Strategi implementasi strategi dan (10)

E. Ekonomi Kerakyatan
Pasal 33 ayat 1, Undang-Undang Dasar 1945, dimana perekonomian Indonesia diatur
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Arti kekeluargaan disini adalah adanya hubungan yang
harmonis antara siapa saja yang terlibat dalam kegiatan usaha. Hubungan antara buruh
dengan majikan harus harmonis saling menghargai. Majikan memiliki faktor produksi modal
dan skill, tetapi tenaga kerja (buruh) memiliki faktor produksi tenaga kerja dan keterampilan.
Mereka itu semua adalah rakyat. Jadi baik majikan maupun buruh adalah sama-sama rakyat,
sehingga yang dimaksud ekonomi kerakyatan seharusnya adalah ekonomi yang melibatkan
semua pihak baik majikan maupun tenaga kerja.
Dalam setiap masyarakat, sejak zaman Adam Smith dan Ricardo (1700-an), telah
terdapat kelompok-kelompok pelaksana ekonomi. Menurut David Ricardo dalam
perekonomian terdapat kelompok pemilik tanah, kelompok pemilik kapital, dan kelompok
pemilik tenaga kerja (buruh). Dalam perkembanganya yang dikaitkan dengan pembagian
hasil produksi, pemilik tanah mendapatkan sewa tanah, pemilik kapital mendapatkan bunga
dan laba, dan buruh mendapatkan upah; dimana pembagian itu semakin lama semakin
menguntungkan pemilik tanah. Bagian pendapatan yang diperoleh pemilik tanah dalam
bentuk sewa tanah semakin tinggi karen tanah merupakan faktor produksi yang semakin
langka. Disisi lain pemilik modal menerima bagian yang semakin besar pula tetapi dengan
laju yang semakin kecil; dan akhirnya kelompok buruh hanya menerima bagian yang relatif
tetap atau bahkan menurun.
Dengan berdasarkan analisis pada teori Ricardo tersebut, tampak bahwa peranan

pemilik tanah sangat menentukan kehidupan seseorang, khususnya bagi petani. Di Indonesia
banyak orang yang tidak mempunyai tanah sama sekali (landless) dan hidupnya hanya
menjual tenaga kerjanya. Dan mereka ini terdapat baik sektor pertanian maupun diluar sektor
pertanian.

PENGHAPUSAN KEMISKINAN DAN
EKONOMI KERAKYATAN DALAM
OTOMI DA
No description
by

Dian Putri
on 1 June 2014
200
Comments (0)
Please log in to add your comment.
Report abuse
Transcript of PENGHAPUSAN KEMISKINAN DAN EKONOMI KERAKYATAN
DALAM OTOMI DA
"PENGHAPUSAN KEMISKINAN & EKONOMI KERAKYATAN DALAM OTOMI

DAERah"
Dian Putri Amalia 125030107111068 Allin Indraswary 125030100111088
Indra Selaksa Aiska 125030100111193 M. Sahrul Bustaman 125030107111057
Lutfi Nugroho P. 125030107111064 Muhamad Shokibul W. 125030107111055
Ardi Putra Nugraha 125030107111011 Alvian Alieffikry 125030102111004
Pendekatan Kebutuhan Dasar
Untuk menanggulangi kemiskinan adalah kembali pada kebutuhan dasar (basic need
appoach) yaitu bahwa pemerintah harus menyediakan kebutuhan rakyat yang hakiki, yakni
kebutuhan untuk hidup. Untuk bisa hidup orang harus memiliki penghasilan dan untuk
memiliki penghasilan orang harus memiliki pekerjaan. Jadi mau tidak mau pemerintah harus
berusaha keras menciptakan lapangan kerja yaitu dengan proyek-proyek padat karya baik
dikota-kota maupun dipedesaan
Mengatasi Krisis
pertama, perlunya kontrol atas arus keluar masuk modal yang telah menyebabkan stabilitas
perekonomian negara sedang berkembang terguncang – guncang.
Kedua, investasi asing yang baik memang diperlukan, tapi perumbuhan haruslah dibiayai
terutama dari tabungan dan investasi dalam negeri. Ini berarti menumbuhkan sistem pajak
progresif yang baik.
Pergulatan bangsa Indonesia dalam mengatasi kemiskinan tidak pernah selesai sejak
terbentuknya negeri ini. Krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi dan akhirnya

