obat obat asma Emfisema paru

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
GANGGUAN SISTEM RESPIRASI
EMFISEMA PARU

MAKALAH

oleh
Kelompok 7

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
EMFISEMA PARU

MAKALAH
disusun sebagai pemenuhan tugas Keperawatan Klinik II B
dengan dosen pengampu: Lantin Sulistyorini, S.Kep.,Ns.,M.kes


oleh
Aisatul Zulfa

142310101029

Widiyatus Sholehah

142310101056

Mega Rani Wulandari

142310101086

Annisa Clara

142310101123

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang
merupakan salah satu kelompok penyakit yang menjadi masalah kesehatan di
Indonesia.Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) 1986 emfisema
menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
penyebab kesakitan utama. SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian
karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering
kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya
kemajuan industri.
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan
mencolok tetapi menimbulkan pula pencemaraan lingkungan dan polusi.
Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabklan penyakit
bronkitis kronik dan emfisema.Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang
menderita .Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang
dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65% laki-laki
dan 15% wanita.
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai

dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok adalah penyebab
utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada pasien perokok berumur 1525 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas
kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri.
Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan
kegagalan napas dan meninggal dunia.

1

Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok
tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi
rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang
rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328
miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215
miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua fihak
khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.Atas
dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang
merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan
Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga diharapkan perawat mampu

memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Apa yang dimaksud emfisema paru?

1.2.2

Bagaimana epidemiologi emfisema paru?

1.2.3

Bagaimana etiologi emfisema paru?

1.2.4

Bagaimana tanda dan gejala emfisema paru?

1.2.5


Apa saja komplikasi dan prognosis emfisema paru?

1.2.6

Bagaimana pengobatan emfisema paru?

1.2.7

Bagaimana pencegahan emfisema paru?

1.2.8

Bagaimana gambaran pathway emfisema paru?

1.2.9

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan emfisema paru?

1.3 Tujuan

1.3.1

Tujuan Umum

2

Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan konsep emfisema paru
1.3.2

Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian emfisema paru
b. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi emfisema paru
c. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi emfisema paru
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala emfisema paru
e. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi emfisema paru
f. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis emfisema
paru
g. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan emfisema paru
h. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan emfisema paru
i. Mahasiswa mampu menggambarkan pathway emfisema paru

j. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien
dengan emfisema paru

3

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Emfisema Paru
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai
oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan.
Emfisema adalah suatu penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan
pernafasan yang pendek yang disebabkan oleh kesulitan untuk menghembuskan
seluruh udara keluar dari paru-paru karena tekanan udara yang berlebihan dari
kantung udara di dalam paru-paru (alveoli). Normalnya ketika bernafas, alveoli
mengembang ketika udara masuk untuk pertukaran gas antara alveoli dan darah.
Sewaktu menghembuskan nafas, jaringan elastis di alveoli menyebabkan alveoli
kembali menguncup, memaksa udara untuk keluar dari paru-paru melalui saluran
pernafasan. Pada emfisema, hilangnya elastisitas yang demikian karena kerusakan
akibat bahan kimia dari asap tembakau atau polutan yang menyebabkan alveoli
berekspansi terus menerus dan udara tidak dapat keluar sama sekali. Ketika
jaringan kehilangan elastisitasnya pada saluran pernafasan kecil di atas alveoli, hal

ini menyebabkan terjadinya pengempisan saluran pernafasan, yang lebih lanjut
lagi dapat membatasi udara mengalir keluar. Pada kasus berat, hal ini dapat
menyebabkan pelebaran rongga dada, yang dikenal dengan nama barrel chest.
Orang yang menderita emfisema biasanya bernafas dengan mengerutkan bibir
karena bibir hanya sedikit terbuka ketika mereka menghembuskan nafas,
meningkatkan

tekanan

pada

saluran

pernafasan

yang

mengempis

dan


membukanya, membiarkan udara yang terperangkap agar dapat dikosongkan.
4

Pengobatan seperti bronkoldilator dan kortikosteroid, tersedia untuk membantu
mengurangi gejala. Berhenti merokok adalah satu-satunya cara untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut dari kondisi ini.
Terdapat tiga tipe emfisema:
a. Emfisema sentriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan
bronkiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah
sampai bronkiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap bersisa.
b. Emfisema panlobular (panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umunya juga merusak paruparu bagian bawah. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering
kali timbul pada perokok. Panacinar timbul pada orang tua dan pasien
dengan defisiensi enzim alfa-antitripsin.
c. Emfisema paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs
(udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan.


