Teori sosiologi modern kelompok (1)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa,karena berkat seluruh
rahmat dan hidayahnya kita masih di beri kesehatan separti saat ini serta karunianya
kami masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan tugas Terstruktur ini
Dalam penyusunan makalah ini, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Ni Made Noviani Surianti,
M.Pd selaku dosen pembimbing Sosiologi yang telah memberikan bimbingan dan arahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan rekan-rekan mahasiswa Universitas
Mataram kelas SHM 23 yang selalu berdoa dan memberikan motivasi kepada kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata kami berharap makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
kepada para pembaca pada umumnya dan pada kami pada khusunya
Mataram, Oktober 2017

Kelompok 8

1|TEORI SOSIAL MODERN

DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ 1

Daftar Isi................................................................................................................. 2
Pendahuluan.............................................................................................................................. 3
Pembahasan................................................................................................................................5
A. Teori Interaksionisme Simbolik.............................................................................................5
1.Pengertian............................................................................................................................5
2. Tokoh-Tokoh Interaksionisme Simbolik............................................................................6
B. Postmodernisme dalam sosiologi...........................................................................................12
1.Pengertian..........................................................................................................................14
2.Perbedaan modernisme dan postmodernisme...................................................................14
3.Perkembangan Sejarah dan tokoh-tokoh postmodern.......................................................18
4.Kritik postmodern terhadap narasi-narasi modern............................................................18
5.Tanggapan terhadap postmodern.......................................................................................18
Penutup........................................................................................................................................ 20
Daftar Pusaka...............................................................................................................................21

2|TEORI SOSIAL MODERN

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Teori interaksionisme simbolik merupakan teori dalam sosiologi modern. Di dalamnya berintikan
pemikiran penting dari berbagai tokoh sosiologi terutama George Herbert Mead. Teori ini memusatkan
perhatian lebih kepada individu, tentang bagaimana individu berinteraksi dengan individu lain dengan
menggunakan simbol-simbol yang signifikan berupa bahasa.
Interaksionisme simbolik berkembang pesat pada abad 19-20-an di Chicago. Mead merupakan
cikal bakal munculnya teori interaksionisme simbolik dengan pemikirannya “The Teorethical
Perspective”. Teori ini berfokus pada tindakan dan makna dalam masyarakat. Setelah memperoleh suatu
makna, manusia akan bertindak sesuai dengan makna tersebut.
Teori ini dipengaruhi juga oleh Max Weber dengan teori tindakan sosialnya. Selain itu pemikiran
tokoh-tokoh lain seperti Herbert Blumer, Erving Goffman, Charles Horton Cooley dan William I.
Thomas.
Dengan pembahasan mengenai teori interaksionisme simbolik diharapkan agar kita dapat lebih
mengetahui fenomena sosial dengan pencermatan individu. Sehingga bisa untuk menyelesaikan masalahmasalah sosial dalam masyarakatDalam sejarah manusia, kita kenal tiga era atau zaman yang memiliki
ciri khasnya masing-masing yaitu pra-modern, modern dan postmodern. Zaman modern ditandai dengan
afirmasi diri manusia sebagai subjek. Apalagi setelah pernyataan Rene Descartes, “cogito ergo sum” yang
artinya ‘aku berpikir maka aku ada’. Melalui pernyataan tersebut, manusia dibimbing oleh rasionya
sebagai subjek yang berorientasi pada dirinya sendiri sehingga rasio atau akal budi manusia menjadi
pengendali manusia terutama tingkah lakunya. Pada masa ini munculah berbagai macam teori yang
berlaku sampai sekarang. Pada akhirnya yaitu zaman dimana kita berada sekarang yaitu zaman
postmodern. Pemikiran pada periode ini menamakan dirinya postmodern, memfokuskan diri pada teori

kritis yang berbasis pada kemajuan dan emansipasi. Kemajuan dan emansipasi adalah dua hal yang saling
berkaitan, seperti yang dinyatakan oleh Habermas bahwa keberadaan demokrasi ditunjang oleh sains dan
teknologi.

B. Rumusan Masalah
1. apa itu teori interaksionisme simbolik dan tokoh-tokoh didalam teori
interaksionisme simbolik ?

3|TEORI SOSIAL MODERN

2. Apa itu postmodernisme dan tokoh-tokoh didalam postmodernisme juga
perkembangannya ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu teori interaksionisme simbolik dan tokoh-tokoh didalam teori
interaksionisme simbolik.
2. Mengetahui apa itu postmodernisme dan tokoh-tokoh didalam postmodernisme
juga perkembangannya.

BAB II

PEMBAHASAN
4|TEORI SOSIAL MODERN

A.

TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK
1. Pengertian

Dasar pembentukan teori ini adalah filsafat pragmatis dan behaviorisme sosial. Ada 3 hal
penting dalam interaksionisme simbolik menurut filsafat pragmatis :
1. Memusatkan perhatian pada interaksi antar aktor dan dunia nyata.
2. Memandang baik aktor maupun dunia nyata sebagai proses dinamis dan bukan struktur
yang statis.
3. Arti penting yang menghububgkan kepada kemampuan aktor untuk menafsirkan
kehidupan sosial.
Sedangkan pemikiran behavorisme sosial lebih kearah perilaku individu yang diamati.
Teori ini memiliki subtansi yaitu kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses
interaksi dan komunikasi antar individual dan antar kelompok dengan menggunakan simbolsimbol yang dipahami maknanya melalui proses dan memberikan tanggapan terhadap
stimulus yang datang dari lingkungannya dan dari luar dirinya. Subtansi dari teori ini
dikemukakan oleh Arnold Rose [dalam buku Ritzer 2003:54]melalui seri asumsi dan

proporsisi umum;
a. Manusia berada dalam lingkungan simbol-simbol memberikan tanggapan terhadap simbol
itu yang berupa fisik manusia memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan simbolsimbol secara verbal melalui pemakaian bahasa serta memahami makna dabalik simbol itu.
b. Melalui simbol manusia berkemampuan menstimulir orang lain.
c. Melalui komunikasi simbol dapat dipelajari arti dan nilai-nalai serta tindakan orang lain
begitu pula pengetahuan simbol dalam komunikasi dalam mempelajari simbol.
d. Simbol, makna, serta nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terfikirkan oleh
mereka dalam bagian-bagian terpisah tetapi selalu dalam bentuk kelompok yang kadangkadang luas dan komplek.
e. Berfikir merupakan suatu proses pencarian kemungkinan yang bersifat simbolis dan untuk
mempelajari tindakan-tindakan yang akan datang, menafsir keuntungan dan kerugian relatif
menurut penilaian individual, dimana satu diantaranya dipilih untuk dilakukan.

