Diplomasi dan Negosiasi Isu media massa

Diplomasi dan Negosiasi : Analisa Kasus Media Massa

Tugas ini dibuat untuk memenuhi Mata Kuliah Diplomasi dan Negosiasi

Dosen Pengampu:
Mely Noviriyani, S.Sos, MA

Disusun oleh :

Adhitia Pahlawan Putra
NIM. 105120407111010
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Hubungan Internasional
Universitas Brawijaya
Malang
2012

Page 1

Isu Media massa dan Komunikasi dalam Hubungan Internasional
Peranan Diplomasi Publik (Soft power) bagi Indonesia

Peranan diplomasi Publik dan upaya kehumasan sangat besar
pengaruhnya bagi Indonesia. Dalam perspektif diplomatic, diplomasi public
dapat dikategorikan sebagai pragmatic diplomacy. Jadi, bukan diplomasi dalam
arti formal yang hanya berlangsung di antara perwakilan diplomatic dengan
instansi pada negara penempatannya, tetapi juga mencakup upaya kehumasan
oleh pihak non-pemerintah yang atraractive dan bisa sampai mempengaruhi
kebijakan public. Peranan dipomasi tersebut antara lain.
Pertama, Upaya Memperbaiki Citra. Langkah ini ditempuh sedemikian
rupa. Sehingga, menguah kesan/citra buruk dari Indonesia. Seperti Isu HAM,
Seperatisme, dan Terorisme. Implikasinya adalah untuk menggagalang
pendapat umum (public opnion).
Kedua, Upaya Meningkatkan Citra. Diplomasi Publik tidak selalu hanya
upaya memperbaiki citra, tetapi juga meningkatkan citra. Contohnya adalah
Indonesia mengadakan konvensi kelautan dan berbagai negara pun ikut serta
untuk terlibat dalam acara tersebut. Ada Sail Ambon, Sail Wakatobi, dan juga
Sail Belitong.
Ketiga, Mengarahkan Opini Publik. Dalam dipomasi public lzaim pula
berlangsung kegiatan untuk mengarahkan atau membentuk public opinion. Ini
menjadi penting karena tujuan dari diplomasi public adalah untuk ini.
Sementara itu, Mengutip dari KBRI Brussels,


“Fungsi Diplomasi

Publik, Penerangan dan Sosial Budaya pada KBRI Brussel memiliki tugas untuk
meningkatkan hubungan, kerjasama, dan promosi sosial dan budaya antara
Indonesia dengan Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa,
serta untuk memberika pelayanan media kepada mereka yang membutuhkan”1

1

http://www.kemlu.go.id/brussels/Pages/Divisions.aspx?IDP=3&l=id, di akses pada tanggal 11-5-2012

Page 2

Sebagai contoh juga, Indonesia pernah mendapat julukan “Mega
Biodeiversity” karena keragaman dan kekayaan ekosisitemnya. Dimana
sebagian besar kekayaan dan keragaman ekosistem itu tersimoan dalam hutanhutan tropis yang luas. Hutan-hutan di Indonesia bukan hanya terdiri dari
pohon-pohon, tetapi juga memiliki 27.500 jenis tumbuhan berbunga (10%
tumbuhan yang ada didunia) , 1.539 jenis burung (17 % dari seluruh jenis
burung yang ada didunia) 515 spesies satwa mamalia dan 511 spesies satwa

reptilian (15% dari populasi satwa di seluruh dunia2. Dari fakta tersebut, maka
Indonesia dapat menjadikannya sebagai Publik Diplomasi bagi negara-negara
maju, terkait dengan isu pemanasan global yang menjadi isu kontemporer saat
ini. Sehingga Bantuan luar negeri untuk sustainable dan penjagaan hutan di
Indonesia akan terus berdatangan karena pada prinsipnya negara-negara maju
tidak ingin mengurangi laju industrialisasinya3.
Tetapi disisi lain, laju deforestasi di Indonesia cukup tinggi, akibat dari
perluasan

perkebunan

kelapa

sawit

ataupun

pembukaan

lahan


baru

perkebunan, penenbangan liar, dan praktik penyeludupan kayu yang pada
akhirnya harus merusak ekosistem hutan. Oleh karena itu, disinilah perlunya
public diplomacy untuk ikut dalam upaya perbaikan (koreksi) ke dalam, agar
kemudian citra keluar bisa diperbaiki atau ditingkatkan. Perlu kita sadari
sepenuhnya bahwa kondisi serta upaya pelestraian hutan-hutan tropis di
Indonesia menjadi sorotan dunia internasional. Tidak heran kemudian, jika
Departemen Kehutanan (Dephut) melakukan konferensi dan kerjasama
internasional dengan Uni Eropa (Illegal Logging Response Center), World Wildlife
Fund (WWF), dan The Nature Conservacy (TNC).

