BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI - Kajian Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Takikan Tipe V Dengan Jarak Takikan 4 Cm Dan 5 Cm

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Beton Beton didefinisikan sebagai campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang

  lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk massa padat (SK SNI T-15-1991-03).

  Kekuatan, keawetan dan sifat-sifat lain dari beton tergantung dari kualitas bahan dasar, perbandingan volume campuran, cara pelaksanaan, cara pemadatan, pemeliharaannya, serta adanya bahan tambahan (admixture). Semen dan air membentuk pasta pengikat yang akan mengisi rongga dan mengeras di antara butir-butir pasir dan agregat, sedangkan agregat akan menentukan kekuatan dan kualitas beton. Beton normal merupakan beton yang cukup berat, dengan berat antara 2200 kg/m³ - 2500 kg/m³, kuat tekan 15 sampai 40 MPa. Agregat dalam bahan penyusun beton paling berpengaruh terhadap berat beton yang tinggi. Pada beton normal biasanya digunakan

  3

  agregat yang berat jenisnya antara 2,5 sampai 2,7 kg/m seperti granit, basalt, kuarsa dan sebagainya.

  Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain- lain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan (Murdok & Brook, 1999). Pemanfaatan beton dalam konstruksi bangunan dikarenakan banyak sekali keuntungan yang didapat diantaranya adalah: a. Bahan pembentuk beton mudah didapat dengan harga relatif murah.

  b. Beton sangat kuat dalam menahan tekan serta mempunyai sifat tahan terhadap

  

commit to user

  perkaratan dan pembusukan oleh kondisi lingkungan. Bila dibuat dengan cara baik c. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dan ukuran seberapapun tergantung keinginan. Cetakan dapat pula dipakai ulang beberapa kali sehingga secara ekonomis menjadi murah.

  d. Beton segar dapat disemprotkan dipermukaan beton lama yang retak maupun diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan dan dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.

  e. Beton tahan terhadap aus dan tahan kebakaran sehingga biaya perawatan termasuk rendah.

  Beton juga mempunyai kelemahan yang perlu ditinjau oleh perencanaan dalam merencanakan struktur bangunan, antara lain : a. Beton mempunyai kuat tarik rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu diberi baja tulangan atau serat.

  b. Beton keras mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu, sehingga perlu dibuat dilatasi (expantion joint) untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat perubahan suhu.

  c. Beton sulit untuk kedap air sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

  d. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.

2.1.2. Bambu

  Bambu adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena memiliki sifat-sifat yang menguntungkan yaitu batang yang kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, mudah dikerjakan dan mudah diangkut. Selain itu, harga bambu relatif murah dibandingkan bahan lain karena sering ditemukan disekitar pemukiman khususnya di daerah pedesaan. Bambu menjadi tanaman serba guna bagi kebanyakan orang di Indonesia.

  Bambu merupakan bahan konstruksi yang banyak dimanfaatkan sebagai komponen bangunan seperti tiang, balok, usuk, jembatan, perabotan rumah tangga dan masih

  

commit to user

  banyak lagi manfaat lainnya. Selain manfaat diatas, bambu sangat mudah didapatkan

  .

  dan dikenal dengan pertumbuhannya yang sangat cepat, menurut Frick (2004) Di seluruh dunia diperkirakan ada sekitar 1.000 jenis bambu dimana Indonesia memiliki 142 jenis, baik yang endemik (hanya terdapat di satu kawasan) maupun yang tersebar di Asia Tenggara. Sepanjang tradisi, penggunaan bambu secara luas telahbanyak terlihat dalam berbagai bentuk konstruksi. Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting sebagai jenis bambu dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali dan bambu Duri (Frick,2004). Bentuk penampang bambu yang tidak prismatis dengan bagian melintang mengecil pada bagian atas, dan mempunyai jarak buku/nodia yang tidak sama sepanjang batangnya. Sehingga hal inilah yang membuatnya menjadi unik dan artistik, namun bentuk demikian membuat aplikasi bambu sebagai struktur sulit dalam perangkaiannya. Secara umum batang bambu terbagi atas dua bagian yaitu: a.