diikuti pula dengan krisis politik dan sosial, bahkan krisis kepemimpinan telah benar – benar
melanda Indonesia sejak tahun 1997 – 2001.
Mekanisme ekonomi haruslah diputuskan oleh masyarakat, organisasi-organisasi sosial dan
politik, secara demokratis. Tantangannya adalah bagaimana mengoperasikan lembagalembaga demokratis tersebut. Dengan kata lain bagaimana pemberian otonomi ketingkat
daerah harus dapat direalisasikan dengan pengurangan kekuasaan ditingkat pusat.
Ketiga, meskipun ekspor penting, pembangunan ekonomi haruslah berorientasi pasar
domestik (dalam negeri).
Keempat, masalah pilihan sistem perekonomian, yaitu bahwa mekanisme dasar
perekonomian (produksi, distribusi, dan perdagangan) harus lebih peka dan rasional daripada
mekanisme pasar belaka (invisible hand).
KEMISKINAN RELATIF
kemiskinan relatif tidak berarti tidak penting. Kemiskinan relatif mencerminkan adanya
kesenjangan pendapatan dalam masyarakat; yang pada giliranya akan menimbulkan

kerawanan sosial seperi yang baru saja kita alami dan sangat mencuat pada permukaan sejak
awal Mei 1998.
kemiskinan absolut & relatif
KEMISKINAN ABSOLUT
Kemiskinan absolut sebaiknya terlebih dahulu diperangi atau dihapuskan karena hal ini
mencakup kehidupan dasar yang layak. Paling tidak manusia harus hidup pas-pasan; tetapi

dalam kenyataanya banyak anggota masyarakat yang hidup tetapi dibawah pas-pasan
(subsistence) yang dalam hal ini kita sebut sebagai garis kemiskinan
target kebijakan
Keuangan mikro
Kesehatan
Pendidikan
Pembangunan pertanian
Keberlangsungan lingkungan
Program pengembangan dan pemberdayaan
KEBIJAKAN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN
Pada kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi, melalui pajak progresif atas pendapatan
dan kekayaan mereka
Pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, melalui:
Tunjangan langsung
Upaya-upaya penyediaan berbagai macam barang konsumsi
Peningkatan jasa-jasa pelayanan yang dibiayai oleh pemerintah, misalnya program
ketenagakerjaan
KEBIJAKAN
Otonomi daerah
PENGERTIAN:

Yang dimaksud dengan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 22 Tahun 1999
adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang
– undangan dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dengan otonomi daerah justru hubungan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain
harus semakin erat dan saling mengisi dan tolong menolong.
Dalam kehidupan yang modern sekarang ini tidak mungkin suatu daerah akan menutup diri
dan memenuhi semua kebutuhanya dari daerahnya sendiri.
Perekonomin daerah bersifat terbuka. Hubungan perdagangan dan komunikasi akan
membuka suatu daerah tertentu dan kebutuhan penduduknya akan dapat saling dipenuhi
dengan cara tukar menukar barang dan jasa.
Demikian juga sumberdaya manusia yang memadai tentu akan dapat menolong daerah lain
yang mengalami kekurangan tenaga kerja, baik tenaga terdidik, tenaga terampil maupun
tenaga kasar.
EKONOMI KERAKYATAN
Yang dimaksud dengan Ekonomi kerakyatan yakni ekonomi yang melibatkan semua pihak,
baik atasan maupun bawahan. Hal tersebut serupa dengan yang dituangkan dalam Pasal 33
ayat 1 UUD 1945 dimana perekonomian Indonesia diatur berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Arti kekeluargaan disini adalah adanya hubungan yang harmonis antara siapa saja yang
terlibat dalam kegiatan usaha.

Hubungan antara buruh dengan majikan harus harmonis saling menghargai. Majikan
memiliki faktor produksi modal dan skill, tetapi tenaga kerja (buruh) memiliki faktor

