Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar

Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar

Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar, Kali ini kita akan membahas Pengertian Qada
dan Qadar, Iman Kepada Qada dan Qadar dan Contoh Qada dan Qadar. Menurut bahasa
Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak,
pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan Qadha adalah
ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang
berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian,
peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam Qadar adalah perwujudan atau kenyataan
ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan
iradah-Nya.
Allah Berfirman : yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
(QS .Al-Furqan ayat 2).
Untuk memperjelas pengertian qadha dan qadar, berikut ini dikemkakan Contoh Qada dan
Qadar. Saat ini Abdurofi melanjutkan pelajarannya di SMK. Sebelum Abdurofi lahir, bahkan
sejak zaman azali Allah telah menetapkan, bahwa seorang anak bernama Abdurofi akan
melanjutkan pelajarannya di SMK. Ketetapan Allah di Zaman Azali disebut Qadha.
Kenyataan bahwa saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan kata lain bahwa qadar
adalah perwujudan dari qadha.

2. Hubungan antara Qadha dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha dan qadar
selalu berhubungan erat . Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman
azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha
qadar ibarat rencana dan perbuatan.

Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat AlHijr ayat 21 Allah berfirman, ” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah
khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah, yaitu Qadar
atau takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, ”sudah takdir”,
maksudnya qadha dan qadar.
3.Kewajiban beriman kepada dan qadar
Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang
berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan
Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya: Hendaklah engkau beriman
kepada Allah, malaekat-malaekat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan
beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata”
Tuan benar”. (H.R. Muslim)
Lelaki itu adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran agama
kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaekat

Jibril itu berisi rukun iman. Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha dan
qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu merupakan hati kita. Kita
harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas kehendak Allah.
Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas diri kita. Di
dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan
qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya,
maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak selalu sesuai
dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan kita, hendaklah
kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika
takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita
terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmah
yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa yang
diperbuatnya.
4.Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah
SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan
qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya
”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk

nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah
mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan,
yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara atau
bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).

Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak
sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti
bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia
tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat
kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap
dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ” Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah.
Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.”
Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini
dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ”
Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang
setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta
atas nama Allah”.
Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi
Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang

itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung
menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa
kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal
kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada
Allah”.
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun
manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan
terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar
dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a
kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian
apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat,
bahwa takdir itu ada dua macam :
1.Takdir mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang
siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar
dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur
pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki

keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak
ada pelindung bagi mereka selain Dia. ( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
2.Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan
atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan
mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan
sebagainya.
B. Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar

Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita
dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah
tersebut antara lain:
1.Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan
bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri.
Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Allah Berfirman ”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya),
dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan.
”( QS. An-Nahl ayat 53).
2.Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia

menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun
merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan
berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Allah Berfirman “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada
sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
3.Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu
menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja,
tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar
senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Allah Berfirman “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas
ayat 77)
4.Menenangkan jiwa

Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam
hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika
beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan
berusaha lagi.

Allah Berfirman “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah
kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)

http://www.terpopuler.net/pengertian-iman-kepada-qada-dan-qadar

Qada dan Qadar
Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.
Lompat ke: pandu arah, cari
Rencana ini mengandungi teks
bahasa Arab, ditulis dari kanan ke
kiri dalam suatu gaya crusive
dengan sesetengah huruf
disambungkan. Anda hanya dapat
melihat jika anda mempunyai sokongan

perisian tertentu.

Sebahagian dari siri berkaitan

Islam
Rukun Iman

Allah • Kitab • Malaikat • Nabi
Hari Akhirat • Qada dan Qadar
Rukun Islam

Syahadah • Solat • Puasa
Zakat • Haji
Kota Suci

Makkah • Madinah
Baitulmuqaddis
Hari Raya

Aidilfitri • Aidiladha


Hukum

Al-Quran • Sunnah • Hadis

Sejarah

Garis Masa Sejarah Islam
Khulafa al-Rasyidin
Khalifah • Khilafah

Tokoh Islam

Nabi Muhammad s.a.w
Ahlul Bait • Sahabat Nabi

Mazhab

Ahli Sunah Waljamaah
Hanafi • Syafie

Maliki • Hanbali

Budaya Dan Masyarakat

Akademik • Haiwan • Seni
Takwim • Kanak-kanak
Demografi • Perayaan
Masjid • Dakwah • Falsafah
Sains • Wanita • Politik

Lihat juga

Kritikan • Islamofobia
Glosari

Portal Islam
p•b•s

Qada' (Bahasa Arab: ‫ضاء‬
َ ‫ َق‬, transl.: qaḍāʾ, Melayu: kehendak (Allah)) dan Qadar (Bahasa

Arab: ‫قدر‬, transl.: qadr, Melayu: keputusan; takdir)[1] ialah takdir ketuhanan dalam Islam.[2]
Percaya kepada qada dan qadar adalah Rukun Iman keenam. Iaitu mempercayai bahawa
segala yang berlaku adalah ketentuan Allah semata-mata.[3]Ibnu Hajar al-Asqalani berkata,
“Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan
global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari
ketentuan tersebut"[4]
Hadith:Dari Ibn Abbas r.anhuma meriwayatkan bahawa Jibrail a.s bertanya kepada Baginda
Rasulullah s.a.w: apakah itu iman? Baginda s.a.w menjawab; Imam itu ialah kamu beriman
kepada Allah S.W.T,kepada Hari akirat,kepada malaikat-malaikat, kepada kitab-kitab, kamu
beriman dengan adanya mati dan kehidupan setelah mati, beriman dengan syurga dan neraka,
Penghisaban dan timbangan dan beriman dengan takdir yang berlaku sama ada baik atau
buruk. Jibrail a.s bertanya jika aku buat demikian adakah aku beriman? rasulullah s.a.w
menjawab "jikalau kamu berbuat sedemikian maka kamu sudah beriman. Hadith Musnad
Ahmad [5]
Sebagai seorang Islam, wajiblah Muslim Yakin bahawa segala apa yang kita hendak
laksanakan tidak mampu untuk buat melainkan dengan adanya Izin Allah. Seseorang hendak
buat baik atua buruk perlukan Izin Allah. Ataupun apa yang di rancangan Manusia hanya
akan terlaksana jika di takdirkan Allah. Ada takdir yang mana tidak sesuai dengan apa yang
kita hendak ada takdir yang selari dengan kehendak kita. Lahir di perut siapa ketrunan apa
dan sebaginya bukan sesuatu di atas pilihan kita. Ada takdir yang selari dengan kehenadak
kita seperti pilhan buat baik atau jahat. kita berkehendak buat jahat kadang Allah izinkan dan
kadang Allah tidak Izinkan. sebab itu ia di Hisab sebab perbuatan itu atas pilihan kita dan
dengan Izin Allah sebab itu juga buat baik dapat pahala dan buat jahat dapat dosa.

