BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Peranan Saki ( Sanggar Anak Kampung Indonesia ) Dalam Pemenuhan Hak-Hak Anak Di Kampung Ledok Tukangan Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan merupakan salah satu pembentuk karakter anak, Anak perlu

  mendapatkan kesempatan seluas-lusanya untuk tumbuh secara optimal baik secara fisik mental, maupun sosial dan mempunyai akhlak yang mulia. Dengan kata lain setiap anak memiliki hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan berpartisipasi dan mendapatkan pelayanan bagi mereka yang membutuhkan pelayanan khusus.

  Anak-anak memiliki konsep yang khusus yang membuatnya harus dibedakan dengan orang dewasa untuk menajmin pemeliharaan fisik dan sosialisasi bagi manusia yang secara biologis belum matang. Salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak adalah pembangunan, pembangunan yang banyak terjadi dewasa ini bisa dibilang kurang ramah dengan dunia anak-anak.

  Pembangunan yang terjadi dibanyak kota-kota besar di Indonesia kian meluas ke seluruh pelosok kampung, begitu pula dengan apa yang terjadi di banyak kampung di kota Yogyakarta, layaknya kota di Indonesia yang sedang giat-giatnya berkembang Yogyakarta pun terus memperbaiki diri agar dapat bersaing dengan kota-kota besar lainnya. Terlebih Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata di Indonesia hal ini yang membuat pemerintah daerah semakin giat memperbaiki diri. Yogayakarta memiliki daya tarik tersendiri dalam mendatangkan wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri sehingga kebudayaan yang ada pun tak luput tercampur baur dengan kebiasaan-kebiasaan yang di bawa oleh para wisatawan.Interaksi yang terjadi antara penduduk asli dan pendatang pun menjadi salah satu faktor dari bergesernya kebudayaan asli daerah.

  Pembangunan infrastruktur sangat terlihat kasat mata, semakin banyak gedung-gedung bahkan tempat-tempat yang sekiranya di bangun hanya untuk membuat nyaman para wisatawan yang bermalam di kota ini. Bahkan tak sedikit kampung-kampung di kota ini yang memang di jadikan kampung wisata untuk menambah daya tarik kota, kampung menawarkan sensasi tersendiri ketika di tinggali seperti layaknya rumah sendiri ketika berada di dalamnya,hal ini yang membuat beberapa orang memilih kampung untuk destinasi wisata mereka entah dengan alasan kebudayaan atau rindu akan suasana tempo dulu. Maka ketika keberadaan kampung layak nya sebuah kota yang juga sedang berkembang ada banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum mereka beranjak lebih jauh

  Perubahan sosial yang terjadi di kota Yogyakarta seperti yang di kemukakan oleh Selo Soemardjan di dalam bukunya, perubahan sosial yang berawal dari perubahan lembaga-lembaga masyarakat yang kemudian mempengaruhi system sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku antar kelompok dalam masyarakat. Dalam proses perubahan tersebut ada kelompok masyarakat yang kemudian dapat mengalami penyesuaian (adjustment)tetapi kalau terjadi kegagalan dalam penyesuaian disebut ( maladjustment). ( Agus Salim. 2002 :193) Masyarakat tidak selalu dapat menerima perubahan yang ada dengan baik, sekalipun perubahan dilakukan agar masyarakat memiliki kehidupan yang lebih baik. Sehingga kemudian timbul gesekan-gesekan yang membuat rancu kehidupan bermasyarakat.Tumpang tindihnya antara yang menjadi hak dan yang menjadi kewajiban seorang individu. Bahkan tak jarang karena adanya sebuah pembangunan lalu mengkesampingkan hak-hak yang melekat di diri individu. Di dalam hal ini pembangunan sering mengkesampingkan hak asasi manusia, karena begitu bersemangatnya membangun infrastruktur sehingga membangun diri seorang individu sendiri terkadang dilewatkan.

