Pembayaran dan Pelaporan Pajak penghasilan

Pembayaran dan Pelaporan Pajak

Makalah
untuk memenuhi tugas matakuliah
Hukum Pajak
yang dibina oleh Bapak Dodik Juliardi

oleh
Maria Mila Lorenza (140422506743)
Laelani Yafi Maharti (140422505929)
Mohammad Farid Syaifuddin (140422505037)
Mohammad Imam Sholachuddin (140422506687)
Nadian Kusuma Dewi (110422425512)
Rully vindi Erisha (140422506334)
Susilowati (130422612335)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI
April 2015


1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.
Pajak juga disebut sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pemerintah dan
pembangunan di Indonesia. Peran pajak terhadap penerimaan negara dari tahun ke
tahun semakin dominan, terutama sejak penerimaan minyak dan gas bumi tidak
mampu lagi membiayai belanja pemerintah. Semakin besarnya peranan pajak
dalam pembangunan menjadi perhatian semua pihak, karena tingginya pajak
menunjukkan kemampuan kemandirian bangsa dalam membiayai pembangunan
dari seluruh komponen bangsa. Pajak dipungut penguasa berdasarkan normahukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum.
Pajak merupakan sumber utama pemasukan negara yang dalam
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Pajak. Pajak
memberikan manfaat secara tidak langsung bagi masyarakat, karena
kontraprestasi yang akan dikembalikan pada masyarakat adalah dalam bentuk
pembangunan infrasruktur dan fasilitas umum,sehingga pajak tersebut seharusnya
dapat dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain untuk
membangun infrastruktur dan fasilitas umum, pajak juga dipergunakan untuk

membayar gaji pegawai negeri, pensiunan pegawai negeri, bahkan subsidi yang
selama ini dirasakan oleh masyarakat berasal dari pajak yang dibayarkan.
Berbagai macam subsidi yang dikeluarkan pemerintah diantaranya subsidi BBM,
listrik, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, dan Jamkesmas. Namun pada
prakteknya subsidi ini tidak tepat sasaran. Hal ini tantangan bagi Direktorat
Jenderal Pajak sebagai institusi yang menghimpun penerimaan negara dari pajak.
Direktorat Jenderal Pajak memiliki visi menjadi institusi pemerintah yang
menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif,
efisien,dan dapat dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme
yang tinggi dan menghimpun pajak negara berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran
Pendapatan.

.2

Rumusan Masalah

Adapun yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a. Bagaimana konsep pembayaran pajak ?
b. Bagaimana konsep pelaporan pajak ?

c. Bagaimana sanksi jika melakukan pelanggaran dalam hal pembayaran dan
pelaporan pajak.?
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah :
a. Untuk mengetahui konsep dalam hal pembayaran pajak.
b. Untuk mengetahui konsep dalam hal pelaporan pajak.
c. Untuk mengetahui sanksi yang diperoleh apabila melanggar peraturan saat
pembayaran dan pelaporan pajak.
2.

Pembahasan

2.1 Konsep Pembayaran Pajak
Dalam sistem self assessment wajib pajak harus menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakan ke
kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak. Pembayaran pajak
dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP) dan untuk pelaporan
menggunakan surat pemberitahuan (SP).
2.1.1 Surat Setoran Pajak.
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan

untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara
melalui kantor pos dan/ atau bank badan usaha nilik negara atau bank badan usaha
milik negara atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh menteri keuangan.
SSP dibagi menjadi menjadi 2 (dua), adalah sebagai berikut:
a. SSP standar adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan atau berfungsi untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kantor
penerimaaan pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran.
b. SSP khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke kantor
penerimaan pajak yang dicetak oleh kantor penerimaan pembayaran dengan
menggunakan mesin transaksi dan/ atau alat lain yang sesuai dengan yang

ditetapkan dalam keputusan dirjen pajak dan mempunyai fungsi yang sama
dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan.
SSP standar dibuat dalam rangkap lima (5) yang peruntukannya sebagai
berikut:
 Lembar1: untuk arsip wajib pajak.
 Lembar2: untuk kantor pelayanan pajak melalui kantor pembendaharaan dan
kas negara.
 Lembar3: untuk dilaporkan wajib pajak ke kantor pelayanan pajak.
 Lembar4: untuk arsip kantor penerimaan pembayaaran.