Percakapan biasa dalam Bahasa Melayu "kita hanya merancangn Tuhan yang tentukan".
Namun yakini baik dan buruk dari Allah adalah Rukun Iman.

Isi kandungan





1
2
3
4

Masalah Qada dan Qadar dengan Usaha
Pandangan selain Ahli Sunnah Waljama'ah
Lihat juga
Rujukan

Masalah Qada dan Qadar dengan Usaha
Segala sesuatu berjalan sesuai dengan takdir dan kehendak-Nya,
sedangkan kehendak-Nya itu pasti terlaksana. Tidak ada kehendak bagi
hamba-Nya melainkan memang apa yang dikehendaki-Nya. Apa yang Dia
kehendaki, pasti terjadi. Dan apa yang tidak Dia kehendaki tak akan
terjadi [6]

Hadith:ُ ‫ َح َدثَنَا َرسُو ُل ل صلَ ل علي ِه و َسلَ َم وهو الصَا ِد‬:‫ال‬
:ُ‫ق ْال َمصْ ُدوْ ق‬
‫ع َْن أَبي َع ْب ِد‬
َ َ‫الرحمن َع ْب ِد لِ ب ِْن َم ْسعُو ٍد را ل عنه ق‬
ِ
ُ
ُ
ْ
ْ
ْ
ْ
َ
ْ
ُ
ُ
ُ
ُ
ً
ً
ً
‫ ث َم یُرْ َس ُل إِلَ ْي ِه‬،َ‫ ث َم یَ ُكوْ نُ ُمضْ َغة ِمث َل َذلِك‬،َ‫ ث َم یَ ُكوْ نُ َعلَقَة ِمث َل َذلِك‬،‫)) إِ َن أَ َحدَآ ْم یُجْ َم ُع خَ لقهُ فِي بَط ِن أ ِم ِه أرْ بَ ِع ْينَ یَوْ ًم ا نُطفَة‬
ُ َ‫ال َمل‬
‫إل هَ َغ ْي ُرهُ إِ َن أَ َحدَآُ ْم‬
‫ فَ َولِ الَ ِذ‬.‫ب ِر ْزقِ ِه َوأَ َجلِ ِه َو َع َملِ ِه َو َشقِ ٌي أَوْ َس ِع ْي ٌد‬
ٍ ‫ك فَيَ ْنفُ ُخ فِ ْي ِه الرُ وْ َح َوی ُْؤ َم ُر بِأَرْ بَ ِع آَلِ َما‬
ِ ‫ت؛ بِ َك ْت‬
ُ‫ َوإِ َن أَ َحدَآ ْم‬.‫ار فَيَ ْد ُخلُهَا‬
َ
ْ
ْ
َ
َ
َ
ُ
َ
َ
َ
َ
ٌ ‫لَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أ ْه ِل ال َجن ِة َحت َما یَكوْ نَ بَ ْينَهُ َوبَ ْينَهَا إِ ِذ َرا‬
ُ ِ‫ع فَيَ ْسب‬
ِ ‫ق َعل ْي ِه الكتِابُ فَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أ ْه ِل الن‬
ٌ ‫ار َحتَ َما یَ ُكوْ نَ بَ ْينَ هُ َوبَ ْينَهَا إِ َ ِذ َرا‬
ُ ِ‫ع فَيَ ْسب‬
‫ رواه‬.(( ‫لجنَ ِة فَيَ ْد ُخلُهَا‬
َ ‫ق َعلَ ْي ِه ال ِكتَابُ فَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل ْا‬
ِ َ‫لَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل الن‬
‫البخار ومسلم‬
Daripada Abu Abdul Rahman Abdullah ibn Mas'uud r.a. beliau berkata: Rasulullah SAW
telah bersabda, dan Baginda adalah seorang yang benar lagi dibenarkan (iaitu dipercayai):
Sesungguhnya setiap orang di kalangan kamu dihimpunkan kejadiannya
dalam perut ibunya selama 40 hari berupa air mani, kemudian menjadi
segumpal darah selama tempoh yang sama, kemudian menjadi seketul
daging selama tempoh yang sama, kemudian dikirimkan kepadanya
seorang malaikat lalu dia menghembuskan padanya ruh dan dia
diperintahkan dengan 4 kalimat; iaitu supaya menulis rezekinya, ajalnya,
amalannya dan adakah dia celaka atau bahagia. Demi Allah Yang tiada
Tuhan melainkanNya, sesungguhnya salah seorang dari kalangan kamu
akan beramal dengan amalan ahli syurga, sehingga jarak antaranya dan
syurga tidak lebih dari sehasta, lalu dia didahului oleh ketentuan tulisan
kitab lantas dia mengerjakan amalan ahli neraka lalu dia memasuki
neraka. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalangan kamu akan
beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antaranya dengan
neraka tidak lebih dari sehasta, lalu dia didahului oleh ketentuan tulisan
kitab lantas dia mengerjakan amalan ahli syurga lalu dia memasuki
syurga.

