Laporan pendahuluan dan Askep Epilepsi
Laporan Pendahuluan Dan Askep Epilepsi Aplikasi
Nanda Nic Noc
septiawanputratanjung.blogspot.co.id /2015/11/laporan-pendahuluan-dan-askep-epilepsi.html
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1
Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan
listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak,
yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik
2
Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar
belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
1.
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.
Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia,
4.
hipokalsemia, hiponatremia)
5.
Tumor Otak
6.
Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
3
Manifestasi Klinis
a.
Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
b.
Kelainan gambaran EEG
c.
Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
d. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
4
Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim
pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui
sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine
ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat
inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh
suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga
seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian
tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan
inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan
dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang
seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu
homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan
ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari
jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung
pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya
tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
a.
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
b.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila
terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
c.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi)
yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d.
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan
oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan
metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin
muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin
mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena
pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas
kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang
hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang
secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara
kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik,
fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
5
Pemeriksaan penunjang
a.
CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal
abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang
didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b.
Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c.
Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
-
mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
-
menilai fungsi hati dan ginjal
-
menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).
-
Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
6
Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
a.
Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
b.
Melakukan terapi simtomatik
c.
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:
-
Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
-
Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
-
Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin,
fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat
tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a.
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b.
Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas.
Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya
menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat
mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela
mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa disebut "aura".
Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada
aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan
untuk langsung beristirahat atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke
dokter atau rumah sakit terdekat.
2.
Setelah Kejang
a.
Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas
paten.
c.
Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d.
Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e.
Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan
penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi
dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan
oleh dokter.
i.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan
perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang
muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang
penderita epilepsi
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CA PARU
1.
Pengkajian
a. Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
b. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan
kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih.
Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat.
Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila
diajak bicara.
c. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d. Riwayat penyakit dahulu:
-
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
-
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
-
Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
-
Tumor Otak
-
Kelainan pembuluh darah
-
demam,
-
stroke
-
gangguan tidur
-
penggunaan obat
-
hiperventilasi
-
stress emosional
e. Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit
keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan
diakibatkan oleh faktor keturunan.
f.
Riwayat psikososial
-
Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
- Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan
penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di masyarakat).
g. Pemeriksaan fisik (ROS)
1)
B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi
2)
B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3)
B3 (brain): penurunan kesadaran
4)
B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5)
B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota tubuh, mengeluh
meriang
2.
Diagnosa
a.
Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,
peningkatan sekresi saliva
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang
pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat
3.
Intervensi
No
Diagnosa
Noc
Nic
1
Resiko cedera b.d aktivitas
kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan).
a. Knowledge : Personal
Safety
Environmental Management
safety
b. Safety Behavior : Faal
Prevention
1. Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
c. Safety Behavior : Falls
occurance
2. Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat
penyakit terdahulu pasien
d. Safety Behavior :
Physical Injury
3. Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail tempat
tidur
5. Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan
yang cukup
9. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
10.
Memindahkan barangbarang yang dapat
membahayakan
.
2
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan
dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan
sekresi saliva
a.
Respiratory status :
1. Pastikan kebutuhan oral /
trachealsuctioning.
Ventilation
2.
b.
Airway patency
c.
Berikan O2
Respiratory status :
Aspiration Control
kriteria hasil :
a. Mendemonstrasika
b. batuk efektif dan
c. suara nafas yang
bersih,tidak ada sianosis
dan dyspneu
3. Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
4. Posisikan pasien untuk
memaksimalkanVentilasi
5. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
6. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
7. Monitor status
hemodinamik
d. Menunjukkan
jalan nafas yang paten
8. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
e.
Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang penyebab.
9. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
f.
Saturasi O2 dalam
g. batas normal
10. Monitor respirasi dan status
O2
11. Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mengencerkan
sekret
3
Kurang pengetahuan
mengenai kondisi dan aturan
pengobatan berhubungan
dengan kurang pemanjaan,
kesalahan interprestasi,
kurang mengingat
a. Kowlwdge : disease
process
b. Kowledge : health
Behavior
Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang
spesifik
Kriteria Hasil :
a. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
b. Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
c. Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang
tepat
4. Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
5. Hindari harapan yang kosong
6. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
7. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
C. Daftar Pustaka
Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda
Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.(2002). BukuAjar Keperawatan Medical Bedah. volume II. Jakarta : ECG
Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of
Desease Process, Second Ed, St Louis, New York
"
Nanda Nic Noc
septiawanputratanjung.blogspot.co.id /2015/11/laporan-pendahuluan-dan-askep-epilepsi.html
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1
Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan
listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak,
yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik
2
Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar
belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
1.