   Nodia (ruas/buku bambu)

  Nodia adalah bagian terlemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang dari bambu, karena pada nodia sebagian serat bambu berbelok., pada nodia arah gaya tidak lagi sejajar semua serat (Morisco,1999). Secara umum nodia mempunyai kapasitas memikul beban yang tidak efektif baik dari segi kekuatan maupun deformasi. Meskipun demikian adanya nodia pada batang bambu mencegah adanya tekuk lokal yang sangat penting pada perancangan bambu sebagai elemen tekan (kolom).

  b.

   Internodia (antar ruas)

  Internodia adalah daerah antar nodia, semua sel yang terdapat pada internodia mengarah pada sumbu aksial, sedang pada nodia mengarah pada sumbu transversal. Bagian internodia adalah bagian terkuat dari bambu, sehingga mempunyai kapasitas memikul beban yang efektif. Tiap-tiap jenis bambu memiliki panjang internodia yang berbeda- beda.

  

commit to user Berikut ini adalah bagian-bagaian bambu: a.

   Kulit luar

  Kulit luar adalah bagian yang paling luar atau paling atas, biasanya berwarna hijau atau hitam. Tebal kulit bambu relative seragam pada sepanjang batang yaitu kurang lebih 1mm, sifatnya keras dan kaku. Maka dari itu bambu yang tipis akan mempunyai porsi kulit besar, sehingga kekuatan rata-ratanya tinggi, sedangkana pada bambu tebal berlaku sebaliknya (Morisco, 1999).

  b.

   Bambu bagian luar

  Bagian ini terletak dibawah kulit atau diantara kulit luar dan bagian tengah. Tebal bagian ini kurang lebih 1mm, sifatnya keras dan kaku.

  c.

   Bagian tengah

  Bagian tengah terletak dibawah luar atau antara bagian luar dan bagian dalam, disebut juga daging bambu. Tebalnya kurang lebih 2/3 dari tebal bambu, seratnya padat dan elastis. Untuk bagian tengah yang paling bawah sifat seratnya agak kasar d.

   Bagian dalam

  Bagian dalam adalah bagian yang paling bawah dari tebal bambu, sering disebut pula hati bambu. Sifat seratnya kaku dan mudah patah.

  Dalam penelitian ini, digunakan jenis bambu dengan nama bambu wulung (Gigantochloa vercillata Munro) yang mempunyai diameter 60 – 100 mm. Bambu wulung memiliki panjang ruas antara 40 - 60 cm, dengan tebal dinding hingga 8 mm, dan tinggi batang dapat mencapai 20 m.

2.1.2.1. Sifat-Sifat Bambu

  Pemanfaatan bambu sebagai alternatif tulangan beton untuk struktur bangunan sederhana, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai sifat fisika dan sifat mekanik dari bahan tersebut agar memenuhi persyaratan ekonomis, keamanan, dan kenyamanan bagi penggunanya melalui uji laboratoriun.

  

commit to user

  1. Sifat Fisika Bambu a. Kadar air dan Berat jenis

  Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terkandung dalam spesimen bahan atau dinyatakan sebagai persentase berat air yang terdapat dalam spesimen bahan terhadap berat kering ovennya. Kadar air pada masing-masing bambu dapat berbeda hal tersebut dikarenakan pengaruh keadaan udara/atmosfir.

  Sedangkan Berat jenis bambu adalah perbandingan berat bambu terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume bambu tersebut. Berat jenis dan kerapatan bambu menentukan sifat fisika dan mekanikanya. Hal ini disebabkan nilai berat jenis dan kerapatan bambu ditentukan oleh banyaknya zat kayu. Menurut Leise (1980), berat jenis

  2 bambu berkisar antara 0,5 – 0,9 gr/cm .

Tabel 2.1 Berat Jenis dari 6 Jenis Bambu

  Jenis Apus Legi Wulung Petung Ori Ampel Rata-rata Nilai(gr/cm2) 0,590 0,613 0,685 0,717 0,744 0,769 0,685

  (Sumber : Hakim, 1987) b.

