Disritmia Aliran darah tidak efektif Penurunan curah jantung Penurunan isi sekuncup Pengosongan ventrikel tidak efektif Peningkatan tekanan paru Edema Paru Penurunan Oksigenasi

1 Diana Lyrawati, MS. PhD. Apt.

2 Anisyah Achmad, SSi. SpFRS. Apt.

STAGE A

STAGE B

STAGE C

STAGE D

UNTUK HFREF,

ACEI/ARB PADA

STAGE A DAN B,

PADA STAGE

DIURETIK ,

MEMUNGKINKAN,

PASIEN DENGAN

DITAMBAH

A, DITAMBAH

ACEI/ARB

UNTUK LVEF<

TERUTAMA STAGE A, B, C,

STATIN UNTUK

PLUS OBAT LAIN

DAN/ATAU

RATE

UNTUK LVEF

INOTROPIK

UNTUK DM

ISOSORBID KRONIS TEKANAN

Iskemia ventrikel Masalah Struktur Disritmia

Aliran darah tidak efektif

Penurunan isi sekuncup Pengosongan ventrikel tidak efektif

Penurunan curah jantung Peningkatan tekanan paru

Edema Paru Penurunan Oksigenasi

Penurunan suplai oksigen sel

Gangguan perfusi jaringan

Gangguan Metabolisme selular

PROGRAM STUDI FARMASI

1 JANTUNG 2 , DAN SYOK

1 Diana Lyrawati, MS. PhD. Apt.

2 Anisyah Achmad, SSi. SpFRS. Apt.

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang atas kehendak-Nya modul ini dapat diselesaikan.

Modul ini ditulis pada tahun 2015-2016, berdasarkan materi dari PSAP 2013 (Sheryl L. Chow, Heart Failure with preserved Ejection Fraction), ACSAP 2014 (Karen J. McConnell dan Sheila L. Stadler, Update on the Therapeutic Management of Hypertension) dan Updates in Therapeutics 2016 (Karen J . McConnell, Heart Failure, Hypertension) yang dipublikasi oleh ACCP. Materi yang ada dalam buku ini dirancang sebagai pelengkap untuk mata kuliah Farmakoterapi Sistem Endokrin, Reproduksi dan Sirkulasi, terutama pada topik hipertensi, gagal jantung, dan syok (kardiogenik dan hipovolemik). Namun demikian, materi modul ini juga dapat digunakan sebagai acuan untuk mata kuliah Pelayanan Farmasi Klinis yang mayoritas pembelajaran dilakukan menggunakan metode problem based-learning. Modul ini ditulis untuk membantu mahasiswa yang ingin membaca sendiri mengenai isi kuliah, terutama jika dirasa pertemuan tatap muka dan tutorial di kelas tidak cukup atau terlalu cepat.

Akhirnya, penulis berharap semoga buku ini dapat memberikan sumbangan pemahaman pengetahuan klinis baik bagi mahasiswa farmasi, dosen di bidang kesehatan dan siapa saja yang berminat untuk mengetahui mengenai farmakoterapi kardiovaskular.

Diana Lyrawati Penulis dan Editor

Modul 1 FARMAKOTERAPI HIPERTENSI

Diana Lyrawati, Apt. MS. PhD

TUJUAN PEMBELAJARAN

Minggu ke- 8

Bahan ajar ini dirancang agar mahasiswa dapat: A

RM

1. Menilai ( A assess) faktor-faktor resiko pasien dan

komorbiditas untuk menentukan target tekanan darah

yang T tepat berdasarkan pedoman-pedoman

internasional.

2. Mengembangkan rencana terapi berdasarkan-bukti A

( I evidence-based) dengan mempertimbangkan manfaat

dan efek samping potensial dari pengobatan.

3. Mendesain strategi terapi untuk pasien dengan S

hipertensi resisten untuk mencapai target tekanan

darah. M

4. Mendemonstrasikan seleksi obat, dosis dan lama terapi N

yang tepat untuk hipertensi sesuai indikasi.

5. Menunjuk dan menjelaskan obat-obat yang dapat K

meningkatkan tekanan darah ketika menangani pasien

dengan hipertensi. N

6. Mengimplementasikan pemantauan hipertensi di

konteks rawat jalan dengan alasan (justifikasi) yang P

tepat. O

I & SIRKULASI

P ERSYARATAN Mahasiswa diharapkan telah memahami tentang hal-hal berikut:

1. White-coat hypertension (HTN)

2. Obat-obat antihipertensi dan parameter pemantauannya.

3. Saran gaya hidup ( lifestyle) pada hipertensi.

B AHAN BACAAN TAMBAHAN

Berikut ini merupakan rujukan gratis bagi mahasiswa yang perlu menambah informasi topik hipertensi.

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure . Hypertension 2003;42:1206-52.

Rosendorff C, Black HR, Cannon CP, et al. Treatment of hypertension in the prevention and management of ischemic heart disease . Circulation 2007;115:2761-88. American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA). 2011 Expert

Consensus Document on Hypertension in the Elderly [homepage on the Internet]. American Diabetes Association (ADA). Standards of medical care in diabetes – 2014 . Diabetes Care 2014;37(suppl 1):S14-80. Go AS, Bauman MA, King SM, et al. An effective approach to high blood pressure control:

a science advisory from the American Heart Association, the American College of Cardiology, and the Centers for Disease Control and Prevention . Hypertension 2013 Nov 15. [Epub ahead of print].

KDIGO clinical practice guideline for the management of blood pressure in chronic kidney disease . Kidney Int 2013;5:337-414. James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 evidence based guideline for the management of high blood pressure in adults . JAMA 2014;311:507-20. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, et al. Clinical practice guidelines for the management of hypertension in the community . J Clin Hypertens 2014;16:14-26.

D AFTAR S INGKATAN

ACC American College of Cardiology ADA American Diabetes Association AHA American Heart Association AKI

Acute kidney injury CAD Coronary artery disease CCB Calcium channel blocker CHD Coronary heart disease CKD Chronic kidney disease CVD Cardiovascular disease DHP Dihydropyridine

HF Heart failure HTN Hypertension OH

Orthostatic hypotension

EPIDEMIOLOGI

Hipertensi (HTN) didefinisikan sebagai kondisi di mana individu (1) memiliki tekanan darah sistolik (SBP) lebih dari atau sama dengan 140 mm Hg, (2) memiliki tekanan darah diastolik (DBP) lebih dari atau sama dengan 90 mm Hg, (3) menggunakan obat antihipertensi, atau (4) mendapat informasi paling sedikit dua kali dari seorang dokter atau profesional kesehatan lainnya bahwa dia mengalami hipertensi. Berdasarkan paparan Menteri Kesehatan, tahun 2013 hipertensi di Indonesia mencapai 25,8% dan melaui pembangunan kesehatan diharapkan pada tahun 2019 menjadi 23,4%. 1 Di Amerika Serikat sekitar 78 juta orang dewasa (33,0%) mengalami HTN. 2 Prevalensi HTN

lebih tinggi pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler (CVD) daripada tanpa CVD (51% vs. 28,5%). American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa prevalensi HTN akan meningkat 7,2% selama 2013 hingga 2030.

