.

2.

Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang
ikut melibatkan diri dalam cerita. Akan tetapi, ia mengangkat tokoh
utama. Dalam posisi yang demikian ini sering disebut sudut pandang
orang pertama pasif.

3.

Pengarang

hanya

sebagai

pengamat

yang

berada

di

luar

cerita.Disinipengarang menceritakan orang lain dalam segala hal.
Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Hashida Sugako dalam novelnya
“OSHIN” adalah sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Dalam cerita novel
“OSHIN” ini pengarang hanya menceritakan perjalanan hidup dan perjuangan

33

seorang Katsu Wada. Katsu wada sendiri merupakan seorang pengusaha sukses di
Jepang yang mendirikan dan mengembangkan perusahaan Supermarket Yaohan
hingga memiliki cabang di berbagai negara. Kegigihan, kerja keras dan tekadnya
yang kuatlah yang akhirnya mengantarkan menuju impiannya. Gambaran dirinya pun
dikisahkan lewat tokoh Oshin yang berperan sebagai tokoh utama dalam
cerita.Dengan kata lain, pengarang sama sekali tidak melibatkan diri masuk ke dalam
alur cerita novel OSHIN tersebut.

2.3

Studi Pragmatik dan Semiotik serta Konsep Moral Bushido

2.3.1 Studi Pragmatik
Secara umum, studi pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan
penutur atau penulis dan ditafisirkan oleh pendengar atau pembaca (Yule, 2006:1).
Pragmatik mulai populer pada tahun 1970-an. Yang pertama mencetuskan pragmatik
dalam pengajaran bahasa adalah Santo Agustinus pada abad ke empat. Pragmatik
dalam perkembangan kini mengalami kemajuan yang pesat. Banyak ahli bahasa
semakin lama semakin menyadari bahwa usaha untuk menguak hakikat bahasa tidak
akan berhasil tanpa disadari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana
bahasa digunakan dalam komunikasi (http://www.slideshare.net/DHEluvELI/ujianpragmatik).
Salah satu ahli bahasa yang menyadari hal tersebut adalah Abrams. Abrams
menerapkan ilmu pragmatik ke dalam penelitian sastra. Penelitian pragmatik sastra
muncul, atas dasar ketidakpuasan terhadap struktural murni yang memandang karya
sastra sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan

34

makna karya sastra dari aspek permukaan saja. Maksudnya kajian struktur sering
melupakan aspek pembaca sebagai pemberi makna. Karena itu muncul penelitian
pragmatik sastra, yakni kajian sastra yang berorientasi pada kegunaan karya sastra
bagi pembaca. Secara luas dapat dikatakan bahwa pragmatik sastra adalah cabang
penelitian ilmu sastra yang mengarah ke aspek kegunaan sastra sebagai sarana untuk
memberikan pendidikan, moral dan agama.
Abrams dalam bukunya “ The Mirrow and the Lamp” (dalamTeeuw, 1984:50)
memberikan memberikan sebuah kerangka (frame-work) yang sederhana tetapi cukup
efektif, yakni :
Semesta
(Universe)

Karya (Work)

Pencipta ( Artist)



Pembaca ( Audience)

Dalam model ini terkandung pendekatan kritis yang utama terhadap karya
sastra sebagai berikut:
1. Pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri ; pendekatan ini
disebut objektif ;
2. Pendekatan yang menitikberatkan penulis, yang disebut ekspresif ;
3. Pendekatan yang menitikberatkatkan semesta, yang disebut ; mimetik
4. Pendekatan yang menitikberatkan pembaca, disebut pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang menitikberatkan sorotannya
terhadap peranan pembaca. Pendekatan ini lebih mengkaji kepada respon pembaca
dalam melihat nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Karya sastra yang
berhasil adalah karya sastra yang dianggap mampu memberikan “kesenangan” dan