produksi tenaga kerja dan keterampilan.
Mereka itu semua adalah rakyat. Jadi baik majikan maupun buruh adalah sama-sama rakyat,
sehingga yang dimaksud ekonomi kerakyatan seharusnya adalah ekonomi yang melibatkan
semua pihak baik majikan maupun tenaga kerja.
kesimpulan
Pembangunan adalah proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang
orientasinya pada modernisasi pembangunan bangsa dan kemajuan sosial ekonomis. Otonomi
daerah yang mengandalkan pada perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan sendiri kegiatankegiatan didaerah sangat dimungkinkan untuk memberikan kesejahteraan yang lebih tinggi
kepada warga masyarakat didaerah yang bersangkutan. Otonomi daerah jangan diartikan
sebagai merdeka lepas dari NKRI , tetapi justru dengan otonomi daerah itu kerjasama antar
daerah harus semakin ditingkatkan.
Ekonomi kerakyatan menuntut adanya kerjasama serta peningkatan semangat gotong royong
antar berbagai pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Hubungan majikan-buruh diganti
dengan hubungan antara sesama partner kerja. Peranan pemilik tanah sangat menentukan
kehidupan seseorang, khususnya bagi petani. Di Indonesia banyak orang yang tidak
mempunyai tanah sama sekali (landless) dan hidupnya hanya menjual tenaga kerjanya. Dan
mereka ini terdapat baik sektor pertanian maupun diluar sektor pertanian.

saran
Masalah kemiskinan dan krisis ekonomi harusnya dapat diselesaikan dengan melaksanakan
otonomi daerah dan ekonomi kerakyatan. Otonomi daerah dianggap penting untuk
melaksanakan pemerataan pembangunan, sedangkan ekonomi kerakyatan akan
menghilangkan kesenjangan antara majikan dan buruh.
Maka, saran bagi pemerintah adalah mengawasi segala bentuk otonomi daerah dan membuat
kebijakan untuk menciptakan ekonomi kerakyatan. Saran bagi masyarakat adalah tetap
berpegang teguh terhadap kesatuan bangsa Indonesia meskipun dilaksanakan otonomi daerah,
serta melakukan ekonomi kerakyatan demi terciptanya suasana kerja yang nyaman bagi
kedua belah pihak (majikan dan buruh)
sekian & terimakasih

Ekonomi kerakyatan
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat.Dimana
ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat
kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang
dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah
(UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan
terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan
kepentingan masyarakat lainnya.

Dalam setiap masyarakat, telah terdapat kelompok-kelompok pelaksana ekonomi. Menurut David
Ricardo dalam perekonomian terdapat kelompok pemilik tanah. Dalam perkembangan yang dikaitkan
dengan pembagian hasil produksi, pemilik tanah mendapatkan sewa tanah, pemilik kapital
mendapatkan bunga dan laba, dan buruh mendapatkan upah. Dimana pembagian itu semakin
menguntungkan pemilik tanah.

1.1 Kemiskinan dan Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif Masalah kemiskinan memang telah ada sejak dahulu
kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan,
tetapi kemiskinan dalam bentuk minimnya kemudahan/materi, dari ukuran kehidupan
moderen pada masa kini mereka tidak menikmati pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada zaman moderen. Kemiskinan sebagai
suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang
berkembang, tetapi juga negara-negara maju.
Menurut bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk

mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak hak dasar
masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, perkerjaan,
perumahan, air bersih,pertanahan,sumber daya alam dan linkungan hidup, rasa aman atau
ancaman tindak kekerasan,dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Bank dunia sebagai mana di kutip prayitno dan santoso (1996) menunjukan adanya tiga
dimensi kemiskinan, yaitu :
1. Kemiskinan multi dimensional, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam
macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum,
maka kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi
social politik dan pengetahuan serta keterampilan. Dan aspek skunder yang berupa
miskin akan jaringan social, sumber- sumber keuangan dan impormasi. Dimensi
dimensi kemiskinan tersebut termanipestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air,
perumahan yang tidak sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tinkat
pendidikan yang rendah.
2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hal ini bararti bahwa kemajuan atau kemundurn pada aspek lainnya.
Ketiga, bahwa yang miskin adalah manusianya baik secara individual maupun
kolektif.
Dengan demikian konsep kemiskinan yaitu suatu situasi dimana pendapatan individu di suatu
kawasan tidak dapat memenuhi standar pengeluaran minimum yang dibutuhkan individu

untuk dapat hidup layak. Ketika perekonomian berkembang di suatu daerah yang lebih kecil,
terdapat lebih banyak pendapatan yang di belanjakan untuk memperoleh gizi yang lebih baik,
pendidikan untuk anak-anaknya, perbaikan kondisi rumah, dan pengeluaran-pengeluaran lain
yang lebih mencerminkan investasi dan bukan konsumsi, khususnya jika dilihat dari sudut
pandang kaum miskin.
Terdapat beberapa teori yang telah dikaitan dengan kemiskinan. Secara ringkas, teori-teori
tersebut dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu teori yang memfokuskan pada tingkah
laku individu dan teori yang mengarah pada struktur sosial. Teori yang memfokuskan pada
tingkah laku individu merupakan teori tentang pilihan, harapan, sikap, motivasi dan human
capital. Secara keseluruhan, teori ini tersajikan dalam teori ekonomi neoklasik, yang