Tekanan darah (TD) terkontrol mencapai nilai target hanya pada sekitar 50% orang dewasa yang terdokumentasi HTN, dan 75% menggunakan pengobatan untuk mengatasi HTN. Delapan belas persen orang dewasa tidak menyadari jika mereka memiliki tekanan darah tinggi. Walaupun kontrol HTN masih suboptimal, data nasional Amerika menunjukkan kontrol dan terapi telah meningkat, dan National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menyampaikan bahwa selama periode 1988 –1994 dan 2007 –2008, laju kontrol HTN meningkat dari 27,3% ke 50,1%, dan terapi membaik dari 54,0% ke 73,5%. 2

Pada 2009 angka kematian keseluruhan akibat HTN adalah 18,5 setiap 1000. Pada studi Harvard Alumni Health Study, tekanan darah yang lebih tinggi pada awal masa dewasa berasosiasi dengan resiko yang lebih tinggi untuk kematian akibat semua sebab, kematian akibat CVD, dan penyakit jantung koroner (PJK/CHD) pada beberapa dekade

selanjutnya. 3 Pada usia 50, laki-laki dan perempuan dengan tekanan darah normal (normotensif) memiliki usia harapan hidup 5 tahun lebih lama daripada yang hipertensi.

Estimasi yang diperoleh dari beberapa studi menunjukkan bahwa 69% individu yang mengalami infark miokard pertama ( MI), 77% yang mengalami strok pertama, dan 74% dengan gagal jantung ( HF) memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.

PEDOMAN INTERNASIONAL Pedoman yang dihentikan terakhir oleh National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI)

adalah Laporan ke-7 dari Joint National Committee (JNC 7), yang diterbitkan tahun 2003. Panel yang ditunjuk untuk menyusun JNC 8 ditentukan oleh NHLBI pada tahun 2008. Namun, tahun 2013, NHLBI memindahkan penyusunan pedoman HTN dari panel penulis 2008 kepada American Heart Association dan American College of Cardiology

(AHA/ACC). 4 Para anggota penulis awal JNC 8 menerbitkan rekomendasi mereka pada Desember 2013, dan menyatakan tidak dihentikan dan tidak didukung oleh NHLBI. 5

Selain itu, AHA/ACC dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengumumkan komite penasehat ilmiah pada Nopember 2013, dan American Society of Hypertension/International Society of Hypertension (ASH/ISH) menerbitkan pedoman pada Desember 2013, dengan beberapa rekomendasi yang berbeda dari pedoman JNC

8. 6,7 Pedoman penatalaksanaan HTN, yang direncanakan menggantikan pedoman NHLBI terakhir, direncanakan diselesaikan pada 2015.

Pedoman JNC 7 menggolongkan TD sebagai berikut: normal (SBP kurang dari 120 mm Hg dan DBP kurang dari 80 mm Hg), pre-HTN (SBP 120 –139 mm Hg atau DBP 80–89 mm Hg), stadium 1 HTN (SBP 140 –159 mm Hg atau DBP 90–99 mm Hg), atau stadium 2 HTN (SBP 160 mm Hg atau lebih atau DBP 100 mm Hg atau lebih). 8 Tabel 1-1

menunjukkan perbandingan target TD untuk beberapa populasi berdasarkan beberapa pedoman internasional, termasuk dari Amerika dan Kanada (Canadian Hypertension Education Program/CHEP) dan European Society of Hypertension/European Society of Cardiology (ESH/ESC).

Tabel 1.1 Perbandingan Target HTN (mm Hg) pada Pedoman-pedoman Internasional

Pedoman khusus-terkait (2003) a (2014) b (2013) c (2013) d (2013) e penyakit HTN tanpa < 140/90

JNC 7

JNC 8

ASH/ISH

CHEP

ESH/ESC

komplikasi Diabetes

< 140/80; ADA (2013) f CVD

< 140/90; ACC/AHA (2011)

<130/80 dengan proteinuria,

lainnya <140/90; KDIGO (2012) h Lanjut usia

Tidak < 150/90, < 150/90, < 150/90, < 150/90, Tidak dinyatakan; ACC/AHA dinyatakan

usia > 60 usia > 80 usia > 80 usia > 80 (2011) i tahun

a CKD = chronic kidney disease ; CVD = cardiovascular disease ; HTN = hipertensi. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension 2003;42:1206-52. b

James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults. JAMA 2014;311:507-20. c Weber MA, Schiffrin EL, White WB, et al. Clinical practice guidelines for the management of hypertension in the community. J Clin Hypertens 2014;16:14-26. d Hackam DG, Quinn RR, Ravani P, et al. The 2013 Canadian Hypertension Education Program recommendations for blood pressure measurement, diagnosis, assessment of risk, prevention, and treatment of hypertension. Can J Cardiol 2013;29:528-42. e Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, et al. 2013 ESH/ESC guidelines for the management of arterial hypertension. J Hypertens 2013;31:1281-

357. f American Diabetes Association (ADA). Standards of medical care in diabetes – 2013. Diabetes Care 2013;36(suppl 1):S1-S110.

g Smith SC, Benjamin EJ, Bonow RO, et al. AHA/ACCF secondary prevention and risk reduction therapy for patients with coronary and other atherosclerotic vascular disease: 2011 update. Circulation 2011;124:2458-73.

h Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Blood Pressure Work Group. KDIGO clinical practice guideline for the management of blood pressure in chronic kidney disease. Kidney Int Suppl 2012;2:337-414.

i Aronow WS, Fleg JL, Pepine CJ, et al. ACCF/AHA 2011 expert consensus document on hypertension in the elderly: a report of the American College of Cardiology Foundation Task Force on Clinical Expert Consensus Documents. Circulation 2011;123:2434-506.

HIPERTENSI TANPA KOMPLIKASI

T ARGET TEKANAN DARAH Istilah HTN tanpa komplikasi merujuk pada HTN tanpa disertai diabetes, HF, penyakit

ginjal kronis (CKD), atau CHD yang diketahui. Berdasarkan pedoman-pedoman, target TD untuk HTN tanpa komplikasi adalah kurang dari 140/90 mm Hg (lihat juga Tabel 1.1 populasi khusus, yang membahas pasien lanjut usia). Pasien dengan peningkatan tekanan darah harus dianjurkan untuk melakukan perubahan gaya hidup, termasuk meningkatkan konsumsi buah-buahan dan sayuran, tidak banyak mengonsumsi alkohol dan garam, berpartisipasi dalam olahraga teratur menurunkan bobot badan agar

mencapai indeks massa tubuh yang sehat kurang 25 kg/m 2 , dan berhenti merokok.

