Efek Rumah Kaca dan pemanasan (2)

Efek Rumah Kaca
Akhir-akhir ini, sering kita mendapat berita tentang banyaknya bencana alam, naiknya
permukaan air laut dan berbagai macam penyakit manusia. Efek rumah kaca, begitu para pakar
lingkungan menyebut akan fenomena alam tersebut. Berbagai konferensi tingkat dunia pun
banyak digelar untuk menanggulangi permasalahan efek rumah kaca ini agar tak semakin
memburuk. Apa itu efek rumah kaca, apa penyebabnya dan bagaimana mencegahnya ?
Efek rumah kaca sebenarnya adalah istilah yang didapatkan dari pengalaman para petani saat
mereka menanam sayur-sayuran dan biji-bijian di dalam rumah kaca atau green house. Pada
siang hari, suhu di dalam green house tersebut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
diluar. Hal ini dikarenakan, sebagian panas sinar matahari diserap oleh tanaman dan tanah di
dalam green house dan sebagian lagi dipantulkan dalam bentuk sinar infra merah. Sinar infra
merah ini tidak bisa menembus keluar green house sehingga terjebak di dalam green house,
menyebabkan suhu di dalam meningkat, menjadi lebih panas daripada suhu di luar green house.
Dengan demikian bisa dikatakan efek rumah kaca adalah pemanasan suatu benda langit atau
angkasa yang disebabkan kondisi dan komposisi atmosfernya.

Penyebab Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas-gas pemicu efek rumah kaca, yang
diantaranya adalah :
Karbondioksida
Karbondioksida adalah senyawa kimia dalam bentuk gas yang dihasilkan dari proses

pembakaran bahan bakar fosil, batu bara serta bahan organik lainnya. Tingginya konsentrasi
karbondioksida yang dihasilkan, dapat melampaui kemampuan laut maupun tumbuhan untuk
menyerapnya. Hal ini menjadi salah satu pemicu adanya efek rumah kaca.
Hidrokarbon metana
Hidrokarbon metana adalah gas yang dilepaskan selama proses transportasi dan proses produksi
gas alam, batu bara dan minyak bumi. Metana adalah komponen utama dari gas alam sehingga
termasuk dalam pemicu efek rumah kaca.
Nitrogen oksida
Nitrogen oksida dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, dan juga dari lahan pertanian.
Nitrogen oksida dihasilkan dari reaksi antara nitrogen dan oksigen yang bertemu di udara saat
terjadi pembakaran, yang biasanya terjadi dalam suhu tinggi. Contoh proses penghasil nitrogen

oksida adalah padatnya lalulintas, sehingga gas ini termasuk dalam pemicu efek rumah kaca.
Selain gas-gas tersebut diatas gas-gas lain juga dapat menyebabkan efek rumah kaca, seperti
belerang dioksida dalam proses produksi baterai, deterjen, pupuk, dan bubuk mesiu, serta
klorofluorescent (CFC) dalam produk-produk semprot atau spray seperti obat nyamuk semprot,
dan pewangi ruangan semprot.

Dampak Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca bagi lingkungan menyebabkan perubahan negatif, seperti naiknya permukaan

air laut, perubahan iklim ekstrim, terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, pemanasan global,
terjadi fenomena kekeringan dan gagal panen, berkurangnya kemampuan bumi dalam menyerap
karbondioksida dan munculnya berbagai wabah penyakit.

Pencegahan Efek Rumah Kaca
Mengingat bahaya-bahaya yang bisa terjadi dari efek rumah kaca, berbagai cara telah ditemukan
antara lain, memelihara dan menanam tumbuhan lebih banyak lagi, dengan kata lain mencegah
pembalakan liar di hutan- hutan. Tumbuhan akan menyerap karbondioksida dalam proses
fotosintesis, memecahnya dan menyimpan karbon di kayunya. Sebagai hasil dari fotosintesis,
tumbuhan akan menghasilkan dan melepaskan oksigen / O2 ke udara, sehingga udara menjadi
sejuk.
Di bidang internasional, telah dibentuk konvensi Protokol Kyoto sebagai upaya untuk
menanggulangi efek rumah kaca. Protokol Kyoto memerintahkan negara-negara di dunia untuk
berkomitmen mengurangi emisi gas karbondioksida serta kelima gas lainnya penyebab efek
rumah kaca. Efek rumah kaca menjadi hal yang tidak bisa kita hindari dalam jaman kita yang
semakin bertambah maju. Namun bersama-sama kita bisa meminimalkan efek rumah kaca
terhadap lingkungan bumi tempat tinggal kita dengan kesadaran yang tinggi dengan hidup ramah
lingkungan, dan menjadikan gaya hidup green living sebagai gaya hidup kita yang baru. Dengan
menanam tumbuhan lebih sering dan lebih banyak kita telah ikut membantu dan menjaga
kelestarian alam bumi kita tercinta ini.