2. Tokoh-Tokoh Teori Interaksionisme Simbolik
1). Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead

5|TEORI SOSIAL MODERN

Pemikiran-pernikiran Geroge Herbert Mead mula-mula dipengaruhi oleh teori evolusi
Darwin yang menyatakan bahwa organisme terus-menerus terlibat dalam usaha
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. George Herbert Mead berpendapat bahwa

manusia merupakan makhluk yang paling rasional dan memiliki kesadaran akan dirinya. Di
samping itu, George Herbert Mead juga menerima pandangan Darwin yang menyatakan
bahwa dorongan biologis memberikan motivasi bagi perilaku atau tindakan manusia, dan
dorongan-dorongan tersebut mempunyai sifat sosial. Di samping itu, George Herbert Mead
juga sependapat dengan Darwin yang menyatakan bahwa komunikasi adalah merupakan
ekspresi dari perasaan George Herbert Mead juga dipengaruhi oleh idealisme Hegel dan
John Dewey. Gerakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam
hubungannya dengan pihak lain. Sehubungan dengan ini, George Herbert Mead berpendapat
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menanggapi diri sendiri secara sadar, dan
kemampuan tersebut memerlukan daya pikir tertentu, khususnya daya pikir reflektif.
Namun, ada kalanya terjadi tindakan manusia dalam interaksi sosial munculnya reaksi
secara spontan dan seolah-olah tidak melalui pemikiran dan hal ini biasa terjadi pada
binatang.
Bahasa atau komunikasi melalui simbol-simbol adalah merupakan isyarat yang
mempunyai arti khusus yang muncul terhadap individu lain yang memiliki ide yang sama
dengan isyarat-isyarat dan simbol-simbol akan terjadi pemikiran (mind). Manusia mampu
membayangkan dirinya secara sadar tindakannya dari kacamata orang lain; hal ini
menyebabkan manusia dapat membentuk perilakunya secara sengaja dengan maksud
menghadirkan respon tertentu dari pihak lain.
Tertib masyarakat didasarkan pada komunikasi dan ini terjadi dengan menggunakan

simbol-simbol. Proses komunikasi itu mempunyai implikasi pada suatu proses pengambilan
peran (role taking). Komunikasi dengan dirinya sendiri merupakan suatu bentuk pemikiran
(mind), yang pada hakikatnya merupakan kemampuan khas manusia.
Konsep diri menurut George Herbert Mead, pada dasarnya terdiri dari jawaban individu
atas pertanyaan "Siapa Aku". Konsep diri terdiri dari kesadaran individu mengenai
keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung.
Kesadaran diri merupakan hasil dari suatu proses reflektif yang tidak kelihatan, dan individu
itu melihat tindakan-tindakan pribadi atau yang bersifat potensial dari titik pandang orang
lain dengan siapa individu ini berhubungan. Pendapat Goerge Herbert Mead tentang pikiran,
menyatakan bahwa pikiran mempunyai corak sosial, percakapan dalam batin adalah
6|TEORI SOSIAL MODERN

percakapan antara "aku" dengan "yang lain" di dalam aku. Untuk itu, dalam pikiran saya
memberi tanggapan kepada diri saya atas cara mereka akan memberi tanggapan kepada
saya.
"Kedirian" (diri) diartikan sebagai suatu konsepsi individu terhadap dirinya sendiri dan
konsepsi orang lain terhadap dirinya Konsep tentang "diri" dinyatakan bahwa individu
adalah subjek yang berperilaku dengan demikian maka dalam "diri" itu tidaklah sematamata pada anggapan orang secara pasif mengenai reaksi-reaksi dan definisi-definisi orang
lain saja. Menurut pendapatnya diri sebagai subjek yang bertindak ditunjukkan dengan
konsep "I" dan diri sebagai objek ditunjuk dengan konsep "me" dan Mead telah menyadari

determinisme soal ini. Ia bermaksud menetralisasi suatu keberatsebelahan dengan
membedakan di dalam "diri" antara dua unsur konstitutifis yang satu disebut "me" atau
"daku" yang lain "I" atau "aku". Me adalah unsur sosial yang mencakup generalized other.
Teori George Herbert Mead tentang konsep diri yang terbentuk dari dua unsur, yaitu "I"
(aku) dan "me" (daku) itu sangat rumit dan sulit untuk di pahami.

Perkembangan Konsep Diri dan Pengambilan Peran serta Organisasi Sosial
Konsep diri George Herbert Mead menekankan bahwa tahap-tahap yang dilalui anakanak itu secara bertahap mereka memperoleh konsep diri yang menghubungkan anak-anak
dengan kehidupan sosial yang sedang berlangsung dalam keluarga dan kelompok- kelompok
yang lain. Identitas anak akan selalu bertambah apabila anak sudah mulai bermain dengan
rekan-rekannya. Pengembangan identitas sosial harus dicapai lewat proses belajar
bermasyarakat dan proses ini disebut sosialisasi.
Menurut Soejono Dirdjosisworo sosialisasi mengandung tiga pengertian dan menurut
Kamanto Sunarto dinyatakan bahwa salah satu teori peranan yang dikaitkan dengan
sosialisasi, yaitu teori yang dikemukakan oleh George Herbert Mead. George Herbert Mead
menguraikan mengenai tahap-tahap pengembangan diri (self) manusia, yaitu
(1) tahap play-stage (tahap bermain),
(2) tahap game-stage (tahap permainan),
(3) generalized other (orang lain yang digeneralisasikan). Pada tahap ini seseorang dianggap
telah mampu mengambil peranan-peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat.