Terapi antihipertensi

Kapan farmakoterapi seharusnya mulai diberikan pada pasien HTN tanpa komplikasi masih diperdebatkan. Kajian Cochrane 2012 menganalisis resiko dan manfaat farmakoterapi untuk HTN ringan (SBP 140 –159 mm Hg dan/atau DBP 90–99 mm Hg) pada pasien sebagai pencegahan primer; hasil kajian menyimpulkan, dibandingkan terhadap placebo, obat antihipertensi tidak menurunkan angka kematian total (resiko relatif [RR] 0,85, 95% confidence interval [CI], 0,63–1,15), CHD (RR 1,12; 95% CI, 0,80 –1,57), stroke (RR 0,51;95% CI, 0,24–1,08), atau kejadian kardiovaskular total (RR 0,97; 95% CI, 0,72 –1,32). Bahkan 9% pasien yang mendapat terapi obat antihipertensi menghentikan terapi akibat adanya efek samping yang tidak diinginkan. 9 Masih

diperlukan uji tambahan untuk dapat menjawab apakah manfaat terapi melebihi bahayanya.

Diuretik tiazid menurunkan mortalitas dan CHD dan memiliki bukti-bukti pendukung sebagai terapi lini pertama untuk HTN. 10 Meta-analisis menunjukkan bahwa untuk mencegah timbulnya komplikasi HTN, penurunan TD lebih penting daripada jenis obat

yang digunakan. 11,12 Pilihan lain sebagai obat lini pertama pada HTN tanpa komplikasi adalah penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE inhibitor, ACEI), penyakat

reseptor angiotensin (ARB), dan penyakat kanal kalsium ( calcium channel blocker, CCB). Pada perempuan yang berpotensi hamil, ACEI dan ARB harus dihindari karena dapat memberikan efek teratogenik. Jika golongan obat ACEI atau ARB harus digunakan pada perempuan muda, mereka harus mendapat konseling pentingnya menggunakan metode pencegahan kehamilan yang sangat efektif. Penyakat beta ( β-blocker) tidak lagi disarankan sebagai obat lini pertama pada HTN tanpa komplikasi. Studi meta-analisis 13 uji klinis acak (n=105.951) membandingkan β- blocker dengan antihipertensi golongan lain melaporkan bahwa RR stroke 16% lebih tinggi pada β-blocker (95% CI, 4%–30%; p=0,009) daripada obat antihipertensi lain.

Tidak ada perbedaan untuk infark miokard/ 13 MI (Lindholm 2005). β-blocker mungkin bermanfaat bagi pasien hipertensi yang juga fibrilasi atrium (atrial fibrillation, AF),

migren, atau tremor esensial, namun golongan β-blocker harus dihindari untuk pasien dengan penyakit respirasi reaktif atau jantung terhambat ( heart block) derajat dua atau tiga.

Tabel 1.2 membandingkan beberapa pedoman saran antihipertensi yang bervariasi. Baik JNC 8 dan pedoman ASH/ISH 2013 membedakan saran berdasarkan ras pasien ( African American dan non–African American). Misalnya, kedua pedoman menyarankan diuretik

tiazid CCB sebagai terapi awal untuk pasien 5,6 African American. Namun, pedoman ASH/ISH juga membedakan saran antihipertensi berdasarkan faktor usia (kurang dari 60

tahun dan 60 tahun atau lebih). Komite penasehat AHA/ACC/CDC memberikan pedoman diagram alir/algoritma

pendekatan terapi secara umum. 7 Sebagai terapi awal, komite penasehat ini menyarankan diuretik tiazid untuk hampir semua pasien, dengan ACEI, ARB, atau CCB sebagai alternatif. Untuk HTN stadium 2 (lebih dari160/100 mm Hg), beberapa pedoman

menyarankan terapi awal berupa kombinasi antihipertensi. 6,7,8 Pedoman yang khusus terkait dengan penyakit tertentu (CKD, diabetes, dan CVD) juga menyediakan saran terap

(Tabel 1.3, Tabel 1.4).

Tabel 1. 2 Perbandingan Pedoman Terapi Antihipertensi

HTN stadium 1

Strok HF

simtomatis African

stadium 2

Koroner

Non- African American American

Diuretik, Diuretik, awal

Terapi Diuretik tiazid

Terapi 2

ACEI atau

Diuretik, B,

B, ACEI,

ACEI B, ACEI Terapi

obat:

ARB

ACEI atau

antagonis

aldosteron atau ARB, berikut

CCB, ACI atau ARB, B

diuretik

ARB, CCB

antagonis nya

CCB, ACEI, atau ARB, B

JNC 8 b Terapi

  awal

Diuretik Diuretik tiazid, CCB,

ACEI atau

tiazid ACEI atau ARB

ARB

atau CCB

ASH/ISH

ACEI atau awal

Terapi CCB atau ACEI atau

CCB atau

Terapi 2

ACEI atau

ACEI atau

B PLUS

ARB tiazid

diuretik ARB

ACEI atau

tiazid

CCB atau

asi jika

si jika

PLUS ACEI atau ARB

Terapi ACEI atau CCB atau

CCB atau Dihidro- berikut

ACEI atau

Terapi 3

CCB atau

CCB atau

CCB atau

diuretik piridin nya

ARB diuretik

ARB

obat:CCB

diuretik tiazid

diuretik tiazid

diuretik

tiazid

tiazid CCB (dikombin

(dikombina (dikombina asi jika

diuretik

jika perlu)

jika perlu)

si jika perlu)

tiazid

si jika

ACEI atau ARB

ACC/AHA HTN d Terapi

Diuretik Sistolik: awal

Diuretik tiazid

Diuretik

ACEI atau

ACEI atau

B PLUS

tiazid, ACEI atau Terapi

tiazid

ARB

ARB, diuretik

ACEI

ACEI ARB, B, berikut

CCB, ACI atau ARB

PLUS

tiazid, B,

antagonis nya

PLUS CCB

ACEI atau ARB, B, diuretik tiazid.

Pedoman khusus penyakit tertentu KDIGO e f ADA ACC/AHA CVD g

Terapi

Ekskresi

ACEI atau

βB dan/

awal

albumin urin

ARB

atau ACEI

> 30mg/24 jam:ACEI atau ARB

Terapi

Antihiperte berikut

Tidak

Diuretik

nsi lainnya nya

proteinuria:

tiazid, βB,

i bisa dipilih

mencapai target TD

B = -blocker; CCB = calcium channel blocker; CKD = chronic kidney disease; CVD = cardiovascular disease; HF = heart failure; HTN = hipertensi.

a Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure. Hypertension 2003;42:1206-52. b James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults. JAMA 2014;311:507-20. c Weber MA, Schiffrin EL, White WB, et al. Clinical practice guidelines for the management of hypertension in the community. J Clin Hypertens 2014;16:14-26.

d Go AS, Bauman MA, King SM, et al. An effective approach to high blood pressure control: a science advisory from the American Heart Association, the American College of Cardiology, and the Centers for Disease Control and Prevention. Hypertension 2013 Nov 15. [Epub ahead of print]

e Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Blood Pressure Work Group. KDIGO clinical practice guideline for the management of blood pressure in chronic kidney disease. Kidney Int Suppl 2012;2:337-414. f American Diabetes Association (ADA). Standards of medical care in diabetes – 2013. Diabetes Care 2013;36(suppl 1):S1-S110. g Smith SC, Benjamin EJ, Bonow RO, et al. AHA/ACCF secondary prevention and risk reduction therapy for patients with coronary and

other atherosclerotic vascular disease: 2011 update. Circulation 2011;124:2458-73.