berasumsi bahwa manusia bebas mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dengan
tersedianya pilihan-pilihan. Teori perilaku, singkatnya, meyakini bahwa sikap individu yang
tidak produktif telah melahirkan lahirnya kemiskinan.
Teori kedua adalah teori strukturalis yang diwakili oleh teori kelompok marxis. Yaitu bahwa
hambatan-hambatan struktural yang sistemik telah menciptakan ketidaksamaan dalam
kesempatan, dan berkelanjutannya penindasan terhadap kelompok miskin oleh kelompok
kapitalis. Teori struktural melihat bahwa kondisi miskinlah yang mengakibatkan perilaku
tertentu pada setiap individu, yaitu, munculnya sikap individu yang tidak produktif
merupakan akibat dari adaptasi dengan keadaan miskin. Selain dua teori di atas, terdapat pula

teori yang tidak memihak. Teori yang paling terkenal adalah teori mengenai budaya miskin.
Teori ini mengatakan bahwa gambaran budaya kelompok kelas bawah, khususnya pada
orientasi untuk masa sekarang dan tidak adanya penundaan atas kepuasan.
Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan menurut Sharpetal, dapat disebabkan oleh ketidaksamaan pola kepemilikan
sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia dan disebabkan oleh perbedaan
akses dalam modal. Sedangkan lingkaran setan kemiskinan versi Nurkse sangat relevan
dalam menjelaskan fenomena kemiskinan yang terjadi di negara-negara terbelakang.
Menurutnya negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is poor because it is
poor). Menurut Thorbecke, kemiskinan dapat lebih cepat tumbuh di perkotaan dibandingkan
dengan perdesaan karena, pertama, krisis cenderung memberi pengaruh terburuk kepada
beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti konstruksi, perdagangan dan
perbankan yang membawa dampak negatif terhadap pengangguran di perkotaan. kedua,
penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produksi mereka sendiri.
1.2 Lingkaran Setan Kemiskinan
Pada awal pembangunan di Indonesia, beredar suatu teori yang sangat terkenal mula-mula
dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Swedia dan penerima hadiah nobel untuk
ekonomi, Ragnar Nurkse. Teori itu disebut teori “Lingkaran Setan Kemiskinan”, terjemahan
dari “Vicius Sircle of Poverty” yaitu konsep yang mengandaikan suatu konstellasi melingkar
dari daya- daya yang cenderung beraksi dan beraksi satu sama lain secara sedemikian rupa
sehingga menempatkan suatu negara miskin terus menerus dalam suasana kemiskinan. Teori
itu menjelaskan sebab-sebab kemiskinan dinegara-negara sedang berkembang yang umunya
baru merdeka dari penjajahan asing. Bertolak dari teori inilah, kemudian dikembangkan teoriteori ekonomi pembangunan, yaitu teori yang telah dikembangkan lebih dahulu di Eropa
Barat yang menjadi cara pandang atau paradigma untuk memahami dan memecahkan
masalah-masalah ekonomi di negara-negara sedang berkembang, misalnya India atau
Indonesia. Pada pkoknya teori itu mengatakan bahwa negara-negara sedang berkembang itu
miskin dan tetap miskin, karena produktivitasnya rendah. Kerana rendah produktivitasnya,
maka penghasilan seseoarang juga rendah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya yang minim. Karena itulah mereka tidak bisa menabung. Padahal tabungan
adalah sumber utama pembentukan modal masyarakat sehingga capitalnya tidak efisien
(boros). Untuk bisa membangun, maka lingkaran setan itu harus diputus, yaitu pada titik
lingkaran rendahnya produktivitas, sebagai sebab awal dan pokok.
1.3 Indikator Kemiskinan
Indikator utama kemiskinan menurut BAPPENAS dapat dilihat dari; (1) kurangnya pangan,
sandang dan perumahan yang tidak layak; (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat

produktif; (3) kuranya kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan
kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6)
ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah; (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang
terbatas.
Menurut Bank Dunia indikator kemiskinan yaitu:
a)

kepemilikan tanah dan modal yang terbatas

b)

terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang biaskota

c)

perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat

d)

perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi

e)