Apabila seseorang anak berhasil mengambil peranan orang lain yang digeneralisasikan itu
maka "diri"nya akan dapat mencapai perkembangan penuh, dan kelakuan individu
7|TEORI SOSIAL MODERN

dikendalikan orang lain yang digeneralisasikan tersebut. Menurut George Herbert Mead sikap
generalized other adalah sikap masyarakat. Proses sosial mempengaruhi perilaku individu
yang terlibat di dalamnya dan menjalankan proses itu yaitu masyarakat mengontrol tingkah
laku anggotanya.
Teori Interaksionisme simbolik beranggapan bahwa kehidupan bermasyarakat terbentuk
lewat proses interaksi dan komunikasi antarindividual dan antarkelompok dengan
menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar. Konsep
George Herbert Mead tentang masyarakat menekankan pada kekhususan model praxis
manusia di mana dengan menjembatani interaksi manusia dengan alam dan interaksi manusia
dengan manusia lain.
Menurut George Herbert Mead sesungguhnya beberapa jenis aktivitas kerja sama telah
menyebabkan adanya kedirian. Di sana terdapat penghilangan keorganisasian di mana
organisasi itu bekerja sama, dan dengan jenis kerja sama ini maka isyarat individual akan
menjadi stimulasi bagi dirinya sendiri dengan bentuk yang sama sebagaimana bentuk
stimulus yang lain sehingga dengan demikian perbincangan isyarat dapat menghilangkan
karakter individual, dan kondisi semacam itu diduga dalam pengembangan kedirian (self).

Manusia secara aktif menentukan lingkungannya, dan sementara dalam waktu yang
bersamaan lingkungannya juga menentukan manusia. Menurut George Herbert Mead yang
lebih penting yaitu tidak ada bentuk organisasi sosial yang perlu dianggap sebagai sesuatu
yang final.

2). Teori Interaksionisme Simbolik William Issac Thomas

William Issac Thomas adalah tokoh Sosiologi Amerika yang terkenal sangat kontroversial,
tetapi juga dianggap sebagai orang yang mempunyai pemikiran cemerlang pada masanya.
Teoremanya yang sangat terkenal yang berbunyi 'if men define situations as real, they are real
in their consequences', dianggap menawarkan pendekatan baru dalam memahami perilaku
manusia dalam berinteraksi. Pendekatan yang ditawarkan adalah dalam rangka keluar dari
pendekatan positivistik dan juga pendekatan yang sifatnya individualis dan subjektif ke dalam
data-data yang sifatnya sosiologis di mana interpretasinya bersifat objektif.

8|TEORI SOSIAL MODERN

Karya Thomas sangat banyak, tetapi yang dianggap monumental adalah The Polish
Peasant in Europe and America yang berisi penjelasan tentang masalah identitas etnik
sehubungan dengan masalah perubahan sosial. Karya ini juga dianggap sebagai perbaikan atas

karya pertamanya yang berjudul Sex and Society: Studies in the Social Psychology of Sex yang
dianggap banyak mengandung bias biologi maupun bias psikologi. Selanjutnya, tulisannya
yang berjudul The Unadjusted Girl yang membahas tentang 'definisi situasi' dianggap memberi
sumbangan yang sangat penting dalam bidang teori terhadap perkembangan pendekatan
interaksionisme simbolik.
Berdasarkan teori 'definisi situasi', perilaku bukan hanya merupakan respon refleksif
terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Perilaku merupakan buah dari proses definisi
subjektif aktor terhadap stimulus tersebut. Di dalam proses definisi subjektif ini terkandung
tahap pengujian dan pertimbangan atas stimulis yang datang dan respons yang akan
dimunculkan.

3).Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer
Herbert Blumer merupakan salah seorang tokoh teori interaksionisme simbolik yang
mewakili aliran pragmatis. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh gurunya George Herbert
Mead, tetapi pada akhirnya dia tetap mampu membangun teorinya sendiri. Dia termasuk orang
yang sangat aktif, tidak saja hanya dalam kegiatan-kegiatan akademik melainkan juga dalam
urusan-urusan administrasi di universitas tempatnya mengajar. Herbert Blumer termasuk sangat
produktif, terbukti dengan banyak hasil karyanya baik yang berupa buku maupun artikel.
Simbolic Interactionism: Perspective and Method yang ditulisnya tahun 1969 sampai saat ini
tetap menjadi acuan bagi kajian-kajian interaksionisme simbolik. Dalam bukunya ini, Blumer
menekankan tentang pentingnya kesadaran aktor dan bagaimana aktor tersebut mendefinisikan
situasinya dan bertindak berdasarkan rasa kepemilikan terhadap dirinya sendiri.
Interaksionisme simbolik itu sendiri menurut Blumer bertumpu pada tiga premis, yaitu
sebagai berikut.
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu
bagi mereka;
2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain;
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung.
9|TEORI SOSIAL MODERN