Tabel 1.3 Algoritma Pilihan Antihipertensi tanpa Komplikasi

PENYAKIT LAIN YANG MENYERTAI

Beberapa kondisi penyakit tertentu merupakan akibat langsung dari hipertensi atau umumnya terkait dengan hipertensi. Terapi antihipertensi harus bersifat individual sesuai dengan usia, ras, penyakit kardiovaskuler yang menyertai, diabetes, penyakit ginjal kronik, atau gagal jantung; resiko perkembangan penyakit; dan toleransi terhadap terapi antihipertensi.

P ENYAKIT KORONER ATAU PEMBULUH DARAH ATEROSKLEROSIS LAIN Hipertensi merupakan faktor resiko independen untuk penyakit kardiovaskuler. Pada satu

meta-analisis studi pencegahan primer pada hampir satu juta pasien, ditemukan peningkatan linier kematian vaskuler pada TD mulai dari 115/75 mm Hg hingga 185/115

mm Hg; resiko menjadi dua kali lipat setiap peningkatan SBP 20-mm Hg. 14 Studi terkait menunjukkan manfaat antihipertensi terhadap penurunan resiko penyakit kardiovaskuler.

Tabel 1.4 Algoritma Pilihan Antihipertensi Berdasarkan Penyakit Penyerta

T ARGET TEKANAN DARAH Pada 2011, ACC/AHA menerbitkan pedoman pencegahan sekunder yang memperbarui penatalaksanaan TD untuk pasien dengan penyakit koroner atau pembuluh darah

aterosklerosis lainnya. Perubahan yang paling mencolok perubahan target TD dari <130/80 menjadi 140/90 mm Hg. 15 Pedoman ACC/AHA HTN 2007 untuk pasien dengan

penyakit jantung iskemik menurunkan target TD <130/80 mm Hg berdasarkan hasil studi epidemiologis. Target TD ini juga direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit arteri

koroner (CAD) atau dengan resiko yang ekivalen dengan CAD. 16 Pedoman ACC/AHA 2012 untuk pasien dengan penyakit jantung iskemik kembali merekomendasikan target

TD <140/90 mm Hg. Alasan perubahan yang dicantumkan yaitu penurunan DBP yang TD <140/90 mm Hg. Alasan perubahan yang dicantumkan yaitu penurunan DBP yang

(Tabel 1.5) dengan kelas dan tingkat bukti I/A (Tabel 1.6) untuk pasien hipertensi dengan CAD. 18 Target TD <140/90 mm Hg juga beralasan ( reasonable) untuk

pencegahan sekunder kejadian kardiovaskular pada pasien dengan hipertensi dan CAD (Kelas IIa, tingkat bukti B). Namun, terdapat beberapa data epidemologis, beberapa analisis post hoc uji klinis, dan data lain yang mendukung, namun tidak membuktikan, bahwa TD yang lebih rendah (<130/80 mm Hg) mungkin sesuai untuk beberapa individu dengan CAD. TD sebaiknya ( should) diturunkan perlahan pada pasien dengan CAD oklusif dengan bukti iskemia miokard, dan kewaspadaan dianjurkan ketika menginduksi penurunan DBP menjadi <60 mmHg, terutama jika pasien >60 tahun. Pada pasien hipertensi lanjut usia dengan tekanan pulsus yang lebar, penurunan SBP dapat menyebabkan DBP yang sangat rendah (<60 mmHg). Hal ini menjadi peringatan bagi klinisi agar menilai dengan hati-hati adanya tanda dan gejala yang tidak diinginkan, terutama yang diakibatkan oleh iskeia miokard. Pada pasien usia >80 tahun, target TD yang beralasan adalah <150/80 mm Hg, walaupun tidak ada data langsung yang mendukung hal ini, atau target TD lainnya, pada pasien golongan usia ini.

Tabel 1.5 Ringkasan Target TD Berdasarkan ACC/AHA 2015 a

BP Goal, mm Hg

Kelas/Tingkat Bukti <150/90

Kondisi

Usia >80 tahun

IIa/B

IIa/C HF IIa/B

CAD

IIb/C

Post –myocardial infarction, stroke or

IIb/C

TIA,carotid artery disease,PAD, AAA

AAA: abdominal aortic aneurysm; ACS, acute coronary syndrome; TD, tekanan darah; CAD, coronary artery disease; HF, heart failure; PAD, peripheral arterial disease; and TIA, transient ischemic attack.

a Rosendorff C, Lackland DT, Allison M, et al. Treatment of Hypertension in Patients with Coronary Artery Disease A Scientific Statement from the American Heart Association, American College of Cardiology, and American Society of Hypertension Hypertension. 2015;65:000 –000.

DOI: 10.1161/HYP.0000000000000018

HTN PADA P OPULASI K HUSUS

P ASIEN H AMIL Hipertensi menjadi komplikasi 5% –7% kehamilan. Hipertensi pada kehamilan dapat dikategorikan menjadi kronis (TD 140/90 mm Hg atau lebih sebelum kehamilan atau

sebelum kehamilan minggu ke-20 dan biasanya berakhir lebih dari 12 minggu setelah melahirkan), gestasional (HTN tanpayang muncul setlah kehamilan minggu ke-20), preeklamsia-eklamsia (HTN dengan proteinuria lebih dari 300 mg/24 jam), atau preeklamsia yang bersamaan dengan HTN kronis (Lindheimer 2008). 19 HTN pada

kehamilan berkaitan dengan peningkatan resiko kelahiran sebelum waktunya dan kelahiran dengan bobot/ukuran rendah. Preeklamsia berkaitan dengan komplikasi ibu dan janin. Penatalaksanaan preeklampsia difokuskan pada diagnosis dini dan akhirnya kelahiran palasenta yang bersifat kuratif. Tidak jelas apakah terapi antihipertensi bermanfaat pada HTN ringan sampai sedang selama kehamilan. Pada perempuan dengan HTN berat kronis (SBP 160 mm Hg atau lebih atau DBP 110 mm Hg atau lebih), kehamilan berkaitan dengan peningkatan resiko kelahiran sebelum waktunya dan kelahiran dengan bobot/ukuran rendah. Preeklamsia berkaitan dengan komplikasi ibu dan janin. Penatalaksanaan preeklampsia difokuskan pada diagnosis dini dan akhirnya kelahiran palasenta yang bersifat kuratif. Tidak jelas apakah terapi antihipertensi bermanfaat pada HTN ringan sampai sedang selama kehamilan. Pada perempuan dengan HTN berat kronis (SBP 160 mm Hg atau lebih atau DBP 110 mm Hg atau lebih),

2012). 20 Metildopa telah digunakan selama puluhan tahun untuk mengatasi HTN pada kehamilan dan nammpaknya aman. Metildopa dapat digunakan dengan dosis 0,5 –3

g/hari dibagi dalam 2 dosis; namun, efek sedasi pada ibu hamil dapat membatasi penggunaannya. CCB juga telah digunakan pada HTN kronis, dan yang paling banyak dipelajari adalah nifedipine 30 –120 mg/hari sebagai sediaan lepas-lambat. Diuretik tiazid dapat dilanjutkan penggunaannya jika telah digunakan sejak sebelum kehamilan. Atenolol, salah satu antagonis- β1, dilaporkan berkaitan dengan hambatan tumbuhkembang anak dan tidak disarankan untuk mengatasi HTN kronis pada kehamilan. ACEI dan ARB dikontraindikasikan pada populasi kehamilan.

