REINTERPRETASI SURAH AL-MÂIDAH AYAT 51 DAN IMPLEMENTASINYA Asep Sulhadi asep.slhdgmail.com Abstract - REINTERPRETASI SURAH AL-MÂIDAH AYAT 51 DAN IMPLEMENTASINYA

  

REINTERPRETASI SURAH AL-MÂIDAH AYAT 51 DAN IMPLEMENTASINYA

Asep Sulhadi*

Abstract

  This study discuss about the surah Al-Maidah verse 51. this became urgent because recently, in a few months this surah has been widely spoken by public. Commonly, they used it to ban Moslem electing non moslem leader. It did not stop to that case, most of Moslems supposed that we are prohibited to become their friend. As the result, the non moslem cooperations must be canceled, the products and the small bussines managed by non moslem must be banned. When this run for some periods, this would cause the relationship between moslems and non moslems less warmly, as the consideration that the basic prinsiple of Islamic teaching is to uphold the values of justice, tranquillity, humanity, equality,and morality. For the next period, this could change the islamic perspective which is well known by its friendly, hospitable, and full of tranquillity become disgracing. Furthermore, it would cause misperception and raise the negative perspective against islamic religion and moslem as a whole. This research used in this study was library research, while the research method was description method where the researcher wrote Al-Maidah and then referred to interpretation books to do research asbâb al-nuzûl and the running interpratation by Ulama related to the verse above, it was then correlated to the factual life of Rasululloh SAW by referring to the hadith and concluded to this study. The result of this study was said by al-waliy as the homonym of one word which has many meanings. This word was taken from the roots of wauw, lam and ya’ and the basic meaning is close. This then created new meanings as like supporting, defender, protector, lover, frontier and ect, in which all of them was interconnected by a red thread, called closery.According to asbâb al-nuzûl as the cause of this verse descended, it can be concluded that surah Al Maidah verse 51 prohibits us to have coalition, partnership, and have good friendship towards non Moslem if they do betrayal, disobidience, hostility openly, and fight againts us. The appearance of betrayal, disobidience, and the conspiracy become ‘ilah (the cause) of the prohibition. When there is no ‘ilah (the cause) as like non Moslem which acts fairly and tranquillity towards Moslem, so we have to respect and protect them as we respect and protect ourselves.

  Keywords : al-waliy, al-Mâidah verse 51

Pendahuluan orang-orang non muslim. Bahkan, kepada

  Sebagai agama yang rahmatan lil seluruh makhluk yang hidup di atas bumi

  1 ‘alamin, ajaran-ajaran Islam pada ini.

  hakikatnya menginspirasikan nilai-nilai keadilan, kedamaian, kemanusiaan, kesetaraan dan keadaban. Ajaran Islam

  • Dosen tetap STAI Badrus Sholeh Kediri

  yang terkandung dalam al- Qur’an dan 1 Hal ini terlihat jelas dari petikan isi khutbah yang

  Hadis Nabi Saw tidak hanya

  disampaikan oleh Rasulullah Saw pada haji wada’

  memperhatikan, melindungi dan

  (11 H) di mana beliau Saw bersabda,

  memberikan ketentraman kepada kaum muslimin saja, melainkan juga kepada ٌدَلَ ب اوُلاَق اَذَه ٍدَلَ ب ُّيَأَف َلاَق ٌماَرَح ٌمْوَ ي اوُلاَق اَذَه ٍمْوَ ي ُّيَأ ُساَّنلا اَهُّ يَأ اَي ْمُكَلاَوْمَأَو ْمُكَءاَمِد َّنِإَف َلاَق ٌماَرَح ٌرْهَش اوُلاَق اَذَه ٍرْهَش ُّيَأَف َلاَق ٌماَرَح

  • Jurnal al Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017

2 Dalam beberapa bulan terakhir,

  menengok tetangganya seorang Yahudi yang sedang sakit keras.