rendahnya produktivitas

f)

budaya hidup yang jelek

g)

tata pemerintahan yang buruk

h)

dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan

BPS mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum
kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan maupun non-makanan.Dari sisi makanan,
BPS menggunakan indikator yang direkomendasikan
oleh Widyakara Pangan dan Gizi tahun 1998 yaitu kebutuhan gizi 2.100 kalori per
orang per hari, sedangkan dari sisi kebutuhan non-makanan tidak hanya terbatas
pada sandang dan papan melainkan termasuk pendidikan dan kesehatan. Model ini
pada intinya membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan suatu garis
kemiskinan (GK), yaitu jumlah rupiah untuk konsumsi per orang per bulan.
Sedangkan data yang digunakan adalah data makro hasil Survei Sosial dan
Ekonomi Nasional (Susenas).

Dalam kehidupan masyarakat yang tergolong klarifikasi penduduk miskin berdasarkan
kemampuannya memenuhi kebutuhan hidupnya, menurut Badan Pusat Statistik :
1. Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan
hanya mencapai 900/kalori/orang/hari ditambah kebutuhan dasar atau setara dengan
Rp. 120.000/orang/hari.
2. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya
mencapai antara 1900/2100 kalori/orang/hari ditambah kebutuhan dasar atau setara
dengan Rp. 120.000-Rp. 150.000/orang/bulan.
3. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi
makanan hanya mencapai 2100/23000 kalori/orang/hari dan kebutuhan dasar atau
setara dengan Rp. 150.000-Rp. 175.000/orang/bulan.

Definisi Kemiskinan

Ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud
adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka
seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu
memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup
secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan
konsumsi.
Memang
definisi
ini
sangat
bermanfaat
untuk
mempermudah membuat indikator orang miskin, tetapi defenisi
ini sangat kurang memadai karena; (1) tidak cukup untuk
memahami realitas kemiskinan; (2) dapat menjerumuskan ke
kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup
hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai; (3) tidak
bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus merumuskan
kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif.
BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi
dimana
seseorang
atau
sekelompok
orang,
laki-laki
dan
perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup,
rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan
hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik
bagi perempuan maupun laki-laki.
Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini,
BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain;
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan
pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar
(human capability approach) dan pendekatan objective and
subjective.
Indikator
utama
kemiskinan
adalah;
(1)
terbatasnya
kecukupan dan mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya
mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya
mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan
berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan
perbedaan upah; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan
sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air bersih; (8)
lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9)
memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam,
serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam;
(10) lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya partisipasi;
(12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya
tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk
yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan
publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan social
terhadap masyarakat.
Kenyataan
menunjukkan
bahwa
kemiskinan
tidak
bisa
didefinisikan dengan sangat sederhana, karena tidak hanya
berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material,
tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia
yang lain. Karenanya, kemiskinan hanya dapat ditanggulangi
apabila dimensi-dimensi lain itu diperhitungkan.

Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan
adalah: (1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal;
(2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan
prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan
bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota
masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) adanya
perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sector
ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); (6)
rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam
masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan
seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya; (8)
tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good
governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan
dan tidak berwawasan lingkungan.
Indikator utama kemiskinan menurut Bank Dunia adalah
kepemilikan tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana
dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang bias kota,
perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan
sumber
daya
manusia
dan
sektor
ekonomi,
rendahnya
produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang
buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.
Kemiskinan dan Pengangguran di Desa
Desa hingga saat ini tetap menjadi kantong utama
kemiskinan. Pada tahun 1998 dari 49,5 juta jiwa penduduk
miskin di Indonesia sekitar 60%-nya (29,7 juta jiwa) tinggal
di daerah pedesaan. Pada tahun 1999, prosentase angka
kemiskinan mengalami penurunan dari 49,5 juta jiwa menjadi
37,5 juta jiwa. Prosentase kemiskinan di daerah perkotaan
mengalami penurunan, tetapi prosentase kemiskinan di daerah
pedesaan justru mengalami peningkatan dari 60% tahun 1998
menjadi 67% tahun 1999 sebesar 25,1 juta jiwa, sementara di
daerah perkotaan hanya mencapai 12,4 juta jiwa (Data BAPPENAS,
2004).
Data tersebut diperkuat laporan Kompas tahun 2004 yang
menyajikan bahwa lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia
tinggal di daerah pedesaan. Dengan demikian, desa hingga
sekarang tetap menjadi kantong terbesar dari pusat kemiskinan.
Tabel berikut menggambarkan prosentase perubahan dan jumlah
penduduk miskin antara kota dengan desa dari tahun 1976 sampai
dengan tahun 1999.
Hasil
pendataan
BPS
menunjukkan
perkembangan
garis
kemiskinan dan jumlah penduduk miskin. Tahun 1976 jumlah
penduduk miskin mencapai 44,2 juta jiwa dan sampai dengan
tahun 1999 menjadi 25,1 juta jiwa. Sejak krisis ekonomi 1998,
jumlah kemiskinan di daerah pedesaan mengalami peningkatan
dengan tingkat kedalamannya mencapai 5,005 tahun 1998 dari
3,529 pada tahun 1996 dan di tahun 1999 menjadi 3,876 Indeks
keparahan kemiskinan paling tinggi terjadi di desa.
Data
berikut
menggambarkan
bagaimana
kemiskinan
mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat pedesaan. Pada