  Hal terpenting dari adanya pembangunan yang menyeluruh adalah membangun pula masyarakat seutuhnya dalam hal ini jelas pembangunan infrastruktur dibarengi dengan pembangun masyarakatnya dalam menerima pembangunan tersebut.Yang kerap agak terlupakan dari maraknya pembangunan infrastruktur adalah membangun lembaga pendidikan yang merupakan lembaga yang paling inti dalam membangun seorang individu.Masalah-masalah pendidikan seringkali dicermati sebagai masalah teknis belajar dan mengajar dalam ruang lingkup kelas yang sangat terbatas.Kebijaksanaan pendidikan nasional masih dikelola dengan pendekatan yang sangat positivism.Masalah-masalah pendidikan dalam komunitas pendidikan akhirnya sangat terkesan teknis, sehingga penyelesaiannya sangat tergantung kepada treatment mekanis yang diberikan.Masalah-masalah pendidikan tidak pernah atau jarang sekali dicermati dalam bentuk kekuatan kelembagaan sekolah dengan masyarakat, intervensi birokrasi pendidikan, pengaruh kelembagaan pendidikan tradisional dan bentuk- bentuk swadaya masyarakat dalam upaya peningkatan kegiatan pendidikan.( Agus Salim. 2002: 285-286 )

  Permasalahan dengan pendekatan pendidikan menjadi salah satu hal yang dikesampingkan didalam pembangunan sebuah kota, ada begitu banyak hak-hak yang semestinya diberikan kepada individu terlebih kepada seorang anak sebagai warga masyarakat. Penjelasan mengenai pembangunan yang telah disampaikan di atas merupakan dasar pemikiran bahwa pentingnya pemenuhan hak-hak individu terutama anak yang dewasa ini masih sering dikesampingkan. Bimbingan merupakan sebagian dari pendidikan, yang menolong anak tidak hanya mengenal diri serta kemampuannya tetapi juga mengenal dunia disekitarnya. Tujuan bimbingan adalah untuk menolong anak didik dalam pengembangan seluruh kepribadian dan kemampuannya. hal ini hanya dapat tercapai apabila potensi, pribadi dan segala hal yang berpengaruh diketahui sebelumnya.(Wasty soemanto.1990:165)

  Dengan kata lain agar dapat menolong anak, ia harus dikenal dalam segala aspeknya dan dalam konteks (situasi) hidupnya di mana ia hidup. Dengan begitu jika membuat suatu rencana yang berkaitan dengan pendidikan anak, dapat di rancang seefektif mungkin untuk dapat merubah si anak itu sendiri ke arah yang lebih baik. Tidak akan mungkin jika kita membahas jalan keluar atau penyeleseian dari masalaha anak dengan singkat, tanpa mendalami keadaan si anak. Pencanangan mengenai kota layak anak pada tahun 2006 nyatanya belum banyak membawa perubahan pada dunia anak-anak, belum adanya kesatauan antara pemerintah pusat dengan elemen masyarakat membuat hal tersebut sulit terwujud, seperti apa yang dikatakan oleh menteri pemberdayaan perempuan Linda Gumelar yang dikutip oleh Tempo “Menurut Linda, saat ini baru ada 110 kabupaten atau kota yang masih dalam upaya membenahi diri menuju kota layak anak. Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kota yang ramah anak. Salah satunya adalah belum kompaknya komitmen dari eksekutif, legislatif, dan swasta.

  "Dan juga belum disadari masyarakat umum," katanya. Jumlah anak di Indonesia mencapai 84 juta atau sekitar 34 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. ( www. tempo.com diakses pada 13 des 2013)