35

“nilai”. Keberhasilan karya sastra diukur oleh pembacanya ( Fananie, 2000:113). Hal
ini dipertegas Pradopo (2005:115), karya sastra sangat erat hubungannya dengan
pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada pembaca. Pembacalah yang
menentukan makna dan nilai dalam suatu karya sastra. Apakah dalam karya sastra
tersebut memberikan ajaran, kesenangan dan menggerakkan pembaca. Karya sastra
itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilainya. Artinya pembacalah yang
paling berperan aktif dalam hal menilai, menikmati, menafsirkan, memahami karya
sastra menentukan nasibnya dan perananya dari segi sejarah dan estetik. Tanggapan
Pembaca sebagai pemberi makna pastinya memunculkan tanggapan yang beraneka
ragam tergantung horison harapan pembaca. Tiap-tiap pembaca mempunyai horison
harapan sendiri, maka tiap-tiap pembaca akan memberikan makna yang lain dari yang
diberikan pembaca lainnya, bahkan pembacaan seorang pembaca yang sama pun akan
memberi makna lain pada kesempatan. Hal ini disebabkan oleh pengalamannya yang
selalu bertambah. Oleh karena pemberian maknanya akan lebih baik atau lebih maju.
Menurut Gadamer dalam Teeuw (1984:196), setiap pembaca mempunyai horison
harapan yang tercipta karena pembacaannya yang lebih dahulu, pengalamannya
selaku manusia budaya dan seterusnya.
Istilah pragmatik seringkali dirumuskan dengan istilah Horatius dimana karya
sastra memiliki sifat “Dulce et Utile” yang berarti indah dan bermanfaat sebagai
tujuan dan fungsi sastra (Teeuw, 1984:8). Konsep ini sejalan dengan pendapat Poe
dalam Endraswara (2013:116) bahwa fungsi sastra adalah didactic-haresy, yaitu
menghibur dan sekaligus mengajar sesuatu. Pendapat Hall dalam Endraswara
(2013:117), yaitu use dan gratification yang berarti berguna dan memuaskan.

36

Pendapat-pendapat ini memberikan gambaran bahwa pembaca harus mendapatkan
manfaat yang mampu mengubah dirinya. Hal tersebut diperjelas Abrams dalam Semi
(1985:12), dalam kritik pragmatik pada dasarnya disusun untuk mencapai efek-efek
tertentu kepada pembacanya, seperti efek kesenangan, estetika, pendidikan dan
sebagainya. Kritik pragmatik ini berkecenderungan untuk memberi penilaiannya
terhadap suatu karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam mencapai tujuan
tersebut.Dengan kata lain, kritik pragmatik sastra sangat erat kaitannya dengan fungsi
sastra yakni memberikan hiburan sekaligus memberikan nilai yang berguna bagi
kehidupan manusia.

2.3.2

Studi Semiotik
Semiotik atau semiotika adalah studi tentang segala yang berhubungan

dengannya:cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya,
dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakanya (Sudjiman dan Zoest,
1992:5). Secara definitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz dalam Ratna (2004:97),
semiotika berasal dari kata seme, bahasa Yunani yang berarti penafsir tanda. Literatur
lain menjelaskan bahwa semiotika berasal dari kata semeion yang berarti tanda.
Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis
mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana kerjanya, apa manfaatnya
terhadap kehidupan manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan
perantara tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya sekaligus
mengadakan pemahaman yang lebih baik terhadap dunia. Sementara Teeuw (1984:6)
mendefinisikan semiotik adalah sebagai tindak komunikasi dan kemudian