tahun 2003 rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke
atas baru mencapai 7,1 tahun dan proporsi penduduk berusia 10
tahun ke atas yang berpendidikan SLTP ke atas masih sekitar
36,2 persen. Angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas
masih sebesar 10,12 persen. Pada saat yang sama Angka
Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun sudah
mencapai 96,4 persen, namun APS penduduk usia 13-15 tahun baru
mencapai 81,0 persen, dan APS penduduk usia 16-18 tahun baru
mencapai 50,97 persen. Tantangan tersebut menjadi semakin
berat
dengan
adanya
disparitas
tingkat
pendidikan
antarkelompok masyarakat yang masih cukup tinggi seperti
antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk
laki-laki dan penduduk perempuan, antara penduduk di perkotaan
dan perdesaan, dan antardaerah (Bappenas, 2004).
Tingkat pendidikan kepala rumahtangga yang rendah sangat
mempengaruhi indeks kemiskinan di daerah pedesaan. Data yang
disajikan BPS memperlihatkan bahwa 72,01% dari rumahtangga
miskin di pedesaan dipimpin kepala rumahtangga yang tidak
tamat SD, dan 24,32% dipimpin kepala rumahtangga yang
berpendidikan SD. Ciri rumahtangga miskin yang erat kaitanya
dengan tingkat pendidikan adalah sumber penghasilan. Pada
tahun 1996, penghasilan utama dari 63,0% rumahtangga miskin
bersumber dari pertanian, 6,4% dari kegiatan industri, 27,7%
dari kegiatan jasa-jasa termasuk perdagangan. Dari sekitar
66.000 jumlah desa di Indonesia, tahun 1994 jumlah desa
tertinggal mencapai 22.094 desa dan yang berada di daerah
pedesaan sekitar 20.951 desa. Pada tahun 1999 jumlah desa
tertinggal mencapai 16.566 dari sekitar 66.000 desa yang ada.
Menurut BPS, kantong penyebab kemiskinan desa, umumnya
bersumber dari sektor pertanian yang disebabkan ketimpangan
kepemilikan lahan pertanian. Kepemilikan lahan pertanian
sampai dengan tahun 1993 mengalami penurunan 3,8% dari 18,3
juta ha. Di sisi lain, kesenjangan di sektor pertanian juga
disebabkan ketidakmerataan investasi. Alokasi anggaran kredit
yang terbatas juga menjadi penyebab daya injeksi sektor
pertanian di pedesaan melempem. Tahun 1985 alokasi kredit
untuk sektor pertanian mencapai 8% dari seluruh kredit
perbankan, dan hanya naik 2% di tahun 2000 menjadi 19%.
Data-data mengenai penyebab kemiskinan desa seperti itu,
bisa dikatakan sudah sangat lengkap dan bahkan memudahkan kita
merumuskan
indikator
kemiskinan
desa
dan
strategi
penanggulanganya. Berdasarkan data di atas, penyebab utama
kemiskinan desa adalah; (1) pengaruh faktor pendidikan yang
rendah; (2) ketimpangan kepemilikan lahan dan modal pertanian;
(3) ketidakmerataan investasi di sektor pertanian; (4) alokasi
anggaran kredit yang terbatas; (4) terbatasnya ketersediaan
bahan kebutuhan dasar; (5) kebijakan pembangunan perkotaan
(mendorong orang desa ke kota); (6) pengelolaan ekonomi yang
masih
menggunakan
cara
tradisional;
(7)
rendahnya
produktivitas dan pembentukan modal; (8) budaya menabung yang
belum berkembang di kalangan masyarakat desa; (9) tata

