Naskah Drama Festival Topeng

  

PEMBUKA

JALANAN DESA. PAGI

  

Kasmun : Leluhur siapa? Leluhur kita sudah lama mati, Parjan. Tradisi ini sudah

  Bikin tanggul aja belum lurus, banyak polah.

  

Kasmun : (TIDAK SABAR, MENYIBAK IRING-IRINGAN, LALU MEMBUKA

TOPENG IJO) O, kamu Pono? Lagaknya ikut-ikutan Festival Topeng.

  Pono : (MENGGODA) Mana bisa tahu siapa saya. Salau bisa nebak, jago. Tuji : Dari suaranya sih bukan Kastubi, saya hafal betul suara dia. Gubil : Buka saja topengnya, buka! Tuji : Jangan! Panitianya melihat kita. Bisa marah dia.

  topeng ijo, siapa kamu? Orang-orang : Kastubi.... Kastubi....

  Orang-orang : (TERTAWA) Panitia : Saudara-saudara, mohon tenang!

Gubil : Wah, lihat itu! Ada lagi yang aneh. Siapa itu? Rada bagus kelihatannya.

Kasmun : Yang mana? Gubil : Itu! Yang warna ijo. Taji : O, ya itu, bagus itu.

Kasmun : (MENGAMATI) Itu? Apanya yang bagus, kayak genderuwo begitu? Heh

  lama sekarat, tinggal nunggu koit. Kalau Sri Lestari masih ada. Di Jakarta dia jadi babu.

  kalian, sawah melulu yang diurus. Sekali-kali ikut festival dong kayak saya. Ini hiburan sehat, rekreasi, sekaligus melestarikan tradisi leluhur.

  IRING-IRINGAN PESERTA VESTIVAL TOPENG BERGERAK MENUJU TANAH

LAPANG, TEMPAT FESTIVAL TAHUNAN KHAS DESA ITU BIASA DIGELAR. MERIAH

BETUL SUASANANYA. TERDENGAR TETABUHAN PENUH GEREGET. DIPINGGIR

JALAN ITU, TAMPAK ORANG-ORANG SEDANG BERGEROMBOL MENONTON DAN

MENAMBAH MERIAH SUASANA. MEREKA SALING BERBISIK, MENGOMENTARI,

DAN MENGOLOK JUGA. MENGUMPAT DAN MEMEAKI. SUUA UCAPAN SERBA

SEPONTAN DAN JUJUR SEHUNGGA TAK SEORANGPUN SAKIT HATI.

  

Parjan : Menang kalah urusan belakangan, yang penting partisipasi. Dari pada

  Jauh.... Jauh.........

  Orang-orang : (TERTAWA)

Gubil : Apanya yang seni? Berani bertaruh, nggak bakalan menang, Parjan.

  seru, monyong!

  Kasmun : Wah ini baru festival. Hebat....hebat, pesertanya benyak betul. Bawur : Ya. Belum pernah sebanyak ini.

Tuji : Kalau tidak, percuma dong. Sumbangan kiuta tahun ini juga paling besar.

Bawor : Betul, paling besar.

Kasmun : Buset!!! Topeng apaan itu, Parjan? Serem amat. Kayak memedi sawah.

Parjan : Diam kamu. Tahu apa kamu selain cangkul dan combornya Jamilah? Ini

  KASMUN, BAWOR, GUBIL, DAN TUJI, PEMUDA DESA YANG PALING VOKAL

SEDANG MENGOMENTARI PARA CALON PESERTAFESTIVAL TOPENG YANG

MENURUT MEREKA “ANEH-ANEH” DAN “LUCU-LUCU”.

  Pono : Biar saja, yang penting topengnya bagus. Kasmun : Apanya yang bagus? Topeng kayak genderuwo begitu dibilang bagus.

  

Bawur : Genderuwo masih lebih bagus. Itu mirip buto ijo kecebur sawah, nggak

jelas mana jidat mana tengkuk. Orang-orang : (TERTAWA) Panitia : Mohon tenag saudara-saudara. Tenang! Tertib!

SETELAH ORANG-ORANG TENANG

  

Panitia : Harap jangan mengganggu para peserta. Ini bukan acara guyonan. Ini

  serius. Sacral. Tanpa festival ini, desa bisa gawat. Para leluhur bisa marah dan desa keta terancam bahaya. Jadi, mohon tenang dan tertib. Dan lagi belum waktunya saudara-saudara memberikan penilaian. Festival baru dimulai. Nanti ada gilirannya. Sabar.

IRNG-IRINGAN TERUS BERGERAK MENUJU TANAH LPANG DISUDUT DESA.

  

CELETUKAN TERUS BERLANGSUNG WALAU TIDAK SERIUH SEBELUMNYA.

TETABUHAN YANG MENGIRINGI JUGA TETAP BERSEMANGAT.

  Bawor : Wah, siapa lagi itu? Satu bawa banyak topeng. Edan, edan..... Tuji : Pasti dia penggemar Dasamuaka.

Gubil : Ya, betul Dasamuka. Si muka sepuluh, alias si boros muka. Eit, tunggu

  dulu. Itu mbah Joyo, bukan?

  Bawor : Mana? Gubil : Itu! Yng dibelakang muka sepuluh. Bawor : Ah, ya betul, itu Mbah Joyo. Kenapa? Gubil : Ya, kenapa? Kenapa dia tidak memakai topeng?

Kasmun : Apa? Mbah Joyo tidak pakai topeng? Mana? (SETELAH MELIHAT) Ah,

  ya betul, Mbah Joyo tidak memakai topeng. Kenapa bisa begitu? (KEPADA ORANG-ORANG) Liaht, lihat Saudara-saudara! Mbah Joyo tidak pakai topeng. (MENDEKATI MBAH JOYO) Mbah, Mbah Joyo, kenapa tidak memakai topeng? Mana topeng-topeng termashur itu, mbah? Mbah Joyo.... Mbah.........

  MBAH JOYO DIAM SAJA. WAJAHNYA DINGIN Kasmun : Lihat saudara-saudara, lihat. Mbah Joyo tanpa topeng.

  SEMUA ORANG HERAN MEMANDANG MBAH JOYO. MEREKA TIDAK

MENGERTI MENGAPA ORANG TUA ITU TIDAK MEMAKAI TOPENG SEPERTI YANG

LAIN. SEMENTARA ITU, IRING-IRINGAN TERUS BERJALAN DAN HILANG DI TIKUNGAN JALAN.