  Muhammad bin Ismâ’îl Al-Bukhârî, Shahîh al- Bukhârî, juz 17, hal 399

  ُهْنَع َُّللَّا َيِضَر ٍ َ َأ ْنَع ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّبَِّنلا ُمُدَْيَ َناَك َدوُهَ يِل اًم َلَُغ َّنَأ َمَلْسَأَف ْمِلْسَأ َلاَ َ ف ُاُدوُعَ ي َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص ُِّبَِّنلا ُااَ َأَف َ ِرَ َف َمَّلَسَو

  Muhammad ibn Ismâ’îl Al-Bukhârî, Shahîh al- Bukhârî, juz 8, hal 425 4 Teks hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam al- Bukhârî dalam kitabnya Shahîh al-Bukhârî,

  اَهْ نَع َُّللَّا َيِضَر َةَشِئاَع ْنَع ْنِم ىَرَ تْشا َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّبَِّنلا َّنَأ هَعْرِد ُهَنَهَرَو ٍلَجَأ َلَِإ اًماَعَط ٍّيِدوُهَ ي

  3 Teks hadis di atas diriwayatkan oleh Imam al- Bukhâri dalam kitabnya Shahîh al-Bukhârî,

  menuturkan bahwa ia sering mengobrol dan berdiskusi dengan wanita-wanita Yahudi di rumah Nabi Saw. Diskusi mereka terkadang juga melibatkan Nabi

  Mu’minîn Siti Âisyah yang

  dengan Umm al-

  4 Begitu juga

  Asep Sulhadi, Reinterpretasi Surah al-Maidah Ayat 51 dan Implementasinya

  Untuk mewujudkan fungsi di atas, seseorang tentu tidak cukup hanya mampu membaca, menghafal dan melagukan teks-teks agama saja. Namun, ia harus mampu memahami dan mengungkap isi serta mengetahui prinsip-prinsip yang dikandungnya.

  Padahal, kalau kita melihat fakta sejarah dan perilaku yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw dalam memperlakukan non muslim, akan kita temukan bahwa beliau Saw sangat ramah dan menghormati mereka. Beliau Saw berteman baik dengan seorang Yahudi yang bernama Abu Syahm kemudian beliau Saw menggadaikan baju perang kepadanya.

  dan non muslim menjadi kurang harmonis. Menurut penulis, hal ini kalau dibiarkan tentu sangat berbahaya. Mengingat bahwa prinsip dasar ajaran Islam adalah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kedamaian, kemanusiaan, kesetaraan dan keadaban. Pada ronde berikutnya, hal ini dapat menyebabkan wajah Islam yang ramah, santun dan penuh kedamaian menjadi ternoda. Bahkan lebih jauh dari itu, akan timbul mispersepsi dan menimbulkan cibiran serta citra negatif terhadap agama Islam dan umat Islam secara keseluruhan.

  Wa al-hâsil, hubungan umat Islam

  Kerjasama-kerjasama dengan non muslim harus dibatalkan, produk-produk maupun unit-unit usaha yang disinyalir dikelola oleh non muslim harus diboikot.

  merupakan ketentuan yang bukan semata- mata untuk sesama umat Islam, namun diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. Muhammad ibn Ismâ’îl Al-Bukhârî, Shahîh al- Bukhârî, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), juz 6, hal 226 2 Mohammad Guntur Romli dan Ahmad Fawaid Syadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad, (Jakarta: LSIP, 2004), hal vi

  اَهُّ يَأ اَي ُساَّنلا

  Petikan isi khutbah di atas, merupakan justifikasi secara konkret bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, penghargaan terhadap nyawa, harta bahkan kehormatan manusia sekalipun, hingga Allah Swt mengharamkan penumpahan darah, perampasan harta dengan cara yang tidak benar dan pelanggaran kehormatan bagi umat manusia. Ketegasan yang keluar dari lidah seorang hamba yang mulia dan selalu terjaga ini, menunjukkan ketegasan Islam akan pentingnya kehidupan yang harmonis, saling menghormati dan saling menghargai antara sesama manusia. Kalimat

  ْمُكِرْهَش ِفِ اَذَه ْمُكِدَلَ ب ِفِ اَذَه ْمُكِمْوَ ي ِةَمْرُحَك ٌماَرَح ْمُكْيَلَع ْمُكَضاَرْعَأَو اَذَه

  surah al-Mâidah ayat 51 menjadi surah yang ramai dibicarakan banyak orang. Umumnya, mereka menjadikan surah tersebut untuk mengharamkan umat Islam memilih pemimpin non muslim. Pro kontra pun terjadi di kalangan umat Islam tentang maksud dari surah tersebut. Tidak hanya berhenti di sana, sebagian kaum muslim juga beranggapan bahwa kita tidak boleh menjadikan non muslim sebagai rekan bagi umat Islam.