Hadis riwayat Sahih Bukhari dan Sahih Muslim

[7]

Maka segala perbuatan telah ditakdirkan tidak akan berlaku perubahan sedikitpun di atas apa
yang tertulis di Lauhul Mahfuz. Maka usaha itu adalah perkara asing, manusia perlu berusaha
bukan sebab usaha itu akan mengubah takdir tetapi sebab tidak ada orang yang mengetahui
apa yang ditakdirkan oleh Allah.
Allah berfirman:َ‫ َولُ خَ لَقَ ُك ْم َو َما تَ ْع َملُون‬:
“Allah menciptakan kalian dan Allah menciptakan perbuatan kalian”

[8]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‫إن ل صانع كل صانع وصنعته‬
“Sesungguhnya Allah pencipta setiap pelaku perbuatan dan perbuatannya” (HR. Al Baihaqi,
Syu’abul Iman, No. 188. Dishahihkan Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 1637,
Al Hakim juga menshahihkan, dan disepakati Adz Dzahabi)
Allah juga berfrman lagi:-

َ‫قُلْ فَلِلَ ِه ْال ُح َجةُ ْالبَالِ َغةُ فَلَوْ َشا َء لَهَدَا ُك ْم أَجْ َم ِعين‬:
“Katakan! Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat, maka jika Dia
menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya. [9]

Maka boleh difahami disini ayat quran di atas bukan bererti secara mutlak usaha itu akan
mengubah takdir tetapi usaha yang kita lakukan adalah apa yang Allah telah takdirkan dan
juga hasil dari usahapun seperti apa yang Allah takdirkan.
Boleh berlaku kita nak pergi menunaikan Haji tetapi Allah tidak takdirkan kita untuk pergi
menunaikan Haji sedang kita dah berazam maka pada kedaan ini kita perlukan izin Allah
untuk lakukan walaupun perkara baik. Dalam kata lain Allah tidak takdirkan kita untuk pergi
Menunaikan Haji sedang pahala bagi haji yang sempurna akan di perolehi kerana niat itu.
Begitu juga dalam keadan satu orang yang berazam sunguh-sunguh untuk mencuri; tetapi
Allah tidak takdirkan dia untuk curi maka dia tetap tidak akan dapat mencuri tetapi dari segi
dosa dia tetap akan dapat dosa seolah-olah dia telah mencuri.
Hadith:Daripada Abu al-'Abbas, Abdullah ibn Abbas, r.anhuma beliau berkata Aku
pernah duduk di belakang Nabi SAW pada suatu hari, lalu Baginda
bersabda kepadaku: Wahai anak! Sesungguhnya aku mahu ajarkan
engkau beberapa kalimah: Peliharalah Allah nescaya Allah akan
memeliharamu. Peliharalah Allah nescaya engkau akan dapati Dia di
hadapanmu. Apabila engkau meminta, maka pintalah dari Allah. Apabila
engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan dengan Allah.

Ketahuilah bahawa kalau umat ini berkumpul untuk memberikan sesuatu
manfaat kepadamu, mereka tidak akan mampu memberikanmu manfaat
kecuali dengan suatu perkara yang memang Allah telah tentukan
untukmu. Sekiranya mereka berkumpul untuk memudharatkan kamu
dengan suatu mudharat, nescaya mereka tidak mampu memudharatkan
kamu kecuali dengan suatu perkara yang memang Allah :telah
tentukannya untukmu. Pena-pena telah diangkatkan dan
lembaranlembaran telah kering (dakwatnya).
Hadis riwayat al-lmam al-Tirmizi. Beliau berkata: la adalah Hadis Hasan
Sohih.[10]

Jadi tampa izin Allah tidak ada apapun yang akan berlaku.
Maka disini akan timbul beberap persoalan:Adakah jadi jahat dan baik itu ditakdirkan oleh Allah juga?
Maka jawapan adalah ia Allah tetapkan namun perlu diingat apa yang Allah takdirkan itu
bukanlah sesuatu yang bercanggah dengan kehendak hamba itu. Maka satu orang jadi jahat
dan baik kerana kehendak dia dan Allah takdirkan dia jadi jahat atau baik bersamaan dengan
kehendak hamba-Nya itu.

Pandangan selain Ahli Sunnah Waljama'ah
Di atas Adalah Akidah Ahli Sunnah Waljma'ah berkenan Qada dan Qadar.
Manakalah golongan yang mengatakan Allah tidak tetapkan perbutan manusia adalah akidah
Qadariyah(akidah ini ditentang oleh Imam Abu hanifah dan Imam syafie) dan Akidah
Muktazillah(ditentang oleh Imam Hambali dan beliau di penjarakan oleh pengusa yang
berakidah Muktazilah) dan pada akhir zaman ini muncul gerakan Hizbut Tahrir[11] yang mana
mereka juga mengatakan perbuatan manusia bukanlah sesuatu yang Allah tetapkan.
Imam Abu Ya'qub Yusuf B. Yahya al-Buwaithi (murid Imam asy-Syaf'i)
pernah bertanya kepada Imam asy-Syaf'i:
"Bolehkah aku bersolat di belakang orang Syiah Rafdhah (sebagai
makmum)?"
Imam asy-Syaf'i berkata, "Jangan bersolat di belakang orang Syi'ah, orang
Qadariyyah, dan orang-orang Murji'ah."
Aku bertanya lagi, sebutkan ciri-ciri mereka kepadaku?
Jawab imam asy-Syaf'i, "Sesiapa yang mengatakan Iman cukup dengan
perkataan maka dia adalah pengikut murji'ah. Sesiapa yang mengatakan
Abu Bakr dan 'Umar bukan imam (khalifah), maka dia Syi'ah Rafdhah.
Dan sesiapa yang mengatakan perbuatan hamba bergantung kepada
kehendaknya semata-mata maka dia adalah pengikut qadariyah." [12]

Manakala golongan yg serahkan semua pada Allah tampa ada sebarang usaha itu adalah
Jabriyah (Akidah yang salah menurut ulamak-ulamak muktabar) mereka juga mengatakan
manusia jadi jahat atau baik kerna paksaan.
Akidah-Akidah yang menyimpang ini adalah kerana menyalahfahami maksud Qada dan
Qadar.

http://ms.wikipedia.org/wiki/Qada_dan_Qadar

ARTI IMAN PADA QODHO DAN QODAR
By: kulsumpati
Jul 22 2010

Kategori: Uncategorized
Tinggalkan Sebuah Komentar
ARTI IMAN KEPADA QADHA DAN QODAR
1. A. Arti Beriman Kepada Qadha dan Qodar

