Suara serak dan phonosurgery Journal

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan Suara dan Phonosurgery
A b dul Ra c hm a n Sa ra g ih.
De p a rte me n Ilm u Pe nya kit THT – KL
Fa kulta s Ke d o kte ra n USU

Abstrak: Suara manusia berguna untuk fungsi-fungsi komunikasi, beberapa dihubungkan dengan bahasa
bicara dan yang lainnya tidak ada hubungan dengan bicara dan bahasa : suara saja dapat
mengkomunikasikan beberapa pesan non verbal. Produksi suara manusia adalah fungsi yang kompleks
yang membutuhkan kontrol neuromuskular yang baik dan terkoordinasi. Variasi– variasi suara dapat
terjadi oleh karena massa, tegangan dan panjang badan vokal fold (ligamen dan otot vokalis), jaringan
laring yang elastik dan tekanan subglotik yang menyeluruh oleh paru, seluruh dari penentuan fibrasi
mukosa vokal fold berguna untuk menghasilkan suara.
Phonosurgery dirancang untuk memperbaiki suara dan terlihat peningkatan ketertarikan para praktisi
pada akhir –akhir ini. Phonosurgery meliputi operasi laringeal internal dengan endoskopi, teknik injeksi,
insisi laser dan tiroplasti eksternal, juga disebut laryngeal framework surgery. Kenyataan dari operasi
ini pada apparatus vokal setelah berhasil selesai dioperasi dapat memberikan hasil yang positif pada
keyakinan pasien, interaksi sosial dan pekerjaannya.
Kata kunci: suara, vokal fold, phonosurgery, operasi laring, teknik injeksi, insisi laser, tiroplasti
eksternal.

Abstract: The human voice serves a number of communicative functions, some associated with spoken
language and others unrelated to speech and language : voice alone can communicate several non verbal
messages. Production of the human voice is a complex function which requires fine neuromuscular
control and coordination. The sound varies according to the mass, tension and length of the vocal fold
body (vocal ligament and vocalis muscle), the elastic recoil of the laryngeal tissues and the subgottic
pressure generated by the lungs, all of which determine vibration of the vocal fold mucosa to produce the
sound of voice.
Phonosurgery is designed to alter phonation and has seen increasing interest by practitioners within
recent years. Phonosurgery includes internal laryngeal surgery by endoscopy, injection techniques, laser
incision, and external thyroplasty, also called laryngeal framework surgery. The truth is that surgery on
the vocal apparatus when successfully accomplished can have a positive impact on a person’s self image,
social interaction, and job performance.
Key words: voice, vocal fold, phonosurgery, laryngeal surgery, injection techniques, laser incisions,
external thyroplasty.

PENDAHULUAN
Produksi suara manusia adalah suara
fungsi kompleks yang memerlukan kontrol
neuromuscular dan koordinasi yang baik. Suara
dihasilkan oleh udara melewati pita suara yang

sudah meregang, dimana dibutuhkan tekanan
udara subglotis yang cukup untuk mendorong
udara melalui glotis.1, 2
Bila udara melalui celah pita suara, hal ini
meyebabkan pita suara bergetar dan mukosa pita
suara mengalami undulasi. Suatu massa atau
perubahan pada kualitas getaran dari mukosa
akan membuat suara menjadi serak karena
terdapatnya gangguan terhadap gelombang pada
mukosa. 2
246

Penanganan yang baik terhadap gangguan
suara tidak hanya dilakukan oleh ahli laringologi
tetapi juga oleh ahli patologi bicara dan guru
menyanyi atau orang yang ahli dalam bidang
pemakaian suara. 3
Phonosurgery dapat didefinisikan sebagai
operasi untuk memperbaiki suara atau
mengembalikan ke suara yang normal. Yang

termasuk phonosurgery adalah : pembedahan
laringeal internal dengan endoskopi, teknik
injeksi, insisi laser, tyroplasty eksternal atau
disebut juga laryngeal frame work surgery.4