Upaya Pencegahan
Setelah memerhatikan begitu banyaknya dampak yang akan ditimbulkan dari efek rumah kaca
tersebut, maka sudah selayaknya sebagai sesama penduduk bumi, kita saling bahu membahu
berupaya untuk mencegah meluasnya pemanasan global supaya tidak semakin parah. Bagaimana
upaya strategis yang bisa kita lakukan untuk mengurangi efek rumah kaca tersebut? berikut ini
beberapa cara yang bisa dilakukan secara sinergis oleh para penduduk bumi:
1. Menciptakan dan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan
Tahukah Anda bahwa gas karbon dioksida cukup besar disumbangkan dari asap kendaraan
bermotor yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, Anda perlu memilih bahan bakar
alternatif seperti biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang dibuat dari berbagai
lemak tanaman atau pun hewan yang ramah lingkungan. Ada banyak tanaman yang bisa
dijadikan sebagai sumber lemak untuk pembuatan bahan bakar, diantaranya adalah biji
jarak, zaitun, bunga matahari dan sebagainya. Sementara dari jenis lemak hewani, lemak
ayam merupakan bahan murah yang mudah didapat dan bisa dibuat sebagai bahan bakar
ramah lingkungan. Saat ini telah banyak ditemukan berbagai penelitian tentang biodiesel.
Penggunaan biodiesel secara jelas akan membantu mengurangi efek rumah kaca.
2. Penghijauan di muka bumi
Tanaman hijau merupakan salah satu solusi utama untuk mengurangi timbunan gas karbon
dioksida di udara. Dimana pada proses fotosintesis tanaman, gas tersebut dibutuhkan

sebagai komponen utama. Oleh karena itu, dengan melakukan penghijauan melalui
penanaman pohon hijau, atau pemeliharaan hutan-hutan lindung di muka bumi, secara
langsung akan membantu menyerap timbunan gas rumah kaca di udara, sehingga kondisi
udara pun dapat disaring dan akhirnya akan bersih kembali. Gerakan menanam pohon
merupakan langkah mudah untuk mencegah efek rumah kaca.
3.
Melakukan kegiatan positif yang biasa kita sebut dengan 3R (Reduce, Reuse, dan
Recycle). Misalnya menghindari penggunaan tas plastik saat berbelanja dan memilih
menggunakan tas kain yang ramah lingkungan serta dapat digunakan berulang-ulang.
Selain itu, dapat pula dengan mendaur ulang kertas atau plastik yang sudah tidak terpakai
lagi menjadi barang-barang yang dapat dimanfaatkan kembali.
4.
Hal lain yang dapat kita lakukan ialah mematikan alat elektronik saat tidak digunakan
(contoh: TV dan lampu), dan tidak membiarkannya dalam keadaan stand by. Sebaiknya
kita mencabut aliran listrik pada TV dan lampu saat malam hari sebelum kita tidur. Alatalat elektronik yang kita biarkan dalam keadaan switch off atau mungkin stand by ternyata
masih berpotensi menggunakan energi. Jangan lupa cabut juga cahrger HP, BB atau Ipad
setelah digunakan jangan biarkan tetap menempel di colokan listrik.
Untuk mengatasi pemanasan global memang diperlukan usaha yang sangat keras dan butuh
waktu yang sangat lama. Namun, kita bisa mengurangi efeknya dengan mulai melakukan hal-hal
yang ramah lingkungan untuk menyelamatkan Bumi. Sayangnya, kurangnya sosialisasi dan

kepekaan masyarakat terhadap Bumi ini lah yang turut menjadi penghambat upaya penyelamatan
Bumi kita yang sedang marah ini. So, stop global warming! (woelan, 131113)

Global Warming

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan
daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F)
selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad
ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia”[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh
setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negaranegara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan
meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan
angka perkiraan itu dikarenakan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi
gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda.
Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan
muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat

emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain
seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2]
serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah pemanasan yang
diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan
yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih
terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus
dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi
terhadap konsekwensi-konsekwensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di
dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan
emisi gas-gas rumah kaca.

Penyebab pemanasan global

Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi
tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini
mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi.

Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian
panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara
lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gasgas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan
akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang
dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya
konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di
bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata
sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca
(tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan
tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global
menjadi akibatnya.
Efek umpan balik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan
balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan
akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan
menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan
gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga

tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih
besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan
kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak
menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara
perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila
dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga
akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut
akanmemantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan
efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa
detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan
dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km
untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian,
umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan
dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan
Pandangan IPCC ke Empat.[3]
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh
es.[4] Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan
kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air

dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya
lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi
Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang
mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost)
adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh
juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini
diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi
pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]
Variasi Matahari
Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat
oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan
antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas
Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak
akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan

lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi
mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas
gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun
1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah
diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa
Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global
selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan
rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi
berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka
juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah
dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan
meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar
pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa
mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat “keterangan” dari Matahari pada seribu
tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
“keterangannya” selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap
pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa
tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik

melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]
Mengukur pemanasan global
Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa
Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah
komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini
dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu
International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di
Hawai. Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di
atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang
dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah
kaca di atmosfer.
Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka
tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke

waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk
memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada
akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik
ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya. Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan
daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang
dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan
dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari
perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama
pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini
menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika
dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun
terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan
1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1
derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh
aktifitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi
peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F)
antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah
lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang
telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun
atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali. Jika emisi gas rumah kaca terus
meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat
hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri.
Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa
perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan
menghadapi masalah ini dengan resiko populasi yang sangat besar.
Model iklim
Prakiraan peningkatan temperature terhadap beberapa skenario kestabilan (pita berwarna)
berdasarkan Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Garis hitam menunjukkan prakiraan terbaik;
garis merah dan biru menunjukkan batas-batas kemungkinan yang dapat terjadi.
Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario
SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Model iklim global
Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer
berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya,
dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model
ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih
hangat.[15] Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca
di masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan
pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki
penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan
yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun
aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan temperature
global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari

iklim.[16] Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara
tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi;
mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang
dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan
berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario
Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model
menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan
umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES,
respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga
menunjukkan beberapa umpan balik positif.[17][18][19]
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap
model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam
menyelesaikan masalah ini. [20] Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut
mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung
dari variasi Matahari.
Dampak pemanasan global
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi
atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah
membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi
permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
Cuaca
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan
Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi.
Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es
yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju
ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian
yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih
panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk
meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan.
Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau
menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan
gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer.
Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak,
sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan
menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan
meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit
pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus
tahun terakhir ini)[21]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat
menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai
(hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar.
Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin
akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
CARA MENCEGAH PEMANASAN GLOBAL

1. kurangi menggunakan kendaraan bermotor dengan memakai sepeda atau jalan kaki juga
baik untuk kesehatan
2. jangan menggunakan ac karena ac yang menggunakan daya 1000wat 650gr co2 per
jamnya yang merusak atmosfer bumi dan kesehatan lebih maik menggunakan kipas
angina
3. jangan menggunakan pengering mesin cuci lebih baik baju dijemur langsung di bawah
sinar matahari
4. gantilah lampu dengan lampu hemat energi karena jika kita mengganti satu lampu hemat
energi berarti kita sudah menghemat 400kg CO2
5. daur sampah organic karena sampah menyumbang 3% emisi gas rumah kaca melalu
metana
6. pisahkan sampah kertas,plastic dan kaleng gar dapat di adaur ulang karena mendaur
ulang alumunium berarti menghemat90% energi yang dibutuhkan untuk memproduksi
alumunium yang berate menhemat 9kg CO2 per kikogram alumunium
7. yang paling mudah tanamlah satu orang satu pohon yang utama di pedesaan yang masih
banyak lahan kosong
8. jangan menebang hutan
9. jangan menggunakan bahan baker dari kayu terutama yang ada di pedesaan
Penyebab penipisan lapisan ozon adalah meningkatnya aktifitas manusia. Penipisan lapisan
Ozon adalah jenis kerusakan ozon yang dihadapi atmosfer Bumi saat ini. Ozon adalah gas yang
membentuk lapisan di sekitar atmosfer Bumi dan terletak kira-kira 10-50 Km di atas permukaan
Bumi. Konsentrasi lapisan ozon terdapat di bagian atas stratosfer. Lapisan ozon ini berfungsi
untuk menyerap radiasi ultraviolet dari Matahari yang berbahaya bagi kehidupan di Bumi.
Radiasi ultraviolet inilah yang dapat merusak kulit dan dapat menyebabkan kanker (cancer).