  Ibn Rusyd sebagai ulama muslim progresif mempunyai kaidah bahwa kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran yang lain. Artinya bila agama mengajarkan keadilan dan kedamaian, maka seluruh tafsir yang bertolak belakang dengan keadilan dan kedamaian harus diperbarui dan ditinjau ulang untuk meraih kembali dimensi keadilan dan kedamaian dalam Islam.

  3 Nabi Saw juga

5 Ketika Nabi Saw dan para

6 Namun, Nabi Saw dan

  Jurnal al – Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 Saw karena berkaitan dengan masalah- masalah agama.

  Surah al-Mâidah termasuk ke dalam surah Madaniyah yaitu surah yang diturunkan setelah Nabi Saw hijrah dari kota Mekah ke kota Madinah. Keseluruhan ayatnya berjumlah 120 ayat.

  awliyâ’ diterjemahkan dengan pemimpin-pemimpin. Namun, dalam 8 Yûsuf al-Qaradhâwî, Kaifa Nata’âmal Ma’a al- Sunnah al-Nabawiyyah, (Kairo: Dâr asy-Syurûq, 2006), hal 113 9 Muhammad ‘Ali al-Shâbûnî, Shafwah at-Tafâsîr, (Jakarta: Dâr al-Kutub al-Islamiyah, 1999), juz 1, hal 224

  merupakan salah satu bentuk homonim yaitu satu kata yang memiliki banyak arti. Dalam al- Qur’an dan Terjemahannya yang diterbitkan oleh Tim Departemen Agama, kata

  awliyâ’. Dalam bahasa Arab, kata waliy

  [5]:51) Yang menjadi bahan perdebatan dari ayat di atas, adalah mengenai makna

  beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi awliyâ’, sebahagian mereka adalah awliyâ’ bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi awliyâ’, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang zalim.” (QS al-Mâidah

  Artinya: “Hai orang-orang yang

   َءاَيِلْوَأ ىَراَصَّنلاَو َدوُهَ يْلا اوُذِخَّتَ ت َلَ اوُنَمَآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي َلَ ََّللَّا َّنِإ ْمُهْ نِم ُهَّنِإَف ْمُكْنِم ْمَُّلََّوَ تَ ي ْنَمَو ٍضْعَ ب ُءاَيِلْوَأ ْمُهُضْعَ ب َ ِ ِلاَّللا َ ْوَ ْلا يِ ْهَ ي

  kajian ini adalah ayat 51 yaitu:

  9 Ayat yang penulis bahas dalam

  Kajian Pustaka

  shahabat tinggal di Madinah, di sana tidak hanya ada pemeluk agama Islam saja tetapi juga ada pemeluk agama lain seperti agama Yahudi, agama Nasrani dan agama Majusi.

  maksud surah al-Mâidah ayat 51 menjadi hal yang urgent. Guna menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mengembalikan citra, kemuliaan nilai dan prinsip ajaran dalam Islam serta menjaga kesucian Islam dari berbagai tuduhan negatif.

  8 Dari sini, mengkaji kembali

  adalah keliru dalam menggunakan dalil, dan kemungkinan kedua adalah keliru dalam memahami dalil.

  Abû al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj, Shahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1993), juz 3, hal 241 6 Ali Mustafa Yakub, Kerukunan Umat dalam Perspektif al- Qur’an dan Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal 9 7 Ali Mustafa Yakub, Kerukunan Umat dalam Perspektif al- Qur’an dan Hadis, hal 10

  ْ َ ْلا ِااَذَع ْنِم ُذيِعَتْسَي ُدْعَ ب َمَّلَسَو

  ََّلِِإ َيِحوُأ ُهَّ َأ ِتْرَعَش ْلَه َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َلاَق َُّثُ َِلِاَيَل ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا َلوُسَر ُتْعِ َسَف ُةَشِئاَع ْتَلاَق ِروُبُ ْلا ِفِ َنوُنَ تْفُ ْمُكَّ َأ