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005

Abdul Rachman Saragih

ETIOLOGI
Penyebab suara parau dapat bermacammacam yang prinsipnya mengenai laring dan
sekitarnya. Penyebab ini dapat berupa radang,
tumor (neoplasma), paralisis otot-otot laring,
kelainan laring seperti sikatrik akibat operasi,
fiksasi pada sendi krikoaritenoid dan lain-lain.5
Setiap lesi pada laring dapat mempengaruhi
pergerakan gelombang suara yang menyebabkan
penyimpangan modulasi udara melalui glotis.
Hal ini meliputi inflamasi dan massa pita suara,
gangguan kekakuan asimetris dan simetris

laring.6
GEJALA KLINIS
Kelainan pada laring biasanya memberikan
keluhan utama suara yang tidak normal dan stridor,
terutama pada bayi. Pada orang dewasa dengan
kelainan pada laring dapat juga mengeluh rasa
iritasi pada tenggorok, merasa ada sesuatu didalam
tenggorok, sakit sewaktu menelan, sulit menelan,
nafas seperti tersumbat, dan lain sebagainya.1
Radang laring dapat akut atau kronik.
Radang akut biasanya disertai gejala lain seperti
demam, malaise, nyeri menelan atau berbicara,
batuk, disamping suara parau. Kadang-kadang
dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala
stridor serta cekungan di epigastrium, sela iga
dan sekitar klavikula. Radang kronik tidak
spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis
atau bronkitis kronis atau karena penggunaan
suara seperti berteriak-teriak atau biasa
berbicara keras (vokal abuse). Radang kronik

spesifik misalnya tuberkulosa dan lues.
Gejalanya selain suara parau, terdapat juga
gejala penyakit penyebab atau penyakit yang
menyertainya.5,7
Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala
tergantung dari lokasi tumor, misalnya, tumor
pita suara segera timbul suara parau dan bila
tumor tumbuh menjadi besar menimbulkan
sumbatan jalan nafas. Tumor ganas biasanya
tumbuh lebih cepat. Tumor ganas sering disertai
gejala lain, misalnya batuk (kadang-kadang
batuk darah), berat badan menurun, keadaan
umum memburuk.5,7,8
Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh
gangguan persyarafan, baik sentral maupun
perifer, biasanya paralisis motorik bersama
dengan paralisis sensorik. Kejadiaannya dapat
unilateral atau bilateral. Lesi intrakranial
biasanya mempunyai gejala lain dan muncul
sebagai kelainan neorologik selain gangguan

suaranya. Penyebab sentral, misalnya paralisis
bulbar, siringomielia, tabes dorsalis, multipel
sklerosis. Penyebab perifer, misalnya struma,

Gangguan Suara dan Phonosurgery

paska strumektomi, limfadenopati koli, trauma
leher, tumor esofagus dan mediastinum,
aneurisma aorta dan arteri subsklavia kanan.5
Adapun keadaan suara yang dianggap
patologis adalah :
- Suara serak, kasar, seperti suara bernafas,
atau dengan kualitas yang rendah yang telah
berlangsung lama (kronis).
- Suara yang keluar terlampau keras atau
terlampau lemah.
- Sering terdapat puncak suara yang pecah.
- Suara hiponasal atau hipernasal.9
DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik pasien dengan kelainan

suara harus meliputi pemeriksaan lengkap
telinga,
hidung
dan
tenggorok
untuk
mendapatkan adanya kelainan patologis.
Diagnosis sebagian besar gangguan suara mudah
dibuat
dengan
mendengarkan
suara,
mengobservasi pasien dan memeriksa laring
dengan cermin.8,10,11
Beberapa pemeriksaan tambahan sering
dilakukan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan
objektif. Pemeriksan tambahan yang sering
dilakukan adalah glottografi, stroboscopic
imaging, pengukuran aerodinamik dan akustik.6
Glottografi.

Glottografi menggunakan sektor fisiologis
untuk
merekam
jumlah
cahaya
yang
ditransiluminasi
laring
sewaktu
bergetar
(Photoglottgraphy / PGG) atau tingkat satuan pita
suara (Electroglottography / EGG). Signal PGG
dan EGG saling melengkapi, dimana PGG
menunjukkan tingkat pembukaan pita suara dan
EGG menunjukkan penutupan pita suara.
Perubahan gelombang ini diobservasi untuk
menggambarkan perubahan getaran laring yang
berhubungan dengan lesi massa atau keadaan
kekakuan asimetris.1,6
Glottografi adalah test non invasif dan analisa

signal dapat diolah komputer. Sayangnya, jumlah
output adalah jumlah total getaran dari kedua pita
suara, sehingga lokasi anatomis yang tepat dari lesi
tidak dapat terlihat hanya dengan PGG dan EGG
saja.4,6
Stroboscopic Imaging.
Stroboscopic Imaging telah terbukti sangat
membantu dalam mencatat dan memperjelas
berbagai lesi dari laring. Laringoskop indirek
hanya memeriksa keadaan statis dan pergerakan
pita suara secara kasar. Sebaliknya, stroboskopi
dapat digunakan untuk memeriksa secara detail