Warna biru menandakan kerusakan lapisan Ozon
Molekul lapisan ozon terdiri atas tiga atom oksigen, O3 yang mudah terurai menjadi O2
ditambah atom O yang sangat reaktif. Ozon pekat berwarna biru pucat, mencair pada suhu -111,9
derajat celcius dan membeku pada suhu -193 derat celcius. Lapisan ozon pada bagian bawah
atmosfer Bumi justru merugikan karena bereaksi dengan hidrokarbon sisa yang keluar dari
knalpot kendaraan dan membentuk asap kabut. Ozon ini terbentuk dari oksigen dengan
melibatkan oksida nitrogen. Pembentukan asap kabut itu juga melibatkan cahaya matahari.

Penyebab penipisan lapisan ozon yang paling umum adalah klorofluorokarbon (CFC), yaitu
sejenis zat kimia yang banyak dipakai oleh manusia dalam kaleng aerosol, sebagai pendingin
(refrigeran) pada lemari es, pelarut, dan gas dorong (Propelan). CFC sangat tidak reaktif, tidak
larut dalam air, dan tetap dalam bentuk gas dan berada dalam atmosfer. CFC terus terkumpul
dalam jumlah yang semakin besar dan melayang ke atas sampai ke stratosfer. Oleh sinar
ultraviolet, CFC diuraikan dan menghasilkan atom klor, yang selanjutnya bereaksi dengan ozon
dan melepaskan atom oksigennya yang labil. Satu atom klor dapat menyebabkan hancurnya
ribuan molekul ozon, dan selanjutnya menjadi penyebab penipisan lapisan ozon.
Akibat penipisan ozon
1. Menipisnya lapisan ozon dalam atmosfer bagian atas diperkirakan menjadi penyebab
meningkatnya penyakit kanker kulit dan katarak pada manusia, merusak tanaman pangan
tertentu, mempengaruhi plankton yang akan berakibat pada rantai makanan di laut, dan
meningkatnya karbondioksida (lihat pemanasan global) akibat berkurangnya tanaman dan
plankton. Sebaliknya, terlalu banyak ozon di bagian bawah atmosfer membantu
terjadinya kabut campur asap, yang berkaitan dengan iritasi saluran pernapasan dan
penyakit pernapasan akut bagi mereka yang menderita masalah kardiopulmoner.
2. PENCAIRAN GUNUNG ES
Lubang ozon di Antartika disebabkan oleh penipisan lapisan ozon antara ketinggian
tertentu seluruh Antartika pada musim semi. Pembentukan ‘lubang’ tersebut terjadi setiap
bulan September dan pulih ke keadaan normal pada lewat musin semi atau awal musim
panas.
Cara mengurangi Kerusakan Lapisan Ozon
Beberapa langkan yang dapat dilakukan untuk menjaga lapisan ozon adalah dengan
melakukan kegiatan ramah ozon atau ozone friendly dan sosialisasi untuk mengubah perilaku
manusia secara bertahap. Upaya ini harus selalu menerapkan prinsip 4R, yaityu melakukan:
reduce, reuse, recycle, replace/replant.
Langkah-langkah lain:
− Kurangi pemakaian barang-barang yang memiliki bahan .
− Di rumah dan perkantoran, minimalkan jumlah Air Conditioner yang digunakan.
− Diperlukan desain arsitektur yang lebih baik sehingga udara segar dapat masuk dengan
leluasa ke dalam
ruangan kantor atau kamar tidur sehingga keperluan AC bisa
dikurangi.
− Sesuaikan kapasitas kulkas dengan dengan kebutuhan sehingga lebih efektif.

Pengertian hujam asam adalah air hujan yang mempunyai pH di bawah 5,6. Proses
terjadinya hujan asam hampir sama dengan pemanasan global. Dampak dari hujan asam
bagi kehidupanakan merusak ekosistem dan kesehatan manusia. Untuk lebih detail tentang
hujan asam seperti penyebab hujan asam dan seabgainya, ikuti terus artikel ini. Pak guru akan
menjelaskannya secara detail.