  َعاَ ْراَف ْتَلاَق ِروُبُ ْلا ِفِ َنوُنَ تْفُ ْمُكَّ َأ ِتْرَعَش ْلَه ُلوُ َ َيِهَو ِدوُهَ يْلا ْنِم اَنْ ثِبَلَ ف ُةَشِئاَع ْتَلاَق ُدوُهَ ي َُتَْفُ اََّنَِّإ َلاَقَو َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر

  تَلاَق َةَشِئاَع َّنَأ ٌةَأَرْما يِدْنِعَو َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َّيَلَع َلَخَد

  dalam kitabnya Shahîh Muslim,

  berkata jika terjadi pertentangan antara perilaku keagamaan seseorang dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran agama, maka tidak lepas dari dua kemungkinan. Kemungkinan pertama 5 Cerita di atas diriwayatkan oleh Imam Muslim

  Keterangan-keterangan di atas hanyalah sebuah contoh bagaimana sebenarnya hubungan antara orang- orang muslim dengan non muslim. Maka, jika ada pendapat yang mengatakan bahwa non muslim boleh dimusuhi, diperlakukan semena-mena, tidak adil, haknya dirampas, jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam dan bertentangan dengan perilaku Nabi Saw.

  para shahabat bisa hidup berdampingan secara rukun bersama mereka. Bahkan, salah satu mertua Nabi Saw pun yang bernama Huyay bin Akhtab adalah seorang tokoh Yahudi pemimpin Bani Qurayzhah. Namun, tidak ada keterangan maupun catatan sejarah yang menyebutkan bahwa Nabi Saw dan kaum muslimin memerangi dan membunuh mereka karena alasan perbedaan agama atau beda keyakinan.

7 Syekh Yûsuf al-Qaradhâwî pernah

  makna dasarnya adalah dekat. Dari sini kemudian berkembang makna-makna baru seperti pendukung, pembela,

  atas, dapat dipahami bahwa surah al- Mâidah ayat 51 melarang kita menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin, penolong, pendukung, pelindung, teman setia dan sekutu yang kita bela dan kita cintai.

  pelindung, yang mencintai, lebih utama 10 Muhammad ibn Makram Ibn Manzhûr, Lisân al- Arab, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), juz 3, hal 133 11 Muhammad Sayyid al-Thanthâwî, al-Tafsîr al- Wasîth Li al- Qur’ân al-Karîm, (Kairo: Dâr an- Nahdhah, 1997), juz 1, hal 1294 12 Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsîr al-Munîr Fi al- ‘Aqîdah Wa al-Syarî’ah Wa al-Manhaj, (Damaskus: Dâr al-Fikr, 2009), juz 3, hal 575

  dan lain sebagainya yang kesemuanya diikat oleh benang merah kedekatan.

  13 Oleh karena itu, ayah adalah orang

  yang paling utama menjadi waliy untuk anak perempuannya karena ia adalah orang yang terdekat dengannya. Orang yang taat dan tekun beribadah dinamai

  waliy karena ia dekat kepada Allah Swt.

  Seseorang yang bersahabat dengan orang lain sehingga mereka selalu bersama dan saling menyampaikan rahasia karena kedekatannya juga dinamai dengan waliy. Demikian juga pemimpin, karena ia seharusnya dekat kepada yang dipimpinnya.

  14 Dari penjelasan kebahasaan di

  Metode Penelitian

10 Menurut mantan Imam Besar al-

11 Sementara, menurut Syekh

  ya’ yang

  Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam kajian ini adalah penelitian pustaka atau library research. Sementara, model penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskripsi di mana penulis menyebutkan surah al- Mâidah ayat 51 lalu merujuk kepada kitab-kitab tafsir untuk meneliti asbâb al-

  nuzûl dan penafsiran yang sudah

  dilakukan oleh para ulama berkenaan dengan ayat di atas, kemudian dikorelasikan dengan fakta-fakta sejarah hidup Nabi Saw dengan merujuk kepada kitab-kitab hadis lalu menyimpulkannya dalam kajian ini.