Lihat, “ Selamatkan Hutan dari Pencurian : Tangkapi Bandar Besarnya”, Harian Umum Pikiran Rakyat,
5 juni 2003, hal.7, kolom 5-9. Dalam buku Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasiona l, T. May
Rudy, 2005 Penerbit: Refika Aditama, hal 165.
3
Sesuai dengan kesepakatan Protokol Kyoto.

2


Page 3

Contoh Kasus : Voice Of America Effect?

Selanjutnya, saya akan memberikan contoh kasus yaitu Diplomasi
Publik Amerika Serikat di Indonesia. Salah satu stasisun TV Swasta Indonesia
yaitu Metro TV, berulang-ulang bagaikan selingan pariwara, selama bulan
ramadhan menayangkan cuplikan kehidupan warga muslim di Amerika Serikat
melalui Voice Of America (VOA) salah satu stasiun TV yang bersala dari AS.
Serial tayangan “pesan” itu menceritakan kehiduan yang nyaman, aman,
tentram, dan sejahtera bagi warga yang beragama Islam di AS. Ada dokter,
ilmuwan, dosen, guru, ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar sekolah, dan lain
sebagainya. Bahkan penanyangan seperti itu berulang-ulang menyelingi
program-program acara regular di televise. “Pesan LMA untuk persahabatan” 4
itu muncul setelah AS gencar menuding Indonesia sebagai “sarang teroris”,
menuduh K,H Abubakar Baasyir5 sebagai salah satu dalang terror dan kaki
tangan jaringan Al-Qaeda , yang menimbulkan rekasi keras dan kritik pedas dari
tokoh-tokoh muslim dan ormas-ormas Islam di Indonesia.
Jelasnya bahwa maksud dari diplomasi public yang disponsori AS itu

adalah untuk mem-public relations-kan bahwa kalangan warga Muslim di AS
tidak mengalami diskriminasi dan intimidasi. Bahwa AS hanya memusuhi
teroris bukan memusuhi penduduk yang beragama Islam. Sehingga tidak bisa
dipungkiri bahwa penanyangan “pesan LMA untuk persahabatan” adalah
4

LMA adalah singkatan untuk Lembaga Muslim Indonesia atau American Moeslem Institute For
Friendship.
5
K.H. Basyir adalah pimpinan pondok pesantren Al Mukmin, Ngruki, Solo.

Page 4

bagian dari diplomasi public melalui jurnalistik. Dalam hal ini AS melalui VOA
membuat pertimbangan dan melaksanakan program diploasi public berdasarkan
model apresiasi situasi serta model pilihan media. Bahwa berkembang situasi
“permusuhan” terhadap AS sehubungan invasi AS ke Afghanistan, tudingan
teroris kepada tokoh Islam, dan Invansi di Irak. Oleh karena itu, pemerintah AS
perlu


mengambil

langkah-langkah

kehumasan

untuk

menghapus

atau

mengurangi sikap permusuhan, memperbaiki citra, dan mengubah opini public
di Indonesia terhadap AS (dari opini public yang negative ke opini public yang
positif).
Namun di kasus yang lain, VOA juga pernah membentuk opini public
serta propaganda yang menyelipkan kebohongan adalah ketika pemerintah AS
gencar menuding bahwa krisis pangan pada akhir tahun 2007 adalah akibat
tingkat konsmusi tinggi pada negara berpenduduk banyak seperti China, India,
dan Indonesia. Padahal hal tersebut adalah akibat dari permainan spekulanspekulan yang bermain dipasar komoditas yang kemudian memonopoli harga

bahan pangan. Dan mereka/spekulan tersebut menggunakan VOA untuk
menjustifikasi bahwa hal tersebut adalah karena alasan diatas. “That is
Capitalism” mungkin istilah itulah yang cocok dengan kasus ini.
Sehingga saya menarik kesimpulan bahwa pengaruh media asing ada
yang bersifat positif dan ada yang bersifat negative. Pengaruh negative lebih
sering ditimbulkan oleh pemberitaan media/pers yang partisan. Sedangkan
untuk pemberitaan dan opini media/pers yang objektif dan positif, tentunya
justru perlu memepertimbangkan nya dalam perumusan kebijakan yang
berkaitan dengan masalah/isu yang bersangkutan. Artinya apa? Media
kemudian dalam public diplomasi sangat penting karena menjadi “Opinion
Leader” sehingga untuk melakukan Publik Diplomasi itu, “Harus mempunyai
Channel atau Akses dengan Media”. Bahkan media/pers sering disebut sebagai
cabang keempat (the fourth estate) dalam system kenegaraan setelah tiga cabang
Page 5

pemerintahan lainnya, yaitu, Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Hal ini
menunjukan besarnya peranan media/pers dalam mempengaruhi kebijakan
pemerintah dan transfer nilai-nilai yang mengkosntruksi masyarakat, apa lagi
yang masyarakat yang berada pada tipe grass-root. Apalagi dalam konteks HI
saat ini. Terima kasih.

.

Page 6