37

disempurnakanya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua
faktor dan aspek pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di
dalam masyarakat mana pun. Semiotik menganggap bahwa fenomena sosial atau
masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda. Semiotik mempelajari sistemsistem, aturan-aturan dan konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut
mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis
sastra sebagai sebuah bahasa yang bergantung pada (sifat-sifat) yang menyebabkan
bermacam-macam cara (modus) wacana yang mempunyai makna (Preminger, dkk
dalam Wuradji, 2001:68). Bahasa merupakan konservasi yang paling kuat terhadap
kebudayaan manusia. Tanpa bahasa sesungguhnya kebudayaan, dan dengan demikian
tidak ada. Bahasa itu sendiri adalah sistem tanda. Tanda bukanlah kelas objek, tandatanda hadir hanya dalam pikiran penafsir. Tidak ada tanda kecuali jika
diiterpretasikan sebagai tanda (Noth dalam Ratna, 2004:111). Dalam karya sastra, arti
bahasa ditentukan oleh konvensi sastra atau disesuaikan oleh konvensi sastra. Studi
semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sistem tanda-tanda. Oleh karena
itu,peneliti harus menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya
sastra mempunyai makna ( Pradopo, 1995:122).
Menurut Wuradji (2001:68), semiotik sebagai ilmu tanda mempunyai dua
aspek yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk
formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah
sesuatu yang ditandai itu yaitu artinya. Hal ini diperjelas Sausurre dalam
Nurgiyantoro (2007:43), bahwa bahasa sebagai sebuah sistem tanda memiliki unsur
yang tak terpisahkan, yaitu signifier dan

signified, signifiant dan signifie, atau

38

penanda dan petanda dimana wujud penanda (signifiant) dapat berupa bunyi-bunyi
ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan petanda (signifie) berupa gagasan,
konseptual atau makna yang terkandung dalam pertanda tersebut.
Pragmatik sangat berhubungan dengan semiotik, karena hubungan pragmatik
merupakan hubungan makna dan perlambangan. Ia dipakai untuk mengkaji, misalnya
signifiant tertentu mengacu signifie tertentu, baris-baris kata dan kalimat-kalimat
tertentu mengungkapkan makna tertentu, peristiwa-peristiwa tertentu mengingatkan
peristiwa-peristiwa lain, melambangkan gagasan tertentu atau menggambarkan
suasana kejiwaan tokoh (todorov dalam Capriella, 2014:28). Dengan demikian, kajian
semiotik pragmatik menguraikan tentang tanda-tanda yang memiliki memiliki makna
(arti). Makna Tanda (simbol) tersebut mengarah pada kegunaan tanda oleh yang
menerapkannya (signifiant)

dan efek tanda bagi yang menginterpresikannya

(signifie) sehingga makna tersebut dapat diinterpretasikan dan dipahami secara tepat
oleh pembacanya. Maksudnya adalah pembacalah yang menentukan makna tanda
dalam suatu karya sastra dimana kriteria pemberian makna tanda dilihat melalui efek
yang terima pembaca saat membaca sebuah karya sastra tersebut. Dengan kata lain,
efek yang dimaksud tentunya adalah efek-efek yang positif yang dapat memberikan
pendidikan dan pengajaran bagi pembacanya. Sehingga dalam hal ini, kajian semiotik
ini mempermudah penulis menemukan dan menentukan makna dalam novel
“ OSHIN” karya Hashida Sugako ini.

39

2.3.3

Konsep Nilai Moral Bushido
Novel “OSHIN” karya Hasida Sugako ini berlatar di Jepang. Jepang

merupakan sebuah negara yang memiliki daya tarik tersendiri di mata dunia terutama
kemampuan bangsa Jepang dalam mempertahankan keaslian budayanya sehingga
membentuk sebuah kearifan lokal yang unik. Nilai budaya bangsa Jepang yang
sampai sekarang masih dipertahankan di tengah-tengah hiruk-pikuknya dunia modern
bahkan sudah berakar sangat kuat mempengaruhi pola pikir dan pandangan hidup
masyarakat Jepang dalam perjuangan hidupnya dari jaman dulu sampai sekarang ini
dikenal dengan nilai moral Bushido. Bushido sendiri berarti tata cara berprilaku
samurai yang berpegang teguh pada nilai etika dan moralitas. Nilai moral yang
terkandung dalam moral Bushido (Suryohadiprojo, 1982:49) meliputi kejujuran,
keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan, kehormatan atau harga diri,
kesetiaan dan pengendalian diri. Hal ini didukung oleh Agustian dalam Capriella
(2014:10), nilai moral Bushido meliputi, integritas keberanian, kemurahan hati
(mencintai sesama dan kasih sayang), kejujuran (tulus dan ikhlas), menjaga
kehormatan dan kesetiaan.
Secara etimologis, Bushido berasal dari kata “bu” yang artinya beladiri, “shi”
artinya samurai (orang) dan “do” artinya jalan. Secara harafiah, bushido berarti jalan
terhormat yang harus ditempuh seorang samurai dalam pengabdiannya. Bushido tidak
sekedar berupa aturan dan tata cara berperang serta mengalahkan musuh, tetapi
memiliki makna yang mendalam tentang perilaku yang dihayati untuk kesempurnaan
dan kehormatan seorang samurai (prajurit). Samurai sendiri dalam tatanan feodalisme
Jepang merupakan golongan elit yang dihormati dan menyandang peran penting