pemerintahan yang buruk (bad governance) yang umumnya masih
berkembang di daerah pedesaan; (10) tidak adanya jaminan
sosial untuk bertahan hidup dan untuk menjaga kelangsungan
hidup masyarakat desa; (11) rendahnya jaminan kesehatan.
Masyrakat desa dapat dikatakan miskin jika salah satu
indicator berikut ini terpenuhi seperti; (1) kurangnya
kesempatan memperoleh pendidikan; (2) memiliki lahan dan modal
pertanian yang terbatas; (3) tidak adanya kesempatan menikmati
investasi di sektor pertanian; (4) kurangnya kesempatan
memperoleh kredit usaha; (4) tidak terpenuhinya salah satu
kebutuhan dasar (pangan, papan, perumahan); (5) berurbanisasi
ke kota; (6) menggunakan cara-cara pertanian tradisional; (7)
kurangnya produktivitas usaha; (8) tidak adanya tabungan; (9)
kesehatan yang kurang terjamin; (10) tidak memiliki asuransi
dan jaminan sosial; (11) terjadinya korupsi, kolusi dan
nepotisme dalam pemerintahan desa; (12) tidak memiliki akses
untuk memperoleh air bersih; (13) tidak adanya partisipasi
dalam pengambilan keputusan publik.

PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA DARI MASA PENJAJAHAN
Saya akan menceritakan tetang perkembangan koperasi dari masa penjajahan. Jadi , gerakan
koperasi pertama Indonesia itu lahir dari inisatif Raden Aria Wiriatmadja pada tahun 1896.
Dia adalah seorang patih di Purwokerto (Banyumas), beliau berjasa menolong para pegawai,
pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi. Dengan bantuan dari E.
Siegberg seorang asisten residen Purwokerto, Raden Aria mendirikan Hulp-enSpaar Bank.
Cita-cita Wiriatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti
Siegberg. Akhirnya mereka bersama-sama mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen
(koperasi simpan pinjam untuk kaum tani). Kemudian kemudian gerakan koperasi ini
semakin meluas, dengan munculnya pergerakan nasional yang menentang penjajahan. Yaitu
dengan beberapa berdirinya koperasi seperti ;


Koperasi konsumsi yang didirikan oleh Boedi Oetomo pada tahun 1908 yang
mencoba memajukan koperasi rumah tangga.



Serikat Islam pada tahun 1913 memajukan koperasi dengan bantuan modal dan
mendirikan toko koperasi.



Pada tahun 1927 usaha koperasi dilanjutkan oleh Persatuan Bangsa Indonesia (PBI)
di Surabaya.



Partai Nasional Indonesia (PNI) didalam kongresnya di Jakarta juga berusaha
menggelorakan semangat koperasi.

Tetapi pergerakan koperasi pada masa penjajahan tidaklah berjalan lancer hal ini karena
pemerintah Belanda (VOC) selalu berusaha menghalanginya. Untuk membatasi laju
perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7
April No. 431 tahun 1915, yang isinya:


Mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jendral



Akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda



Ongkos materai sebesar 50 golden



Hak tanah harus menurut hukum eropa



Harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi

Dengan adanya peraturan tersebut, maka memunculkan reaksi di kalangan kaum pergerakan
nasional dan para penganjur koperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda
membentuk “panitia koperasi” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini bertugas untuk
meneliti 'perlunya koperasi'. Lalu pada tahun 1927 pemerintah Belanda mengeluarkan
peraturan No. 91 yang lebih ringan dari peraturan sebelumnya, yang isinya antara lain:


Akta tidak perlu dengan perantaraan notaris, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat
Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah



Ongkos materai 3 golden



Hak tanah dapat menurut hukum adat



Berlaku untuk orang Indonesia asli, yang menpunyai hak badan hukum secara adat

Setelah saya menceritakan perkembangan koperasi di masa penjajahan, sekarang kita lanjut
ke masa Indonesia telah merdeka kemerdekaan .

perkembangan Koperasi Di Indonesia
Perkembangan koperasi di Indonesia dimulai sejak jaman penjajahan. Orang yang pertama
memperkenalkan koperasi di Indonesia adalah R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa
Tengah pada tahun 1896, yang berbentuk koperasi perkreditan bertujuan untuk meringankan
rakyat dalam hutang hutangnya terhadap rentenir. Hal yang membuat R. Aria Wiriatmadja
terdorong untuk membuat koperasi perkreditan adalah para penjajah dari belanda yang
menerapkan ekonomi liberal.