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.
Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia,
4.
hipokalsemia, hiponatremia)
5.
Tumor Otak
6.
Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
3
Manifestasi Klinis
a.
Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
b.
Kelainan gambaran EEG
c.
Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
d. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
4
Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim
pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui
sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine
ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat
inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh
suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga
seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian
tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan
inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan
dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang
seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu
homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan
ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari
jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung
pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya
tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
a.
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
b.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila
terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
c.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi)
yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d.
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan
oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan
metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin
muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin
mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena
pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas
kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang
hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang
secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara
kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik,
fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
5
Pemeriksaan penunjang
a.
CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal
abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang
didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b.
Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c.
Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
-
mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
-
menilai fungsi hati dan ginjal
-
menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).
-
Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
6
Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
a.
Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
b.
Melakukan terapi simtomatik
c.
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:
-
Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
-
Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
-
Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin,
fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat
tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a.
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b.
Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas.
Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya
menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat
mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela
mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa disebut "aura".
Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada
aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan
untuk langsung beristirahat atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke
dokter atau rumah sakit terdekat.
2.
Setelah Kejang
a.
Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas
paten.
c.
Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d.
Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e.
Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan
penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi
dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan
oleh dokter.
i.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan
perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang
muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang
penderita epilepsi
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CA PARU
1.
Pengkajian
a. Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
b. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan
kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih.
Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat.
Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila
diajak bicara.
c. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d. Riwayat penyakit dahulu:
-
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
-
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
-
Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
-
Tumor Otak
-
Kelainan pembuluh darah
-
demam,
-
stroke
-
gangguan tidur
-
penggunaan obat
-
hiperventilasi
-
stress emosional
e. Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit
keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan
diakibatkan oleh faktor keturunan.
f.
Riwayat psikososial
-
Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
- Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan
penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di masyarakat).
g. Pemeriksaan fisik (ROS)
1)
B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi
2)
B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3)
B3 (brain): penurunan kesadaran
4)
B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5)
B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota tubuh, mengeluh
meriang
2.
Diagnosa
a.
Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,
peningkatan sekresi saliva
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang
pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat
3.
Intervensi
No
Diagnosa
Noc
Nic
1
Resiko cedera b.d aktivitas
kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan).
a. Knowledge : Personal
Safety
Environmental Management
safety
b. Safety Behavior : Faal
Prevention
1. Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
c. Safety Behavior : Falls
occurance
2. Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat
penyakit terdahulu pasien
d. Safety Behavior :
Physical Injury
3. Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail tempat
tidur
5. Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan
yang cukup
9. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
10.
Memindahkan barangbarang yang dapat
membahayakan
.
2
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan
dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan
sekresi saliva
a.
Respiratory status :
1. Pastikan kebutuhan oral /
trachealsuctioning.
Ventilation
2.
b.
Airway patency
c.
Berikan O2
Respiratory status :
Aspiration Control
kriteria hasil :
a. Mendemonstrasika
b. batuk efektif dan
c. suara nafas yang
bersih,tidak ada sianosis
dan dyspneu
3. Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
4. Posisikan pasien untuk
memaksimalkanVentilasi
5. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
6. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
7. Monitor status
hemodinamik
d. Menunjukkan
jalan nafas yang paten
8. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
e.
Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang penyebab.
9. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
f.
Saturasi O2 dalam
g. batas normal
10. Monitor respirasi dan status
O2
11. Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mengencerkan
sekret
3
Kurang pengetahuan
mengenai kondisi dan aturan
pengobatan berhubungan
dengan kurang pemanjaan,
kesalahan interprestasi,
kurang mengingat
a. Kowlwdge : disease
process
b. Kowledge : health
Behavior
Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang
spesifik
Kriteria Hasil :
a. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
b. Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
c. Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang
tepat
4. Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
5. Hindari harapan yang kosong
6. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
7. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
C. Daftar Pustaka
Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda
Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.(2002). BukuAjar Keperawatan Medical Bedah. volume II. Jakarta : ECG
Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of
Desease Process, Second Ed, St Louis, New York
"