LAMPU BERUBAH

  

ADEGAN SATU

LADANG MILIK BLENTUNG DI PINGGIR DESA. PAGI, BLENTUNG SEDANG BEKERJA DILADANG. MITRO, TETANGGA DEKATNYA BERGEGAS LEWAT.

  Blentung : Lo? Mitro : Lo? Tidak salah lihat ini? Blentung : Apanya yang salah? Mitro : Kok situ di lading?

Blentung : Kok sutu juga di pinggir ladang? Kalau saya kan petani, apa salahnya

  petani di ladang?

Mitro : Saya juga tengkulak hasil ladang, apa salahnya saya di pinggir ladang.

Memang itu kerja saya, mengawasi orang-orang panen sayuran dan palawija, lalu membelinya kemudian menjualnya ke kota. La, tidak salahkan?

  Blentung : Jadi Mitro : Jadi?

Blentung : (TERTAWA) Ya, memang tidak salah. Cuma kalau para tetangga melihat

keberadaan situ di pinggir ladang sekarang ini, bisa..... Mitro : .... bisa menyulitkan kita.

Blentung : Betul, menyulitkan kita. Eh, kok kita. Meyulitkan kamu. Jangan bawa

saya dong. Mitro : (TERTAWA) Sebetulnya ada apa kita ini, Blentung? Blentung : Lo, kok kita lagi. Situ dong yang ada apa. Saya tidak ada apa-apa.

Mitro : Ada, Blentung. Kita ada apa-apa. Maksud saya bukan kita. Tapi, kita

  dengan orang kebanyakan, dengan masyarakat desa ini. Kita lain. Coba, semua orang ada di sana, mengikuti Festival Topeng. Atau, setidaknya datang menonton. Tapi, kita? Apa pun alasannya, kita ini melarikan diri dari mereka, dari festival itu. Padalah situ kan anak Mbah Joyo, rajanya festival ssejak sepuluh tahun lalu?

  

Bletung : Dan situ... situ adalah keluarga keluarga donatur festival topeng terbesar

turun temurun, sejak puluhan tahun yang lalu juga.

Mitro : Ya, itulah kenapa saya bilang ‘kita’. Situ dan saya. Ayolah Bletung,

  duduk dan ceritakan. Kita kan kawan sejak masa kanak-kanak. Apa salahnya saling membuka hati?

  

Bletung : (TERPAKSA DUDUK) Ini kenapa jadi terbalik ya? Ladang ini ladang

saya. Jadi, sayalah tuan ladang. Tapi sutu yang menyilakan saya duduk.

  Yang bilang ada masalah juga situ, tapi saya yang disuruh cerita. Bagaimana bisa? Aneh. Situ dulu dong, kan tadi situ dulu yang pertama bilang ada masalah.

  

Mitro : Sama-sama Bletung, sama-sama. Kita saling cerita, saling membuka

hati.

Bletung : Saling membuka hati? Wah, indah sekali kedengarannya. (TERTAWA)

  Apa mungkin itu? Sejak kapan kita mempunyai kebiasaan saling membuka hati? Tapi baik, kalau memang bisa. Baik, silakan situ duluan.

  Mitro : Lo? KEBUANYA TERTAWA. LAMPU BERUBAH

ADEGAN DUA

TANAH LAPANG TEMPAT FESTIVAL TOPENG BERLANGSUNG PAGI.

  FESTIVAL SEGERA DIMULAI, RUPANYA KETUA PANITIA SEDANG

MEMBERIKAN SAMBUTAN AN PENGARAHAN KEPADA SELURUH PESERTA. SEMUA

TAMPAK BERSEMANGAT, MERIAH NAMUN TERTIB.

  

Ketua panitia : Nah, saudara sekalian, seluruh Desa Mosokambang yang saya cintai,

  demikianlah tadi pengarahan saya selaku ketua panitia. Saya tidak akan berpanjang lebar sebab segala sesuatunya sesungguhnya sudah jelas. Tugas kami yang paling utama adalah mambuka dan menutup festival ini. Kami hanya berpesan agar acara ini berlangsung see....meriah mungkin, see.....khidmad mungkin, namun tetap aman dan tertib. Kita sebaiknya menanamkan prinsip bahwa keamanan dan ketertiban adalah see...gala-galanya. Tanpa keamanan dan ketertiban, hidup kita akan bahagia. Apalah artinya sawah ladang kita yang subur, panen melimpah, dan ternak kita yang gemuk jika perasaan kita kidak aman dan bahagia? Dan, untuk itulah diperlukan upaya-upaya. Dibentuknya tim juri, hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya, adalah bentuk upaya itu. Tim juri bukanlah kepompok tandingan bagi penilaian masyarakat terhadap festival ini, tetapi dimaksudkan hanya sebagai “partner” kerja saudara-saudara. Agar dalam memberikan penilaian nanti, saudara-saudara bisa lebih terarah, lebih bijaksana, lebih fair, dan memuaskan semua pihak. Kami tahu, kemenangan pukanlah tujuan utama para peserta festival. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menghormati tradisi leluhur dan ingin melestarikannya. Tetapi bagaimana pun, penilaian yang objektif dari masyarakat adalah fktor penting. Tanpa iobjektivitas, para peserta akan marah. Ketentraman dan kebahagiaan hidup masyarakat kita pun bia terganggu. Betul tidak, saudara-saudara? Orang-orang : Betulll.............

  Ketua Panitia : Lo, mana tepuk tangannya? SEMUA BERTEPUK TANGAN, TAPI TAMPAK OGAH-OGAHAN, KETUA PANITIA

TAMPAK KURANG SENANG. JARKONI, LURAH DESA ITU MEMBERI ABA-ABA

  

SUPAYA ORANG-ORANG BETEPUK TANGAN LEBIH KERAS. ORANG-ORANG

MENURUT. KETUA PANITIA TAMPAK LEGA.

  

Ketua Panitia : (TERSENYUM) Terima kasih, terima kasih. Jadi sekali lagi saudaara-

saudara, tepuk tangan itu –maaf maksud saya- objektivitas itu penting. Petugas : Juga ketertiban dan keamanan, Pak. Ketua Panitia : Ya, betul! Ketertiban dan keamanan! LAMPU BERUBAH

  

ADEGAN TIGA

DI BUKIT TIDAK JAUH DARI TEMPAT FESIVAL BERLANGSUNG. PAGI BEBERAPA ORANG DI TENGAH MENGAWASI JALANNYA FESTIVAL. MEREKA

ADALAH WARGA DESA ITU JUGA. TAPI TIDAK TERTARIK UNTUK IKUT MAUPUN

HADIR. MEREKA CUMA BERKOMENTAR DARI JAUH.