12 Sedangkan, menurut salah satu

  Hasil dan Pembahasan

  Untuk dapat memahami kandungan ayat di atas secara tepat, tentu tidak cukup bagi kita hanya melihat dari aspek bahasa ataupun terbatas kepada terjemahannya saja. Namun, lebih dari itu, kita juga harus melihat sebab-sebab 13 M. Quraish Shibah, Tafsir al-Mishbah: Pesan,

  Kesan dan Keserasian al- Qur’an, (Ciputat: Lentera Hati, 2010), juz 3, hal 151 14 M. Quraish Shibah, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an, juz 3, hal 151

  Asep Sulhadi, Reinterpretasi Surah al-Maidah Ayat 51 dan Implementasinya

  beberapa cetakan lainnya, kata

  walâyah artinya pertolongan. Menurut

  awliyâ’ diterjemahkan dengan teman setia.

  Untuk mengetahui lebih lanjut tentang makna tersebut, tentu kita harus merujuk kepada kamus bahasa dan kitab tafsir. Dalam kamus Lisân al- ‘Arab, kata

  al-waliy artinya penolong, teman setia,

  orang yang dekat, yang mencintai dan yang mengikuti. Sedangkan kata al-wâliy artinya yang menguasai segala sesuatu atau yang mengatur suatu urusan, ia termasuk ke dalam salah satu nama Allah Swt (al-

  asmâ’ al-husna). Bentuk mashdar

  dari kata ini ada dua macam yaitu al-

  wilâyah (dengan menggunakan kasroh)

  dan al-walâyah (dengan menggunakan fathah). Al-wilâyah artinya kekuasaan atau kepemimpinan sedangkan al-

  Imam as-Sibawayh, al-wilâyah (dengan menggunakan kasroh) adalah al-ism (kata benda) seperti kata al-imârah, sedangkan

  waliy terambil dari akar kata yang terdiri

  al-walâyah (dengan menggunakan fathah) adalah bentuk masdar.

  Azhar, Muhammad Sayyid al-Thanthâwî dalam kitabnya al-Tafsîr al-Wasîth, kata

  awliyâ’ adalah bentuk jamak dari waliy

  yang artinya penolong, teman baik dan kekasih.

  Wahbah al-Zuhayli dalam kitabnya al-

  Tafsîr al-Munîr, kata awliyâ’ artinya

  penolong-penolong dan sekutu-sekutu yang kalian bela dan kalian cintai.

  pakar tafsir Indonesia, Quraish Shihab dalam kitabnya Tafsir al-Mishbah, kata al-

  dari huruf-huruf wauw, lam dan ketika terjadi peristiwa perang Khandak (5 H), di mana mereka memilih beraliansi dengan kaum Musyrikin Mekah yang tengah mengepung kota Madinah. Selain itu, kaum Nasrani Arab pada saat itu seperti halnya kaum Yahudi yang juga memusuhi Rasulullah Saw terutama sekutu-sekutu imperium Romawi timur.

  16 Adapun mengenai asbâb al-nuzûl

15 Orang-orang Yahudi dari Bani

  (Kairo: al-Haiah al-Misriyah al- ‘Âmah, 1990), juz 6, hal 350 17 Muhammad Rasyîd Ridhâ, Tafsîr al-Manâr, juz 6, hal 351

  atas, jelas bahwa situasi yang sedang terjadi waktu itu adalah situasi perang, pengkhianatan, pelanggaran dan persekongkolan yang merugikan umat 16 Muhammad Rasyîd Ridhâ, Tafsîr al-Manâr,

  17 Berdasarkan asbâb al-nuzûl di

  Nya. ‘Ubâdah bin al-Shâmit berk ata, “Wahai Rasulullah, aku berlindung kepada Allah dan Rasul-Nya dari persekongkolan dengan mereka. Aku hanya setia kepada Allah Swt dan Rasul- Nya dan kaum mukmin dan berlepas diri dari persekutuan dengan kaum kafir.”

  yang secara terang-terangan memusuhi umat Islam. Di antara riwayat tersebut adalah riwayat yang dituturkan oleh Imam ath-Thabarî dalam kitab tafsirnya bahwa ‘Ubâdah bin al-Shâmit berkata: “Ketika Bani Qaynuqâ’ memerangi Rasulullah Saw, Abdullah bin Ubay selaku pemimpin kaum munafik, mendukung dan membela mereka.” ‘Ubâdah bin al- Shâmit lantas bergegas menemui Rasulullah Saw. ‘Ubâdah bin al-Shâmit adalah salah satu anggota Bani ‘Awf bin al-Khazraj. Sebelumnya, dia beraliansi dengan kaum Yahudi sebagaimana halnya Abdullah bin Ubay. Namun, ‘Ubâdah bin al-Shâmit melepaskan pertalian tersebut dan berlepas diri dari koalisi dengan mereka demi mengharap ridha Allah Swt dan Rasul-

  yakni larangan beraliansi dengan mereka

  yang sifatnya khusus, menurut Rasyîd Ridhâ terdapat beragam riwayat yang menjelaskan hal tersebut. Namun, meskipun beragam, semua riwayat tersebut memiliki perintah yang sama