Tabel 1.6 Penerapan Klasifikasi Rekomendasi dan Tingkat Bukti ( Class/Level of Evidence) a

Suatu rekomendasi dengan Tingkat Bukti ( Level of Evidence ) B atau C tidak berarti bahwa rekomendasi tersebut lemah. Banyak pertanyaan klinis yang didiskusikan pada pedoman tidak langsung dijawab pada uji-uji klinis. Walaupun uji acak belum/tidak ada, mungkin terdapat konsensus/perjanjian klinis yang jelas yang menyatakan bahwa suatu tes atau terapi bermanfaat atau efektif. *Data diperoleh dari uji-uji klinis atau catatan/dokumen (registries) mengenai kemanfaatan/efikasi pada subpopulasi yang berbeda-beda, misalnya jenis kelamin, usia, riwayat diabet, riwayat infark miokard, riwayat gagal jantung, dan penggunaan aspirin sebelumnya.

†Untuk rekomendasi yang bersifat perbandingan efektivitas (Kelas I dan IIa; Level of Evidence A dan B saja), studi-studi yang digunakan sebagai dasar pendukung penggunaan istilah perbandingan antar tes/terapi/tindakan harus memang langsung menbandingkan antar tes/terapi/tindakan yang sedang dievaluasi.

a Rosendorff C, Lackland DT, Allison M, et al. Treatment of Hypertension in Patients with Coronary Artery Disease A Scientific Statement from the American Heart Association, American College of Cardiology, and American Society of Hypertension Hypertension. 2015;65:000 –

000. DOI: 10.1161/HYP.0000000000000018.

HTN R ESISTEN

Hipertensi resisten ( resistant HTN) didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 mm Hg atau lebih walaupun telah menggunakan pengobatan antihipertensi dengan tiga kelas obat yang berbeda (termasuk diuretik) dan dosis optimal, atau menggunakan empat kelas antihipertensi yang berbeda atau lebih berapapun tekanan darahnya. Data NHANES 2003 –2008 menunjukkan 8,9% orang dewasa di A.S. memenuhi criteria hipetensi

resisten, yang berarti 12,8% populasi menggunakan antihipertensi (Persell 2011). 21 HTN P SEUDO - RESISTEN

Kemungkinan pseudo-resistant HTN harus disingkirkan sebelum mengobati hipertensi resisten. Beberapa penyebab pseudo-resistant HTN adalah ketidakpatuhan penggunaan

obat dan 22 white-coat HTN. Jika pasien tidak patuh terus, mengganti regimen antihipertensinya tapi tanpa mengatasi akar permasalahan ketidakpatuhannya maka tidak akan menghasilkan control tekanan darah yang baik. Tingkat kepatuhan penggunaan antihipertensi dilaporkan sekitar 50% –70%. Dalam suatu ulasan sistematik beberapa uji klinis, strategi yang paling sukses memperbaiki tingkat kepatuhan adalah menyederhanakan regimen terapi antihipertensi, termasuk mengurangi jumlah dosis total harian. Strategi yang bersifat memotivasi (misalnya, tabel pengingat obat harian, sistem pengemasan yang dimodifikasi, dukungan sosial, telepon untuk mengingatkan) sebagian sukses memperbaiki kepatuhan walaupun tidak sepenuhnya. Strategi edukasi pasien saja sebagian besar tidak berhasil meningkatkan kepatuhan. 23 Namun, satu studi menemukan

bahwa ketidakpatuhan berkaitan dengan ketidakpahaman pasien mengenai penyebab dan akibat dari hipertensi, demikian juga kekhawatiran mengenai efek samping, dan penulis studi tersebut menganjurkan untuk memberikan intervensi edukasi yang lebih melibatkan pasien dan jelas targetnya. 24

The Million Hearts “Team Up. Pressure Down.” Program merupakan usaha edukasi yang disponsori Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat dan lembaga CDC. Program ini mempromosikan rumatan tekanan darah berbasis tim dan menawarkan dukungan untuk tenaga profesional kesehatan dalam membantu warga memperbaiki kepatuhan terapi dan lebih efektif dalam menangani tekanan darahnya. Selain itu, program ini juga menyediakan berbagai ide bagaiman menginkorporasikan program ini ke apotek. Million Hearts memiliki berbagai rujukan untuk farmasis (termasuk poster, perlengkapan diskusi, pedoman tekanan darah, video, dan edukasi farmasi yang berkelanjutan). Implementasi program ini mencakup tiga tingkat: penjelasan/sosialisasi umum agar masyarakat tahu ( general awareness), pesan kepatuhan terapi, dan layanan konseling tekanan darah (Million Hearts 2012). 25

P ENYEBAB HTN RESISTEN Kotak 1 menunjukkan berbagai penyebab hipertensi baik yang pseudo-resistant (resisten

palsu) maupun yang memang resisten, termasuk penyebab obat dan penyakit. Ketika palsu) maupun yang memang resisten, termasuk penyebab obat dan penyakit. Ketika

Beberapa klinisi mungkin terlewat tidak menyadari adanya obat penyebab hipertensi resisten. Jika pasien mendapat kombinasi antihipertensi yang tidak tepat atau dosis tidak adekuat, pasien mungkin sebenarnya tidak benar-benar hipertensi resisten. Edukasi untuk tenaga kesehatan mungkin merupakan cara paling efisien untuk mengatasi masalah demikian.

S TIMULAN Walaupun beberapa pasien dapat mengalami peningkatan tekanan darah yang signifikan

atau kecepatan jantung (nadi), satu obat stimulan (misalnya, metilfenidat, amfetamin) biasanya hanya menyebabkan peningkatan sedang terhadap tekanan darah (sekitar 2 –4 mm Hg) dan nadi (sekitar 3 –6 beats/minute). Namun, pasien harus dipantau untuk melihat adanya perubahan pada nadi dan tekanan darah karena respon terhadap obat stimulant tidak dapat diperkirakan dan mungkin mengakibatkan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Kewaspadaan/perhatian diindikasikan bagi pasien yang memiliki kondisi medis yang dapat memburuk oleh peningkatan tekanan darah atau nadi (misalnya, hipertensi yang sudah ada, gagal jantung, infark miokard yang baru saja terjadi, aritmia ventrikuler). Kematian mendadak, strok, dan infark miokard dilaporkan terajdi pada orang dewasa yang mengkonsumsi obat-obat stimulant dengan dosis lazim, walaupun penyebab kematian apakah memang karena semata-mata stimulan yang digunakan belum ditentukan. Secara umum, dengan abnormalitas jantung yang serius, kardiomiopati, abnormalitas ritme jantung yang serius, penyakit arteri korone, atau masalah jantung serius lainnya tidak boleh diterapi dengan obat-obat stimulan. Stimulan dan obat-obat yang memiliki sifat stimulan, banyak ditemukan pada berbagai produk, baik yang harus berdasarkan resep maupun yang dapat dibeli bebas, demikian juga obat-obat yang sering disalahgunakan. Pasien mungkin menggunakan beberapa obat yang memiliki sifat stimulan tanpa menyadarinya, sehingga kontrol tekanan darah menjadi sulit dan bahkan

meningkatkan resiko kardiovaskuler. 22

Kotak 1. Penyebab HTN resisten dan pseudo-resisten

Terkait Penyakit

Sleep apnea Penyakit renovaskuler/CKD Aldosteronism primer Sindroma Cushing Pheochromocytoma Coarctation aorta