Dimana para investor belanda berlomba lomba datang ke Indonesia menanamkan modal
merkeka dan melakukan pemerasan , penindasan dan lainnya. Sehingga membuat rakyat
Indonesia hidup dibawah batas kelayakan. Pada kondisi seperti itu para belanda terus
mengintimidasi dan rentenir- rentenir terus mencari keuntungan, sehingga banyak dari rakyat
Indonesia, khususnya petani harus berhutang dan menanggung bunga yang sangat tinggi.
Adanya politik etis di Indonesia membuat dua orang dari pihak belanda yang membantu
Indonesia dalam memperbaiki masalah yang ada saat itu. Mereka adalah . Sieburgh dan De
Wolf van Westerrede. Dua orang itu banyak kaitannya dengan perkembangan koperasi
perkreditan yang digagas oleh R. Aria Wiriatmadja.
Setelah R. Aria Wiriatmadja memperkenalkan koperasi perkreditan, perkembangan koperasi
di Indonesia dilanjutkan oleh berdirinya perkumpulan budi utomo pada tahun 1908. Budi
utomo yang di pimpin oleh Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo menjadi pelopor dalam
industry kecil yg mempunyai dua tujuan yaitu, memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan
rakyat melalui bidang pendidikan dan memperbaiki dan mensejahterakan rakyat melalui
koperasi. Lalu untukmewujudkan dua tujuan itu, dibentuklah “toko adil”.
Sejak budi tomo mempengaruhi perkoperasian di Indonesia, maka gerakan koperasi
internasional mulai masuk ke Indonesia dan mempengaruhi perkoperasian Indonesia. Seperti
sendi sendi dasar demokrasi dan dimensi kesamaan yang mulai diterapkan oleh sarikat islam
tahun 1912. Setelah berkembang sejauh ini, pemerintah belanda tidak tinggal diam.
Pemerintah belanda khawatir jika koperasi menjadi alat ntuk mempersatukan bangsa dan
melawan belanda. Maka dari itu belanda mengeuarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu
:
-Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
-Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
-Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
-Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda

Lalu banyak dari dari koperasi diindonesia yang berjatuhan, sehingga memancing para tokoh
Indonesia protes dan membuat emerintah belanda mengeluarkan undang undang yang lebih
ringan yaitu UU no. 91 pada tahun 1927. Yaitu:
– Hanya membayar 3 gulden untuk materai
– Bisa menggunakan bahasa derah
– Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
– Perizinan bisa di daerah setempat
Setelah uu no 91 tahun 1927 dikeluaran, koperasi kembali berkembang di Indonesia sehingga
ditahun 1933 pemerintah belanda mengeluakan undang undang yang hmpir mirip dengan uu
no 431 sehingga menghambat kembali perkembangan koperasi di Indonesia.

Setelah belanda menghambat perkembangan koperasi di Indonesia, Jepang mengambil alih di
tahun 1942. Kantor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin
Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Lalu
mendirikan “kumiai” atau koperasi model jepang. Dengan cara berawal dengan mnyalurkan
barang barang kebutuhan rakyat yang menyebabkan rakyat Indonesia tertarik. Tetapi semakin
kesini, koperasi jepang tersebut berubah menjadi alat untuk mengumpulkan keuntungan dan
menyengsarakan rakyat Indonesia. Penjajahan dalam perkoperasian oleh jepang hanya
berjalan 3,5 tahun, tapi dampak sudah melebihi apa yang diperbuat oleh Belanda.
Setelah Jepang menyerah dan Indonesia merdeka, Moh. Hatta yang disebut sebagai founding
father berusaha untuk memasukkan uu perkoperasian ke dalam UUD 1945. Dan setelah
kemerdekaaan lambat laun perkoerasian di indonesia menjadi semakin berkembang. Dimulai
dari munculnya pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Lalu pada
tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa yang pertama di Tasikmalaya.
Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi
Rakyat Indonesia yang disingkat (SOKRI) , tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari
Koperasi.

Setiap masa kemasa, tahun ke tahun, dari zaman penjajahan sampai zaman orde baru,
koperasi terus berkembang kadang naik kadang turun. Dan sampai sekarang koperasi di
indonesia berdiri kokoh dengan UU. No. 25 Tahun 1992.