 Lembar5: untuk arsip wajib pungut dan pihak lain sesuai dengan ketentuan
perundangan perpajakan yang berlaku.
SSP khusus dicetak oleh kantor penerimaan pembayaran yang telah
mengadakan kerjasama monitoring pelaporan pembayaran pajak (mp3) dengan
dirjan pajak.
Cara pengisian SSP khusus adalah sebagai berikut:
a.

NPWP diisi dengan NPWP 11 dihit apabila SSP digunakan untuk
melakukan pembayaran sebelum 31 maret 2001.

b.

NPWP baru 15 digit yang diterima oleh wajib pajak sebelum tanggal 1
april 2001 baru digunakan untuk identitas pembayaran pajak sejak 1 april 2001
dengan menggunakan SSP sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dirjen
pajak.

c.


NTPP dan/ atau NTB dicantumkan pada ” ruang teraan”

2.1.2 Surat Pemberitahuan
Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajip pajak digunakan
untuk melaporkan perhitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau
bukan objek pajak dan/ atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan paraturan
perundangan-undangan perpajakan. Fungsi dari surat pemberitahuan sebagai
berikut.
a.

Bagi wajib pajak, surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk
melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a) Pembayara atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakkan sendiri dan/ atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak
bagian tahun pajak
b) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ atau bukan objek pajak.
c) Harta dan kewajiban.
d) Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau

pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa, yang
ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
b. Bagi pengusaha kena pajak fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
pertumbuhan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya
tertuang dan untuk melaporkan tentang:
a) Perkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.
b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanaakan sendiri oleh
pengusaha kena pajak dan/ atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak,
yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan setorkan.
2.1.3 Pengelompokan Pembayaran Pajak
Pembayaran pajak dapat dikelompokkan menjadi :
a) Pembayaran masa
b) Pembayaran kekurangan pajak setelah berakhirnya tahun pajak/bagian
tahun pajak
c) Pembayaran karena adanya Surat Tagih Pajak, Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding.
a. Pembayaran kekurangan pajak setelah berakhirnya tahun pajak (PPh Pasal 29)

Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 bulan ketiga untuk wajib
pajak orang pribadi 25 bulan ketiga untuk wajib pajak badan setelah tahun pajak
atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum Sebelum surat pemberitahuan ini
disampaikan.
b. Pembayaran karena adanya penagihan (STP, SKPKB, SKPKBT, SK Keberatan,
Putusan Banding)
Surat Tagih Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan.
2.1.4 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah
kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya
terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.

Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
a.

Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar
dari pada jumlah pajak yang terutang:
a) Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur
Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar
atau berdomisili.
b) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
 Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang.
 Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut
oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang
dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak
yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.

 Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang

dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
c) SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
b.

Dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang:
Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar
oleh WP yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan
pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau
dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut
berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau bukan
merupakan objek pajak.
a) Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi yang
belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor
Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili,
apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya
tidak terutang. Surat permohonan harus melampirkan: Asli bukti
pembayaran pajak, Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, dan
Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.

 WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM) dapat
mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak
melalui KPP tempat WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar
atau melalui KPP tempat Pengusaha Kena Pajak yang dipungut
dikukuhkan dengan catatan PPh dan PPN serta PPnBM yang dipotong
atau dipungut belum dikreditkan atau dibiayakan. Surat permohonan
harus melampirkan: Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak,
Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, dan Alasan
permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang.
b) WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan dapat mengajukan
permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP
tempat WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila
terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya
dan pihak yang dipotong atau dipungut adalah :
 orang pribadi yang belum memiliki NPWP
 subjek pajak luar negeri atau
 terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau
pemungutan kecuali.
c) WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan tidak dapat ditemukan
yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha.
Surat permohonan harus melampirkan :
 Asli bukti pembayaran pajak
 Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang
 Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang; dan d. Surat kuasa dari pihak yang dipotong atau
dipungut kepada WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan
atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan.
Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan
pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan WP diterima secara lengkap
dan menerbitkan SKPLB bila hasil penelitian tersebut terdapat pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang. Apabila hasil penelitian tidak terdapat pajak yang
seharusnya tidak terutang, maka Direktur Jenderal Pajak harus memberitahu
secara tertulis kepada WP.
2.2 Pelaporan Pajak
Dalam pelaporan pajak, Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang
melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong
atau Pemungut PPh, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), dan ayat (12) wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.

a. Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang
telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13) dan ayat (13a),
serta Pasal 2A, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan,
paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (13) dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke
Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut,
paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
c. Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (13a) dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke
Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi
atau tempat kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya
setelah saat terutangnya pajak.
d. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) wajib
melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja
terakhir minggu berikutnya.
e. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (10) wajib
melaporkan hasil pemungutannya paling lama 14 (empat belas) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
f. Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah
disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (14) dan ayat (15) ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
g. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(16) dan ayat (17) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat
Pemberitahuan Masa, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling
lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.
.3

Syarat-syarat dalam Pembayaran dan pelaporan Pajak

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah,
maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak
menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
2.3.1 Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundangundangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
a.

Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.

b.

Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat
sebagai wajib pajak.

c.

Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan
berat ringannya pelanggaran.

2.3.2 Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan
yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
a. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU
tersebut harus dijamin kelancarannya.
a. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara
umum.
b. Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak.
2.3.3 Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,
maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan
masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama
masyarakat kecil dan menengah.
2.3.4 Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya

pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak
akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan
maupun dari segi waktu.
2.3.5 Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam
pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat
positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran
pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin
enggan membayar pajak. Contoh:
a. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
b. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu
10%.
c. Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan
maupun perseorangan (pribadi)
2.4 Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Pembayaran dan Pelaporan Pajak
2.4.1 Fungsi
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:
a. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,

yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan
dari sektor pajak.
b. Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam
negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.
Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
c. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasidapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran
uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan
efisien.
d. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.4.2 Manfaat
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau
keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan
pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa
pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan
uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan,
jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk
pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan

masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal
dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai
dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan
penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang
jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Secara singkat pajak
dimanfaatkan untuk mendanai:

.5



Pembangunan fasilitas dan infrastruktur



Alokasi Dana Umum



Pemilihan Umum ( PEMILU)



Penegakan hukum



Subsidi pangan dan BBM



Pelayanan Kesehatan



Pendidikan



Pertahanan dan Keamanan



Kelestarian lingkungan hidup



Kelestarian budaya



Transportasi missal

Sanksi yang diberikan jika Wajib Pajak belum Melakukan Pembayaran
dan Pelaporan Pajak
Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena

pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka
pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri.
Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan
pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar
pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah
telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.
Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan.
Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi

hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksisanksi perpajakan.
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk
menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksisanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang
dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai
hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di
bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal
pengenaannya. Ada 2 macam Sanksi perpajakan, yaitu:
a. Sanksi Administrasi
Terdiri dari:
a) Sanksi Administrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU
perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu,
persentase dari

jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.

Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi
pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang
sifatnya alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih laniut, dalam tabel 1 dimuat
hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk
pengenaan denda, dan besarnya denda.
b) Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang
menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu
menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan
bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga
majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak
dihitung berdasarkan bunga majemuk. Besarnya bunga akan dihitung secara tetap
dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya
membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat

ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih
kembali dengan disertai bunga lagi.
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga
dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan
kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung
secara harian. Untuk mengetahui lebih Jelas mengenai hal-hal yang dapat
menyebabkan sanksi bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak.
c) Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan
adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan
sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda.
Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu
dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
b.

Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam

perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada
dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan
sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali
melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai
sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan
SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak
kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran
disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang
mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja
tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.

Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana
di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya
masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan
daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar
penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada
intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun,
dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana
biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu
ada.
3. Kesimpulan
Di Indonesia wajib pajak telah dimudahkan dengan adanya sistem self
assessment. Dengan adanya sistem ini wajib pajak harus menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakan ke
kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak.sehingga tidak ada alasan
lagi untuk enggan membayar pajak.
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau
keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan
pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa
pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan
uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan,
jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk
pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan
masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal
dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai
dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan

penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang
jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
DAFTAR RUJUKAN
Suandy, Erly. 2014. Hukum Pajak. Edis 6. Jakarta Selatan: Penerbit
Salemba Empat.
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 8. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.