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005

247

Tinjauan Pustaka

asal getaran dari pita suara sewaktu

berphonasi.4,6,11
Prinsip stroboskopi diketahui sejak 1930
dan Oertel adalah orang pertama yang
mengaplikasikannya untuk mempelajari laring.
Stroboskopi sangat berguna dalam mendiagnosis kelainan suara dan dapat mendiagnosis
secara dini lesi awal kanker glotis.6,11
Pengukuran Aerodinamik.
Peralatan aerodinamik dapat digunakan
untuk mengukur hantaran udara melalui glotis
dan tekanan dibawah glotis. Nilai estimasi
tekanan subglotis dan aliran udara tranlaringeal
rata-rata, dapat digunakan untuk menghitung
tahanan glotis.
Pasien
dengan
paralise
biasanya
menunjukkan rendahnya tahanan glotis. Pasien
dengan suara kasar dan lesi yang meningkatkan
kekakuan pita suara biasanya menunjukkan

peningkatan resistensi glotis.1,6,11
Pengukuran Akustik.
Pengukuran akustik sangat berguna karena
memiliki kemampuan menghitung kuantitas
tingkat kekasaran suara. Walaupun telinga orang
yang terlatih kemungkinan dapat dengan sensitif
menganalisa suara, tetapi pengukuran akustik
mempunyai keuntungan, karena dapat menjamin
dokumentasi kuantitatif tingkat variasi dari yang
normal.1,6

Penatalaksanaan
Secara umum untuk gangguan suara yang
disebabkan oleh infeksi atau inflamasi dapat
diterapi dengan pengobatan. Bila terdapat
benjolan atau massa dapat dilakukan dengan
pembedahan.

Phonosurgery.
Phonosurgery dapat didefinisikan sebagai
pembedahan
untuk
meningkatkan
atau
memperbaiki suara. Pembedahan pada perangkat
suara yang berhasil baik akan memberikan
dampak positif pada percaya diri seseorang,
interaksi sosial dan pekerjaan.4,6
Pita suara mempunyai dua parameter yang
essensial untuk bergetar dan menghasilkan
suara. Dua parameter tersebut adalah celah
glotis dan kekakuan normal pita suara yang
simetris.
Gambaran karakteristik fungsional phonasi
adalah :
1) Penutupan komisura posterior
2) Kekakuan tiroaritenoid yang simetris
3) Posisi vertikal yang sebanding.6
248

Yang termasuk phonosurgery adalah :
pembedahan
laringeal
internal
dengan
endoskopi, teknik injeksi, insisi laser, tyroplasty
eksternal atau disebut juga laryngeal frame work
surgery.4
Memahami biomekanisme laring sangat
penting karena untuk menentukan prosedur
phonosurgery yang akan digunakan pada setiap
pasien, laringlogist terlebih dahulu menentukan
faktor-faktor yang terlibat. Laringologist harus
menentukan apakah gangguan suara pasien
disebabkan lesi pada mukosa pita suara,
kekakuan pita suara atau faktor penutupan pita
suara. Biasanya, beberapa penyebab bisa
dijumpai pada waktu yang bersamaan. Sebagai
contoh, pasien dengan parese atau paralise pita
suara
biasanya
menunjukkan
gangguan
penutupan glotis dan kekakuan asimetris.6
Lesi Mukosa
Massa berbentuk leukoplakia, karsinoma,
nodul, polip atau ulkus dan granuloma mudah
didiagnosis. Lesi mukosa biasanya berhasil baik
diobati dengan meminta pasien untuk
menghindari
atau
menghentikan
faktor
penyebab.
Pembedahan harus dilakukan jika terjadi
kegagalan terapi konvensional atau adanya
kecurigaan kearah karsinoma. Bedah laser
ditujukan pada pasien dengan lesi massa yang
cenderung berdarah dan pada kasus yang
membutuhkan pengangkatan jaringan yang luas.
Bedah laser pada lesi pita suara yang kecil
biasanya akan melukai jaringan normal sekitar
lamina propria dan penyembuhan yang lama
dengan suara yang kasar. Bedah pada massa
yang kecil pada pita suara sangat baik dilakukan
dengan pisau dingin atau gunting laringeal.
Defek pada tepi medial menyebabkan suara
yang kasar seperti halnya kehilangan jaringan
ikat longgar yang dibutuhkan untuk bergetar.
Defek ini biasanya disebabkan trauma, biasanya
iatrogenik. Berbagai macam cara pengobatan
tersedia, namun tidak satupun yang berhasil
dengan sukses. Penyuntikan polytef ditepi pita
suara di kontraindikasikan karena akan
terbentuknya granuloma.
Baru-baru ini penyuntikan kolagen dan
lemak autogenik telah digunakan, keduanya
mempunyai keuntungan dan kerugian. Harga
kolagen mahal dan keberadaannya dalam jangka
waktu lama masih kontroversial. Tidak
diketahui apakah kolagen mempunyai perangkat
viscoelastik yang sama ke jaringan ikat longgar.6