Rukun iman yang keenam ádalah mempercayai adanya qadha dan qodar. Qodha artinya
ketentuan atau keputusan Allah kepada mahluknya yang akan terjadi baik di dunia maupun di
akherat, sedangkan qodar ádalah segala sesuatu ketentuan atau ketetapan Allah yang telah
terjadi atas mahluknya. Pendek kata qadha ádalah rencana Allah yang akan terjadi sedang
jika rencana tersebut sudah terjadi menjadi kenyataan pada diri mahluknya disebut qodar.
Segala sesuatu yang ada di dunia ini telah di tentukan qadha oleh Allah, sebagaima dijelaskan
dalam Q.S. Al Hidayat ayat 22 yang berarti:
“ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di Bumi dan ( Tidak pula ) pada dirimu sendiri
melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh ) sebelum kami menciptakannya,
Sesungguhnya yang demikian itu ádalah mudah bagi Allah.”
Jadi arti beriman kepada Qodha Qodar Allah artinya mempercayai dengan sepenuh hati
bahwa Allah SWT telah menetapkan Qadha dan Qodar mahluknya yang bersifat Azali. Azali
Artinya ketetapan itu sudah ada sebelum keberadaan atau kelahiran mahluk tersebut.
1. B. Ciri – ciri beriman kepada Qodha dan qodar:

Orang yang percaya pada Qodha dan qodar Allah tidak akan pasrah tanpa berbuat sesuatu,
karena merasa nasibnya sudah ditentukan Allah. Sebab manusia tidak akan tahu apakah
takdirnya itu muallaq atau mubram sebelum dia berusaha keras dan berdo’a untuk
mendapatkan keinginannya. Dalam Q.S. Ar Ra’du ayat 11 Allah Berfirman yang artinya :
“ Sesunnguhnya allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan orang yang beriman kepada Qodha dan Qodar
memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1. Tidak sombong, karena kelebihan dan keberhasilan yang ia miliki
merupakan takdir Allah dan Manusia hanya diwajibkan untuk berihtiar.
2. Sabar dalam menerima cobaan dan musibah, karena ia yakin bahwa
segala sesuatu mengenai dirinya maupun orang lain ádalah merupakan
ketentuan Allah sehingga manusia hanya menjalannya estela berusaha.
3. Optimis dan tidak rendah diri, ia tidak menyesali nasib dan kekurangan
yang dimiliki karena apa saja yang dimiliki seseorang merupakan
bagiannya yang sudah diítakdirkan.
4. Qonaah, karena dia sudah merasa cukup dengan yang dimilikinya setelah
berusaha.
5. Pantang menyerah, tak kenal putus asa selalu berusaha dan berihtiar
mencari takdir yang terbaik.
1. C. Hubungan antara Qadha dan Qadar

Qadha adalah rencana Allah yang akan terjadi, sedangkan Qadar adalah jika rencana tersebut
sudah terjadi menjadi kenyataan pada diri mahluknya. Beriman pada Qadha dan Qadar akan
membuat orang menjadi tenang mantap dan tidak mudah putus asa maupun bersedih yang
berlebihan karena sebagai manusia yang diciptakan oleh tuhannya dia hanya diwajibkan
berusaha sedangkan yang menentukan hasilnya adalah Allah.
Dalam istilah seharí – hari Qodar beserta usaha manusia biasa disebut takdir. Takdir Allah
ada yang tetap atau sama sekali tidak dapat berubah yang disebut dengan takdir Mubram.
Sedangkan takdir Allah yang masih bisa berubah dengan usaha manusia disebut dengan
Takdir Muallaq.
1. Takdir Mubram

Yaitu ketentuan Allah yang pasti terjadi terhadap segala sesuatu dan tidak bisa diusahakan
atau dielakkan oleh siapapun. Contoh : Penciptaan dan pengaturan dan pengaturan alam
semesta seperti Matahari Terbit dari timur, datangnya hari Kiamat, Jenis kelamin anak yang
dilahirkan, kematian mahluk hidup, dan lain – lain. Dalam Q.S. An Nisa ayat 78 yang artinya:
“ Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka
mengatakan : “ ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya
(datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang – orang itu (orang munafik) hampir –
hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”.

Contoh kongritnya Amin sama sekali tidak tahu mengapa ia dilahirkan seperti sekarang ini,
dari bapak ibu yang berkulit sawo matang, mempunyai pekerjaan tukang becak, bertempat
tinggal di Pati. Seandainya ia bisa memilih mungkin dia ingin dilahirkan dari orang tua yang
berkulit putih dan ganteng, orang tua yang konglomerat dan tinggal di Eropa. Tetapi hal itu
tidak bisa terjadi, inilah yang disebut takdir Mubram.
1. Takdir Muallaq.

Yaitu ketentuan Allah terhadap sesuatu yang dalam pelaksanaannya Allah memberi peran
serta kepada manusia untuk berusaha atau berihtiar. Contoh: Kepandaian, kekayaan,
keberhasilan, dan lain –lain. Kepandaian, kekayaan, dan keberhasilan masing – masing orang
telah ditakdirkan oleh allah, tetapi untuk merealisasikan takdir itu Allah memberi peran
kepada manusia untuk berusaha atau berihtiar.
1. D. Fungsi iman lepada Qadha dan Qadar.

Selain akan menentukan sempurna tidaknya iman seseorang, iman kepada Qadha dan Qodar
mempunyai beberapa manfaat atau fungsi bagi kehidupan manusia, yaitu:
1. 1. Mengendalikan kesedihan dan kegembiraan yang berlebihan.

Dengan percaya bahwa segala sesuatu baik kesengsaraan maupun kenikmatan adalah
merupakan ketentuan dan ketetapan dari Allah SWT, maka apabila seseorang mendapatkan
sesuatu yang tidak menyenangkan maka dia tidak akan bersedih hati secara berlebih –
lebihan, begitu juga apabila mendapatkan sesuatu keberhasilan mereka tidak akan
membanggakan dan menyombongkan diri, karena mereka meyakini bahwa semuanya adalah
merupakan ketentuan Allah SWT. Firman Allah dalam Q.S. Al Hadid ayat 23 yang artinya:
” (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kmu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membnggakan diri”
1. 2. Menumbuhkan kesadaran seseorang untuk mau menerima
kenyataan.

Percaya pada Qadha dan Qodar membuat seseorang menerima apa saja yang terjadi pada
dirinya, sehingga tidak menyesali sesuatu yang ada atau yang telah mereka lakukan.
1. 3. Menumbuhkan rasa optimis dan percaya diri.

Orang yang percaya bahwa apa yang ada di pada seseorang adalah merupakan takdir Allah,
mereka tidak akan merasa rendah diri atau minder dan putus asa karena kondisi dan keadaan
yang ada pada dirinya.
1. 4. Menumbuhkan rasa tenang dan tawakkal lepada Allah.