  KIRNO, PEANG, DAN PANJUL ADA DI ANTARA MEREKA.

  

Orang-orang : ( BERSAMA-SAMA) Mmm...ck...ck... Luar biasa, luar biasa. Hebat,

hebat... Top... Top... Oke... Oke... Yahud, Tahud... Panjul : Jadi bagaimana? Kita ini gembira, kagum, atau sedih? Kirno : Kok Tanya? Perasaan kamu sendiri bagaimana? Panjul : (BERPIKIR AGAK LAMA) Tidak tahu.

Peang : Tidak tahu saja pakai mikir. (SOK TAHU) Kalau perasaan saya sih

macam-macam, kang. Kirno : Macam-macam boleh saja, tapi apa? Panjul : Ya, apa? Jelasnya apa? Peang : Bisa saja kamu. Kamu sendiri tidak tahu, ngomong........ Panjul : Tapi saya kan sudah bilang terus terang, tidak tahu. Peang : Masak perasaan sendiri tidak tahu orang mati apa?

Panjul : Iya, ya? Kita ini kenapa jadi begini ya? Omong-omong perasaan

  sampean sendiri bagaimana, Kang?

  Peang : Ya, bagaimana Kang? Orang-orang : Ya, bagaimana Kang? Kirno : Sebetulnya saya sendiri tidak tahu. LAMPU BERUBAH

  

ADEGAN EMPAT

TANAH LAPANG TEMPAT FESTIVAL TOPENG BERLANGSUNG. PAGI FESTIVAL RUPANYA SEDAH DIMULAI. BEBERAPA PESERTA SUDAH

SELESAI TAMPIL. ADA YANG MENDAPATKAN SAMBUTAN HANGAT, ADA JUGA

YANG TIDAK.

  KALI INI SAMI’UN SI MUKA SEPULUH SUDAH TAMPIL. IA LINCAH, ENERGIK,

DAN KOCAK. TOPENG-TOPENGNYA JUGA BAGUS. TAPI, APAKAH DIA DISUKAI DAN

DIANGGAP ‘MEWAKILI’ PENONTON? BELUM TENTU, BUKTINYA DIAKHIR

PENAMPILANNYA, TIDAK BANYAK BENDERA KECIL. DIACUNGKAN OLEH

PENONTON.

  

Sami’un : (SETELAH SELESAI TAMPIL) Terima kasih, terima kasih. Saya

gembira pada tahun ini bisa kembali tampil dihadapan saudara-saudara.

  Ini adalah sebuah rahmat. Dulu, saya hanya mampu membawakan satu atau dua topeng. Tapi tahun berganti, usia saya juga bertambah. Saya merasa, kebijakan saya dalam memandang dan menghadapi hidup beserta persoalannya pun harus bertambah. Itulah kenapa hari ini saya

  memakai sepuluh topeng sekaligus. Ini bukan pilihan main-main, saudara-saudara. Hidup di zaman ini, kita memang harus punya banyak wajah. Kalauberteduh di bawah pohon jengkol, kita jangan makan apel. Kalau memanjat pohon petai, jangan kita bawa jambu mete, repot soalnya. Jika kita mau makan semangka, jangan di bawah pohon durian soalnya kalau kejatuhan bisa bonyok. Maka, bersikaplah baik kalau ketemu orang baik. Kalau bertemu preman, pakailah jurus preman. Kalau tidak, kita bisa tidak aman. Jadi, sekali lagi ini bukan pilihan main- main.

  PARA PENONTON BERTEPUK TANGAN MERIAH, TAPI TIDAK BEGITU BANYAK BENDERA YANG DIKIBARKAN.

  

MC : (DENGAN WAJAH SERIUS DAN MENAHAN AIR MATA) Hadirin

  sekalian, tadi penampilan saudara kita Sami’un. Saya kira tidak perlu lagi saya memberikan komentar. Penampilan beliau dengan sepuluh topengnya tadi sudah menjelaskan banyak hal. Peserta berikutnya, silakan.

  TEPUK TANGAN KEMBALI BERGEMURUH, MC TURUN PANGGUNG DAN

MUNCUL.TIGA PESERTA YANG YANG MERUPAKAN SATU TIM. MEREKA PUN

SEGERA BERAKSI.

  MEREKA MENAMPILKAN TOPENG TIGA KESATRIA UTAMA, YAITU TOPENG

PEMBELA KEADILAN DAN KEBENARAN. DARI SEGI ARTISTIK, TOPENG MEREKA

TIDAK CUKUP BAGUS. EKSPRESINYA KELEWATAN DINGIN DAN KAKU. TAPI,

PENAMPILAN MEREKA KOMPAK. MASING-MASING MEMAKAI KOSTUM YANG

BERBEDA, NAMUN ADA SATU CIRI YANG SAMA, YAKNI KETIGANYA MEMBAWA

SENJATA . MEREKA SANGAT GAGAH, SIGAP, DAN TERAMPIL. SALAH SATUDARI

MEREKA MENJADI JURU BICARA DAN MEMPERKENALKAN DIRI LEWAT NYANYIAN.

  Jubir : (MENYANYI)

  Saudara sekalian Warga Desa Mosokambang Yang saya hormati dan saya cintai Kami ingin bicara, dari hati ke hati Orang-orang : (MENYANYI) Berbicaralah, asal jangan susah-susah.

  Jubir : (MENYANYI)

  Apakah kalaian ingin hidup bahagia Adil, makmur ingin hidup bahagia Kalau jawabanya “ya”, inilah rahasianya Bergabunglah bersama kami Pembela rakyat sejati

  Tiro : (MENYANYI)

  Kami adalah tiga kesatria utama Pembela kebenaran dan keadilan Tak peduli panas terik Atau, musim paceklik Kami selalu bersama kalian Libas, libas, semua akan kami libas

  Tejang, terjang semua akan kami terjang Jika ada yang berani menggoyang Ketertiban dan keamanan Desa kita, Mosokambang

  SELESAI MENYANYI, KETIGANYA MELAKUKAN GERAKAN-GERAKAN

BELADIRI YANG ATRAKTIF. TEPUK TANGAN RIUH, ORANG-ORANG

BERKOMENTAR, TAMPAKNYA MEREKA KURANG SUKA PADA PENAMPILAN TIGA SEKAWAN INI.