  Peran pemerintah sebagai faslitator semestinya dapat bersinergi dengan pihak swasta karena pada kenyataannya sebuah kota dapat layak ditinggali oleh anak- anak tak terlepas dari campur tangan pihak swasta dalam pembangunan, control yang dilakukan pemerintah dapat sangat membantu dengan menetapkan peraturan sebagai landasan operasional yang mengutamakan kepentingan anak dalam perencanaan dan pembangunan daerah. Sejauh ini peran pihak swasta dalam penyediaan ruang bermain hanya sebatas tempat bermain yang berbayar, banyak tempat-tempat bermain d luar sana yang memang disediakan khusus untuk anak- anak namun hanya kalangan tertentu yang dapat mengaksesnya, hanya mereka yang memiliki cukup uang yang dapat masuk kedalamnya. Hal ini jelas memberikan dampak buruk bagi perkembangan anak karena anak tidak lagi main di luar ruangan mereka dihadapkan pada benda-benda elektronik yang menemani mereka bermain. Baik secara fisik maupun psikologis jenis permainan seperti ini jelas tidak sehat bagi mereka, karena tidak adanya interaksi langsung dengan dunia luar membuat mereka menjadi orang-orang yang individual. Arena bermain menjadi pilhan karena terbatasnya lahan untuk bermain anak-anak saat ini, Permasalahan terbatasnya ruang terbuka bagi masyarakat tak hanya terjadi di Jakarta, tapi kota besar lain seperti Yogyakarta. Seperti yang dilansir oleh detiknews.com aksi protes karena tidak adanya lahan pun terjadi “ beberapa komunitas yang protes dengan minimnya ruang terbuka, menggelar permainan tradisional di jalan raya, Mereka juga membentangkan beberapa tulisan bernada protes atas kebijakan kota yang dinilai tak peduli terhadap ruang publik. Diantaranya, "Dolanku Neng Hutan Beton, Lapanganku Ilang," "Ayo Konco Dolan Neng Jobo," "Terus Bergoyang Tuk Ciptakan Ruang," dan lain-lain.

  Koordinator aksi, Anisa Rahmawati mengatakan, aksi protes ini dilakukan karena ruang yang mendukung kegiatan belajar dan bermain anak-anak Yogya semakin hilang. Kehidupan kota Yogya telah berubah menjadi komersil dan individual. "Kampung-kampung kota yang menjadi unsur utama pembentuk kota Yogya tergusur oleh perubahan fungsi lahan, makin banyak hotel, mall, dan lainya," kata Anisa Rahmawati. ( Edzhan Rahardjo, dalam detiknews.com 27 oktober 2013)

  Selain bermacam-macam permainan elekronik tersebut dapat memberikan efek buruk secara psikologis, arena permainan tersebut nyatanya tidak selalu aman digunakan oleh anak-anak, arena permainan yang dijadikan satu di satu ruangan tanpa ada pemisahan sesuai umur anak yang bermain menjadi masalah tersendiri.

  Arena bermain anak di mal/pusat perbelanjaan secara kasat mata terlihat tidak bermasalah, tetapi bila di teliti dengan seksama banyak permainan anak yang tidak memenuhi standar sehingga dapat membahayakan anak-anak. Sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa konsumen berhak mendapatkan hak informasi, keselamatan, keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan jasa. ( www.ylki.or.id )

  Minimnya ruang terbuka yang dapat diakses anak-anak membuat sebagian orang prihatin akan hal tersebut, dalam protes yang dilakukan oleh berbagai komunitas d jogja belum lama ini sebagai peringatan kepada pemerintah daerah akan krisisnya lahan bermain untuk anak-anak. Lembaga-lembaga non profit yang bergerak di bidang anak-anak pun kiat meningkat melihat banyaknya masalah yang ada mempengaruhi anak-anak kian bermacam-macam. Kesadaran akan pentingnya mengembalikan hak anak merupakan hal mendasar terbentuknya kelompok-kelompok atau organisasi non formal yang konsen di bidang ini.

  Kampung ledok tukangan dengan segala dinamika kehidupan masyarakatnya, tak terlepas dari perubahan-perubahan sosial yang ada, kampung yang makin lama makin modern ini masih memegang tradisi kebudayaannya, layaknya kampung pada umumnya di kota Yogyakarta yang sangat memegang teguh tradisi leluhurnya begitupula dengan kampung yang terletak di pinggir kali code ini, warga yang tidak semua warga asli dari kampung ini memberikan warna tersendiri dalam interaksi. Seperti kampung pada umumnya pembangunan yang kian menjalar ke seluruh kampung menghadirkan kesenjangan tersendiri pada warganya, berdirinya beberapa bangunan mewah membuat kampung ledok tukangan semakin terpinggirkan dan tak jarang terlihat kumuh di beberapa bagian.