Percaya pada Qadha dan Qadar membuat seseorang yakin bahwa segala sesuatu terjadi
karena kehendak dan ketetapan Allah, tentu apa saja yang diterima dan dialami akan
diserahkan kepada Allah dzat yang menghendaki dan menetapkan, sehingga hidupnya merasa
tenang dan tidak meliputi rasa kekawatiran.

1. 5. Meningkatkan motifasi untuk berusaha.

Dengan meyakini bahwa takdir itu ada yang muallaq, maka akan meningkatkan motifasi
kepada manusia untuk berusaha dan berihtiar.

http://kulsumpati.wordpress.com/2010/07/22/arti-iman-pada-qodho-dan-qodar/

Memahami Qadha’ dan Qadar (Ketentuan
dan Takdir Allah)
Posted on 3 Maret 2011. Filed under: Akidah | Kaitkata:Agama, Artikel, Iman, Islam,
Jabriyah, Ketentuan Allah, Keyakinan, mukmin, Muslim, Qadar, Qadariyah, Qadha, Takdir,
Taqdir, tauhid |
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah mengutus hambaNya Muhammad shalallahu ‘alaihi
wasallam dengan membawa kebenaran, menyampaikan amanat kepada ummat dan berjihad
dijalanNya hingga akhir hayat. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada
beliau, berikut para keluarga, shahabat dan pengikutnya yang setia.
Dalam pertemuan ini, kami akan membahas suatu masalah yang kami anggap sangat penting
bagi kita umat Islam, yaitu masalah Qadha’ dan Qadar. Mudah-mudahan Allah Ta’ala
membukakan pintu karunia dan rahmatNya bagi kita, menjadikan kita termasuk para
pembimbing yang mengikuti jalan kebenaran dan para pembina yang membawa
pembaharuan.
Sebenarnya masalah ini sudah jelas, akan tetapi kalau bukan karena banyaknya pertanyaan
dan banyaknya orang yang masih kabur dalam memahami masalah ini serta banyaknya orang
yang membicarakanya, yang kadangkala benar tetapi seringkali salah, di samping itu
tersebarnya pemahaman–pemahaman yang hanya karena mengikuti hawa nafsu dan adanya
orang–orang fasik yang berdalih dengan qadha’ dan qadar untuk kefasikannya, seandainya
bukan karena itu semua, niscaya kami tidak akan berbicara tentang masalah ini.
Sudah sejak dahulu masalah qadha’ dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat
Islam. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam keluar menemui
shahabatnya radhiyallahu ‘anhum, ketika itu mereka sedang berselisih tentang masalah
Qadha’ dan Qadar ( takdir ) maka beliau melarangnya dan memperingatkan bahwa
kehancuran umat – umat terdahulu tiada lain karena perdebatan seperti ini.

.
PENGERTIAN TAUHID & MACAM – MACAMNYA
Walaupun masalah qadha’ dan qadar menjadi ajang perselisian di kalangan umat Islam, tetapi
Allah Ta’ala telah membuka hati para hambaNya yang beriman, yaitu para salaf shaleh yang
mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut
mereka qadha’ dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah Ta’ala atas makhlukNya. Maka
masalah ini termasuk dalam salah satu diantara tiga macam tauhid menurut pembagian
ulama:
 Pertama: Tauhid AL-Uluhiyah, ialah mengesakan Allah Ta’ala dalam beribadah,
yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
 Kedua: Tauhid Ar-Rububiyah, ialah mengesakan Allah Ta’ala dalam
perbuatanNya , yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta,
menguasai dan mengatur alam semesta ini.
 Ketiga: Tauhid Al-Asma’ was- Shifat, ialah mengesakan Allah Ta’ala dalam asma’
dan sifatNya. Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah
Ta’ala dalam Dzat, Asma’; maupun Sifat.
Iman kepada Qadar adalah termasuk tauhid Ar-Rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad
rahimahullah berkata : “Qadar adalah merupakan kekuasaan Allah Ta’ala “. Karena tak syak
lagi, Qadar (takdir) termasuk qodrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh, di samping itu,
qadar adalah rahasia Allah Ta’ala yang tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat
mengetahuinya kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat
melihatnya. Kita tidak tahu, takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun
untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.
.
PENDAPAT–PENDAPAT TENTANG QADAR
Pembaca yang budiman,
Umat Islam dalam masalah qadar ini terpecah menjadi tiga golongan :
Pertama: mereka yang ekstrim dalam menetapkan qadar dan menolak adanya kehendak dan
kemampuan makhluk. Mereka berpendapat bahwa manusia sama sekali tidak mempunyai
kemampuan dan keinginan, dia hanya disetir dan tidak mempunyai pilihan, laksana pohon
yang tertiup angin. Mereka tidak membedakan antara perbuatan manusia yang terjadi dengan
kemauannya dan perbuatan yang terjadi tanpa kemauannya, tentu saja mereka ini keliru dan
sesat, kerena sudah jelas menurut agama, akal dan adat kebiasaan bahwa manusia dapat
membedakan antara perbuatan yang dikehendaki dan perbuatan yang terpaksa.
Kedua: mereka yang ekstrim dalam menetapkan kemampuan dan kehendak makhluk
sehingga mereka menolak bahwa apa yang diperbuat manusia adalah karena kehendak dan
keinginan Allah Ta’ala serta diciptakan olehNya. Menurut mereka, manusia memiliki
kebebasan atas perbuatannya. Bahkan ada diantara mereka yang mengatakan bahwa Allah