  

Jubir : Maaf Saudara-Saudara, kami tidak bisa tampil lebih lama lagi. Kami

sudah terlalu lelah. Maklum, sebelumnya kami kebanyakan latihan.

  Saudara tahu, ini merupakan penampilan pertama kami dalamfestiva;yang bergengsi ini. Jadi, belum berpengalaman. Sebetulnya ada satu puisi yang ingin kami bacakan, tapi nafas kami sudah ngos-ngosan. Maaf.

  TIGA SEKAWAN PERLAHAN UNDUR DIRI. TAPI, SEBELUM MEREKA BENAR-

BENAR TURUN PANGGUNG MEREKA BERHENTI. LALU, BERSAMA-SAMA MEREKA

MENGACUNGKAN SENJATA KESATU TITIK DI LANGIT, DAN DOR ! SEBUAH BENDA

BESAR JATUH BERANTAKAN.

  ORANG-ORANG TIDAK MENYAMBUTNYA DENGAN TEPUK TANGAN. TAPI,

MEREKA MELONTARKAN BERBAGAI KOMENTAR YANG TIDAK ENAK DIDENGAR.

DAN, TIDAK SATUPUN BENDERA YANG DIACUNGKAN.

  Panitia : Heh, bendera! Angkat bendera! ORANG-ORANG MASIH SIBUK DENGAN KOMENTAR MASING-MASING, DAN

MENGABAIKAN PERINTAH PANITIA. MENDADAK MBAH JOYO MUNCUL DI

  

PANGGUNG UNTUK TAMPIL. WAJAHNYA TETAP DINGIN. ORANG-ORANG RIUH

MENYAMBUT.

  Orang-orang : mbah joyo, mbah joyo …

  Hidup mbah Joyo! Mbah joyo, mbah joyo … Hidup mbah joyo! Hidup mbah joyo … Hidup mbah joyo!

  PERLAHAN MBAH JOYO MENUJU TENGAH PANGGUNG. IA MENGANGKAT

TANGANNYA DENGAN ANGGUN UNTUK MENYAMBUT REAKSI PENONTON,

SEKALIGUS MEMBERIKAN ISYARAT SUPAYA PENONTON TENANG. TEPAT DI

TENGAH PANGGUNG IA BERHENTI, MENYIBAH JUBAHNYA, DAN DARI DALAMNYA

MENGELUARKAN TIGA BUNGKUSAN KAIN HITAM YANG TERNYATA BERISI TIGA

TOPENG. ITULAH RUPANYA TOPENG-TOPENG BELIAU YANG DULU SANGAT

TERKENAL.

  MBAH JOYO MEMPERLIHATKAN TOPENG-TOPENG ITU PADA PARA

PENONTON, KEMUDIAN MEMBUNGKUSNYA KEMBALI, BUKAN DENGAN KAIN

HITAM MELAINKAN DENGAN KAIN PUTIH.

  

Mbah Joyo : (SUARANYA SERAK DAN BERAT) Saya sudah capek, capek! Kepada

GEMURUH TEPUK TENGAN MENYAMBUT. JUGA, SUITAN DAN KOMENTAR- KOMENTAR, DAN, SEMUA MENGANGKAT BENDERA.

  DALAM KERIUHAN ITU, MENDADAK PARA PETUGAS DAN PANITIA NAIK KE

PANGGUNG SENGAN SIGAP. MEREKA MENGERUMUNI MBAH JOYO DAN TERLIBAT

PEMBICARAAN SERIUS, LANTAS MEMBIMBING MBAH JOYOKELUAR PANGGUNG.

  PENONTON SEMAKIN RIBUT. BEBERAPA ORANG NAIK PANGGUNG,

HISTERIS, DAN MEMUKUL APA SAJA SEHINGGA BERBAGAI BUNYI MEMBAUR JADI

SATU.MEREKA BELUM TAHU PERSIS APA YANG TERJADI, TAPI MUNGKIN DAPAT

MERASAKAN APA YANG SESUNGGUHNYA SEDANG TERJADI DI DEPAN HIDUNG

MEREKA.

  

Ketua Panitia : harap tenang saudara-saudara … harap tenang! Semuanya harap tertib

  perhatian, mohon perhatian!. Saudara-saudara, minta perhatian …

  KETUA PANITIA TERUS BERBICARA, TETAPI DAK ADA YANG SUDI MENDENGAR. DAN, KERIBUTAN TERUS BERLANGSUNG.

  kalian, para generasi muda, topeng-topeng ini saya titipkan. Capek, saya sudah capek. Silahkan. Terserah topeng-topeng ini mau diapakan, dikubur mungkin lebih baik. (LAMA DIAM MENATAP PARA PENONTON) topeng saya sekarang adalah wajah saya sendiri. Maaf. Terimakasih.

LAMPU BERUBAH

  

Panjul : Eh, jangan sok tahu. Kami kan tadi Cuma bilang perasaan saya

  macam-macam. Bukan festival ini akan jadi macam-macam. (PADA KIRNO) Iya nggak, Kang? KIRNO DIAM SAJA. IA TAMPAK SEDANG BERPIKIR SERIUS.

  

Peang : Paling tidak itu membuktikan kalau firasat saya benar, dari pada kamu

tidak merasakan apa-apa. Kedul, tumpul.

Panjul : Kalau punya firasat jelek, kenapa dari tadi diam saja? Kamu kan bisa

  usul sama Ketua panitia supaya festival ditunda. Menunggu jatuh hari baik, misalnya. Atau, kalau perlu supaya festival tahun ini dibubarkan saja.

  Untung kita tidak ada di sini tadi…

  BEBERAPA SAAT SETELAH FESTIVAL BUBARAN, KIRNO, PEANG, PANJUL,DAN KAWAN-KAWAN TURUN DARI BUKIT MENUJU TEMPAT ITU.

  

Peang : Apa kata saya tadi? Macam-macam kan? Tuh, betul terbukti. Macam-

macam pula kejadiannya. Masa festival jadi rebut nggak keturunan.