Dalam bentuk ketiga premis tersebut sebenarnya terletak bangunan dari ide dasar pemikiran
Blumer, yaitu apa yang disebutnya 'root images'. Images ini merupakan dasar dari cara pandang
interaksionisme simbolik tentang tingkah laku manusia dan masyarakat manusia, serta
kerangka dari pembentukan teori interaksionisme dan interpretasi.
4). Teori Interaksionisme Simbolik Erving Goffman
Interaksionisme simbolik pada hakikatnya (lebih) merupakan bagian dari psikologi sosial
yang menyoroti interaksi antar-individu dengan menggunakan simbol-simbol. Konsep
interaksionisme simbolik Erving Goffman juga menyoroti masalah-masalah yang berhubungan
dengan interaksi antara orang-orang yang juga melibatkan simbol-simbol dan penafsiranpenafsiran di mana peranan antara the self dan the other mendapat porsi perhatian yang sama
dalam koteks interaksi dimaksud. Interaksionisme simbolik Erving Goffman memang selalu
mengacu kepada konsep-konsep 'impression management', role distance, dan secondary
adjustment di mana ketiganya bertumpu pada konsep dan peranan the self dan the other tadi.
Selain itu, Goffman juga menyoroti masalah face-to-face interaction, yaitu interaksi atau
hubungan tatap muka yang menjadi dasar pendekatan mikrososiologi dalam analisis
sosiologisnya.
Inti dari ajaran Goffman adalah apa yang disebut dengan dramaturgy. Dramaturgy yang
dimaksud Goffman adalah situasi dramatik yang seolah-olah terjadi di atas panggung sebagai
ilustrasi yang diberikan Goffman untuk menggambarkan orang-orang dan interaksi yang
dilakukan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, Goffman menggambarkan
peranan orang-orang yang berinteraksi dan hubungannya dengan realitas sosial yang
dihadapinya melalui panggung sandiwara dengan menggunakan skrip (jalan cerita) yang telah
ditentukan. Seperti layaknya sebuah panggung maka ada bagian yang disebut frontstage
(panggung bagian depan) dan backstage (panggung bagian belakang) di mana keduanya
memiliki fungsi yang berbeda. Betapa penting peranan dan fungsi backstage terhadap
keberhasilan penampilan di frontstage, kajian-kajian terhadap hal-hal yang berada di luar
perhitungan benar-benar bertumpu pada sumber daya-sumber daya yang ada pada kedua bagian
tersebut. Di samping itu, konsep dramaturgy Goffman juga dipakai oleh beberapa ahli sosiologi
seperti Kennen dan Collins dalam melakukan studi yang menyangkut interaksi antara orangorang yang menjadi kajian mereka.
Interaction Order adalah artikel 'penutup' dari seluruh karya-karya Goffman sebelum ia
wafat tahun 1982. Dalam tulisannya ini, Goffman secara konsisten tetap menyoroti masalah
10 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

interaksi tatap muka yang ordonya dimulai dari skala yang terkecil atau terendah menuju skala
terbesar atau tertinggi, yaitu yang terdiri dari persons, contact, encounters, platform
performances, dan celebrations. Meskipun hampir sebagian besar analisis Goffman tidak
menyertakan konsep penting interaksionisme simbolik, yaitu self interaction, namun bagi
Goffman, seorang aktor yang berada 'di atas panggung' itu harus mampu menafsirkan,
memetakan, mengevaluasi, dan mengambil tindakan sehingga atas dasar kemampuannya itu
manusia dikategorikan sebagai makhluk yang aktif. Bagi Goffman, sebagai makhluk yang
aktif, manusia itu justru harus mampu untuk memanipulasi situasi yang dihadapinya. Hal inilah
yang mendasari pandang Goffman bahwa seorang sosiolog harus mampu melakukan analisis
secara mandiri atas kondisi-kondisi sosial yang dihadapinya.

5). Teori Interaksionisme Simbolik Peter L. Berger
Peter L. Berger sebenarnya bukanlah tokoh interaksionisme simbolik murni. Ajarannya
memang lebih condong ke arah fenomenologi meskipun di dalamnya, konsep-konsep
dramaturgi, realitas sosial, dan hubunagan tatap muka (face-to-face interaction) masih menjadi
sorotannya di mana hal ini konsisten dengan konsep-konsep yang menjadi dasar acuan di
dalam interaksionisme simbolik.
Dramaturgi Berger memang 'agak sedikit' berbeda dengan miliknya Goffman. Para pelaku
atau aktor di dalam dramaturgi Berger 'menciptakan' dan 'mengembangkan' sendiri skrip atau
jalan cerita yang akan 'dimainkannya', sedangkan pada dramaturginya Goffman para pelaku
atau aktor itu 'hanya' tinggal menjalankan atau memainkan skrip (jalan cerita), di mana skrip
itu 'ditulis' dan 'dikembangkan' oleh orang lain. Realitas sosial bagi Berger haruslah terdiri dari
unsur-unsur subjektif dan objektif di mana keseimbangan kedua unsur itu harus tercipta demi
keseimbangan realitas sosial itu sendiri. Seperti halnya Goffman, Berger juga menerapkan
konsep hubungan antarmanusia yang disebutnya sebagai hubungan inter subjektif. Bagi Berger,
face-to-face interaction atau hubungan tatap muka merupakan hubungan manusia yang
sesungguhnya. Pemikiran Berger (juga Luckman) mengacu kepada realitas subjektif dan
objektif yang keduanya itu dijadikan kerangka pemikiran untuk melakukan pendekatan secara
mikrososiologis.
Proses dialektik, bagi Berger dan Luckman, adalah moments yang diawali dengan
externalization atau eksternalisasi, kemudian proses itu menjadi objektivation atau objektivasi,
dan diakhiri dengan internalization atau internalisasi. Ada dua hal penting dalam proses
eksternalisasi, yaitu penciptaan suatu realitas yang baru serta pemeliharaan atau pembaharuan
11 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

kembali realitas yang sudah ada, sedangkan objektivasi maksudnya adalah suatu proses di
mana orang-orang itu dapat menangkap dan memahami realitas. Di sini peranan bahasa sangat
penting karena bahasa merupakan alat untuk memahami realitas sosial. Sedangkan internalisasi
artinya (proses) melihat setiap orang sebagaimana adanya, sebagai orang itu sendiri. Di dalam
internalisasi ini sesungguhnya terdapat proses reifikasi yang secara konseptual memiliki makna
a dehumanized world artinya dunia yang (sudah) dimanusiawikan.