   Kembang susut

  Pengembangan (swelling) dan penyusutan (shrinkage) diartikan sebagai perubahan dimensi bahan yang disebabkan adanya perubahan kadar air pada bahan. Bambu dikenal sebagai bahan yang memiliki angka penyusutan yang tinggi oleh karena itu diperlukan pemahaman dalam pengerjaan dan penggunaannya sebagai material struktur.

  2. Sifat Mekanik Bambu a. Kuat Tarik

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Morisco pada tahun 1999, yang memperlihatkan perbandingan kuat tarik bambu Ori dan petung dengan baja struktur

  2

  bertegangan leleh 2400 kg/cm mewakili baja beton yang banyak terdapat di pasaran,

  2

  dilaporkan kuat tarik kulit bambu Ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 5000 kg/cm atau sekitar dua kali tegangan leleh baja. Sedang untuk spesimen dari bambu petung

  

commit to user

  kuat tarik rata-ratanya juga lebih tinggi dari tegangan leleh baja, hanya satu spesimen saja yang kuat tariknya dibawah tegangan leleh baja. Hasil uji ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

  Dan menurut penelitian Jigar K. Sevalia (2013), bambu dari famili bambusoideae dengan spesifikasi benda uji panjang 520 mm dan ketebalan rata-rata 10 mm. Dan nodia

  2 pada ujung-ujungnya. Bambu memiliki tegangan leleh sebesar 56,87 N/mm .

Gambar 2.1. Diagram Tegangan-Regangan Bambu dan Baja (Sumber: Morisco, 1999) ..........

  Untuk melengkapi penelitiannya, Morisco (1999) juga melakukan pengujian spesimen pada beberapa macam bambu untuk mengetahui perbedaan kekuatan bambu bagian luar dengan bagian dalam. Bambu dibelah tangensial sehingga tebalnya sekitar setengah tebal bambu utuh (Gambar 2.2) hasil pengujian disajikan dalam Tabel 2.2. Hasil pengujian menunjukan bahwa bambu bagian luar memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dari pada bagian dalam, hal tersebut dikarenakan bagian luar bambu terdapat kulit bambu yang berkontribusi besar bagi kuat tariknya.

  

commit to user

Gambar 2.2. Pengambilan Spesimen Bambu Berikut ini adalah hasil pengujian kekuatan tarik bambu Ori (Bambusa bambos Becke), bambu Petung (Dendrocalamus asper Schult), bambu Wulung (Gigantochloa vercillata

  

Munro ) dan bambu Tutul (Bambusa vulgaris Schrad) yang dilakukan oleh Morisco

  (1990). Hasil pengujian selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 di bawah ini.

  Tabel 2.2.Tegangan Tarik Bambu Kering Oven

  Tegangan tarik (MPa) Jenis bambu

  Tanpa nodia Dengan nodia Ori 291 128

  Petung 190 116 Wulung 166 147

  Tutul 216

  74 (Sumber: Morisco, 1999)

Tabel 2.3. Kuat Tarik Rata-Rata Bambu Kering Oven

  Tegangan tarik (MPa) Jenis bambu

  Bagian dalam Bagian luar Ori 164 417

  Petung 97 285 Wulung 96 237

  Tutul 146 286 (Sumber: Morisco, 1999) Pada Tabel 2.3 di atas menunjukan perbedaan kekuatan tarik sejajar sumbu batang pada bambu tanpa buku dengan kekuatan tarik sejajar sumbu batang pada bambu yang memiliki buku. Buku/nodia merupakan bagian batang bambu yang paling lemah karena sebagai serat bambu berbelok dan sebagian lagi tetap lurus, sehingga pada buku arah gaya tidak lagi sejajar semua serat. Mengingat buku adalah bagian terlemah maka pada perancangan struktur bambu sebagai batang tarik perlu didasarkan pada bagian buku.

b. Kuat tekan

  Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya dari luar yang datang

  

commit to user

  pada arah sejajar serat yang cenderung memperpendek atau menekan bagian bambu

  

commit to user

  Tengah Ujung

  Kekuatan geser berbeda- beda pada tebalnya dinding batang bambu (kekuatan geser pada dinding 10 mm menjadi 11% lebih rendah daripada dinding bambu setebal 6 mm), dan pada bagian ruas dan bagian di antara ruas batang bambu. Bagian batang tanpa ruas

  Kekuatan geser adalah ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain didekatnya.