  

Peang : Apa? Usul?libur? Oo… kamu betul-betul bodoh, Panjul. Kamu piker

perkara apa ini? Siapa saya, siapa kita, berani-beraninya kita usul.

  kalian tidak ada di sini tadi?

  BEBERAPA SAAT SETELAH FESTIVAL BUBARAN …

  SEMUA PERGI

  Mitro : Baik. Ayo!

  Mas Blentung. Ini persoalan kita semua. Saya harus ikut. Atau nggak, Panjul? Panjul : Sepakat. Akur….

  

Peang : Tidak, Kang. Ini bukan hanya persoalan sampean, atau Mas Mitro dan

  masing. Biar saya saja yang ikut.

  

Bletung : Tidak. Saya datang justru untuk mencari tahu. Saya baru dengar di sini

ada keributan, dan kabarnya ayah saya dibawa pergi Panitia. Mitro : Kalau begitu kita cari dia sekarang. Siapa mau ikut? Ayo!

Kirno : Yang lain lebih baik pulang saja, atau kemabali ke ladang masing-

  Mitro : Betul Kang Karto, Mbah Joyo… di mana dia sekarang?

Kirno : Lo, Mitro, Bletung? Kalian juga tidak tahu di mana Mbah Joyo. Apa

  Festival topeng perkara sacral. Mbah Joyo saja, rajanya festival dari tahun ke tahun, tidak berani usul begitu. Apalagi kita. Mbah Joyo, bisa saja bilang sudah capek dan ingin undur dari festival. Tapi, selama ini dia cuma omong di depan kita. Di depan panitia, hem… kamu lihat tadi apa akibatnya? Tapi, sebetulnya saya memang ingin kasih usul.

  MITRO DAN BLENTUNG MUNCUL KARENA DATANG UNTUK MENCARI TAHU APA YANG BARU TERJADI.

  cuma penonton. Lagi pula sekarang ada hal yang lebih penting untuk dipikirkan: Mbah Joyo. Kita harus cari tahu di mana beliau sekarang. Ini menyangkut keselamatan jiwa manusia. Libih penting dari pada meributkan siapa penentang Festival Topeng.

  Peang : Kenapa begitu, Kang? Panjul : La, katanya paham.

Kirno : Karena siapa pun pemenang festival, buat kita kan sama saja. Kita ini

  pertanyaanitu perlu ada, tapi tidak penting dipertanyakan.

  Peang : Ya, Kang. Ya, saya paham. Panjul : Paham… paham. Paham apa?

Kirno : Itu pertanyaan penting, tapi tidak perlu dipertanyakan. Atau sebaliknya,

  hal tabukan?

Kirno : Mana saya tahu. Yang bikin aturan tabu dan tidak tahu kan bukan kita.

Tapi, sebaliknya hati-hati bicara. Salah-salah, kamu bisa ketiban salah.

  Kirno : Sudah? Peang : Apanya, Kang? Kirno : Debatnya. Usulnya, sudah?

Peang : Kami tidak berdebat, Kang. Kami hanya bicara soal perasaan. Bukan

LAMPU BERUBAH

  ORANG-ORANG PULANG DARI MENONTON FESTIVAL TOPENG. MEREKA BINGUNG KENAPA FESTUVAL BUBAR SEBELUM WAKTUNYA. JUGA, MEREKA TIDAK TAHU APA PANGKAL DARI KERIBUTAN ITU.MUNGKIN MEREKA TERLALU LUGU UNTUK MENGETAHUI APA YANG TERJADI.

  Sualsih : Ah, dikin capek saja. Baru datang, sudah bubar. Mijem : Iya, biasanya sehari penuh. Ini tumben, pakai rebut-ribut lagi. Warti : Pada telat sih sampean….

Mijem : Iya, gara-gara ini anak disuruh mandi malah rewel. Jadi lama, terus

telat deh.

  terjamin dan tentram. Kasmun, berapa luas lading kamu? Kasmun : Kurang lebih setengah hektar, Pak.

  Seseorang : apa kalian semua sudah paham apa tugas kalian? Kasmun : (RAGU) Injih Pak, paham… Seseorang : Lo, kok cuma Kasmun yang jawab? Yang lain? Semua : (RAGU JUGA) Paham, Pak…

Seseorang : Bagus! Laksanakan tugas kalian dengan baik maka hidup kalian akan

  

KASMUN, BAWOR, TUJI, DAN GUBIL SEDANG DIBERI PENGARAHAN

OLEHSESORANG. DI KEJAHUAN, 3 ORANG CENTENG BERJAGA-JAGA.

  Joyo? Eh, Kasmun, Kasmun… uh dasar…

  

Mijem : nggak tahu… nggak tahu. Biasanya kamu serbatahu. Terus, Mbah

  yang tanya, bilang saja nggak tahu. (PERGI)

  Mijem : Itu kenapa tadi cepat bubaran? Kenapa rebut-ribut? Ada apa itu?

Kasmun : Anu, Yu, belum tahu saya. Pokoknya sampean pada pulang saja dan

nggak usah banyak Tanya. Saya sendiri belum tahu. Anu… kalau ada

  KASMUN BERHENTI

  Mijem : Kasmun, tunggu Kasmun!

  

Mijem : Begitu ya? Ah, dulu sih tidak banyak yang ngatur-ngatur. Semuanya

ngrengseng saja. Jalansaja, beres… iya? KASMUN LEWAT BERGEGAS, MENDAHULUI MEREKA MIJEM MEMANGGIL.

  mengatur. Jadi…

  

Warti : Saya juga nggak tau, Yu. Denger-denger sih karena kebanyakan yang

  semua orang pasti gembira. Wajah mereka sumringah. Sekarang kok jadi nggak keruan.

  Sulasih : Itu kenapa tadi? Kok Mbah Joyo di bawa pergi?

Mijem : Iya, kenapa itu? Dulu zaman saya kecil, kalau ada Festival Topeng

LAMPU BERUBAH

TEMPAT ITU KELIATAN GELAP, HNYA SEDIKIT CAHAYA OBOR YANG MENERANGI.

  

Seseorang : Jangan khawatir, tidak lama lagi bisa jadi 4 hektar. Bawor, berapa

  sekarang?

Seseorang : Pertanyaanmu bagus sekali, Gubil. Tapi, saya tidak akan menjawab.

Tahu kenapa? Karena kalian masih terlalu hijau untuk memahami jawabannya. Tapi suatu saat nanti, ketika usia kalian sama seperti usia saya , atau saat di mana kaliandalam kondisi sama seperti saya, kalian akan tahu sendiri jawabannya. Percayalah. Paham?

  gemetaran dapat 4 hektar.