Ta’ala tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh manusia kecuali setelah terjadi. Mereka
inipun sangat ekstrim dalam menetapkan kemampuan dan kehendak makhluk.
Ketiga: mereka yang beriman, sehingga diberi petunjuk eleh Allah Ta’ala untuk menemukan
kebenaran yang telah diperselisihkan. Mereka itu adalah Ahlussunnah Wal Jamaah. Dalam
masalah ini mereka menempuh jalan tengah dengan berpijak di atas dalil syar’i dan dalil aqli.
Mereka berpendapat bahwa perbuatan yang dijadikan Allah Ta’ala di alam semesta ini
terbagi atas dua macam :
1- Perbuatan yang dilakukan oleh Allah Ta’ala terhadap makhlukNya. Dalam hal ini tak ada
kekuasaan dan pilihan bagi siapapun. Seperti turunnya hujan, tumbuhnya tanaman,
kehidupan, kematian, sakit, sehat dan banyak contoh lainnya yang dapat disaksikan pada
makhluk Allah Ta’ala. Hal seperi ini, tentu saja tak ada kekuasaan dan kehendak bagi
siapapun kecuali bagi Allah Ta’ala yang maha Esa dan Kuasa.
2- Perbuatan yang dilakukan oleh semua makhluk yang mempunyai kehendak. Perbuatan ini
terjadi atas dasar keinginan dan kemauan pelakunya; karena Allah Ta’ala menjadikannya
untuk mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

َ ‫شاء منكُم أ‬
َ ‫من‬
‫م‬
‫ي‬
‫ق‬
‫ت‬
‫س‬
‫ي‬
‫ن‬
ِ
َ
َ
ْ
َ
ْ ِ
َ ِ‫ل‬

“Bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus”. (At Takwir: 28).

َ‫آ َرة‬
ِ ‫من يُرِيد ُ اخ‬
ِ َ‫من يُرِيد ُ الدّنْيَا و‬
ِ
ّ ‫منكُم‬
ّ ‫منكُم‬
“Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang
menghendaki akhirat”.( Ali Imran : 152)

َ ‫من‬
َ ‫من‬
‫شاء فَلْيَكْف ُْر‬
ِ ْ‫شاء َفلْيُؤ‬
َ َ ‫من و‬
َ َ‫ف‬
“ Maka barang siapa yang ingin ( beriman ) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang
ingin (kafir) biarlah ia kafir “ ( Al-Kahfi: 29)
Manusia bisa membedakan antara perbuatan yang terjadi kerena kehendaknya sendiri dan
yang terjadi karena terpaksa. Sebagai contoh, orang yang dengan sadar turun dari atas rumah
melalui tangga, ia tahu kalau perbuatannya atas dasar pilihan dan kehendaknya sendiri. Lain
halnya kalau ia terjatuh dari atas rumah, ia tahu bahwa hal tersebut bukan karena
kemauannya. Dia dapat membedakan antara kadua perbuatan ini, yang pertama atas dasar
kumauannya dan yang kedua tanpa kemauannya. Dan siapapun mengetahui perbedaan ini.
Begitu juga orang yang menderita sakit beser umpamanya, ia tahu kalau air kencingnya
keluar tanpa kemauanya. Tetapi apa bila ia sudah sembuh, ia sadar bahwa air kencingnya
keluar dengan kemauannya. Dia mengetahui perbedaan antara kedua hal ini dan tak ada
seorangpun yang mengingkari adanya perbedaan tersebut.
Demikian segala hal yang terjadi pada diri manusia, dia mengetahui, perbedaan antara mana
yang terjadi dengan kemauannya dan mana yang tidak.
Akan tetapi, karena kasih sayang Allah Ta’ala, ada diantara perbuatan manusia yang terjadi
atas kemauanNya namun tidak dinyatakan sebagai perbuatannya. Seperti perbuatan orang

yang kelupaan, dan orang yang sedang tidur. Firman Allah Ta’ala dalam kisah Ashabul Kahfi
:

ّ
‫ال‬
‫ات‬
‫م‬
ِ َ ‫ات الْي‬
َ ‫الش‬
َ َ ‫ين َوذ‬
َ َ‫م ذ‬
ْ ُ‫وَنُقَلّبُه‬
ِ“..Dan‫م‬
ِ
kami balik – balikkan mereka ke kanan dan ke kiri …” (Al- Kahfi: 18)
Padahal mereka sendiri yang sebenarnya berbalik ke kanan dan berbalik ke kiri, tetapi Allah
Ta’ala menyatakan bahwa Dia-lah yang membalik–balikkan mereka ke kanan dan ke kiri,
sebab orang yang sedang tidur tidak mempunyai kemauan dan pilihan serta tidak
mendapatkan hukuman atas perbuatannya.
Maka perbuatan tersebut dinisbahkan kepada Allah Ta’ala. Dan sabda Nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Barang siapa yang lupa ketika dalam keadaan berpuasa, lalu makan atau minum, maka
hendaklah ia menyempurnakan puasanya, kerena Allah Ta’ala yang memberinya makan dan
minum “
Dinyatakan dalam hadits ini, bahwa yang memberi makan dan minum adalah Allah Ta’ala ,
karena perbuatannya tersebut terjadi di luar kesadarannya, maka seakan–akan terjadi tanpa
kemauannya.
Kita semua mengetahui perbedaan antara perasaan sedih atau perasaan senang yang kadang
kala dirasakan seseorang dalam dirinya tanpa kemauannya serta dia sendiri tidak mengetahui
sebab dari kedua perasaan tersebut yang timbul dari perbuatan yang dilakukan oleh dirinya
sendiri. Hal ini, alhamdulillah, sudah cukup jelas dan gamblang.
Istilah penting :
 Jabri ialah orang yang berpendapat bahwa manusia itu terpaksa dalam perbuatannya,
tidak mempunyai kehendak dan keinginan. Jabariyyah adalah pemahaman yang
dimaukan orang Jabri.
 Qadari ialah orang yang berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan dalam
perbuatannya dan mengingkari adanya takdir. Qadariyyah adalah pemahaman yang
dimaukan orang Qadari.
SANGGAHAN ATAS PENDAPAT PERTAMA
Pembaca yang budiman,
Seandainya kita mengambil dan mengikuti pendapat golongan yang pertama, yaitu mereka
yang ekstrim dalam menetapkan qadar, niscaya sia-sialah syari’at ini dari tujuan semula.
Sebab bila dikatakan bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dalam perbuatannya, berarti
tidak perlu dipuji atas perbuatannya yang terpuji dan tidak perlu dicela atas perbuatannya
yang tercela. Karena pada hakekatnya perbuatan tersebut dilakukan tanpa kehendak dan
keinginan darinya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Allah Ta’ala Maha Suci dari pendapat dan
paham yang demikian ini.
Adalah merupakan kezhaliman, jika Allah Ta’ala menyiksa orang yang berbuat maksiat yang
perbuatan maksiat tersebut terjadi bukan dengan kehendak dan keinginannya.
Pendapat seperti ini sangat jelas bertentangan dengan firman Allah Ta’ala :