Sejarah hujan asam.
Tahun 1800an di Inggris terjadi revolusi besar-besaran dalam bida industri. Dampak dari revolusi
industry tersebut menyebabkan kota Manchester tertutupi oleh asap. Yakni karena penggunaan
batu bara dan minyak bumi yang berlebihan. Pada waktu tersebut belum ditemukan teknologi
untuk mengurangi gas yang keluar dari aktivitas pabrik dan lainnya. Di Inggris pada waktu itu
sudah ditemukan kendaraan dan mesin untuk memudahkan aktivitas manusia. Oleh karena itu
rakyat Inggris pastinya sangat senang. Akan tetapi lupa dengan dampak dari revolusi yang besarbesaran tersebut.
Penemu dari hujan asam di kota Manchester, Inggris ialah Robert Angus Smith. Ia menemukan
hubungan dari polusi udara dengan hujan asam. Dari penelitiannya, Robert berkesimpulan bahwa
dampak dari hujan asam akan menghancurkan alam secara perlahan.
Penyebab hujan asam.
Penyebab hujan asam berasal dari dua aktivitas yaitu: aktivitas manusia dan aktivitas alam.
Aktivitas manusia karena penggunaan batu bara dan minyak bumi.
1. penyebab hujan asam dari aktivitas manusia;
a. asap kendaraan bermotor;
b. asam hasil pabrik;
c. asam dari pembangkit listrik yang menggunakan batubara.
2. penyebab hujan asam dari aktivitas alam:
a. aktivitas gunung berapi yang mengeluarkan asap seperti belerang.
b. proses biologis yang terjadi di danau, laut, dan tanah.
Yang paling banyak berkontribusi dalam hujan asam adalah aktivitas manusia.

Proses terjadinya hujan asam.
Berikut proses terjadinya hujan asam secara ilmiah:

Asap kendaraan atau asap pabrik terdapat zat belerang dan
gas nitrogen yang nantinya bereaksi dengan oksigen yang berada di udara. Reaksi tersebut
menghasilkan nitrogen oksidan dan sulfur dioksida. Zat tersebut akan terbawa ke atmosfer yang
akan bereaksi lagi dengan titik air di awan. Reksi tersebut menghasilkan asam nitrat dan asam
sulfat. Kedua jenis azam tersebut sangat mudah bercampur dan larut dengan air hujan. Sehingga
air hujan yang jatuh ke permukaan bumi sudah memiliki pH yang rendah atau asam.
Dampak hujan asam bagi kehidupan.
1. tingkat kesuburan tanah menurun karena kandungan asam yang berlebih.
2. ikan dan plankton sebagai sumber makanan ikan akan mati karena air memiliki tingkan
keasaman yang tinggi. Air dan plankton tidak bisa hidup dengan tingkat keasaman
tertentu.
3. proses fotosintesis pada tumbuhan terganggu sehingga tumbuhan banyak yang mati dan
pertumbuhannya terhambat.
4. kematian pada hewan dan terlambatnya pertumbuhan hewan. Hewan di alam minum air
yang asam sehingga merusak pencernaan dan akan menimbulkan kanker pada hewan.
5. jika air minum sudah terkontaminasi dengan air hujan asam akan menyebabkan sejumlah
penyakit seperti kanker dan masalah lainnya.
6. Menyebabkan korosi pada berbagai logam khususnya yang mudah korosi atau karatan
adalah besi. Misalnya pada jembatan yang terbuat dari besi akan berbahaya akibat
karatan sehingga bisa roboh.
7. Tumbuhan yang terkena hujan asam dalam jumlah yang tinggi bisa menjadi layu dan
pada akhirnya mati.
8. Air danau yang semakin asam karena hujan asam dapat menyebabkan ikan menjadi mati
karena tidak bisa bertahan hidup.
Upaya pencegahan terbentuknya hujan asam antara lain :
a. Menggunakan bahan bakar dengan kandungan belerang rendah Minyak bumi dan batu
bara merupakan sumber bahan bakar utama di Indonesia. Minyak bumi memiliki
kandungan belerang yang tinggi, untuk mengurangi emisi zat pembentuk asam dapat

digunakan gas alam sebagai sumber bahan bakar. Usaha lain yaitu dengan menggunakan
bahan bakar non-belerang seperti methanol, etanol, dan hidrogen. Namun penggunaan
bahan bakar non-belerang ini juga perlu diperhatikan karena akan membawa dampak
pula terhadap lingkungan.
b. Desulfurisasi adalah proses penghilangan unsur belerang.

Desulfurisasi dapat dilakukan pada waktu :
1. Sebelum pembakaran Kandungan belerang dapat dikurangi saat proses produksi bahan
bakar. Misalnya, batubara dapat dicuci untuk membersihkan batubara dari pasir, tanah,
dan kotoran lain serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit sampai 50-90%.
2. Selama pembakaran Pengendalian pencemaran selama pembakaran dapat dilakukan
sengan Lime Injection in Multiple Burners (LIMB). Caranya dengan menginjeksikan
kapur Ca(OH)2 dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat
pembakaran khusus. Teknologi LIMB ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 80% dan
NOx 50%.
3. Setelah pembakaran Teknik pengendalian setelah pembakaran disebut scubbing. Prinsip
teknologi ini adalah mengikat SO2 dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben.
Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. b. Mengaplikasikan prinsip 3R
(Reuse, Recycle, Reduce)