  Bawor : Saya gemetaran, monyong!

Gubil : O,. pantes. Gemetaran saja bisa sulapan. Bagaimana yang enggak

  hati juga. Contoh, Kasmun. Begitu di Tanya, “kalian paham apa tugas kalian?” Dia langsung jawab, “Injih Pak, pahammm…” Dan, kamu dengar sendiri hasilnya, 4 hektar. Bawor juga bukan main selapnya. Masa kerbau lima di bilang tiga.

  Gubil : Apasalahnya nanya, namanya juga pengen tahu. Tuji : Tapi, lain kali hati-hati dong. Kayak nggak tahu keadaan saja.

Gubil : Terlalu hati-hati juga nggak bagus. Rezeki yang jatuh ke kita jadi hati-

  Kalau marah, bisa berabe kita.

  

Tuji : Kamu pakai tanya soal Mbah Joyo segala. Untung dia tidak marah.

  Semua : Pahaaammm… (SEBETULNYA TIDAK) Gubil : Apa, soal Mbah Joyo… Seseorang : sssttt… Cukup!(PERGI DIIKUTI 3 CENTENG) LAMPU BERUBAH

  Gubil : Maaf, Pak. Apa boleh Tanya? Seseorang : Boleh, boleh, asal jangan yang aneh-aneh. Apa?

Gubil : Jadi, siapa pemenang festival tadi pak? Dan di mana Mbah Joyo

  kerbau kamu? Bawor : Tiga, Pak.

  antara kita saja.

  Semua : Paham…

Seseorang : Bagus. Sekarang kalian bubaran. Ingat ya, pembicaraan ini hanya

  semuanya akan beres. Paham semua?

  

Seseorang : Itu lebih gampang lagi. Pokoknya, laksanakan tugas kalian dan

  Gubil… pingin punya apa kamu? TV colour sudah punya? Berdua : Belum, Pak.

  

Seseorang : Bisa..bisa… semua bisa diatur. Jangan khawatir. Dan kamu Tuji,

  Gubil : (MENYODOK, LALU BERBISIK) Lima juga. Bawor : (BAWOR BERBISIK PADA GUBIL) Iya, yang dua kan masih gudel. Seseorang : Terus pingin jadi berapa? Bawor : Ah, bapak. Mosok itu juga ditanya. Berapa saja juga mau.

ADEGAN DELAPAN JALANAN DESA. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN. MALAM KASMUN, BAWOR, GUBIL, DAN TUJI SALING MENYALAHKAN.

  

Kasmun : Setan kamu, Gubil! Diam, kenapa? Nggak tahu orang lagi sumpek.

  Kamu pikir aku senang dengan semua ini? Kita ini sama-sama sedang jadi korban, tahu? Kalian bisa saya ingin lari dari semua ini. Tapi, apa daya kita?

  Gubil : Apa daya saya juga cuma TV colour?

Kasmun : Heh, saya serius ini. Lagian siapa yang percaya janji-jani itu? Semua

  kan serba belum jelas. Saya menyesal kenapa di sana waktu festival berlangsung. Itu gara-gara kamu ngotot ngajak ke sana.kalau tidak, kita tidak repot begini. Sial, kamu bikin sial!

  

Bawor : Tenang, Kasmun, tenang. Ini musibah. Kita sedang kena musibah. Kita

  harus tetap kompak supaya kuat. Kamu diam, Gubil. Kasih waktu Kasmun berpikir.

  

Tuji : (PADA GUBIL) Baru minum cap tikus saja sudah loncer. Bikin hati

orang panas.

Kasmun : (SETELAH DIAM SEBENTAR) Baik, baik sudah kepalang basah. Aku

tahu sekarang. Bawor : Tahu bagaimana?

Kasmun : kita boleh tidak suka sama Sami’un. Tapi pada saat seperti sekarang,

  kita harus belajar dari dia.

  Bawor : Maksudmu kita kerumah Sami’un? Kasmun : Buat apa kita ke sana? Itu tadi Sami’un tolol! Tuji dan Bawor : Sami’un? Bawor : Bisa lain begitu? Kasmun : Itulah kelebihan dia. Gubil : Terus, apa maksudnya belajar dari dia? Kasmnun : Besok malam undang semua warga. Gubil : Terus?

Kasmun : Gampang itu. Pokoknya besok kita kerjakan semuanya. Ayo, kita kita

  rembukan di tempat lain.sudah malam. (KASMUN PERGI, YANG LAIN

  BENGONG) Gubil : Sami’un? LAMPU BERUBAH

ADEGAN SEMBILAN LADANG KOSONG DI SUDUT DESA. MALAM.

  

ATAS UNDANGAN KASMUN DAN KAWAN-KAWAN, WARGA DESA BERKUMPUL

DEITEMPAT ITU. MALAM INI GILIRAN KASMUN AKAN MEMBERI ‘PENGARAHAN’

KEPADA WARGA DESA SETELAH SEBELUMNYA IA MENDAPAT PENGARAHAN DARI

ORANG YANG LEBIH ‘PINTAR’.

MEREKA DATANG MENGENDAP-ENDAP, MUNCUL SATU PERSATU. MASING-

MASING TAKUT TERLIHAT OLEH YANG LAIN.

  

Orang ke-1 : (DARI BALIK POHON) Mana? Kok belum pada nongol?! Katanya,

  habis isya…. (PADA YANG LAIN DI BELAKANG) Belum ada…

Orang ke-2 : Apa kita nggak salah dengar? Jangan-jangan bukan di sini tempatnya.

  Orang ke-3 : Bener di sini. Tanah Marto Pacul lor desa, ya ini… Orang ke-2 : Tanah Marto Pacul lor desa ka nada banyak?

  

Orang ke-3 : Tapi, tanah dia di lor desa yang kosong Cuma ini, ang lain sudah

ditanami jagung Bangkok. Orang ke-1 : Semua serba Bangkok. Marto paculnya datang nggak?

Orang ke-3 : Mana tahu, belum kelihatan. Siapa sih yang kasih tau sampean supaya

  kumpul di sini?

  Orang ke-1 : Kasmun, siapa lagi? Orang ke-3 : Kalau saya si Gubil. Yang diundang siapa saja?