Penyakit tiroid atau paratiroid Obesitas Tumor intrakranial

Terkait Obat

Ketidakpatuhan Dosis antihipertensi tidak adekuat Kombinasi antihipertensi tidak sesuai Terapi steroid glukokortikoid kronis NSAIDs ; penghambat siklooksigenase 2 Stimulan: • Metilfenidat dan stimulan lainnya • Kokain, amfetamin, obat ilegal sejenis Simpatomimetik: • Dekongestan, anoreksik • Obat bebas suplemen diet tertentu (misalnya licorice , efedra, ma huang, bitter orange ) Kontraseptif oral Steroid adrenal Siklosporin dan takrolimus Eritropoietin

Lainnya

Pengukuran TD yang tidak tepat Kelebihan beban ( overload ) volume: • Asupan sodium berlebihan • Retensi volume • Terapi diuretik tidak adekuat Asupan alkohol berlebihan White-coat HTN

Informasi dari: Calhoun DA, Jones D, Textor S, et al. Resistant hypertension: diagnosis, evaluation, and treatment: a scientific statement from the American Heart Association Professional Education Committee of the Council for High Blood Pressure Research. Circulation 2008;117:e510-e526; dan Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension 2003;42:1206-52.

N ONSTEROIDAL A NTI - INFLAMMATORY D RUGS

Obat-obat anti-inflamasi non-steroid ( nonsteroidal anti-inflammatory drugs, NSAIDs) juga berimplikasi pada peningkatan tekanan darah dan resiko penyakit kardiovaskuler. Prostaglandin memicu vasodilatasi dan sekaligus meningkatkan eksresi sodium dan air. Karena NSAID menghambat prostaglandin, manfaat prostaglandin menjadi berkurang atau bahkan hilang, sehingga terjadi vasokonstriksi dan retensi volume, dan tekanan darah dapat meningkat. Selain itu, NSAID dapat mengantagonis efek beberapa obat antihipertensi dan menyebabkan komplikasi ketika digunakan bersama dalam kombinasi. Interaksi farmakodinamik ini dapat melibatkan kerja antihipertensi juga akibat dari efek NSAID yang mampu mengganggu produksi vasodilator dan prostaglandin natriuretik (yang distimulasi oleh beberapa antihipertensi).

Ketika NSAID digunakan bersama beberapa antihipertensi (satu diuretik tiazid plus atau penghambat ACE atau satu ARB), dapat terjadi kerusakan ginjal akut. Pada satu studi cohort kasus-kontrol nested retrospektif pada hampir 500.000 pasien, kombinasi penghambat ACE/ARB, diuretik, dan NSAID dievaluasi untuk menentukan resiko kerusakan ginjal akut. Setelah rata-rata 5,9 tahun diikuti, penggunaan kombinasi yang mengandung diuretik dan NSAID, atau penghambat ACE/ARB dan NSAID tidak berkaitan dengan peningkatan kejadian kerusakan ginjal akut. Sebaliknya, kombinasi tiga terapi berkaitan dengan peningkatan angka kerusakan ginjal akut (angka rasio 1,31; 95% CI, 1,12 –1,53). Penulis artikel berhipotesis bahwa hal ini terjadi karena penurunan volume yang masuk ke ginjal oleh diuretik dan NSAID, dan aliran darah tidak mampu mengkompensasi akibat blokade sistem renin-angiotensin oleh obat ACE inhibitor atau

ARB. 26 Untuk pasien dengan hipertensi dan penyakit arteri koroner (CAD), NSAID dapat

meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Hasil analisis post hoc uji INVEST, yang melibatkan pasien dengan hipertensi dan penyakit arteri koroner, 882 pengguna NSAID kronis yang melapor sendiri dibandingkan dengan 21.694 pengguna NSAID non-kronis yang melapor sendiri. Setelah diikuti rata-rata selama 2,7 tahun, dengan outcome primer (kematian semua-sebab, MI nonfatal, atau strok nonfatal) terjadi sekitar 4,4 setiap 100 patient-years pada kelompok pengguna NSAID kronis versus 3,7 setap 100 patient-years pada kelompok pengguna NSAID nonkronis (HR yang disesuaikan: 1,47; 95% CI, 1,19 – 1,82; p=0,0003). Perbedaan ini disebabkan oleh peningkatan kematian kardiovaskuler

(HR yang disesuaikan: 2,26; 95% CI, 1,70 27 –3,01; p<0,0001). Pada pasien dengan HTN, manfaat NSAID (misalnya, untuk meredakan nyeri) harus

dibandingkan dengan kemungkinan resiko memburuknya HTN, penyakit ginjal, dan angka kesakitan dan angka kematian terkait kardiovaskular. Untuk mengatasi resiko tersebut, strategi yang dapat digunakan adalah: (1) pemantauan TD, fungsi ginjal, dan munculnya edema baru atau memburuknya edema yang telah ada sebelumnya; (2) merekomendasikan perubahan gayahidup dan terapi nonfarmakologis untuk nyeri; (3) menggunakan dosis efektif NSAID yang paling rendah; (4) memilih atau mengganti NSAID yang paling tidak cenderung memperburuk CVD (misalnya, naproksen); dan (5) modifikasi terapi antihipertensi dan manajemen diuretic sesuai kebutuhan agar dapat

menjaga TD. 28 T ERAPI HIPERTENSI RESISTEN

Untuk pasien dengan hipertensi resisten, klortalidon 12,5-25 mg/hari lebih baik daripada tiazid, selama fungsi ginjal normal. Pasien HTN resisten yang telah mendapat inhibitor ACE (atau ARB) plus diuretik golongan tiazid plus CCB, dipertimbangkan untuk menambah satu (atau lebih) obat berikut 29 :

(a) Antagonis mineralokortikoid (b) β-blocker (c) α - blocker (d) Vasodilator (hidralazin, minoksidil) (e) Obat yang bekerja di pusat ( centrally acting agent) agonis- α (metildopa, klonidin).

MODIFIKASI GAYA HIDUP

Perubahan gaya hidup juga dianjurkan untuk pasien HTN untuk mengontrol TD. Membatasi konsumsi sodium, mengonsumsi buah-buahan, sayuran dan susu rendah lemak dapat menurunkan tekanan darah (Tabel 1.7). 30

Tabel 1.7 Perubahan Gaya Hidup untuk Mengontrol Tekanan Darah

Modifikasi/perubahan Rekomendasi Penurunan SBP

Penurunan bobot badan Menjaga agar bobot badan normal (BMI 5-20 mm Hg 18,5-24,9 kg/m 2 )

setiap turun

10 kg bobot badan Menjalani pola makan

Konsumsi diet yang tinggi buah-buahan, 8-14 mm Hg Dietary Approach to Stop sayuran, dan susu rendah lemak dengan Hypertension/ DASH

kandungan total lemak dan lemak jenuh (termasuk asupan

yang rendah.

kalium) Mengurangi asupan

Mengurangi asupan sodium hingga < 2400 2-8 mm Hg sodium

mg/hari. Menurunkan asupan sodium hingga < 1500 mg/hari akan lebih menurunkan TD. Jika tidak dapat sesuai target sodium tersebut, maka setidaknya asupan sodium dikurangi sebanyak 100 mg/hari.