B. Postmodernisme Dalam Sosiologi
1. Pengertian
Untuk memudahkan memahami postmodernisme, ada baiknya kita mengkontraskan ‘isme’
ini dengan lawan sejarah dan nuansa berpikirnya, yakni modernisme. Mengkontraskan kedua
‘isme’ tersebut dipandang perlu karena postmodernisme, dalam banyak hal, bisa dikatakan
sebagai reaksi dan kritik terhadap modernisme.

a). Modernisme
Secara etimologis modern (adj.) bermakna, ‘pertaining to recent or present time’. Dalam
sub bab yang bertemakan postmodernisme, Romo Tom Jacob mengartikan ‘modern’
sebagai: (1) terbaru, mutakhir; (2) sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan
tuntutan zaman.
Sedangkan menurut Kant menyebutnya sebagai pencapaian transendentalisasi jauh dari
imanensi manusia. Sehingga manusia bisa mencapai tingkat yang paling tinggi.
Kemampuan rasio inilah yang menjadi kunci kebenaran pengetahuan dan kebudayaan
modern. Di samping Kant, sejarah kematangan kebudayaan modern ditunjukkan oleh
Frederich Hegel. Melalui kedua pemikir inilah nilai-nilai modernisme ditancapkan dalam
alur sejarah dunia. Kant dengan ide-ide absolut yang sudah terberi (kategori). Hegel dengan
filsafat identitas (idealisme absolut) (Ahmad Sahal, 1994: 13). Konstruksi kebudayaan
modern kemudian tegak berdiri dengan prinsip-prinsip rasio, subjek, identitas, ego,
totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linear, objektivitas, otonomi, emansipasi serta oposisi
biner.
Dalam perspektif seorang postmodernis yang berasal dari traadisi filsafat, modernisme
bisa disebut sebagai ‘semangat yang diandaikan ada pada masyarakat intelektual sejak
zaman renaissance (abad ke-18) hingga paruh pertama abad ke-20. Semangat yang
dimaksud adalah semangat untuk progress --meraih kemajuan—dan untuk humanisasi
12 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

manusia’. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan yang sangat optimistik dari kamum
modernis akan kekuatan rasio manusia.
Di era ini rasio dipandang sebagai kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk
memahami realitas, untuk membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, moralitas, dan
estetika. Pendek kata, rasio dipandang sebagai kekuatan tunggal yang menentukan segalagalanya.
Pengakuan atas kekuatan rasio dalam segenap aktivitas manusia, berarti pengakuan atas
harkat dan martabat manusia. Manusia dengan rasionya, --tentu saja sebagai subjek;
pemberi bentuk dan warna pada realitas-- adalah penentu arah perkembangan sejarah.
Kenyataannya, modernisme adalah salah satu bentuk dari humanisme. Narasi-narasi besar
modernisme yang berasal dari kapitalisme, eksistensialisme, liberalisme, idealisme, tidak
bisa lain membuktikan hal itu.
Modernisme juga bisa diartikan sebagai semangat untuk mencari dan menemukan
kebenaran asasi, kebenaran esensial, dan kebenaran universial. Rasio manusia dianggapa
mampu menyelami kenyataan faktual untuk menemukan hukum-hukum atau dasar-dasar
yang esensial dan universal dari kenyataan.
b). Postmodernisme
Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata
post, dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan dengan ‘later or
after’. Bila kita menyatukannya menjadi postmodern maka akan berarti sebagai koreksi
terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan yang tidak
dapat terjawab di jaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.
Sedangkan secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau (1992)
mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan antara lain:
Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya
memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang
diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah
industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat.
Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung
jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme,
penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas.
Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan
pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.
Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas) adalah
relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal
tersebut jelas mempunyai implikasi dalam bagaimana kita melihat diri dan mengkonstruk
13 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

identitas diri. Hal ini senada dengan definisi dari Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (18441900) dikenal sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah suara pionir yang menentang
rasionalitas, moralitas tradisional, objektivitas, dan pemikiran-pemikiran Kristen pada
umumnya. Nietzsche sche berkata, “Ada banyak macam mata. Bahkan Sphinx juga
memiliki mata; dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak
ada kebenaran.”
Menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti: (1) dapat
menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau
kembali kepada situasi pra-modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2)
suatu perlawanan terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru
dan tidak jarang menjurus ke arah sekularisme.

2. Perbedaan Modernisme Dan Postmodernisme
Pemikir evalengical, Thomas Oden, berkata bahwa periode modern dimulai dari runtuhnya
Bastille pada tahun 1789 (Revolusi Perancis) dan berakhir dengan kolapsnya komunisme dan
runtuhnya tembok berlin pada tahun 1989. Modernisme adalah suatu periode yang mengafirmasi
keeksistensian dan kemungkinan mengetahui kebenaran dengan hanya menggunakan penalaran
manusia. Oleh karena itu, dalam arti simbolik penalaran menggantikan posisi Tuhan, naturalisme
menggantikan posisi supernatural. Modernisme sebagai pengganti dinyatakan sebagai penemuan
ilmiah, otonomim manusia, kemajuan linier, kebenaran mutlak (atau kemungkinan untuk
mengetahui), dan rencana rasional dari social order Modernisme dimulai dengan rasa optimis
yang tinggi.
Sedangkan postmodernisme adalah sebuah reaksi melawan modernisme yang muncul sejak
akhir abad 19. Dalam postmodernisme, pikiran digantikan oleh keinginan, penalaran digantikan
oleh emosi, dan moralitas digantikan oleh relativisme. Kenyataan tidak lebih dari sebuah
konstruk sosial; kebenaran disamakan dengan kekuatan atau kekuasaan. Identitas diri muncul dari
kelompok. Postmodernisme mempunyai karakteritik fragmentasi (terpecah-pecah menjadi lebih
kecil), tidak menentukan (indeterminacy), dan sebuah ketidakpercayaan terhadap semua hal
universal (pandangan dunia) dan struktur kekuatan.