40

dalam kehidupan masyarakat. Samurai sebagai bushi mengembangkan etika bushido
yang sarat dengan nilai-nilai moral yang tinggi.
Bushido merupakan etika yang dipengaruhi oleh Budha Zen. Zen merupakan
moral dan filosofi samurai sekaligus kepercayaan yang mengajarkan tidak ada
tenggang waktu (jeda) dari perbuatan yang telah dimulai dan harus diselesaikan.
Etika Zen adalah langsung percaya pada diri sendiri dan memenuhi diri sendiri.
Dengan kata lain, kepercayaan Zen ini menuntut manusia bagaimana hidup secara
total dan mandiri, Total berarti bersungguh-sungguh menjalani kehidupan. Dengan
demikian, manusia diajarkan untuk tidak membuang waktu ini dengan bermalasmalasan artinya segala sesuatu yang dilakukan dalam dunia ini hendaknya dilakukan
dengan segenap kemampuan terbaik yang ada dalam diri masing-masing sehingga
hasil yang diperoleh pasti memuaskan. Hidup total berarti hidup menuju kesuksesan.
Selain dilandasi oleh etika Zen, Bushido juga dilandasi oleh etika Confusius.
Ajaran Confusius mengatur hubungan harmonisasi antara sesama manusia, hubungan
manusia dengan mahluk lain yang ada di dunia dan hubungan manusia dengan
dengan alam. Ajaran Confusius menekankan hubungan yang harmonis antara sisi
fisik dan batin manusia. Prinsip keseimbangan ini berlaku dari jaman dahulu sampai
sekarang, karena orang-orang Jepang menyadari bahwa kehidupan fisik dan spiritual
memiliki peran yang sama-sama penting. Perlakuan yang bertujuan untuk
memisahkan keduanya atau membiarkan ketidakharmonisan keduanya berpotensi
menimbulkan bencana dan kerusakan. Selain didasari oleh ajaran Zen dan Confusius,
bushido juga dipengaruhi oleh ajaran Shinto yang mengajarkan kesetiaan kepada
Kaisar (Tenno) dan negara.

41

(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266)
Semangat bushido sampai saat ini masih tampak dalam keseharian masyarakat
Jepang walaupun masyarakat Jepang telah tumbuh dan berkembang sebagai
masyarakat modern. Ajaran bushido ini diterapkan masyarakat Jepang bahkan
diwariskan kepada generasi muda sebagai penerus bangsa melalui pendidikan rumah
dan di sekolah untuk membentuk karakter mereka seperti seorang samurai yang bisa
menghadapi apapun dengan berani dan percaya diri, memiliki loyalitas yang tinggi
dan selalu menabur kebaikan pada semua orang serta mampu memegang dan
mempertahakan prinsip kehidupan yang mereka yakini. Nilai-nilai moral yang
terdapat dalam moral Bushido menurut Agustian dalam Capriella ( 2014:20)meliputi :

1. Gi ( Integritas)
Gi merupakan etika samurai yang berkaitan dengan kemampuan untuk
memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pada alasanalasan yang rasiona sehingga hasil yang diperoleh merupakan suatu ketetapan yang
adil. Gi merupakan dasar dari keseluruhan sikap mental terkait dengan keselarasan
pikiran, perkataan dan perbuatan dalam menegakkan kejujuran dan kebenaran. Dalam
Gi apa yang ada di dalam hati, yang kita ucapkan, yang kita pikirkan, dan yang kita
lakukan adalah sama (Agustian dalam Capriella, 2014:20).