َ
َ ‫وَقَا‬
‫م‬
ِ ْ ‫ أل‬. ٌ ‫ما لَدَيّ عَتِيد‬
َ ‫قيَا ِفي‬
َ ّ ‫جهَن‬
َ ‫ه هَذَا‬
ُ ُ ‫ل قَرِين‬
ّ ُ‫ك‬
‫ الّذِي‬. ‫يب‬
َ ْ ‫اع لّل‬
ّ ‫من‬
ّ ٍ‫معْتَد‬
ُ ِِ‫خيْر‬
ّ . ٍ‫ل كَفّارٍ عَنِيد‬
ٍ ِ‫مر‬
ٍ
َ ‫ل مع اللّه إلَها آآر فَأ‬
ْ
ْ
َ
‫اب‬
‫ذ‬
‫ع‬
‫ال‬
‫ي‬
‫ف‬
ِ
‫ه‬
‫ا‬
‫ي‬
‫ق‬
‫ل‬
ِ ُ َ ِ
َ
َ َ َ َ ‫جع‬
َ
ِ
َ َ ً ِ ِ
َ
َ ‫ قَا‬. ِ‫الشدِيد‬
ّ
‫ن‬
َ ‫ه وَلَكِن كَا‬
ُ ُ ‫ما أطْغَيْت‬
َ ‫ه َربّنَا‬
ُ ُ ‫ل قَرِين‬
َ ‫ قَا‬. ٍ‫ل بَعِيد‬
ْ َ ‫ل َل ت‬
ِ َ ‫خت‬
ْ ‫موا لَدَيّ وَقَد‬
َ ‫فِي‬
ُ ‫ص‬
ٍ ‫ض َل‬
ُ ْ‫ل الْقَو‬
ُ ّ ‫ما يُبَد‬
‫ما‬
ِ َ‫ت إِلَيْكُم بِالْو‬
َ َ‫ل لَدَيّ و‬
َ . ِ‫عيد‬
ُ ‫م‬
ْ ّ ‫قَد‬
َ
ِ‫أنَا بِظ َ ّلم ٍ لّلْعَبِيد‬
“Dan ( malaikat ) yang menyertai dia berkata : ” inilah (catatan amalnya ) yang tersedia pada
sisiku, Allah berfirman: “Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang
sangat ingkar dan keras kepala; yang sangat enggan melakukan kebaikan, melanggar batas
lagi ragu-ragu; yang menyembah sesembahan yang lain beserta Allah, maka lemparkanlah
dia ke dalam siksaan yang sangat (pedih ). Sedang ( syaitan ) yang menyertai dia berkata : “
ya Robb kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang
jauh’. Allah berfirman : “ Janganlah kamu bertengkar d ihadapanku, padahal sesungguhnya
Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu. Keputusan di sisiKu tidak dapat di ubah,
dan aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hambaKu ( Qaaf : 23- 29)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menjelaskan bahwa siksaan dariNya itu adalah kerena
keadilanNya, dan sama sekali Dia tidak zhalim terhadap hamba-hambaNya. Sebab Allah
Ta’ala telah memberikan peringatan dan ancaman kepada mereka, telah menjelaskan jalan
kebenaran dan jalan kesesatan bagi mereka, akan tetapi mereka memilih jalan kesesatan,
maka mereka tidak akan memiliki alasan di hadapan Allah Ta’ala untuk membantah
keputusanNya.
Andaikata kita menganut pendapat yang batil ini, niscaya sia-sialah firman Allah Ta’ala ini:

ّ َ ‫مب‬
‫اس عَلَى‬
َ ‫ين لِئَل ّ يَكُو‬
ُ ‫ّر‬
ُ َ‫ين و‬
ّ ً ‫سل‬
َ ِ‫منذِر‬
َ ِ‫شر‬
ِ ّ ‫ن لِلن‬
‫ما‬
ٌ ‫ج‬
َ ‫ه عَزِي ًزا‬
َ ‫ل وَكَا‬
ّ ‫ح‬
ُ ِ‫اللّه‬
ُ ‫الر‬
ً ‫حكِي‬
ُ ّ ‫ن الل‬
ِ ‫س‬
ّ َ ‫ة بَعْد‬

“(Kami utus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan
agar supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah di utusnya Rasulrasul itu. Dan Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “. (An-Nisaa’: 165)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menjelaskan bahwa tidak ada alasan lagi bagi manusia setelah di
utusnya para Rasul, karena sudah jelas hujjah Allah Ta’ala atas mereka. Maka seandainya
masalah qadar bisa dijadikan alasan bagi mereka, tentu alasan ini akan tetap berlaku

sekalipun sesudah di utusnya para Rasul. Karena qadar ( takdir) Allah Ta’ala sudah ada sejak
dahulu sebelum diutusnya para Rasul dan tetap ada sesudah di utusnya mereka.
Dengan demikian pendapat ini adalah batil karena tidak sesuai dengan nash (dalil) dan
kenyataan, sebagaimana telah kami uraikan dengan contoh- contoh di atas.
SANGGAHAN ATAS PENDAPAT KEDUA
Adapun pendapat kedua, yaitu pendapat golongan yang ekstrim dalam menetapkan
kemampuan manusia, maka pendapat inipun bertentangan dengan nash dan kenyataan. Sebab
banyak ayat yang menjelaskan bahwa kehendak manusia tidak lepas dari kehendak Allah
Ta’ala. Firman Allah:

َ ُ ‫شاء منك‬
َ َ ‫ما ت‬
َ ‫من‬
‫ن إ ِ ّل‬
َِ ‫قي‬
ِ َ ‫ست‬
َ ‫شاؤُو‬
ْ َ ‫م أن ي‬
َ َ‫ و‬. ‫م‬
ْ ِ
َ ِ‫ل‬
َ َ ‫أَن ي‬
‫ين‬
ِ َ ‫ب الْعَال‬
ّ ‫ه َر‬
ُ ّ ‫شاء الل‬
َ ‫م‬

“ (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak
dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila di kehendaki oleh Allah, Tuhan
semesta Alam “. (At Takwir : 28- 29)

َ ّ ‫وَ َرب‬
َ َ ‫ما ي‬
ْ َ ‫شاء وَي‬
ْ َ‫ك ي‬
ُ‫خي َ َرة‬
ِ ْ ‫م ال‬
َ ‫خت‬
َ ‫ما كَا‬
ُ ُ‫ن لَه‬
َ ‫ار‬
َ ُ‫خلُق‬
ُ
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada
pilihan bagi mereka” ( Al Qashash: 68)

َ َ ‫من ي‬
‫شاء‬
ّ ‫ه يَدْعُو إِلَى دَارِ ال‬
َ ‫سلَم ِ وَيَهْدِي‬
ُ ّ ‫وَالل‬
ٍِ‫قيم‬
ِ َ ‫ست‬
ٍ ‫ص َرا‬
ِ ‫إِلَى‬
ْ ‫م‬
ّ ‫ط‬

“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang
dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam)” (Yunus: 25).