  (Sumber: Morisco, 1999) Kekuatan tekan bambu semakin tinggi dari pangkal menuju ujung, sesuai dengan meningkatnya jumlah serat sklerenkim yang merupakan pendukung utama keteguhan bambu dan dipengaruhi oleh berat jenis dan masa dari bambu tersebut.

  4,641 3,609 3,238

  Tengah Ujung

  Dendeng Pangkal

  2,152 2,880 3,354

  Tengah Ujung

  Tali Pangkal

  3,266 3,992 4,048

  Galah Pangkal

  secara bersama-sama (Pathurahman, 1998). Kekuatan tekan bambu semakin meningkat seiring dengan umur bambu tersebut.

  5,319 5,428 4,639

  Tengah Ujung

  Tutul Pangkal

  Ujung 2,769 4,089 5,479

  Pangkal Tengah

  ) Petung

  2

  Jenis bambu Bagian Kuat tekan (kg/cm

Tabel 2.4. Kuat Tekan Rata-Rata Bambu Kering Oven

  Menurut penelitian morisco (1999) kekuatan tekan bambu juga dipengaruhi oleh posisinya yaitu di bagian pangkal, tengah, dan ujung. Hasil pengujian kekuatan tekan beberapa jenis bambu ditampilkan pada Tabel 2.4.

c. Kuat geser

  memiliki kekuatan terhadap gaya geser yang 50% lebih tinggi daripada batang bambu yang beruas.

d. Kuat lentur

  Kuat Lentur merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur (Beban) yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat di tengah-tengah bahan yang di tumpu pada kedua ujungnya tanpa terjdi perubahan bentuk yang tetap Menurut penelitian Jigar K. Sevalia (2013), beliau meneliti bambu dari famili

  

bambusoideae dengan spesifikasi benda uji panjang 520 mm dan ketebalan rata-rata 10

  mm. Dan nodia pada ujung-ujungnya. Bambu memiliki modulus elastisitas sebesar

  2 37913,33 N/mm .

  Kuat Lentur dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kuat Lentur statik dan kuat Lentur pukul. Kuat Lentur statik menunjukkan kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan kuat Lentur pukul adalah kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

3. Tegangan Ijin Bambu Untuk Perancangan

  Dalam perancangan struktur, bangunan yang akan dibuat harus ekonomis, aman dan tidak mengkhawatirkan. Kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan tanah serta lokasi tempat tumbuh. Perancangan struktur harus didasarkan kekuatan bambu dengan memperhitungkan faktor aman secukupnya.

  Menyadari bahwa pemakaian bambu sebagai bahan bangunan cukup banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman telah melakukan penelitian mendalam tentang bambu khususnya untuk mengetahui sifat fisik dan mekanika bambu. Dalam laporannya Tular dan Sutidjan (1961) dalam Morisco (1999) nilai modulus elastisitas E bambu berkisar

  2 2 98070-294200 kg/cm , tetapi untuk perancangan dipakai E sebesar 294200 kg/cm .

  Adapun hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.5.

  

commit to user

Tabel 2.5. Kuat Batas Dan Tegangan Ijin Bambu

  Kuat batas Tegangan ijin Macam tegangan

  2

  2

  (kg/cm ) (kg/cm ) Tarik 981-3920 294,2

  Lentur 686-2940 98,07 Tekan 245-981 78,45

  E. Tarik 98070-294200 196100 (Sumber: Tular dan Sutidjan, 1961 dalam Morisco, 1999) Selanjutnya pada tahun 1987, departemen yang sama melakukan penelitian lanjutan terhadap 3 spesies bambu di Indonesia antara lain Gigantochloa apus Kurz,

  

Gigantochloa Verticillata Munro, dan Dendrocalamus asper Backer. Tabel 2.6

  menunjukan hasil pengujian berdasarkan laporan Siopongco dan Munandar (1987) dalam Morisco (1999).