Orang ke-2 : Kurang tahu. Sebaliknya hati-hati. Jangan sampai kelihatan orang lain

  dulu. Saya curiga, jangan-jangan ini ada apa-apanya, atau malah jebakan. Nggak biasanya ada undangan ke kebun. Aneh. Semua jadi aneh. Malam-malamdi suruh blasukan begini. Asam kecut.

DARI SUDUT LAIN MUNCUL ORANG KE-4 DAN ORANG KE-5. JUGA MENGENDAP- ENDAP. KEPALANYA BERKERDUNG SARUNG.

  Orang ke-2 : Ssttt… ada orang, ngumpet! Orang ke-1, ke-2 dan ke-3 bersembunyi. Orang ke-4 : (NONGOL DARI SEMAK-SEMAK) Betul di sini tempatnya, Kek?

Orang ke-5 : kalu betul juga mana saya tau, wong mata sudah lamur begini. Mana

  encok lagi kambuh. Si Bawor bikin orang tua susah saja. Mau ada apa sebetulnya ini?

  

Orang ke-4 : Kakek mestu Tanya ke cucunya dong. Sama saya, mana mau dia

cerita.

Orang ke-5 : Wong saya Tanya bolak-balik, jawabannya itu-tiu melulu. Nanti kakek

  juga tahu. Pokoknya kakek datang saja, penting! Begitu! (BATUK-

  BATUK)

Orang ke-2 : (DI PERSEMBUNYIANNYA) Rasanya kenal suara betuknya. Sanwiradj

itu, kakek si Bawor.

  Orang ke-3 : Berarti bukan cum kita yang diundang.

  

KASMUN MENDADAK MUNCUL DARI SUDUT GELAP LAIN DI SISI LAIN. GUBIL

BAWOR, DAN TUJI DI BELAKANGNYA.

  

Bawor : Ya betul, tidak Cuma kalian ang diundang. Kelarlah kalian semua dari

situ. Berkupul di sini dan kita bicara. Jangan kgawatir, tampat ini aman.

  Saya sudah amati sejak tadi. (PADA GUBIL, BAWOR, DAN TUJI) Coba yang sembunyi di belakang sana, panggil semua. SETELAH SEMUA BERKUMPUL

Kasmun : (TENANG, BERWIBAWA) Saudara-saudara, sayaakan langsung saja.

  Saudara tahu, saya adalah warga desa ini. Asli. Dan sama seperti saudara semua, saya juga warga desa yang baik. Jadi, saya juga memahami apa yang telah memahami apa yang tengah menjadi pikiran dan keprihatinan saudara belakangan ini. Apa yang tengah saudara pikirkan adalah juga hal yang tengah jadi pikiran saya. Apa yang tengah saudara perhatikan adalah juga yang sedang jadi perhatian saya. Sama. Jadi saudara gembira, saya gembira. Kalau saudara sedih, saya juga sedih. (MENAHAN TANGIS) Saudara, apakah saudara tau apakah saudara tahu siapa pemenang festival topeng yang baru saja berlangsung?

  Orang-orang : Tidaaakkk…

Kasmun : Samaaa… apakah saudara-saudara dahu di mana Mbah Joyo

  sekarang berada?

  Orang-orang : Tidaaakkk…

Kasmun : Juga sama, samaaa… Kita memang digariskan untk sama-sama tidak

  tahu. Tetapi saudara, sebagai insan yang berakal budi setidaknya kita harus mengetahui satu hal. Yaitu, bagaimana caranya keluar dari masalah rumit yang tengah menghimpit kita. Nah saudara, inilah caranya. Pertama, kita harus berhentu memikirkan soal siapa pemenang festival roping dan di mana Mbah Joyo berada. Kedua, kita harus kembali kepada titah kehidupan kita sebagai petani, yaitu bekerja dan bekerja. Saya tahu ini bukan perkara gampang. Kehilangan Mbah Joyo bukan sekedar kehilangan warga terhormat kita. Tetapi, berarti juga kehilangan orang tua kita. Namun demikian, saudara juga harus paham bahwa di depan kita ada banyak tugas dan kewajiban yang menunggu untuk diselesaikan. Kita boleh kehilangan siapa saja, tetapai kita tidak boleh kehilangan semangat kita, cita-cita kita, dan hari depan kita. Bagaimana, apakah saudara-saudara paham?

  Orang-orang : (SEBELUMNYA TIDAK) Paham…

Orang ke-1 : Tapi, di mana Mbah Joyo, ee… maksud saya apa Mbah Joyo sehat-

  sehat saja?

  Orang ke-2 : Ya, dan kapan dia pulang? Orang ke-3 ; Hari apa? Tanggal berapa? Orang ke-4 : Ya, apa kami boleh nengok? Orang ke-5 : Dan, bagaimana kalau keluarganya menanyakan?

Kasmun : Bagus, pertanyaan saudara-saudara bagus sekali. Tapi, saya tidak

  akan menjawab. Tahu kenapa? Karena saudara-saudara masuh terlalu hijau untuk memahami jawabannya. Tapi suatu saat nanti, di mana saudara-saudara dalam kondisi sama seperti saya, saudara akan tahu sendiri jawabannya. Percayalah. Paham?

  

Orang ke-5 : Maaf, jangan paham dulu. Ini saya mau Tanya karena sudah pasti saya

  belum paham. Kasmun, saya ini sudah 70 tahun. Apa masih dianggap hijau juga? Jadi, yang tidak hjau itu umur berapa?

  

Kasmun : Maaf Kakek, mungkun kakek salah terima. Yang saya maksud dengan

  hijau itu bukan umurny. Tapi, pemahamannya terhadap jawaban masalah ini. Itu, Kek. Paham, saudara-saudara?

  Orang-orang : Pahaaammm…

ORANG KE-5 INGIN MELANJUTKAN PERTANYAAN KARENAMEMANG BELUM

PAHAM. TAPI, KASMUN KEMBALI MELANJUTKAN PIDATONYA.

  

Kasmun : Nah saudara, malam sedah larut, sebaiknya pertemuan kita akhiri. Tapi

  sebelumnya pertemuan kita akhiri. Tapi sebelum pulang, saudara Bawor, Tuji, Gubil akan membagikan sedikit bingkisan untuk oleh-ileh keluarga dirumah. Keluarga dan anak-anak adalah masa depan kita. Maka sekali lagi, selamat bekerja. Demi keluarga, demi anak-anak, demi masa depan kita. Supaya tetap dan tertib, silakan saudara antre. Terima kasih dan selamat malam. ORANG-ORANG ANTRE MENERIMA BINGKISAN. KEMUDIAN, SEMUA PERGI.

