BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Regulasi Emosi Dan Dukungan Sosial Dengan Penyesuaian Diri Remaja Di Smp Negeri 9 Surakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan sebuah

  bangsa. Oleh karena itu, pendidikan menjadi sesuatu hal yang sangat penting bagi suatu negara. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 13 ayat 1 (Departemen Pendidikan Nasional, 2003) menegaskan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal. Selanjutnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 11-13 menjelaskan bahwa Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

  Seorang anak pada perkembangannya diawali oleh pendidikan informal yang diperoleh dalam keluarga. Orang tua dalam pendidikan informal merupakan sumber utama pendidikan anak. Pendidikan informal menanamkan nilai-nilai luhur, norma-norma dan perilaku atas bimbingan orang tua di rumah. Segala perilaku orang tua akan menjadi contoh bagi anak-anaknya dan akan berpengaruh terhadap kepribadian mereka. Keluarga bukan hanya merupakan tempat yang paling penting bagi anak dalam memperoleh dasar pembentukan kepribadian, tetapi juga merupakan tempat utama dan pertama kalinya bagi anak mendapatkan pengalaman bersosialisasi. Orang tua mempunyai peran penting dalam menumbuhkan rasa aman, kasih sayang, dan harga diri bagi anak- anaknya.

  Dengan perkataan lain orang tua sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan psikologis anak. Pemenuhan kebutuhan psikologis akan membantu perkembangan psikologis anak secara baik, sehat dan dapat tumbuh utuh secara mental, emosional dan sosial.

  Setelah mengalami pendidikan informal, seorang anak akan memasuki pendidikan formal. Pada pendidikan formal bukan berarti orang tua akan terlepas dari tanggung jawabnya dalam mendidik anak. Tanggung jawab guru hanya sebatas di sekolah. Apabila ia berada di luar lingkup sekolah maka ia tetap menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari orang tuanya.

  Keberhasilan pembelajaran terhadap anak dalam dunia pendidikan formal sangat bergantung kepada dukungan dan kasih sayang orang tuanya. Bila seorang anak tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya maka ia akan mencari perhatian di luar lingkungan keluarga. Kondisi di luar lingkungan keluarga sangat bervariasi, sehingga tidak menjamin seorang anak akan menjadi orang yang baik. Oleh sebab itu peran orang tua dalam dunia pendidikan sangatlah diperlukan. Kewajiban para orang tua antara lain adalah menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat membantu menumbuhkan potensi anak, kecerdasan

  Sejalan dengan pertambahan usianya, seorang anak akan menjadi remaja. Masa remaja merupakan masa yang sangat sensitif bagi perkembangan jiwa anak. Kehidupan jiwa anak pada masa ini cenderung tidak stabil, bergejolak, dan penuh tantangan. Masa remaja dianggap sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Sobur (2003) pada masa transisi, remaja mengalami perubahan fisik yang begitu cepat. Akibatnya remaja mengalami ketidak seimbangan emosi. Pola hubungan remaja dengan situasi sosialnya mulai berubah. Ia mencoba menemukan jati dirinya. Hurlock (1980) menegaskan bahwa masa remaja merupakan masa seorang anak mencari identitas diri yang sesungguhnya.

  Pada masa ini remaja berusaha menjelaskan peran dirinya dalam kelompok. Dengan perkataan lain remaja berusaha melakukan penyesuaian diri dalam situasi sosial tempat ia berada. Erikson (dalam Hurlock, 1980) menjelaskan bahwa pada masa mencari identitas, remaja akan mengalami perubahan perilaku.

  Dengan kondisi seperti ini, orang tua dan guru memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan jiwa anak. Cara orangtua dan guru memerlukan pengenalan yang lebih mendalam tentang mereka. Artinya, orangtua dan guru perlu berusaha untuk memahami tentang permasalahan yang dihadapi remaja. Remaja sejatinya merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain. Remaja sangat membutuhkan keselarasan dalam perkembangan dirinya, yakni keselarasan dengan lingkungannya terutama lingkungan sosial tempat ia berada. Gerungan (2004) menyatakan bahwa manusia interaksi berjalan baik diharapkan remaja mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya.

  Dengan begitu ia dapat menjadi bagian dari lingkungan secara harmonis tanpa menimbulkan masalah pada dirinya.

  Menurut Sobur (2003) masa remaja merupakan masa peralihan yang ditandai oleh emosi yang meledak dan tidak menentu. Sejalan dengan pernyataan Sobur di atas, Hurlock (1980) menyatakan bahwa pada masa remaja, seseorang memiliki emosi yang meninggi. Ini berarti pada usia peralihan ini, para remaja perlu mendapat perhatian khusus dalam perkembangan jiwanya. Oleh karena itu, pengendalian emosi remaja menjadi penting dilakukan sejak dini.

  Setiap remaja dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi makin

penting. Hal ini disebabkan pada masa remaja, seorang anak akan memasuki

dunia pergaulan yang lebih luas. Ini berarti teman-teman dan lingkungan

sosialnya akan sangat menentukan arah perkembangan jiwanya.