Tabel 2.6. Hasil pengujian 3 spesies bambu, Gigantochloa apus Kurz, Gigantochloa Verticillata Munro, dan Dendrocalamus asper Backer ...............

  Sifat Kisaran Jumlah Spesimen

  2 Kuat tarik 1180-2750 kg/cm 234

  2 Kuat lentur 785-1960 kg/cm 234

  2 Kuat tekan 499-588 kg/cm 234

  

2

E tarik 87280-313810 kg/cm

  54

  

2

E tekan 55900-211820 kg/cm 234

  Batas regangan 0,0037-0,0244

  54 tarik Berat jenis 0,67-0,72 132

  Kadar lengas 10,04-10,81% 117 (Sumber: Siopongco dan Munandar, 1987 dalam Morisco, 1999) Tegangan ijin yang direkomendasikan di atas dapat dipakai pada berbagai macam bambu. Tegangan ijin rekomendasi tersebut cenderung berada pada sisi aman, sehingga apabila digunakan sebagai dasar perancangan akan memperoleh struktur yang konservatif (Morisco, 1999). Lebih lanjut Morisco (1999) menambahkan bahwa untuk mendapatkan hasil perancangan yang baik, yaitu aman dan ekonomis, maka pengujian

  

commit to user

  kekuatan bahan perlu dilakukan. Hasil yang diperoleh, sebelum dipakai untuk

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Material Penyusun Beton

  Pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang mempunyai kualitas baik, perhitungan proporsi campuran yang tepat, cara pengerjaan dan pengawetan yang baik dan penambahan bahan tambah yang tepat dengan kadar yang optimum yang diperlukan akan menentukan kualitas beton yang dihasilkan. Bahan pembentuk beton diantaranya adalah semen, agregat, air, dan bahan tambahan.

2.2.1.1. Semen Portland

  Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI 15-2049- 2004). Menurut PUBI (1982) semen portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai tambahan. Pada penelitian ini digunakan Semen PPC (Portland Pozzolan Cement) dimana Semen PPC adalah semen hidrolisis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus, yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan bahan pozzolan bersama-sama.

  Berdasarkan tujuan penggunaannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi lima jenis seperti tertera pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Jenis dan Penggunaan Semen Portland.

  Jenis Semen Penggunaan

  Jenis I yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis- jenis lain. Jenis II yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

  

commit to user

  Jenis III semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Jenis IV yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.

  Jenis V yaitu semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. (Sumber: SNI 15-2049-2004) 2.2.1.2.

   Agregat

  Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisian dalam campuran mortar dan beton. Agregat ini akan menempati sebanyak 60% sampai 80% dari volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, namun agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton. Menurut SNI 03-2847-2002 agregat adalah material berbutir, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidrolik. Berdasarkan besar butirannya agregat ada 2 jenis yaitu: 1.

   Agregat Halus

  Agregat halus (pasir) merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14–5 mm yang didapat dari hasil penghancuran batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan terjadi. Agregat halus adalah bahan yang lolos dari saringan no. 4 (lebih kecil dari 3/16 inci, berdasarkan ASTM).

  Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.8 berikut ini:

Tabel 2.8. Persyaratan Gradasi Agregat Halus

  Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan(%) 9,5 mm (3/8 in) 100

  4,75 mm (No.4) 95 – 100

  

commit to user

  2,36 mm (No.8) 80 – 100

  600 mm (No.30) 25 – 60 300 mm (No.50) 5 – 30 150 mm (No.100) 0 -10

  (Sumber: ASTM C33-03) 2.

   Agregat Kasar

  Agregat kasar(kerikil) adalah agregat yang ukuran butirannya sudah melebihi 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batu-batuan dan berbentuk agak bulat serta permukaannya yan licin, sedangkan batu pecah (kricak) ialah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling / dipecah menjadi pecahan-pecahan berukuran 5 – 70 mm.

  Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Persyaratan Gradasi Untuk Agregat Kasar

  Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan(%) 2 in (50 mm) 100 1,5 in (38 mm) 95 -100

  3/4 in (19mm) 35 -70 3/8 in (9,5mm) 10 -30

  No.4 (4,75 mm) 0 -5 (Sumber: ASTM C33-03) 2.2.1.3.