2. Yu (keberanian)

42

Yu adalah sifat samurai dalam berani menghadapi kesulitan dan kegagalan.
Keberanian merupakan sebuah karakter dan sikap untuk bertahan demi prinsip
kebenaran yang dipercaya meski mendapat berbagai tekanan dan kesulitan. Untuk
mendapat kebenaran, diperlukan rasa keberanian dan keteguhan hati (Agustian dalam
Capriella, 2014:21).
Yu dapat dikatakan merupakan etika yang penting dalam semua aspek
kehidupan masyarakat Jepang. Nilai-nilai yang berkaitan dengan yu adalah modal
yang sangat menentukan perjalanan hidup masyarakat maupun bangsa Jepang. Di
dalam yu terkandung kesiapan menerima resiko dalam upaya mengatasi masalah atau
kesulitan. Seorang yang batinnya memang pemberani akan menunjukkan loyalitas
dan kasih sayang baik pada majikannya dan orang tua. Mereka juga mempunyai
kesabaran, sikap toleran serta bisa menghadapi apa saja (Agustian dalam Capriella,
2014:22). Seperti yang diutarakan Aristoteles bahwa keberanian adalah suatu sikap
untuk berbuat sesuatu dengan tidak terlalu merisaukan kemungkinan-kemungkinan
buruk. “The conquering of fear is the beginning of wisdom.” (kemampuan
menaklukkan rasa takut merupakan awal dari kebijaksanaan) artinya, orang yang
mempunyai keberanian akan mampu bertindak bijaksana tanpa dibayangi ketakutanketakutan yang sebenarnya merupakan halusinasi belaka. Orang-orang yang
mempunyai keberanian akan sanggup menghidupkan mimpi-mimpi dan mengubah
kehidupan pribadi sekaligus orang-orang di sekitarnya.
(http://www.resensi.net/keberanianmengubahkehidupan/2011/07/#ixz3h1J8igZr)

3.

Makoto-Shin (Kejujuran dan Ketulusan)

43

Makoto-Shin merupakan sifat samurai yang berkata atau memberikan
informasi sesuai dengan kenyataan dan kebenaran (Agustian, 2014:21). Dengan kata
lain, Makoto-Shin adalah etika yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan
kebenaran. Samurai selalu mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, dan
melakukan apa yang mereka katakan. Sehingga mereka sangat menjaga ucapannya,
tidak berkata buruk (bergunjing) tentang keburukan seseorang atau situasi yang tidak
menguntungkan sekalipun. Penerapan Makoto-Shin pada masyarakat Jepang dewasa
ini terlihat pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Ketidakjujuran dan
ketidakbenaran dianggap sebagai hal yang memalukan sehingga ajaran tentang
Makoto-Shin diberikan sejak usia dini di dalam rumah tangga dan sekolah. Sanksi
moral yang diberikan masyarakat terhadap pelanggaran Makoto-Shin merupakan
sanksi yang dihindari karena akan merusak nama baik pribadi, keluarga, lembaga atau
masyarakat dan bangsa.
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266)

4.

Jin (Kemurahan Hati)
Makna Jin adalah murah hati, mencintai sesama dan simpati. Jin merupakan

perpaduan antara kasih sayang dan welas asih. Nilai bushido yang terkait dengan Jin
berasal dari etika Konfusius yang mengekspresikan aspek keseimbangan antara
maskulin (yang) dan feminin (yin) yang berarti seorang samurai yang memiliki
kemampuan tempur yang hebat, dia juga harus memiliki sifat-sifat yang penuh kasih,
murah hati, memiliki kepedulian sosial yang tinggi kepada sesama manusia.

44

Kemurahan hati ditunjukkan dalam hal memaafkan (Agustian dalam Capriella,
2014:22). Jadi seorang Samurai harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk
memaafkan orang-orang atau pihak yang melakukan kesalahan terhadap dirinya
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266).

5.