  Merupakan kampung rintisan kampung layak anak, dimana dikampung ini ada sekelompok anak muda yang sadar akan perubahan yang terjadi dilingkungan yang dapat mempengaruhi banyak pihak dan yang paling rentan mendapatkan efek buruk adalah anak-anak. Mereka dengan sengaja membuat sanggar yang pada awalnya hanya dijadikan tempat berkumpul remaja-remaja kampung menjadi memiliki program yang jelas. Kegiatan-kegiatan rutin dijalankan oleh remaja kampung untuk menyalurkan kreatifitas mereka. Kekhawatiran terhadap gelombang modernisasi yang tidak terkontrol membuat orang-orang penggagas SAKI ( sanggar anak kampung Indonesia ) mencoba mengembalikan apa yang menjadi hak-hak seorang anak di lingkungan masyarakat. Pastinya tidak hanya hak mereka mendapatkan lingkungan yang layak namun juga bagaimana memberikan mereka waktu dan tempat untuk dapat mereka nikmati layaknya anak-anak pada umumnya.

  Tiap anak memiliki kebutuhannya tersendiri dan apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi anak tersebut akan mengalami masalah-masalah tertentu.

  Kebutuhan pokok dapat dibagi dalam tiga aspek atau jenis yaitu kebutuhan jasmani, kebutuhan kejiwaan ( psychologis) dan kebutuhan rohani. Kebutuhan- kebutuhan tersebut akan terpenuhi dengan baik apabila ada fasilitas yang memadai, antara keluarga dan lingkungan masyarakat bersinergi dalam menciptakan lingkungan yang ramah kepada anak.

  Kampung Ledok Tukangan sendiri yang menjadi salah satu kampung rintisan ramah anak tentu memiliki program khusus untuk mencapai tujuan tersebut, selain program dari pemerintah yang seharusnya dapat mencakup ke segala lapisan disini, tentunya dukungan dari lingkungan pun sangat penting, selain keluarga lingkungan tempat tinggal merupakan tempat dimana pembentuk karakter seorang anak, apapun yang terjadi di lingkungan akan lebih cepat ditiru karena dalam fase ini, anak akan meniru apapun yang dilihatnya, maka dari itu memelihara lingkungan dari segala macam perbuatan yang tidak patut menjadi sangat penting.

  Adanya kesadaran dari sebagian warga dalam menjaga lingkungannya merupakan suatu proses menuju kearah perubahan yang positif, dari lingkup yang terkecil yaitu keluarga mereka telah memenuhi apa yang seharusnya seorang anak dapatkan, hal ini jelas akan terbawa kepada lingkup yang lebih besar lagi yaitu lingkungan. Salah satu yang menarik dari kampung ini adalah adanya sebuah sanggar yang mana dikatakan merupakan sanggar yang dibuat karena kesadaraan anak-anak muda oleh kondisi kampung yang tidak kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak. Sanggar yang pada mulanya merupakan kelompok kesenian kampung dan kelompok karang taruna ini menjadi sangat berpengaruh keberadaannya disini, karena hampir sebagian anak muda yang tergabung memiliki tujuan yang sama mewujudkan kampung ramah anak.