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005

Abdul Rachman Saragih

Inflamasi Pita Suara
Pasien dengan inflamasi pada laring biasanya
menunjukkan pembengkakan pita suara dan
eritema sekitar membran mukosa. Pasien mungkin
saja mempunyai lebih dari satu penyebab. Perlu
ditanyakan pemakaian suara yang berlebihan dan
merokok. Faktor penting lainnya adalah refluks
laringitis atau esofagitis. Terapinya meliputi
menghilangkan faktor penyebab, menjaga
kelembaban dan menghindari bernafas lewat
mulut.6,10
Pada beberapa pasien pemberian jangka
pendek steroid sistemik biasanya berguna.
Steroid semprot, meskipun efektif dalam
mengurangi inflamasi pita suara, tidak boleh
digunakan, karena efek serius dari superinfeksi
jamur pada rongga mulut dan daerah
hipofaring.6
Gangguan Kekakuan Asimetris
Gangguan kekakuan asimetris meliputi
berbagai lesi parese atau paralise. Pemeriksaan
sederhana
laringoskopi
indirek
daerah
hipolaring akan terlihat normal sehingga fungsi
dinamis selama phonasi mungkin menjadi satusatunya petunjuk yang tersedia untuk membuat
diagnosa yang tepat. Pasien juga akan
menunjukkan berbagai variasi atau tingkatan
parese atau paralise yang berhubungan dengan
nervus laringeal rekuren atau nervus laringeal
superior. Pada keadaan yang kronis, atropi dan
fibrosis pita suara yang terkena akan menutupi
gambaran klasik.2,6
Karena kesulitan ini, sejumlah laringologist
mulai mengklasifikasikan gangguan ini secara
fungsional dari pada secara anatomis. Hal ini
membutuhkan analisa multidimensional. Pasien
dengan gangguan kekakuan laring asimetris
harus dianjurkan untuk menjalankan terapi suara
guna memaksimalkan fungsi suara mereka.6
Penyuntikan teflon
Penyuntikan teflon menunjukkan perbaikan
suara dan mengurangi aspirasi, tehnik ini
digunakan sejak tahun 1962. Cinematografi
kecepatan tinggi menunjukkan perbaikan vibrasi
dan penempatan ke medial dari pita suara yang
terkena setelah dilakukan penyuntikan. Dari
pemeriksaan akustik dan penelitian fungsi laring
juga
menunjukkan
perbaikan
setelah
penyuntikan.
Tingkat perbaikan setelah suntikan sangat
dipengaruhi oleh jumlah dan posisi penyuntikan.
Suntikan ini meningkatkan kekakuan pita suara
dan merubah karakteristik getaran. Komplikasi
lain prosedur ini meliputi terbentuknya