LAMPU BERUBAH

  beruah. Jadi aneh. Dulu, dia orang paling peduli sama kesulitan orang lain. Ingat, waktu sawah kita diserang tikus? Diakan orang yang paling sibuk mengumpulkan orang untuk berburu binatang sialan itu? Juga waktu sawah kita diserang wereng, siapa coba yang bolak-balik ke kta untuk beli obet anti wereng? Kan dia? Tapi sekarang, Mbah Joyo –orang tua kita- hilang kok malah disuruh dilupakan. Edan! Apa pantesitu?

  satu desa? Kerja untuk kepentingan siapa, dia?

  Orang ke-1 : Saya tidak tahu.

Orang ke-2 : Terus dari mana Kasmun bisa membagi-bagikan bingkisan untuk orang

  tidak tahu di mana Mbah Joyo? Orang ke-4 : Itu juga pertanyaan saya.

  

Orang ke-2 :Saya mau Tanya, menurut kalian, apa betul Kasmun dan kawan-kawan

  manusia, masa harus berubah. Apa kamu juga setuju dengan Kasmun, dan melupakan Mbah Joyo?

  

Orang ke-1 : Itulah musim. Dulu, dulu. Sekarang, sekarang. Beda. Sekarang zaman

berubah, sikap orang bisa berubah.

Orang ke-3 : Berubah boleh saja, tapi soal apa dulu. Kalau soal jiwa keselamatan

  BEBERAPA PERTANI SEDANG BERISTIRAHAT, SAMBIL MANUNGGU MAKAN SIA. TAMPAK DI SANA ORANG KE-1, 2, 3, DAN 4. ADA JUGA YASMUDI YANG TIDAK HADIR PADA MALAM ‘PENGERAHAN’DARI KASMUN.

  NGAISAH, ISTRI ORANG KE-3 SEDANG MENYIAPKAN MAKANAN.

  langsung-langsung. Eh, omong-omong dapat apa saja samalam?

  

Orang ke-1 : Ah, bisa saja. Yang bikin geraa itu bukan udara diluar, tapi di situ, di

sini, di hati kita. Bilang saja terus terang, pakai mutar-mutar….

Orang ke-3 : Hehe… hehe… omong mutar saja sering dianggap tidak sopan, apalagi

  kutub dengan hawa yang Cuma dingin melulu, apa enaknya? Orang ke-3 : Ya, tapi kalau gerah melulu kayak kita di sini juga repot.

  Yasmudi : Sebentar lagi, tanggung…

Orang ke-1 : Kita disini masih beruntung. Coba pikir orang-orang yang tinggal di

  Nanti kulitmu gosong.

  

Orang ke-3 : Heran saya, tidak musm hujan tidak misim kemarau, sekarang

panasnya sama saja. Dulu rasanya tidak begini. Orang ke-1 : Dulu, dulu. Sekarang, sekarang. Jelas tidak sama dong.

Orang ke-1 : Ya, soal apa dulu. Soal musim masa berbeda. Namanya musim hujan,

banyak air turun dari langit, masa panas juga? Yasmudi, istirahat dulu.

  Orang ke-1 : Ah, ya sama ‘kali…

Orang ke-3 : Ya, siapa tahu beda. Saya Cuma heran, orang seperti kusman bisa

  Orang ke-4 : Saya tidak tahu? Orang ke-1 : Itu juga pertanyaan saya.

Orang ke-3 : Kalau begitu, tidak ada gunakan saya bicara sama kalian. Kalian sendiri

  Cuma puny pertanyan. Percuma, lebih baik kerja. Ngaisah, bawa pulang saja nasinya. Saya tidak jadi makan. ORANG KE-3 KEMBALI KERJA,YANG LAIN MEMANDANG HERAN.

LAMPU BERUBAH

  BLENTUNG, MITRO, KIRNO, PEANG, DAN PANJUL TENGAH BERKUMPUL. MEREKA TAMPAK LETIH DAN KURANG BERSEMANGAT.

  Mitro : Kita tidak hanya bisa menunggu di sini. Kita harus mencari tahu.

Kirmo : Mencari tahu, betul. Tapi ke mana? Semua orang di desa ini sudah kita

Tanya, tapi tapi jawabannya selalu sama: tidak tahu! Tanya saja mereka.

  (MENUNJUK PEANG DAN PANJUL) Seperti saya, mereka juga sudah berkeliling desa, bertanya dari pintu ke pintu dan dari mulut kemulut. Toh, tiu juga belum berhasil mengendus kemana raibnya Mbah Joyo. Konyolnya lagi, orang-orang di desa ini sudah mulai bersikap aneh. Mereka pada tutup pintu kalau saya lewat depan rumah mereka. Anak- anak saya bilang, orang-orang pada takut kalu saya mampir dan Tanya- tanya soal Mbah Joyo. Gila nggak itu? Bahkan, istri saya juga ikut-ikutan aneh. Wanita yang paling utuh dan ngabekti sama saya itu mulai berani menasehati saya. Pak, katanya, tugan petani itu mencangkul dan mengolah sawah, bukan mencari orang hilang. Itu bukan pekerjaan petani, tapi tugas detektif. Gila! Soal keselamatan jiwa manusia kok dianggap tidak penting.

  

Mitro : Kalau kita Tanya lagi sama ketua panitia. Dia kan orang yang

seharusnya paling bertanggung jawab.

Kirno : Sebenarnya iya. Tapi, tapi nyatakan tidak. Sebelum kemarin tadi saya

  sudah mampir, tapi istrinya bilang kalau ketua panitia lagisakit. Darah tingginya kumat. Lantas saya permisi minta izin menemuinya di kamarnya. Tapi, istrinya malah melarang percuma, katanya. Bapak lagi gak bisa di ajak omong. Pendngarannya juga terganggu. Apalagi oengelihatannya, sejak rebut-ribut di festival topeng lalu, lamurnya kambuh, setres berat, katanya.

  Mitro : Pak lurah bagaimanaaa sudah jelas dari kota?

Kirman : Katanya, sore tadi sudah. Tapi mendadak dia berangkat lagi, dipanggil

  Bupati. Penting, katanya.mungkin nginap, lusa baru pulang.