   Air

  Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang sangat penting. Di dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama, untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, dan yang kedua, sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan.

  Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton. Tetapi tidak berarti air bahan campuran harus memenuhi persyaratan air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan

  

commit to user

  pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau, tidak asin dan cukup jernih. Jika masih diragukan, dapat dilakukan uji Laboratorium sehingga memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

  b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

  c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

  d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.2.2. Sifat Fisika dan Mekanika Bambu

  Sifat fisika dan mekanika bambu merupakan informasi penting guna memberi petunjuk tentang cara pengerjaan maupun sifat barang yang dihasilkan. Sifat fisika yang perlu dipahami adalah berat jenis, kembang susut, ketahanan terhadap api, sifat akustik, dan sifat isolator/konduktor terhadap panas. Sedangkan sifat mekanika bambu yang perlu dipahami antara lain Modulus elastisitas (MOE), Batas Proporsional, Batas Elastis, Kuat Tarik, Kuat tekan, Kuat Geser, Hubungan antara tegangan dan regangan. Beberapa hal yang mempengaruhi sifat fisika dan mekanika bambu adalah umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging bambu, posisi beban (pada buku atau ruas) posisi radial dari luas sampai ke bagian dalam dan kadar air bambu.Dalam penelitian ini, pengujian sifat fisika dan mekanika bahan yang dibuat mengacu pada standar yang ditetapkan berdasarkan ISO 3129-1975 dan Bamboo Current Research.

2.2.2.1. Kadar Air, Berat Jenis, dan Kerapatan

  Pengujian kadar air bambu dilakukan dengan mengeringkan sampel benda uji dalam oven dengan suhu sekitar (103±2ºC) sampai berat sampel menjadi konstan. Kadar air bambu dihitung dengan Persamaan 2.1.

  W - W b a Ka = 100 % .................................................................................(2.1) W a

  Keterangan: Ka = Kadar air bambu (%) Wb = Berat benda uji sebelum di oven (gram) Wa = Berat benda uji kering oven (gram)

  

commit to user

  Perhitungan besarnya berat jenis kering tanur bambu dipergunakan Persamaan 2.2

  W a BJ = ...................................................................................................(2.2) G b

  Keterangan: BJ = Berat jenis bambu Wa = Berat benda uji kering oven (gram) Gb = Berat air yang volumenya sama dengan volume benda uji kering oven(gram)

  Sedangkan pengujian kerapatan bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.3.

  m w

  = r

  ....................................................................................................(2.3)

  w

  V w

  3 r

  Keterangan: = Kerapatan bambu pada kadar air w (gram/cm )

  w

  mw = Massa bambu pada kadar air w (gram)

  3 Vw = Volume bambu pada kadar air w (cm ) 2.2.2.2.

   Kuat Tarik, Kuat Tekan, Kuat Geser, dan Kuat Lentur

  Pengujian sifat mekanika bambu dilakukan dengan mesin Universal Testing Machine (UTM). Untuk pengujian kuat tarik sejajar serat dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.4.

  P maks s =

  .............................................................................................(2.4)

  tr // A s

  Keterangan: = Kuat tarik sejajar serat (MPa)

  tr //

  Pmaks = Gaya tarik maksimal bambu (N)

  2 A = tebal x lebar = luas bidang yang tertarik (mm ) Pengujian kuat tekan sejajar serat bambudihitung menggunakan Persamaan 2.5.

  P maks

  = s

  .............................................................................................(2.5)

  tk // A s

  Keterangan: = Kuat tekan sejajar serat (MPa)

  tk //

commit to user

  Pmaks = Gaya tekan maksimal bambu (N) Pengujian kuat geser sejajar serat bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.6.

  P maks t // =

  ...............................................................................................(2.6)

  A t //

  Keterangan: = Kuat geser sejajar serat (MPa) Pmaks = Gaya geser maksimal bambu (N)

  2 A = tebal x panjang = luas bidang yang tergeser(mm )

  Selanjutnya untuk menghitung kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) bambu dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.7 dan Persamaan 2.8.