Gangguan Suara dan Phonosurgery

granuloma, migrasi teflon, penempatan yang
tidak tepat dan kelebihan suntikan yang dapat
menyebabkan obstruksi saluran nafas.6
Tyroplasty
Sebagai alternatif dari penyuntikan teflon,
sejumlah ahli bedah mencoba mengatasi keadaan
kekakuan asimetris dengan pembedahan rangka
laring atau tyroplasty. Pada pasien-pasien dengan
paralisis pita suara yang permanen dimana
gangguan suara tidak merupakan hal yang
menganggu bagi penderita, maka pada keadaan ini
prosedur operasi tidak diperlukan.6,12
Isshiki dan rekan-rekan mengkategorikan
empat tipe pembedahan tyroplasty.
Tipe 1 : Menjamin kompresi lateral pita suara
yang terkena paralise, memendekkan
atau merapatkan celah glotis.
Tipe 2 : Menghasilkan perluasan glotis.
Tipe 3 : Memendekkan dan mengistirahatkan
pita bilateral.
Tipe 4 : Memanjangkan dan meregangkan pita
suara.6
Berdasarkan perbandingan tipe pembedahan
pada paralise pita suara unilateral ini, Isshiki
merekomendasikan tipe 1 untuk paralise unilateral
nervus laringeal rekuren, dan tipe 1 dan tipe 4
untuk paralise nervus laringeal superior dan nervus
laringal rekuren. Tingkat perbaikan suara
dievaluasi secara subjektif dan efek mekanis dari
laring di pelajari dengan laringoskopi.
Penelitian-penelitian
selanjutnya
telah
melaporkan hasil yang baik dengan tyroplasty
untuk mengobati paralisis unilateral pada manusia.
Keuntungan tyroplasty dibandingkan dengan
penyuntikan teflon juga telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti.
Disphonia dengan istilah gangguan suara
mutasional adalah suatu kondisi dimana seseorang
mempunyai nada tinggi atau rendah. Saat ini telah
dilaporkan bahwa gangguan suara oleh sebab
diatas dapat diperbaiki dengan tyroplasti tipe 3 dan
tipe 4.6
KESIMPULAN
- Vibrasi laring terjadi melalui getaran jaringan
mukosa, dimana aliran udara menghasilkan
suara.
- Getaran-getaran ini diubah secara patologis
oleh lesi dan massa yang melibatkan pita suara,
gangguan kekakuan yang asimetris dan
gangguan kekakuan yang simetris.
- Sistem pengukuran yang objektif termasuk
glottografi, stroboscopic imaging, pengukuran
aerodinamik dan pengukuran akustik dapat
diterapkan secara multidimensi untuk
mendiagnosis gangguan suara.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005

249

Tinjauan Pustaka

-

-

-

-

Dua karakteristik yang paling penting
dibutuhkan untuk getaran laring yang normal
adalah penutupan laring yang adekuat dan
ketegangan vokal suara yang simetris.
Perawatan dari lamina propria yang intak
adalah sangat penting untuk getaran pita suara
yang normal.
Phonosurgery memberikan hasil yang
menakjubkan dan dapat memperbaiki kualitas
suara.
Pengembangan
terhadap
prosedur
phonosurgery masih terus dilakukan dan pada
masa yang akan datang phonosurgery
merupakan salah satu pengobatan yang sangat
menjanjikan.

10. Sataloff RT. Diagnosis and Treatment of
Profesional
Voice
Disorders.
In
:
Otolaryngology and Head and Neck Surgery.
Elsevier. New York. 1983.
p. 627-646.
11. Gould WJ. Caring for the Vocal Profesional. In
: Otolaryngology. Vol III. WB. Saunders
Company. Philadelphia. 1991. p. 2273-2288
12. Benjamin B. Vocal Cord Paralysis. In :
Endolarygeal Surgery. Martin Dunitz. Sydney.
2001. p. 125-141.

KEPUSTAKAAN
1. Benjamin B. Clinical Evaluation. In :
Endolarygeal Surgery. Martin Dunitz. Sydney.
2001. p. 3-14.
2. Miller RH, Duplechain JK. Hoarseness and
Vokal Cord Paralysis. In : Head and Neck
Surgery-Otolaryngology. Edited by Byron J
Bailey. Volume Two. J.B. Lippincott
Company. Philadelphia. 1993. p. 620-629.
3. Benjamin B, Bingham B, Hawke M, et al. The
larynx. In : A Colour Atlas of
Otorhinolaryngology. Martin Duritz. Sydney.
2001. p. 223-227.
4. Damste PH. Disorder of the Voice. In : Scott
Brown’s. Otolaryngology. Sixth edition. Vol.5.
Butterworth-Heinemann. Oxford. 1997. p.
5/6/1-5/6/25.
5. Hermani B, Kartosoediro S. Suara Parau.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan TelingaHidung-Tenggorok. Edisi ke 4. FKUI. Jakarta.
2001. h. 189-193.
6. Berke GS. Voice Disorder and Phonosurgery.
In : Head and Neck Surgery-Otolaryngology.
Edited by Byron J Bailey. Volume Two. J.B.
Lippincott Company. Philadelphia. 1993. p.
644-657.
7. Ludman H. Hoarseness and Stridor. In : ABC
of Otolaryngology. Fourth Edition. BMJ
Publishing Group. London. 1997. p. 33-35.
8. Cody DT, Kern EB, Pearson BW. Serak dan
Kelainan Suara. Dalam : Penyakit Telinga
Hidung dan Tenggorokan (Diseases of the
Ears, Nose, and Throat). EGC Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta. 1993. h. 340-354.
9. Myer CM, Cotton KT. Developmental
Anomalies in Speech and Language
Acquisition. Year Book Medical Publisher,
Inc. United States of America. 1988. p. 29-43.

250

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005