Meiyo (Menjaga Nama Baik dan Kehormatan)
Meiyomerupakan etika samurai untuk menjaga nama baik dan menjaga

kehormatan (Agustian dalam Capriella, 2014:22). Bagi samurai lebih utama
menghormati dan menerapkan etika secara benar dan konsisten dibandingkan dengan
penghormatan kepada kharisma dan talenta pribadi. Samurai lebih mementingkan
penghormatan pada perbuatan nyata dari pada pengetahuan. Penghormatan yang
tinggi seorang samurai ditujukan kepada atasan/majikan, orang tua dan keluarga.
Kehormatan dan harga diri samurai diekspresikan dalam bentuk konsistensi sikap dan
kekokohan mereka memegang dan mempertahankan prinsip kehidupan yang diyakini.
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266)

6.

Rei (Hormat dan Santun Kepada Orang Lain)
Salah satu sikap samurai yang diterapkan secara mendalam adalah sikap

hormat dan sopan santun yang tulus yang ditujukan kepada semua orang, tidak hanya
kepada atasan, pimpinan dan orang tua. Bahkan sikap hormat, santun dan hati-hati
juga terlihat dalam penggunaan benda-benda dan senjata. Samurai sangat
menghindari sikap ceroboh yang tidak tertata. Sikap hormat dan santun tercermin

45

dalam sikap duduk, cara berbicara, cara menghormati dengan menundukkan badan
dan kepala. Penerapan rei pada masyarakat Jepang saat ini masih terlihat dan bahkan
menjadi salah satu karakter masyarakat Jepang. Penanaman rei dilakukan sejak usia
dini di rumah dan sekolah, sehingga dalam semua aspek kehidupan masyarakat
Jepang rei sangat diutamakan.
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266)

7.

Chungi (Kesetiaan Pada Pemimpin)
Chungimerupakan etika samurai yang berkaitan dengan kesetiaan pada

pimpinan. Kesetiaan ditunjukkan dengan dedikasi yang tinggi dalam melaksankan
tugas. Kesetiaan dilakukan untuk menjaga nama baik dan kehormatan pimpinan,
atasan dan juga nama baiknya sendiri. Berdasarkan kode etik samurai bahwa seorang
ksatria mempersembahkan hidupnya untuk melakukan pelayanan tugas(Agustian
dalam Capriella 2014:23).

2.4Sekilas Tentang Biografi Pengarang
Hashida Sugako atau dikenal dengan Iwasaki Sugako adalah seorang penulis
naskah terbaik di Jepang.Sugako berasal dari keluarga yang berkecukupan selama
masa di Korea. Dia dilahirkan di Seoul, Korea tepatnya pada 10 Mei 1925. Sewaktu
kanak-kanak, kedua orangtuanya berpisah sehingga ibunya memutuskan untuk pulang
ke kampung halamannya di Sakai, Jepang dengan memboyong putrinya Sugako.
Sedangkan Ayahnya memilih untuk tetap tinggal di Korea. Sugako tumbuh dan besar

46

di Jepang. Ia menjalani kehidupan seperti layaknya anak-anak Jepang lainnya.
Pendidikan adalah hal yang penting baginya sehingga bisa menyelesaikan pendidikan
sampai jenjang SMA dengan baik dan memutuskan melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi. Pada tahun 1942, dia terdaftar sebagai mahasiswi jurusan sastra
Jepang di Universitas Perempuan Jepang di Tokyo. Pendidikannya yang ditempuhnya
seketika terputus karena suasana perang semakin mencekam. Untuk melanjutkan
kehidupannya, iabekerja di Payroll Departement of Navy yangterletak di Osaka.
Keinginan untuk kembali menuntut ilmu, dirasakan sangat mustahil karena perang
dunia menghancurkan rumah dan menghanguskan seluruh harta benda mereka, yang
tersisa hanya selembar kain yang melekat ditubuh Sugako dan ibunya sehingga
mereka menumpang di tempat relasinya. Pada tahun 1945, dia dirumahkan oleh
perusahaan tempat ia bekerja. Perusahan Payroll memberinya konpensasi sehingga ia
bisa melanjutkan pendidikannya yang sempat terputus. Ia diterima di Universitas
Waseda jurusan Seni. Namun kebahagian itu tidak berlangsung lama, masih di tahun
yang sama ibunya meninggal dunia. Hal itu, menimbulkan kepedihan yang mendalam
bagi Sugako. Sejak ibunya meninggal, ayahnya yang turun tangan membiayai
kebutuhan hidupnya di Jepang. Ayahnya yang juga telah jatuh miskin terpaksa
menjadi pedagang pasar gelap di Korea, ia melakukan itu semua untuk membiayai
kebutuhan putrinya yang hidup sendiri di Jepang. Sugako tak sepenuhnya
mengandalkan ayahnya untuk membiayai kehidupannya sehingga ia