Aktivitas fisik Melaksanakan aktivitas fisik aerobik teratur 4-9 mm Hg misalnya jalan cepat (paling sedikit 30 menit/hari hampir setiap hari)

Mengurangi minum

Mengurangi alkohol

Batasi konsumsi:

Laki-laki: 2 kali minum/hari (24 oz bir, 10 oz minum anggur, atau 3 oz 80 proof wiski)

alkohol Perempuan dan semua dengan bobot badan rendah: 1 kali minum/hari

P EDOMAN P RAKTIS

 Untuk pasien dengan penyakit koroner atau aterosklerosis pembuluh darah lainnya, target TD adalah kurang dari 140/90 mm Hg menurut AHA/ACC, dan terapi awal sebaiknya menggunakan β-blocker dan ACE inhibitor (atau ARB jika terapi ACE inhibitor tidak dapat ditoleransi).

 Untuk pasien dengan diabetes, target TD adalah kurang dari 140/80 mm Hg, dan terapi awal sebaiknya dengan ACE inhibitor (atau ARB jika terapi ACE inhibitor tidak dapat ditoleransi), menurut pedoman ADA.

 Untuk pasien dengan HF, tidak ada target TD yang dicanangkan untuk dicapai, namun TD yang lebih rendah mungkin bermanfaat. Untuk HFrEF, TD sebaiknya diterapi berdasarkan bukti (evidence-based) dengan β-blocker, ACE inhibitor (atau ARBs jika terapi ACE inhibitor tidak dapat ditoleransi), dan antagonis aldosteron.

 Pertimbangkan target TD kurang dari 150/90 mm Hg untuk pasien lanjut usia.  Untuk pasien dengan CKD, target TD adalah kurang dari 140/90 mm Hg jika

pasien tidak mengalami proteinuria dan kurang dari 130/80 mm Hg jika dengan proteinuria, menurut pedoman KDIGO.

 Spironolakton bermanfaat untuk menurunkan TD pada pasien degan HTN resisten.  Klortalidon nampaknya merupakan diuretik yang lebih efektif untuk HTN daripada hidroklorotiazid.  Pemberian paling sedikit satu obat antihipertensi pada saat malam menjelang tidur merupakan satu cara efektif untuk menurunkan TD malam hari dan menurunkan resiko CVD.

 Labetalol merupakan terapi antihipertensi pilhan untuk kehamilan.  Pada pasien dengan HTN stadium 2 (stage 2 HTN) yaitu TD>160/100 mm Hg

pertimbangkan untuk memulai terapi dengan kombinasi antiipertensi.

SOAL

1. TP, laki-laki, usia 67 tahun, agak kelebihan berat badan, menderita hipertensi sejak 4 tahun lalu dan merokok 20 pak/tahun. Riwayat penyakit lainnya hiperlipidemia dan angina. Tekanan darahnya saat ini sekitar 160/100 mmHg, dan denyut nadi 63/menit. Riwayat keluarga: ayahnya terkena infark miokard pada usia 68 tahun. Berikut ini yang merupakan target tekanan darah optimal untuk TP berdasarkan pedoman American Heart Association (AHA) adalah:

A. Kurang dari 150/90 mm Hg

B. Kurang dari 140/90 mmHg

C. Kurang dari 140/80 mm Hg

D. Kurang dari 130/80 mm Hg

E. Kurang dari 120/80 mm Hg Jawaban: B, lihat penjelasan pada halaman 8, dan Tabel 1.5 halaman 9.

2. Seorang laki-laki, usia 55 tahun, agak kelebihan berat badan, menderita hipertensi sejak 4 tahun lalu dan merokok 1,5 pak/bulan, baru saja masuk dirawat inap (MRS) karena pneumonia. Riwayat penyakit lainnya angina setahun lalu. Sebelum dirawat inap telah mendapat terapi hidroklorotiazid 50 mg/hari dan metoprolol tartrat 75 mg

2 kali/hari. Tekanan darahnya saat ini sekitar 163-167/99-108 mmHg, dan denyut nadi 58-65/menit. Riwayat keluarga: ayahnya terkena infark miokard pada usia 68 tahun. Berikut ini yang merupakan rekomendasi terbaik untuk pasien tersebut adalah:

A. Meningkatkan hidroklorotiazid menjadi 100 mg/hari dan metoprolol tetap dilanjutkan.

B. Meningkatkan metoprolol tartrat menjadi 100 mg 2x/hari dan hidroklorotiazid tetap dilanjutkan.

C. Hentikan metoprolol dan mulai lisinopril 20 mg/hari.

D. Tambah lisinopril 20 mg/hari serta hidroklorotiazid dan metoprolol tetap dilanjutkan.

E. Hidroklorotiazid dan metoprolol tetap dilanjutkan seperti sebelumnya.

3. JW, 48 tahun, perempuan, baru saja dirawat inap karena pusing dan penglihatan kabur yang nampaknya disebabkan oleh hipertensi (baru saja didiagnosis) dengan tekanan darah 190/110 mm Hg ketika diperiksa di RS. Riwayat penyakit diabetes mellitus, diobati dengan gliclazide (Diamicron MR 60) 60mg/hari. Berdasarkan bukti ilmiah terkini, berikut ini merupakan pilihan obat terbaik yang dapat ditambahkan pada diuretik tiazid dosis rendah sebagai terapi antihipertensi JW:

A. ACEI dan hidralazin

B. ARB dan ISDN

C. ARB dan beta-bloker

D. ACEI dan CCB

E. Beta-bloker dan CCB

4. AE, 68 tahun, laki-laki, tinggi 170 cm, bobot 83 kg, gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi (HFrEF, NYHA kelas III, EF 30%) datang ke klnik untuk pemantauan tekanan darah. AE diet rendah garam dan berolahraga rutin sesuai kemampuan, mengonsumsi obatnya dengan patuh, carvedilol 25 mg 2x sehari, lisinopril 20 mg/hari, aspirin 81 mg/hari, atorvastatin 10 mg/hari, furosemid 40 mg 2x sehari. Hari ini pemeriksaan vital menunjukkan TD 149/85, nadi 60 bpm, hasil lab. kalium 4,0 mEq/L, natrium 144 mg/dL, and SCr 1,5 mg/dL. Rekomendasi berikut untuk mengatasi tekanan darahnya:

A. Mulai pemberian amlodipine 5 mg/hari.

B. Mulai pemberian diltiazem 240 mg/hari.

C. Ganti furosemid menjadi hidroklorotiazid 25 mg/hari.

D. Mulai pemberian spironolakton 12,5 mg/hari.

E. Lanjutkan terapi karena tekanan darah telah sesuai target.

5. Seorang perempuan, usia 66 tahun, dengan riwayat hipertensi dan penyakit refluks gastroesofagus datang dengan keluhan konstipasi kronis, edema kaki, cepat lelah, dan tekanan darah tinggi. Obat yang diminum rutin saat ini adalah pantoprazole 40 mg/hari, nifedipine ER 60 mg/hari, diltiazem XR 240 mg/hari, furosemid 40 mg/hari, docusate tiap hari, and suplemen serat tiap hari. Dosis furosemidnya telah ditingkatkan sejak dua bulan lalu, namun edema kakinya tidak mengalami perubahan. Hasil lab 2 bulan lalu menunjukkan SCr 1,5 mg/dL, hari ini 1, 9 mg/dL. Pemeriksaan vital hari ini TD 155/90 mm Hg, nadi 55 bpm. Berikut saran terbaik untuk pasien tersebut:

A. Meningkatkan furosemid menjadi 40 mg 2x sehari.

B. Hentikan diltiazem dan mulai lisinopril 10 mg 2x sehari.

C. Meningkatkan nifedipine ER menjadi 90 mg/hari.

D. Mulai lisinopril 10 mg 2x sehari.

E. Mulai spironolakton 10 mg/hari.

6. Seorang laki-laki, usia 62 tahun, diabetes dan hipertensi, rutin minum obat metformin 1000 mg 2x sehari, aspirin 81 mg/hari, losartan 100 mg tiap pagi, hidroklorotiazid 50 mg tiap pagi, dan simvastatin 40 mg tiap pagi. Hari ini, TD 141/92 mm Hg dan nadi

85 bpm. Hasil lab potasium 3,9 mEq/L, sodium 142 mg/dL, SCr 1,3 mg/dL, dan CrCl

66 mL/menit, baik diabetes maupun kolesterolnya terkontrol baik. Karena ayahnya meninggal pada usia 45 tahun karena infark miokard, pasien ini khawatir mengenai resiko kardiovaskulernya. Berikut ini saran terbaik untuk pasien tersebut:

A. Meyakinkan pasien terapi sudah sesuai dan tidak perlu perubahan.

B. Ganti agar pasien minum losartan dan simvastatin pada malam hari, bukan pagi hari.

C. Menurunkan dosis hidroklorotiazid menjadi 25 mg/hari.

D. Mulai terazosin 1 mg/hari.

E. Mengganti losartan dengan captopril 50 mg 3x/hari.

7. Seorang perempuan berusia 55 tahun, tinggi 160 cm, bobot 72 kg, diet rendah garam, rajin berolahraga dan rutin minum obat sesuai resep klortalidon 25 mg/hari, lisinopril 40 mg/hari, amlodipin 10 mg/hari, and bisoprolol 10 mg/hari. Regimen obat tetap demikian selama 6 minggu. Hari ini, TD 150/95 mmHg, nadi 62 bpm. Hasil lab kalium 3,3 mEq/L, natrium 130 mg/dL, SCr 0,8 mg/dL, and bersihan kreatinin (CrCl)

86 mL/menit. Berikut ini rekomendasi terbaik untuk tekanan darahnya:

A. Meningkatkan bisoprolol menjadi 20 mg/hari.

B. Meningkatkan klortalidon menjadi 50 mg/hari.

C. Mulai spironolactone 12,5 mg/hari.

D. Mulai diltiazem XR 120 mg/hari.

E. Meningkatkan lisinopril 40 mg 2x sehari

8. Seorang pasien perempuan berusia 55 tahun dengan diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi datang untuk pemantauan rutin kesehatan. Obatnya selama ini adalah metformin 500 mg 2x sehari dan amlodipin 10 mg/hari. Hari ini, TD 142/78 mm Hg, nadi 78 bpm. Hasil lab: potasium 4,0 mEq/L, sodium 144 mg/dL, SCr 1,0 mg/dL, CrCl

65 mL/menit, and rasio kreatinin/albumin 100. Berikut ini merupakan rekomendasi terbaik untuk pasien tersebut:

A. Tidak ada yang perlu dilakukan.

B. Hentikan amlodipin dan mulai pemberian lisinopril 10 mg/hari.

C. Lanjutkan terapi seperti biasa.

D. Lanjutkan terapi dan ditambah lisinopril 10 mg/hari.

E. Hentikan amlodipin dan mulai pemberian hidroklorotiazid 25 mg/hari.

9. NY, seorang perempuan berusia 55 tahun dengan DM2 dan hipertensi datang untuk cek rutin kesehatan. Obatnya selama ini adalah metformin 500 mg 2x sehari dan amlodipin 10 mg/hari. Hari ini, TD 142/78 mm Hg, nadi 78 bpm. Hasil lab: potasium 4,0 mEq/L, sodium 144 mg/dL, SCr 1,0 mg/dL, CrCl 65 mL/menit, and rasio kreatinin/albumin 100. Berikut ini yang merupakan target tekanan darah optimal untuk NY berdasarkan pedoman KDIGO adalah:

A. Kurang dari 140/90 mm Hg

B. Kurang dari 140/80 mmHg

C. Kurang dari 135/85 mm Hg

D. Kurang dari 130/80 mm Hg

E. Kurang dari 120/80 mm Hg

10. Seorang perempuan, 63 tahun, tinggi 160, bobot 59 kg, riwayat penyakit osteoarthritis, penyakit ginjal kronik, dan hipertensi.

Tanggal TD

Nadi K

Na SCr Creatinin/albumin Obat

Naproxen 500 mg (bulan

19 Mei 160/100 75

2x sehari lalu)

(tidak ada data)

Amlodipin 10 mg/hari Lisinopril

20 mg/hari Hidroklorotiazid 12,5 mg/hari

23 Juni 138/89

(hari ini)

Berikut ini saran terbaik untuk pasien tersebut dengan rekam medik seperti tercantum di atas:

A. Semua obat dilanjutkan seperti sebelumnya.

B. Hentikan lisinopril dan hidroklorotiazid.

C. Hidroklorotiazid ditingkatkan menjadi 25 mg/hari.

D. Mulai atenolol 50 mg/hari, lainnya dilanjutkan.

E. Hentikan amlodipin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Moeloek NF. Characteristics and outcomes of patients hospitalized for heart failure Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat. Rapat kerja kesehatan nasional regional barat. Batam , 4 Maret 2015.

2. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, et al. Heart disease and stroke statistics —2013 update: a report from the American Heart Association . Circulation 2013;127:e6- e245.

3. Gray L, Lee IM, Sesso HD, et al. Blood pressure in early adulthood, hypertension in middle age, and future cardiovascular disease mortality: HAHS (Harvard Alumni Health Study) . J Am Coll Cardiol 2011;58:2396-403.

4. Gibbons GH, Shurin SB, Mensah GA, et al. Refocusing the agenda on cardiovascular guidelines: an announcement from the National Heart, Lung, and Blood Institute . Circulation 2013;128:1713-5.

5. James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults . JAMA 2014;311:507-20.

6. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, et al. Clinical practice guidelines for the management of hypertension in the community . J Clin Hypertens (Greenwich) 2014;16:14-26.