2.2 Epidemiologi Emfisema Paru
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.
Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat
menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65% laki-laki dan
15% wanita.
Data epidemiologis di Indonesia sangat kurang. Nawas dkk
melakukan penelitian di poliklinik paru RS Persahabatan Jakarta dan
mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26%, kedua terbanyak setelah
tuberkulosis paru (65%). Di Indonesia belum ada data mengenai emfisema
paru.
2.3 Etiologi Emfisema Paru
1. Merokok
5

Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat hubungna yang
erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV)
(Nowak, 2004).
2. Keturunan
Belum diketahui jelas apakan faktor keturunan berperan atau tidak pada

emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1
antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan
paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi
alfa 1 antitripsin adalah satu kelainan yang diturunkan secara autosom
resesif. Orang yang sering menderita emfisema paru adalah penderita yang
memiliki gen S atau Z. Emfisema paru akan lebih cepat timbul bila
penderita tersebut merokok.
3. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalagejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi saluran pernafasan atas pada
seorang penderita bronkhitis kronis hampir selalu melipatkan infeksi paru
bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi
bronkhitis kronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
4. Hipotesis Elastase-Antielastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
antielastase

agar

tidak

terjadi

kerusakan

jaringan.

Perubahan

keseimbangan antara keduanya akan menimbulkan kerusakan pada
jaringan elastis paru. Struktur paru akan berubah dan timbulah emfisema.
Sumber elastase yang penting adalah pankreas, sel-sel PMN, dan
makrofag alveolar (pulmonary alveolar macrophag-PAM). Rangsangan
pada paru antara lain asap rokok dan infeksi menyebabkan elastase
bertambah banyak. Aktivitas sistem antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1protease-inhibitor terutama enzim alfa 1-antitripsin menjadi menurun.
Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbangan antara
elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastis
paru dan kemudian emfisema.

6

5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambh merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Pengaruh usia
2.4 Tanda dan Gejala Emfisema Paru
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Sesak napas
Batuk kronis
Sering merasa gelisah
Penurunan berat badan
Sering merasa kelelahan
Berkurangnya nafsu makan
Edema
Penurunan kemampuan untuk berolahraga

2.5 Patofisiologi Emfisema Paru
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadi kerusakan pada dinding
alveolus yang akan menyebabkan over distensi permanen ruang udara. Perjalanan
udara akan terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada
emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara
alveoli, jalan napas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut
atau recoil. Pada saaat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan diantara
ruang alveolus (disebut blebs) dan diantara parenkim paru-paru (disebut bullae).
Proses ini akan menyebabkan meningkatkan ventilatori pada ‘dead space’ atau
area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.
Kerja napas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan
paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Emfisema juga menyebabkan
destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O 2 dan
penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan usia,

7

tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan
dengan bronkhitis kronis dan merokok.
2.6 Komplikasi dan Prognosis Emfisema Paru
2.6.1 Komplikasi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.6.2

Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernafasan
Daya tahan tubuh kurang sempurna
Proses peradangan yang kronis di saluran napas
Tingkat kerusakan paru makin parah.
Pneumonia
Atelaktasis
Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
Prognosis
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur
dan gejala klinis waktu berobat.
Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan :

a. Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.
b. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat
dan meninggal.
2.7 Pengobatan Emfisema Paru
Jenis obat yang diberikan pada penderita emfisema paru adalah
1. Bronkodilaor
2. Terapi aerosol
3. Pengobatan infeksi
4. Kortikosteroid
5. oksigenisasi
2.8 Pencegahan Emfisema paru
a. Berhenti merokok.
b. Menghindari hal-hal yang membuat iritasi pada pernapasan seperti asap
knalpot dan lain sebagainya.
c. Berolahraga secara teratur untuk meningkatkan kapasitas paru-paru.
d. Menghindari diri dari udara yang dingin karena mampu menghambat
pernapasan.
e. Makanlah makanan yang mengandung banyak nutrisi.

8

BAB. 3 PATHWAY





Infeksi
Polusi
Usia
rokok

9

Enzim alfa-1-antitripsin, enzim protease

Inflamasi v
-Elastisitas paru
-Destruksi jaringan paru

Perfusi O2

Sianosis

perfusi jaringan
perifer

Gangguan perfusi
jaringan

Pelebaran ruang udara di dalam
paru (bronkus terminal
menggembung)

Terbentuk :
- Blebs (di distal alveoli)
- Bulai (di parenkim paru)

Ventilatory dead space area.