  3 P L maks

  MOR =

  ..........................................................................................(2.7)

  2

  2 bt 3 P L mak s MOE = ............................................................................................(2.8) 3 4bt d

  Keterangan: MOR = Modulus lentur bambu (MPa) MOE = Modulus elastisitas bambu (MPa) Pmaks = Beban maksimum (N) L = Panjang (mm) b = Lebar bambu (mm) t = Tebal bambu (mm)

  d = Lendutan proporsional dari benda uji (mm) 2.2.3.

   Baja Tulangan

  Beton tidak mampu menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu sehingga diperlukan perkuatan penulangan yang akan menahan gaya tarik yang timbul dalam suatu sistem struktur. Di dalam setiap struktur beton bertulang, harus dapat diusahakan supaya tulangan baja dan beton dapat mengalami deformasi secara bersamaan, dengan maksud agar terdapat ikatan yang kuat diantara keduanya. Jenis baja yang sering digunakan untuk bahan struktur bangunan adalah baja karbon lunak (kandungan karbon 0,3 – 0,9 %). Baja karbon merupakan material yang daktail, artinya mampu mengalami deformasi besar tanpa mengalami keruntuhan. Sifat daktail

  

commit to user

  baja dapat diketahui dari diagram tegangan-regangan (stress-strain) dari hasil uji tarik s

  C D B A O

  e

  h ard enin g e la stis plas tis s often ing

Gambar 2.3. Diagram Tegangan-Regangan Hasil Uji Tarik Baja

  Tegangan pada titik A merupakan tegangan proporsional yang nilainya sangat dekat dengan tegangan leleh (Fy). Garis O-A merupakan fase elastis dimana kemiringan garis O-A menunjukkan modulus elastisitas baja atau modulus young (E). Garis A-B merupakan daerah plastis dimana setelah mencapai titik B tegangan dan regangan meningkat kembali hingga mencapai tegangan dan regangan maksimum di titik C yang disebut tegangan ultimate (kuat tarik baja). Garis B-C merupakan fase pengerasan (hardening), dimana setelah melewati titik C tegangan mulai menurun dan akhirnya baja putus di D.

  Modulus elastisitas baja (E baja) kurang lebih 210000 Mpa atau 29000 ksi. Di atas batas elastis tegangan yang terjadi relatif konstan sedangkan regangan terus bertambah hingga mencapai titik B. Garis A-B menunjukkan keadaan plastis.

2.2.4. Balok

  Balok adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menahan beban diatasnya, balok juga berfungsi sebagai penyalur momen menuju kolom-kolom. Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser.

2.2.4.1. Anggapan-Anggapan

  Menurut Istimawan (1994), pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan didasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut:

  

commit to user a. Prinsip Navier - Bernoulli tetap berlaku. b. Tengangan beton dapat disederhanakan menjadi tegangan kotak.

  c. Kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan bambu.

Gambar 2.4. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton

  Untuk menghitung tinggi luasan tekan pada balok dan nilai beta, digunakan persamaan: a = β1 x c ........................................................................................... (2.9) Dimana : c = jarak serat tekan garis terluar ke garis netral

  = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton β1

  Menurut SK SNI T-15-1991- 03, menetapkan nilai β1 sebagai berikut: fc’

  30 MPa ≤ β1 = 0.85 30 < fc’ < 50 MPa

  β1 = 0.85 – (fc’ – 30) fc’

  50 MPa ≥ β1 = 0.65 2.2.4.2.

   Pembatasan Tulangan Tarik

  Pada perhitungan beton bertulang menurut SK SNI T-15-1991-03, ditetapkan bahwa jumlah tulangan baja tarik, As, tidak boleh melebihi 0.75 dari tulangan balance, Asb, yaitu jumlah tulangan tarik bila beton dan baja kedua-duanya mencapai regangan hancur.

  As ≤ 0,75. Asb ......................................................................................... (2.10)

  Dalam penelitian ini tulangan bambu ditetapkan tidak lebih dari 60 persen tulangan balance .