  Selanjutnya Sobur (2003) menjelaskan bahwa masa peralihan adalah masa yang tidak mengenakkan bagi remaja. Pada masa ini seorang remaja sering dihadapkan pada kesulitan hidup, terutama kehidupan dalam konteks sosial. Dengan perkataan lain, remaja yang berada pada masa peralihan akan mengalami kesulitan dalam pengembangan dirinya. Secara esensial Sobur (2003) menegaskan bahwa perkembangan pada hakikatnya adalah proses perubahan yang berhubungan dengan kehidupan jiwa seseorang. Perubahan tersebut dicerminkan dalam perilaku. Ini berarti bahwa cerminan perilaku yang dapat diamati menunjukkan sebuah usaha penyesuaian diri seseorang.

  Dengan mengetahui berbagai tuntutan psikologis perkembangan remaja, para orangtua, guru dan remaja itu sendiri hendaknya memahami fase- fase perkembangan yang harus dilalui pada masa remaja. Bila remaja dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya kepribadian dan jiwa remaja akan dapat tumbuh menjadi sehat dan harmonis.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari & Ahyani (2012) tentang penyesuaian diri remaja menyimpulkan bahwa sebagian besar remaja mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Ini berarti bahwa penyesuaian diri bagi remaja ternyata bukanlah merupakan hal yang mudah dan sederhana.

  Kehidupan di sekolah khususnya di level sekolah menengah pertama dengan berbagai tuntutan sosial dan akademik yang diterima siswa menjadikan persoalan penyesuaian diri sebagai sesuatu yang krusial. Persoalan penyesuaian diri ini seringkali menjadi persoalan tersendiri bagi remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gaur (2013) menyimpulkan bahwa pentingnya problem penyesuaian diri dikaitkan dengan aspek emosi dan sosial. Boleh jadi banyak siswa SMP terutama yang baru memasuki sekolah mengalami tekanan psikis. Tekanan psikis ini dapat saja muncul karena siswa kesulitan melakukan

  Permasalahan yang sering muncul sering kali disebabkan ketidaktahuan para orang tua dan guru tentang berbagai tuntutan psikologis ini. Akibatnya, perilaku mereka seringkali tidak mampu mengarahkan remaja menuju kepada pemenuhan perkembangan kepribadian mereka. Bahkan tidak jarang orang tua dan guru mengambil sikap yang kontra produktif, sehingga merusak perkembangan diri para remaja tersebut. Dengan demikian, diharapkan para orang tua dan guru dapat memberikan motivasi yang tepat bagi remaja dalam melakukan penyesuaian dirinya. Gerungan (2004) menyatakan bahwa dalam arti yang luas penyesuaian diri merupakan upaya seseorang untuk mengubah dirinya sesuai dengan keadaan lingkungan. Ini berarti bahwa penyesuaian diri menuntut kemampuan remaja untuk hidup dan bergaul terhadap lingkungannya, sehingga remaja merasa puas terhadap diri dan lingkungannya.

  Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Sharma (2012) menyimpulkan bahwa siswa SMP yang baru masuk memiliki kesulitan dalam penyesuaian dirinya baik secara emosional maupun sosial. Hasil penelitian ini menginspirasikan kepada lembaga pendidikan untuk secara serius memperhatikan faktor penyesuaian diri siswa. Kenyataan empiris di sekolah menunjukkan bahwa iklim sekolah dengan segala peraturan yang harus ditaati seringkali membosankan dan bahkan menjadikan remaja merasa terkekang. Akibatnya kondisi tersebut mendorong remaja untuk berontak. Oleh karena itu, remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan sosialnya. Seseorang dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya jika ia memiliki keterampilan sosial dan mampu berhubungan dengan orang lain, baik dengan teman atau dengan orang yang tidak dikenalnya.

  Selanjutnya hasil penelitian tentang penyesuaian diri anak remaja yang dilakukan oleh Suryani, Syahniar & Zikra (2013) menunjukkan bahwa penyesuaian diri remaja terhadap perubahan psikologis berada pada kategori kurang baik. Perubahan psikologis adalah perubahan pada faktor internal dalam diri remaja. Ini artinya regulasi emosi merupakan suatu problem tersendiri bagi remaja.

  Informasi seringkali mempengaruhi suasana hati seorang anak. Herero, Maestre, & Gonzales (2008) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pemberian informasi yang negatif dapat memberikan kecemasan yang lebih tinggi kepada anak. Dengan perkataan lain, informasi yang diterima seseorang dari luar dapat mempengaruhi psikis seseorang. Sementara itu seringkali orang tua dengan sengaja atau karena ketidaktahuannya memberikan pernyataan yang justru menimbulkan ketidaknyamanan psikis anaknya.

  Secara spesifik, fenomena yang terjadi dalam situasi sosial dan akademik di SMP Negeri 9 Surakarta menunjukkan berbagai persoalan. Hasil wawancara terhadap guru bimbingan penyuluhan SMP Negeri 9 Surakarta menunjukkan bahwa secara umum persoalan yang sering dihadapi oleh siswa terkait dengan penyesuaian diri adalah mengenai aturan sekolah, kultur sosial, dan situasi akademik. Aturan sekolah berkaitan dengan kedisiplinan dan norma yang berlaku, misalnya siswa melanggar aturan penggunaan sepatu, dan membawa handphone.