mengambil

arubaito. Kesulitan di masa itu akhirnya mengantarkannya menjadi seorang penulis.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dia bekerja paruh waktu di Perusahaan Kikuchi
Kan. Dari sana awal mulanya ia belajar menulis naskah hingga menjadikannya

47

seorang penulis. Tojuro no Koi dan Onshu no kanatani adalah karya pertama yang
dilahirkannya saat ia bekerja di Perusahaan Kikuchi Kan. Kemudian karyanya
ditayangkan ke layar kaca namun kurang mendapatkan sambutan yang baik dari
masyarakat Jepang pada masa itu. Hal itu tidak menjadikannya patah semangat dalam
tulis menulis. Tahun 1983, dia menulis naskah (script) Oshin yang ceritanya diangkat
dari kisah nyata Katsu Wada. Seorang anak yang berjuang meraih impiannya. Cerita
tersebut

ternyata

sangat

disukai

masyarakat

Jepang

terutama

kaum

perempuan.Sangkin populernya, cerita Oshin ini dibuat lagi dalam bentuk novel.
Ternyata bukan hanya filmnya saja yang meledak, novelnya juga mendapat apresiasi
yang luar biasa dari masyarakat lokal bahkan sampai ke kanca internasional. Novel
Oshin menjadi Best Seller pada masa itu. Semua dunia mengetahui cerita Oshin ini.
Filmnya sudah di putar sampai ke beberapa negara begitu pula dengan novelnya yang
telah beredar dan sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Kepopuleran cerita Oshin mengantar namanya menjadi penulis terbaik. Sehingga
banyak perusahaan yang ingin bekerja sama dengan dirinya.
Setelah menyelesaikan studinya, dia diterima bekerja di perusahaan film
Shochikusebagai penulis naskah. PerusahaanShochiku ini adalah perusahaan sinema
hiburan yang terbesar di Jepang. Perusahaan yang sepanjang sejarahnya banyak
menghadirkan drama-drama terbaik. Ketika bekerja di Shochiku, dia mendapatkan
banyak pengalaman dan pembelajaran terutama dalam menulis naskah. Pada tahun
1960, dia akhirnya berhenti dari perusahaan tersebut dan memutuskan berkarir sendiri
dengan terus menulis skrip secara freelance.Untuk menambah penghasilannya,
diajuga menulis cerita pendek pada majalah perempuan.Pada tahun 1965, ia menikah

48

dengan Hiroshi Iwasaki yang berprofesi sebagai produser penyiaran di Tokyo.
Semenjak itu, karirnya lambat laun semakin menanjak dan populer karena banyak
melahirkan naskah-naskah drama yang sangat inspiratif. Inilah daftarkeseluruhan
naskah drama yang telah ditulisnya antara lain pada tahun 1973, ia menulis naskah
untuk drama televisi Ai Shi o Mitsumete.Hal ini diikuti oleh script lainnya: Tonari no
Shibafu (1976-1977), fufu (1979). Pada awal 1980-an, karyanya dibuat ke dalam versi
Inggris The Grass Is Greener on the Other Side yang diangkat dari film Tonari no
Shibafu dan disiarkan di Amerika. Dari semua karyanya, cerita Oshin yang sangat
terkenal sampai kesel

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Dominating Set Dan Total Dominating Set Dari Graf-Graf Khusus

5 80 24