Mereka yang menganut pendapat ini sebenarnya telah mengingkari salah satu dari rububiyah
Allah, dan berprasangka bahwa ada dalam kerajaan Allah ini apa yang tidak dikehendaki dan
tidak di ciptakanNya. Padahal Allah lah yang menghendaki segala sesuatu, menciptakannya
dan menentukan qadar (takdir) nya.
Sekarang kalau semuanya kembali kepada kehendak Allah dan segalanya berada di Tangan
Allah, lalu apakah jalan dan upaya yang akan ditempuh seseorang apa bila dia telah di
takdirkan Allah tersesat dan tidak dapat petunjuk ?
Jawabnya : bahwa Allah Ta’ala menunjuki orang-orang yang patut mendapat petunjuk dan
menyesatkan orang-orang yang patut menjadi sesat. Firman Allah :

َ
‫ه َل يَهْدِي‬
ُ ّ ‫م وَالل‬
ْ ُ‫ه قُلُوبَه‬
ُ ّ ‫ما َزاغُوا أ َزاغَ الل‬
ّ َ ‫فَل‬
‫ين‬
ِ ‫س‬
ِ ‫م الْفَا‬
َ ْ‫الْقَو‬
َ ‫ق‬

“Maka tatkala mereka berpaling ( dari kebenaran ) Allah memalingkan hati mereka; dan
Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”. (Ash Shaf : 5)

‫م‬
ْ َ ‫ما ن‬
ِ ‫ق‬
َ َ‫م و‬
ْ ُ‫جعَلْنَا قُلُوبَه‬
ْ ُ‫م لَعنّاه‬
ْ ُ‫ميثَاقَه‬
ّ ‫ضهِم‬
َ ِ ‫فَب‬
‫حظّا‬
ً َ ‫سي‬
ِ ‫موَا‬
ِ ‫قَا‬
َ ْ ‫سوا‬
َ ‫ح ّرفُو‬
َ ُ‫ة ي‬
ُ َ ‫ضعِهِ وَن‬
ّ ‫م عَن‬
َ ِ ‫ن الْكَل‬
ِ‫ما ذُك ّ ُروا ْ بِه‬
ّ ‫م‬
ّ
“(tetapi) kerena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka dan Kami jadikan hati
mereka keras mambatu, mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan
mereka (sengaja) melupakan sebahagian dari apa yang mereka yang telah diberi peringatan
dengannya” . (Al Ma`idah : 13)
Di sini Allah Ta’ala menjelaskan bahwa Dia tidak menyesatkan orang yang sesat kecuali
disebabkan oleh dirinya sendiri. Dan sebagaimana telah kami terangkan tadi bahwa manusia
tidak dapat mengetahui apa yang telah ditakdirkan oleh Allah Ta’ala untuk dirinya. Karena
dia tidak mengetahui takdirnya kecuali apabila sudah terjadi, maka dia tidak tahu apakah dia
ditakdirkan Allah menjadi orang yang tersesat atau menjadi orang yang mendapat petunjuk.
Kalau begitu, mengapa jika seseorang menempuh jalan kesesatan lalu berdalih bahwa Allah
Ta’ala telah menghendakinya demikian? Apa tidak lebih patut baginya menempuh jalan
kebenaran kemudian mengatakan bahwa Allah Ta’ala telah menunjukkan kepadaku jalan
kebenaran.
Pantaskah dia menjadi orang yang jabri kalau tersesat dan qadari kalau berbuat kebaikan ?
Sungguh tak pantas seseorang menjadi jabri ketika berada dalam kesesatan dan kemaksiatan,
kalau ia tersesat atau berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala ia mengatakan : “ ini sudah
takdirku, dan tak mungkin aku dapat keluar dari ketentuan dan takdir Allah”; tetapi ketika
berada dalam ketaatan dan memperoleh taufiq dari Allah untuk berbuat ketaatan dan
kebaikan ia mengatakan : “ini kuperoleh dari diriku sendiri”. Dengan demikian ia menjadi
qadari dalam segi ketaatan dan menjadi “jabri” dalam segi kemaksiatan.
Ini tidak dibenarkan sama sekali, sebab sebenarnya manusia mempunyai kehendak dan
kemampuan.
Masalah hidayah persis seperti masalah rizki dan menuntut ilmu. Sebagaimana kita semua
tahu bahwa manusia telah ditentukan untuknya rizki yang menjadi bagiannya. Namun
demikian dia tetap berusaha untuk mencari rizki ke sana dan kemari baik di daerahnya sendiri
atau di luar daerahnya. Tidak duduk di rumah saja saraya berkata : “ kalau sudah ditakdirkan
untukku rizkiku tentu ia akan datang dengan sendirinya”. bahkan dia akan berusaha untuk
mencari rizki tersebut. Padahal rizki ini disebutkan bersamaan dengan amal perbuatan,
sebagaimana di sebutkan dalam hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan
oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
“Sesungguhnya kalian ini dihimpunkan kejadiannya dalam perut ibu selama empat puluh hari
berupa air mani, kemudian berubah menjadi segumpal darah selama empat puluh hari pula,
kemudian berubah menjadi segumpal daging selama empat puluh hari pula, lalu Allah

mengutus seorang malaikat yang diberi tugas untuk mencatat empat perkara, yaitu rizkinya,
ajalnya, amal perbuatannya dan apakah ia termasuk orang celaka atau bahagia”.
Jadi rizki inipun telah tercatat seperti halnya amal perbuatan, baik ataupun buruk juga telah