3. Perkembangan Sejarah Dan Tokoh-Tokoh Postmodern
a. Perkembangan Sejarah

14 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

Pada awalnya, kata postmodern tidak muncul dalam filsafat ataupun sosiologi. Wacana
postmodern ini pada awalnya muncul dalam arsitektur dan kemudian juga dalam sastra.
Arsitektur dan sastra ‘postmodern’ lebih bernafaskan kritik terhadap arsitektur dan sastra
‘modern’ yang dipandang sebagai arsitektur totaliter, mekanis dan kurang human. Akhirnya,
kritik terhadap seni arsitektur dan sastra modern ini menjadi kritik terhadap kebudayaan modern
pada umumnya yang dikenal sebagai era postmodern.
Benih posmo pada awalnya tumbuh di lingkungan arsitektur. Charles Jencks dengan bukunya
The Language of Postmodern Architecture (1975) menyebut post modern sebagai upaya mencari
pluralisme gaya arsitekture setelah ratusan terkukung satu gaya. Postmodernisme lahir di St.
Louis, Missouri, 15 Juli 1972, pukul 3:32 sore. Ketika pertama kali didirikan, proyek rumah
Pruitt-Igoe di St. Louis di anggap sebagai lambang arsitektur modern. Yang lebih penting, ia
berdiri sebagai gambaran modernisme, yang menggunakan teknologi untuk menciptakan
masyarakat utopia demi kesejahteraan manusia. Tetapi para penghuninya menghancurkan
bangunan itu dengan sengaja. Pemerintah mencurahkan banyak dana untuk merenovasi bangunan
tsb. Akhirnya, setelah menghabiskan jutaan dollar, pemerintah menyerah. Pada sore hari di bulan
Juli 1972, bangunan itu diledakkan dengan dinamit. Menurut Charles Jencks, yang dianggap
sebagai arsitek postmodern yang paling berpengaruh, peristiwa peledakan ini menandai kematian
modernisme dan menandakan kelahiran postmodernisme
Akhirnya, pemikiran postmodern ini mulai mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk
dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan sosiologi. Postmodern akhirnya menjadi kritik
kebudayaan atas modernitas. Apa yang dibanggakan oleh pikiran modern, sekarang dikutuk, dan
apa yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru dihargai.
Postmodern sebagai Filsafat
Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an, terlebih
ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi legitimasi era postmodern,
dimana narasi-narasi besar dunia modern (seperti rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme)
tidak dapat dipertahankan lagi.
Seperti yang telah diterangkan diatas, pada awalnya lahir dari kritik terhadap arsitektur
modern, dan harus kita akui kata postmodern itu sendiri muncul sebagai bagian dari modernitas.
Ketika postmodern mulai memasuki ranah filsafat, post dalam postmodern tidak dimaksudkan
sebagai sebuah periode atau waktu, tetapi lebih merupakan sebuah konsep yang hendak
melampaui segala hal modern. Konsep postmodernitas yang sering disingkat sebagai postmodern
ini merupakan sebuah kritik atas realitas modernitas yang dianggap telah gagal dalam
melanjutkan proyek pencerahannya.
Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang muncul pada
dunia modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan mulai memberi tempat
15 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan beranekaragam untuk bersuara dan menampakkan
dirinya.
C.S. Lewis ketika ia berkata, ketika memperjelas pandangan Nietzsche sche “My good is my
good, and your good is your good” (kebaikanku adalah kebaikanku, dan kebaikanmu adalah
kebaikanmu), atau kalau orang Jakarta bilang, “gue ya gue, lo ya lo”. Jadi di sini tidak ada
standar absolut tentang benar atau salah dalam postmodern. Mungkin Anda juga pernah
mendengar orang berkata “Mungkin itu benar bagimu, tetapi tidak bagiku” atau “Itu adalah apa
yang kamu rasa benar.” Kebenaran, bagi generasi postmodern adalah relatif, tidak absolut.

b. Tokoh-Tokoh postmodern dan Ajarannya
Tokoh-tokoh pemikir postmodern ini terbagi ke dalam dua model cara berpikir yakni
dekonstruktif dan rekonstruktif. Para filsuf sosial berkebangsaan Prancis lebih banyak
mendukung cara berpikir postmodern dekonstruktif ini. Para pemikir Perancis itu antara lain:
Friedrich Wilhelm Nietzsche sche, ean Francois Lyotard, Jacques Derrida, Michel Foucault,
Pauline Rosenau, Jean Baudrillard ,dan Richard Rorty. sementara pemikiran postmodern
rekonstruktif dipelopori oleh Teori Kritis Mazhab Frankfurt seperti: Max Horkheimer, Theodor
W Adorno, yang akhirnya dilengkapi oleh pemikiran Jurgen Habermas.

1). Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900)
Lahir di Rochen, Prusia 15 Oktober 1884. Pada masa sekolah dan mahasiswa, ia banyak
berkenalan dengan orang-orang besar yang kelak memberikan pengaruh terhadap pemikirannya,
seperti John Goethe, Richard Wagner, dan Fredrich Ritschl. Karier bergengsi yang pernah
didudukinya adalah sebagai Profesor di Universitas Basel.
Menurutnya manusia harus menggunakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal.
Tidak ada yang dapat dipercaya dari akal. Terlalu naif jika akal dipercaya mampu memperoleh
kebenaran. Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal diperoleh
pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.
2). Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004)
Seorang filsuf Prancis keturunan Yahudi dan dianggap sebagai pendiri ilmu
dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia,
juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa
yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa. Derrida dianggap salah satu filsuf terpenting abad

16 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

ke 20 dan ke 21. Istilah-ilstilah falsafinya yang terpenting adalah dekonstruksi dan différance.
a. Dekonstruksi
Istilah dekontruksi untuk pertama kalinya muncul dalam tulisan-tulisan Derrrida pada saat ia
mengadakan pembacaan atas narasi-narasi metafisika Barat.
Jacques Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung untuk melepaskan teks dari
konteksnya. Satu term tertentu kita lepaskan dari konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai
makna final. Inilah yang Derrida sebut sebagai logosentrisme . Metode dekonstruksi merupakan
proyek filsafat yang berskala raksasa karena Derrida sendiri menunjukkan bahwa filsafat barat
seluruhnya bersifat logosentris. Dengan demikian, dekonstruksi mengkritik seluruh proyek
filsafat barat.
b. Differance
Dalam karyanya, Of Grammatology, Derrida berusaha menunjukkan bahwa struktur
penulisan dan gramatologi lebih penting dan bahkan “lebih tua” ketimbang yang dianggap
sebagai struktur murni kehadiran diri (presence-to- self), yang dicirikan sebagai kekhasan atau
keunggulan lisan atau ujaran.
Derrida menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke tanda-tanda lain dan kita tidak akan
pernah sampai ke suatu tanda yang hanya merujuk ke dirinya sendiri. Maka, tulisan bukanlah
tanda dari sebuah tanda, namun lebih benar jika dikatakan bahwa tulisan adalah tanda dari semua
tanda-tanda. Dan proses perujukan yang tidak terhingga (infinite) dan tidak habis-habisnya ini
tidak akan pernah sampai ke makna itu sendiri. Inilah pengertian “tulisan” yang ingin ditekankan
Derrida. Derrida menggunakan istilah arche-writing, yakni tulisan yang merombak total
keseluruhan logika tentang tanda. Jadi, tulisan yang dimaksud Derrida bukanlah tulisan (atau
tanda) sederhana, yang dengan mudah dianggap mewakili makna tertentu.
Dilihat dengan cara lain, tulisan merupakan prakondisi dari bahasa, dan bahkan telah ada
sebelum ucapan oral. Maka tulisan malah lebih “istimewa” daripada ujaran. Tulisan adalah
bentuk permainan bebas dari unsur-unsur bahasa dan komunikasi. Tulisan merupakan proses
perubahan makna terus-menerus dan perubahan ini menempatkan dirinya di luar jangkauan
kebenaran mutlak (logos).
Jadi, tulisan bisa dilihat sebagai jejak, bekas-bekas tapak kaki, yang harus kita telusuri
terus-menerus, jika ingin tahu siapa si empunya kaki (yang kita anggap sebagai makna yang mau
dicari). Proses berpikir, menulis dan berkarya berdasarkan prinsip jejak inilah yang disebut
Derrida sebagai differance.
Differance adalah kata Perancis yang jika diucapkan pelafalannya persis sama dengan kata
difference. Kata-kata ini berasal dari kata differer-differance-difference, tidak hanya dengan
mendengar ujaran (karena pelafalannya sama), tetapi harus melihat tulisannya. Di sinilah letak
keistimewaan kata ini, hal inilah yang diyakini Derrida membuktikan bahwa tulisan lebih unggul
ketimbang ujaran.
17 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

Proses differance ini menolak adanya petanda absolut atau “makna absolute,” makna
transendental, dan makna universal, yang diklaim ada oleh De Saussure dan oleh pemikiran
modern pada umumnya.
Menurut Derrida, penolakan ini harus dilakukan karena adanya penjarakan (spacing), di
mana apa yang dianggap sebagai petanda absolut sebenarnya hanyalah selalu berupa jejak di
belakang jejak. Selalu ada celah atau kesenjangan antara penanda dan petanda, antara teks dan
maknanya. Celah ini membuat pencarian makna absolut mustahil dilakukan. Setelah “kebenaran”
ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak “kebenaran” lain di depannya, dan begitu seterusnya.
Jadi, apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian tunggal yang “ada di
depan,” tidaklah ada dan tidak ada satu pun yang bisa dijadikan pegangan. Karena, satu-satunya
yang bisa dikatakan pasti, ternyata adalah ketidakpastian, atau permainan. Semuanya harus
ditunda atau ditangguhkan (deferred) sembari kita terus bermain bebas dengan perbedaan (to
differ). Inilah yang ditawarkan Derrida, dan posmodernitas adalah permainan dengan
ketidakpastian.

4. Kritik postmodern terhadap narasi-narasi modern

a. Postmodern dan Kapitalisme

Kapitalisme atau modernisme, menurut teori ini, menyebabkan manusia dipandang sebagai
barang yang bisa diperdagangkan – nilainya (harganya) ditentukan oleh seberapa besar yang bisa
dihasilkannya
Menurut para pemikir postmodern, modernitas itu ditandai dengan sifat totaliternya akal budi
manusia yang menciptakan sistem-sistem seperti sistem ekonomi, sosial, politik, dsb. Sistemsistem itu akhirnya memenjarakan manusia sendiri sebagai budak dari sistem yang tidak
menghargai sama sekali ‘dunia kehidupan’.
b. Postmodern dan Positivisme

Nietzsche adalah tokoh postmodern yang temasuk pengkritik pandangan positivisme
August Comte. Menurut Comte, subyek (manusia-red) mampu menangkap fakta kebenaran,
sejauh hal itu faktual, dapat didindara, positif dan eksak. Akan tetapi menurut Nietzsche ,
manusia tidak tidak dapat menangkap fakta. Apa yang dilakukan manusia untuk menangkap
18 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

objek itu hanyalah sekedar interpretasi. (ST. Sunardi,1999:67-68)
Banyak pernyataan bahwa Nietzsche tidak percaya bahwa kita bisa mengetahui kebenaran.
Fakta kebenaran itu tidak ada, yang ada hanyalah interpretasi dan dan perspektif. Maka dengan
dengan sendirinya tidak ada kebenaran universal yang tunggal. Penafsiran itu tidak itu tidak
menghasilkan makna final, yang ada hanyalah pluralitas. (ST. Sunardi,1999:180) sehingga bagi
Nietzsche , kebenaran adalah suatu kekeliruan yang berguna untuk mempertahankan arus hidup.