  Sanggar yang pada umumnya menjadi tempat bagi orang-orang berkesenian nyatanya tidak selalu seperti itu, disini sanggar tidak hanya dijadikan wadah dalam memfasilitasi anak-anak untuk berkesenian namun juga menjadi tempat pendampingan anak-anak kampung serta memberikan pendidikan alternative bagi sebagian anak yang kurang dalam pendidikan formalnya. Yang paling utama dari didirikannya sanggar ini adalah memberikan pengetahuan seluas-luasnya kepada anak-anak tanpa biaya yang memberatkan. Banyak program-program yang ditawarkan layaknya tempat-tempat pendidikan non formal, tempat kursus maupun tempat les, disanggar ini pun mereka menawarkan hal yang serupa tanpa dipungut biaya sepeser pun anak-anak dapat mengikuti segala macam kegiatan, sudah selayaknya seorang anak mendapatkan pengetahuan tak terbatas dengan tanpa biaya didalamnya, karena hak setiap anak telah diatur di dalam undang-undang yang menjamin setiap anak mendapatkan hak-haknya,dan pemerintah wajib memberikan fasilitas untuk menunjangnya. Namun tak semua anak dapat menkmati fasilitas tersebut, bahkan dibeberapa tempat sepertinya fasilitas-fasilitas untuk anak-anak masih minim. Kampung ini memang letaknya tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal karena kondisi tempat yang terlalu padat membuat anak- anak kurang memiliki lahan untuk bermain, dan lagi kondisi psikologis bagi anak- anak sangat terganggu karena tidak sedikit orang dewasa yang tidak mneghormati hak anak tersebut. Secara kasat mata banyak pelanggaran-pelanggaran kerap terjadi, hal-hal yang seharusnya tindak diperlihatkan didepan anak kecil terkadang diperlihatkan, hal ini yang dianggap sebagai melanggar hak anak. Kelompok yang kemudian membawa solusi untuk lingkungannya, sekumpulan anak muda yang sadar akan keberlangsungan kehidupan yang sehat baik secara fisik maupun psikologis bagi anak.

  Menjadi penting keberadaan kelompok-kelompok seperti ini karena apa yang diharapkan dari pemerintah tidak selalu diberikan, maka dengan adanya mereka menjadi penolong bagi sebagian orang.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh apa peran SAKI dalam pengembalian hak-hak anak, dengan mengidentifikasi tujuan dari SAKI dalam proses pengembalian tersebut.

B. Perumusan Masalah

  Dari latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas, penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut.

  1. Bagaimana Peran SAKI dalam proses pengembalian hak-hak anak di kampung ledok tukangan Yogyakarta ?

  2. Apa saja hasil yang telah diperoleh selama ini dalam pengembalian hak-hak anak dan konflik apa yang kerap terjadi dalam pengembalian tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan Judul yang penulis angkat, tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah :

  1. Mendapatkan gambaran mengenani pengembalian hak-hak anak yang ada di kampung ledok tukangan melalui proses yang selama ini telah dilakukan oleh SAKI.

  2. Mendapatkan jawaban hasil yang telah di lakukan SAKI selama ini dalam proses pengembalian hak-hak anak, baik yang telah terlaksana maupun yang sedang dalam proses dan mengetahui konflik apa yang kerap terjadi dalam pengembalian hak-hak anak tersebut mengetahui pula bagaimana penanganan sanggar dalam penyelesaiananya.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dengan memberikan info-info maupun pengetahuan baru mengenai proses pengembalian hak-hak anak yang ada di kampung ledok tukangan Yogyakarta.

  1. Manfaat Teoritis Penelitian ini mengkaji sebuah kampung yang sengaja diciptakan untuk menjadi kampung ramah anak, di dalam proses menuju kampung ramah anak ada proses-proses yang dilalui oleh warga maupun lembaga atau sanggar dalam pengembalian hak-hak anak yang selama ini di kesampingkan. Penelitian ini akam memaparkan proses-proses tersebut dengan demikian harapannya penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas dengan memberikan gambaran mengenai pemenuhan hak-hak anak.

  2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan agar lebih memberikan perhatiannya terhadap perkembangan anak, melalui lembaga non profit yang ada pemerintah dapat memberikan fasilitas yang mendukung tumbuh kembang anak. Selain itu peneliti juga memberikan gambaran kepada masyarakat umum bagaimana proses yang dilakukan lembaga non profit yang ada di kampung ledok tukangan dalam pengembalian hak-hak anak.