CO2 / terperangkap dalam
paru

-

Pertukaran gas / darah

Sesak
RR > 20 x/menit
CO2  hiperkapnia
O2
 hipoksia

produksi sekret

Gangguan pertukaran gas

Sekret tertahan

anoreksia

Nutrisi kurang dari kebutuhan
Retraksi otot
bantu nafas

Reflex batuk

Bersihan jalan nafas tdk efektif

Kelelahan / kelemahan

BAB. 4 ASUHAN KEPERAWATAN

Pola nafas tidak efektif

4.1 Pengkajian Keperawatan pada Pasien Emfisema Paru
Rumah Sakit Jember Nursing Center
Tanggal Pengkajiam : 22 Oktober 2015

10

Intoleransi aktivitas

Jam : 10.00 WIB
4.1.1

Identitas Klien

Nama

: Tuan Andi

TTL

: 17-11-1970

Jenis Kelamin

: Laki Laki

Umur

: 45 tahun

Pekerjaan

: Buruh Bangunan

Nama ayah/ibu

: Tuan Maulana (Alm)/Nyonya Reni

Pekerjaan istri

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jl Mastrip Gg Blora, Jember

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Jawa

Pendidikan Terakhir

: SMP

Pendidikan terakhir Istri : SD
4.1.2

Riwayat Sakit Sekarang
Tuan Andi tinggal bersama istri dan dua orang anaknya. Tuan Andi
mengeluh sesak napas dan batuk. Banyak sekret keluar ketika batuk,
berwarna hijau kental. Tuan andi tampak kebiruan pada daerah bibir dan

4.1.3

4.1.4
4.1.5

kuku. Tuan Andi cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas
Riwayat Sakit Dahulu
Tuan Andi selama 3 tahun terakhir mengalami batuk produktif dan pernah
menderita pneumonia.
Riwayat Sakit Keluarga
Ayah dari Tuan Andi meninggal dengan riwayat sakit TBC
Pemeriksaan Fisik
Nadi
: 102 x/menit
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
11

4.1.6

RR
: 30 x/menit
Suhu
: 37,4 ºC
Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X dada
: X-Ray tanggal

22

oktober

2015

dengan

hiperinvlasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area
udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi; peningkatan tanda
bronkovaskuler (bronkitis).
2. PO2
: 75 mmHg
3. PCO2
: 50 mmHg
4. SaO2
: 100%
4.1.7 Pengkajian Pola Gordon
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur,
perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau
respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa
otot.
b. Sirkulasi
Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda: Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat,
disritmia, distensi vena leher (penyakit berat), edema dependen, bunyi
jantung redup, warna kulit/membran mukosa: normal atau abuabu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer, pucat dapat menunjukkan
anemia.
c. Integritas ego
Gejala: Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.
Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d. Makanan/cairan
Gejala: Mual/muntah, napsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan
untuk makan karena distres pernapasan, penurunan berat badan menetap.
Tanda: Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat
badan, penurunan massa otot/lemak subkutan.
e. Higiene
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.

12

kebutuhan

bantuan

f. Pernapasan
Gejala: Napas pendek khususnya pada saat aktivitas, batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun), episode
batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun
dapat menjadi produktif, riwayat pneumonia berulang.
Tanda: Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, napas bibir, penggunaan otot bantu
pernapasan; dada: dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP (bentuk-barrel), gerakan diafragma minimal; bunyi napas: mungkin
redup dengan ekspirasi mengi
g. Keamanan
Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan,
adanya/berulangnya infeksi.
h. Interaksi sosial
Adanya ketergantungan saat melakukan aktivitas.
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:

Penggunaan/penyalahgunaan

obat

pernapasan,

kesulitan

menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan
untuk membaik.
4.1 Diagnosa Keperawatan pada Pasien Emfisema Paru
1. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan pertukaran gas atau darah.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi lendir.
3. Pola napas tidak efektif b/d hipoventilasi.
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan akibat retraksi otot bantu napas.
5. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan perfusi oksigen
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia.

4.3 Intervensi Keperawatan pada Pasien Emfisema Paru

13

No
1.

2.

Diagnosa

Tujuan& Kriteria

Hasil
Gangguan pertukaran Tujuan : dalam waktu
jam
setelah
gas b/d penurunan 3x24
diberikan
intervensi
pertukaran gas atau
klien
dapat
darah.
memperlihatkan
peningkatan
ventilasi
dan oksigenisasi.

Bersihan jalan napas
tidak efektif b/d
peningkatan produksi
lendir.

Intervensi
1. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi.
2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
3. Keluarkan secret dengan batuk

efektif atau suction.
4. Auskultasi suara nafas.
5. Catat adanya suara tambahan.
6. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan napas buatan.

Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan
peningkatan
ventilasi
dan
oksigenisasi
yang
adekuat.
2. Memelihara
kebersihan paru dan
bebas dari distress
pernapasan.
3. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara napas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan dispnea
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas
dengan
mudah, tidak ada
pursed lips).
4. Tanda - tanda vital
dalam batas normal.
Tujuan : dalam waktu 1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi dan
2x24
jam
setelah
pengeluaran secret.
diberikan
intervensi
klien
dapat 2. Ajarkan pasien untuk napas dalam
dan batuk efektif.
memperlihatkan
3. Keluarkan secret dengan batuk atau
kepatenan jalan napas.
suction.
4. Auskultasi adanya suara napas
Kriteria Hasil :
tambahan.
5.
Identifikasi perlunya pemasangan
1. Mendemonstrasikan
alat jalan napas buatan.
batuk efektif dan
suara napas yang
bersih, dan tidak
ada dispnea.
2. Menunjukkan jalan
napas yang paten.
3. Mampu
mengidentifikasi
14
dan
mencegah
factor
yang
menghambat jalan

4.4 Implementasi Keperawatan pada Pasien Emfisema Paru
4.5 Evaluasi Keperawatan pada Pasien Emfisema Paru

15

No.
1.

2.

.

Diagnosa
Implementasi
Gangguan pertukaran gas 1. Mengatur anak dengan
posisi fowler.
b/d penurunan pertukaran
2. Memberikan istirahat
gas atau darah.
yang cukup.
3. Memberikan oksigen jika
ada indikasi.
Bersihan jalan napas

1. Memposisikan pasien

tidak efektif b/d
peningkatan produksi
lendir.

2.

3.

4.
5.

3.

Pola napas tidak efektif
b/d hipoventilasi.

1.
2.

3.
4.
5.

4.

Intoleransi aktivitas b/d
kelemahan akibat retraksi
otot bantu napas
.

1. Mengkaji respon pasien

1.

terhadap aktivitas.
Membantu aktivitas
sehari-hari
sebagian/seluruhnya.
Menginstruksikan pasien
tentang teknik
penghematan energi.
Mengkaji keefektifan
pasien melakukan teknik
penghematan energi.
Memberikan dorongan
untuk melakukan
aktivitas diri.
Mengobservasi frekuensi

2.
3.
4.
5.

dan bunyi jantung
Mengobservasi
adanya sianosis
Mengobservasi TTV
Memberikan
oksigen
16

2.

3.

4.

5.

5. Gangguan perfusi
jaringan b/d penurunan
perfusi oksigen

untuk memaksimalkan
ventilasi dan pengeluaran
secret.
Mengajarkan pasien
untuk napas dalam dan
batuk efektif.
Mengeluarkan secret
dengan batuk atau
suction.
Mengauskultasi adanya
suara napas tambahan.
Mengidentifikasi
perlunya pemasangan alat
jalan napas buatan.
Mengatur posisi pasien
dengan semi fowler.
Mengobservasi kecepatan
dan kedalaman
pernapasan.
Memonitor tanda dan
gejala hipoksia.
Memonitor TTV
Mengidentifikasi
perlunya pemasangan
oksigenisasi

jika ada indikasi

Evaluasi
1. Klien mampu
bernapas dengan
mudah
2. Kebutuhan oksigen
klien terpenuhi.
1. Klien mampu

bernapas dengan
mudah.
2. Klien mampu
mengeluarkan secret
dengan batuk efektif

1. Klien mampu

bernapas dengan
mudah.
2. Tidak tampak
pemakaian otot
bantu pernapasan

Pasien tidak
mengalami
kelemahan dan
kelelahan saat atau
setelah melakukan
aktivitas.

Pasien tidak lagi
mengalami sianosis
dan perfusi oksigen
ke jaringan adekuat

BAB. 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan

17

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai
oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan.
Emfisema paru adalah suatu penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai
dengan pernafasan yang pendek yang disebabkan oleh kesulitan untuk
menghembuskan seluruh udara keluar dari paru-paru karena tekanan udara
yang berlebihan dari kantung udara di dalam paru-paru (alveoli).Terdapat tiga
tipe emfisema yaitu

emfisema sentriolobular, Emfisema panlobular

(panacinar), Emfisema paraseptal.
5.2 Saran
1. Diharapkan bagi masyarakat mampu menjaga kesehatan dengan
mencegah timbulnya masalah kesehatan dan mampu meningkatkan
status kesehatannya.
2. Pemerintah perlu mempermudah masyarakat dalam mengakses
pelayanan kesehatan dan sarana dan prasarananya perlu ditambah.
3. Seorang perawat harus bisa melakukan asuhan keperawatan secara
professional kepada kliennya, terutama anak-anak karena tumbuh
kembang mereka dapat terganggu karena adanya penyakit tesebut.
Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini
melakukan penyuluhan mengenai pentingnya

hal-hal yang dapat

memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana
cara pengobatan dengan baik.

\

DAFTAR PUSTAKA

18

Baughman,D.C& Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35528-Kep%20RespirasiAskep%20Emfisema.html#popup
http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/emfisema-_9510001031114
Mills,John& Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru.Jakarta : EGC
Somantri irman. 2007. Keperawatan medikal bedah Asuhan Kperawatan dengan
Ganguuan Sisem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

19