  Kultur sosial berkaitan dengan interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan staf administrasi, dan siswa dengan kepala sekolah, misalnya ada siswa yang dikucilkan teman sekelas karena lamban bertindak, sering terlambat masuk sekolah, dan berkata jorok. Situasi akademik berkaitan dengan mata pelajaran dan tugas- tugas yang harus dikerjakan, misalnya rendahnya kemampuan bahasa jawa, dan eksak. Siswa kelas VII yang akan menjadi subyek penelitian ini, berada pada kisaran usia 14

  • – 16 tahun. Pada rentang usia ini siswa belum memiliki kedewasaan, sehingga mereka mengalami kesulitan penyesuaian diri dalam kehidupan sosialnya di sekolah, karena mereka belum memiliki emosi yang stabil. Oleh sebab itu persoalan regulasi emosi menjadi faktor yang perlu mendapatkan perhatian khusus.

  Faktor eksternal yang berada di luar diri siswa seperti aspek dukungan sosial, iklim sekolah, dan dukungan orang tua memainkan peran penting untuk membentuk kepribadian siswa. Siswa SMP Negeri 9 Surakarta sangat memerlukan dukungan sosial dalam membentuk kepribadiannya. Dalam kehidupan setiap hari, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Oleh sebab itu lingkungan sekitar tempat mereka hidup sangat menentukan bentuk kepribadian mereka.

  Iklim sekolah adalah suasana tempat siswa belajar. Oleh sebab itu interaksi antara kepala sekolah, guru kelas, dan siswa memainkan peran penting dalam mendewasakan siswa. Kepala sekolah, guru kelas, dan staf administrasi hendaknya memahami kondisi sebenarnya para siswa, sehingga pembekalan aspek psikologis siswa menjadi lebih akurat dan terarah.

  Kepedulian orang tua terhadap kegiatan yang dilakukan anaknya di sekolah juga merupakan faktor eksternal yang penting. Pada umumnya orang tua siswa kurang memperhatikan situasi dan kondisi anaknya di sekolah. Pihak sekolah diharapkan dapat memberikan akses secara intensif kepada orangtua siswa untuk mengetahui kegiatan anaknya di sekolah. Laporan kemajuan siswa perlu dilaporkan kepada orang tua secara efektif. Dengan demikian kerjasama antara sekolah dan orang tua menjadi makin efektif dan pada akhirnya kualitas siswa akan menjadi lebih baik.

  Remaja yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri akan mengalami penyimpangan perilaku, seperti kenakalan remaja. Hal ini menjadikan remaja tidak dapat berkembang secara maksimal, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun dari segi kepribadian. Ini berarti remaja akan mengalami kegagalan dalam hidup bermasyarakat, baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Padahal masyarakat adalah tempat belajar yang sesungguhnya. Masyarakat merupakan laboratorium bagi remaja untuk menggali ilmu pengetahuan dan pengalaman praktis. Dalam masyarakat, remaja akan berhadapan dengan kreatif, adaptif, dan responsif dalam hidup. Hal ini menunjukkan begitu luasnya dampak kegagalan penyesuaian diri bagi kehidupan masa depan remaja.

  Berdasarkan fakta dan fenomena di atas penelitian tentang ‘hubungan dukungan sosial dan regulasi emosi dengan penyesuaian diri remaja menjadi penting dilakukan. Sumber data penelitian ini menggunakan siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Surakarta.

B. Rumusan Masalah

  Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai arah penelitian dan permasalahan yang akan dikaji berikut ini disajikan rumusan masalahnya.

1. Adakah hubungan regulasi emosi dengan penyesuaian diri remaja? 2.

  Adakah hubungan dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja? 3. Adakah hubungan secara simultan regulasi emosi dan dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja?

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk menemukan: 1. Ada tidaknya hubungan regulasi emosi siswa dengan penyesuaian diri remaja.

  2. Ada tidaknya hubungan dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja.

  3. Ada tidaknya hubungan secara simultan regulasi emosi dan dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoretis a.

  Sebagai dasar bagi pengembangan kerangka teoretis yang berkaitan dengan penyesuaian diri remaja.

  b.

  Sebagai dasar bagi pengembangan kepribadian remaja.

  2. Manfaat Praktis Manfaat praktis hasil penelitian ini adalah:

  a. Instrumen- instrumen yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengukur penyesuaian diri remaja.

  b. Sebagai acuan kebijakan yang harus diambil oleh para pengelola SMP berkaitan dengan pengembangan penyesuaian diri remaja, sehingga lulusan SMP dapat memiliki kepribadian yang baik guna mendukung karirnya ketika kelak mereka bekerja.

  c. Temuan-temuan penelitian ini dapat dijadikan pijakan untuk penelitian sejenis selanjutnya.