5. Tanggapan Terhadap Postmodern
Konsepsi epistemologis post-modern yang belum jelas merupakan persoalan yang cukup
mendasar. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam interpretasi, setiap orang mempunyai sudut
pandang dan perspektif sendiri-sendiri (berbeda-beda). Dalam perpektif, subjek-subjek tertentu
bisa dianggap benar, namun bisa jadi keliru bagi perspektif subjek yang lain.
Jika pada masa Modern, manusia mengingkari agama oleh karena pengaruh rasionalitas,
namun pada masa Postmodern ini manusia mengingkari agama dengan irrasionalitas. Pada
postmodern ini bermunculan agama-agama baru buatan manusia (--isme) yang merupakan hasil
sinkritisme dan pluralisme. Tidak ada kebenaran absolut dalam agama apapun atau mungkin
bahkan dalam kitab suci apapun, yang ada adalah kebenaran relatif, kebenaran menurut masingmasing yang memandangnya, sehingga manusia di sini sebagai hakim penentu kebenaran, dan
bukan Tuhan yang menjadi penentu kebenaran melalui Kitab Suci yang diwahyukannya.
Derrida, melalui teori Dekonstruksi-nya, telah mengantarkan kita pada sebuah model
semiotika ketidakberaturan atau semiotics of chaos. Dekonstruksi menolak kemapanan, menolak
obyektivitas tunggal dan kestabilan makna. Karena itu, Dekonstruksi membuka ruang ‘kreatif’
seluas-luasnya dalam proses pemaknaan dan penafsiran. Itulah Dekonstruksi, yang membuat
setiap orang bebas memberi makna dan mentafsirkan suatu obyek tanpa batas. Ruang makna
terbuka luas. Penghancuran terhadap suatu makna oleh makna baru melahirkan makna-makna
lain. Demikian seterusnya. Sehingg, demikian bebas dan banyaknya makna dan tafsiran
membuat era dekontruktivisme dianggap era matinya makna. Makna menjadi tidak berarti lagi.
Fenomena postmodernisme ini memunculkan berbagai macam persoalan tentang peran iman
dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan rasionalitas yang dianggap telah gagal
melanjutkan proyek pencerahannya, maka dunia tidak lagi diatur oleh kebenaran tunggal dan
sistem mekanis. Segala bentuk kebenaran tunggal ditolak dan direlativkan, demikian juga agama,
teologi dan ajaran iman. Pada saat itulah manusia berada dalam kotak-kotak individualisme yang
berdiri sendiri. Ada yang kemudian jatuh kepada ekstrim fundamentalisme dan yang lain ke arah
sekularisme. Untuk itu, persoalan dasar dalam dunia postmodern ini pertama-tama adalah soal
hermeneutika dan komunikasi. Bahasa menjadi medan hidup yang terus menerus dikembangkan
sebagai bagian dari proses hermeneutik dan komunikasi. Hal ini tidak hanya terjadi dalam
19 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

lingkup ajaran iman agama, teologi, ataupun narasi-narasi besar lainnya, namun juga terjadi di
setiap bidang kehidupan.
Rasionalisme universal manusia modern dengan cita-cita penyempurnaan manusia oleh
manusia sendiri menemui keterbatasannya secara sangat spektakuler dalam abad ini. Rasionalitas
universal itu seolah-olah ambruk.

BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
1. Interaksionisme simbolik merupakan teori dengan kajian utamanya individu. Teori ini
membahas tentang interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol
yang digunakan adalah simbol signifikan seperti bahasa. Dengan menggunakan simbolsimbol tersebut akan menghasilkan suatu makna yang akhirnya bisa dimengerti orang lain.
2. Postmodern yang lahir pertama-tama sebagai reaksi dan kritik terhadap modernisme yang penuh akan
kesalahan dan kegagalan di berbagai bidang (walaupun beberapa tidak sepenuhnya gagal).
Postmodernisme adalah pandangan dunia yang menyangkal semua pandangan dunia. Singkatnya,
postmodernisme mengatakan bahwa tidak ada kebenaran universal yang valid untuk setiap orang.
Individu terkunci dalam persepktif terbatas oleh ras, gender, dan grup etnis masing-masing.
Berbeda dengan filsafat sebelum zaman modern yang mendasari metodenya dengan rasionalitas. Pada
zaman ini seakan-akan tak ada lagi standar kebenaran.
Kritik post-modern terhadap modern bukanlah gugatan ilmiah dan teoritik, melainkan lebih
bersifat emosional. Ia tak membawa konsep yang jelas, hanya mengkritik konsep lama, tidak
memperbaharuinya, dan hanya phenomenon politik saja yang melatarbelakangi kemunculannya,
yakni perang dunia kedua.

B. Saran

20 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

Adapun saran yang dapat diberikan kepada pembaca dan penulis mengenai makalah ini
adalah:
1. Diharapkan kepada pembaca dapat mengembangkan dan melanjutkan penulisan makalah
mengenai teori-teori modern sosiologi.
2. Diharapkan hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan ilmu
pengetahuan bagi pembaca.

21 | T E O R I S O S I A L M O D E R N

DAFTAR PUSTAKA
https://asrikoe.wordpress.com/2011/12/04/teori-interaksionisme-simbolik/
http://maktabah-stid.blogspot.co.id/2009/06/post-modern.html

22 | T E O R I S O S I A L M O D E R N