  

commit to user

  As ≤ 0,60. Asb ......................................................................................... (2.11)

  P P q C

1 /15 L 1/ 3 L 1/ 3 L 1/3 L 1/1 5 L

A D E F B Vu ( + ) ( - )

2.2.4.3. Analisis Balok

  ( + )

Mmax

Gambar 2.5. SFD dan BMD

  Reaksi Tumpuan: ∑V = 0 =

  − ÂRAv L + q L + L + L L + P L + P L q L ÂP L

  • RAv =

  L

  17 RAv = q L + P

  30 RAv = RBv Momen:

  1 X = L

  2

  1

  17

  17

  1 Mmax = RAv L L L L − q − P1

  2

  30

  60

  6

  17

  1

  17

  17

  1 Mmax = q L + P L L L L − q − P1

  30

  2

  30

  60

  6 P L 221

  

commit to user

  • Mmax = q L 3 1800

Gambar 2.6. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton

  Kondisi regangan seimbang (balance) terjadi jika:

  3

  εc’ = 0.003 dan εs = εy = Pada kondisi balance didapat:

  0,003 e =

  3

  0,003 + As

  ρ = bd 1,4

  ρ min = fy ρ > ρ min è OKE

  0,85 0,003 f′c ρb =

  β1 ú

  y

  fy 0,003 +

  ρ < 0,75 ρb è OKE, untuk baja ρ < 0,60 ρb è OKE, untuk bambu

  ÂAs fy a = 0,85 fc′ b

  Mn = ÂAs fy d − Âa/2

  Dari hasil analisa balok dapat diketahui besarnya beban P yang dapat bekerja pada balok, dari hasil percobaan juga akan diperoleh nilai P yang berguna untuk menghitung besarnya momen ultimit yang dapat dilayani, kedua nilai momen hasil dari analisis dan hasil pengujian akan dibandingkan.

  

commit to user

2.2.5. Pengujian Kuat Lentur Balok Beton

  Kuat lentur balok beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, yang diberikan padanya, sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas (SNI 03-4431-1997).

Gambar 2.7. Perletakan dan Pembebanan Balok Uji

  (Sumber: SNI 03-4431-1997) Rumus-rumus perhitungan yang digunakan dalam metode pengujian kuat lentur beton dengan 2 titik pembebanan adalah sebagai berikut: a. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di daerah pusat pada 1/3 jarak titik perletakan pada bagian tarik dari beton seperti Gambar 2.8. (a), maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan:

  P . L 1 = s

  ...................................................................................................(2.12)

  2 b . h

  b. Untuk Pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) di bagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan seperti Gambar 2.8. (b), maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan:

  3 . .

  P a 1 = s

  .................................................................................................(2.13)

  2 b . h

commit to user

  1 Dengan: s = Kuat lentur benda uji (MPa) P = Beban tertinggi yang dilanjutkan oleh mesin uji ( pembacaan dalam ton sampai 3 angka dibelakang koma)

  = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (mm)

  L

  b = Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm) h = Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm) a = Jarak rat-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi titik dari bentang (m).

  c. Untuk benda uji yang patahnya di luar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton dan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5% bentang, hasil pengujian tidak dipergunakan.

  (a) (b)

Gambar 2.8. Daerah Patah Pada Balok Uji: (a) Daerah Patah Pada Pusat 1/3 Bentang, (b) Daerah Patah Di Luar 1/3 Bentang.

  (Sumber: SNI 03-4431-1997) Pada penelitian yang dilakukan Pathurahman, (2003), menunjukkan bahwa keruntuhan yang terjadi pada benda uji balok beton ukuran 150x200x2000 mm diawali dengan retaknya beton. Retak yang selalu terjadi pada awal proses keruntuhan adalah retak lentur ditandai dengan pola retak yang tegak lurus. Secara umum retak tersebut terjadi pada saat beban mencapai di atas 90% dari beban teoritis atau sekitar 78% dari beban runtuh. Retak awal biasanya terjadi pada daerah pembebanan di sekitar tumpuan rol, kemudian retak terjadi di daerah tengah bentang selanjutnya di daerah sekitar sendi, atau sebaliknya.

  

commit to user