  Jurnal al – Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut. Hal ini mengingat fakta bahwa al-

  Qur’an adalah respon Ilahi terhadap realitas sosial yang terjadi saat itu. Memahami konteks dengan cara seperti ini, akan sangat menunjang bagi pemahaman suatu teks.

  نوُنِمْؤُ ْلا ِلَّكَوَ تَيْلَ ف َِّللَّا ىَلَعَو ََّللَّا اوُ َّ اَو ْمُكْنَع ْمُهَ يِدْيَأ َّفَكَف ْمُهَ يِدْيَأ

  Qurayzhah juga melanggar perjanjian 15 Teks ayat tersebut yaitu ْمُكْيَلِإ اوُطُسْبَ ي ْنَأ ٌمْوَ ق َّمَه ْذِإ ْمُكْيَلَع َِّللَّا َةَ ْعِ اوُرُكْذا اوُنَمَآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

  Bani Qaynuqâ’ memerangi Nabi Saw setelah peristiwa perang Badar (2 H). Selang 6 (enam) bulan kemudian, orang- orang Yahudi dari Bani al-Nadhîr juga mengkhianati kesepakatan dan berkonspirasi untuk membunuh Nabi Saw namun gagal. Peristiwa tersebut kemudian menjadi sebab turunnya firman Allah Swt surah al-Mâidah ayat 11.

  yang khusus. Mengenai asbâb al-nuzûl yang umum dari surah tersebut bahwa setibanya Nabi Saw hijrah ke kota Madinah, beliau Saw membuat kesepakatan dan perjanjian dengan kaum Yahudi yang kemudian ditulis dalam piagam Madinah. Salah satu isi dokumen itu adalah “Bagi Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslimin agama mereka.” Kebebasan ini juga berlaku bagi sekutu- sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang berbuat zhâlim dan jahat. Kaum Yahudi yang mendiami kota Madinah terdiri dari 3 (tiga) golongan, yaitu Bani Qaynuqâ’, Bani al-Nadhîr dan Bani Qurayzhah. kemudian, pada perkembangan selanjutnya, orang-orang Yahudi dari

  nuzûl yang umum dan asbâb al-nuzûl

  al-Mâidah ayat 51 ini memiliki asbâb al-

  Tafsîr al-Manâr, mengatakan bahwa surah

  Rasyîd Ridhâ dalam kitabnya

  Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal.”

  Asep Sulhadi, Reinterpretasi Surah al-Maidah Ayat 51 dan Implementasinya

  “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.

  Kedua, non muslim yang memerangi umat Islam dan melakukan berbagai cara untuk menyakiti kaum muslimin. Golongan inilah yang dimaksud oleh surah al-Mâidah ayat 51 dan ayat- ayat lain yang sejenis. Maka, kita tidak 18 Abû Dâud al-Sijistânî, Sunan Abî Dâud, (Beirut:

  “Apakah larangan dalam surah di atas bersifat mutlak?” ia menjawab, “Non muslim terbagi menjadi tiga golongan, pertama, non muslim yang hidup berdampingan secara harmonis dengan umat Islam dan tidak melakukan hal-hal yang merugikan kita. Tidak tampak juga dari mereka hal yang membuat kita curiga. Bagi non muslim seperti ini, maka tidak ada larangan bagi kita untuk berbuat baik dan bersahabat dengan mereka.

  19

  setelah menafsirkan ayat di atas mengajukan sebuah pertanyaan,

  18 Muhammad Sayyid al-Thanthâwî

  “Barang siapa yang menzhalimi kafir mu’ahid, menghinanya, membebaninya di luar kemampuan atau merampas sesuatu darinya secara paksa, maka aku adalah musuhnya di hari kiamat.”

  Artinya:

   َذَخَأ ْوَأ ِهِتَقاَط َقْوَ ف ُهَفَّلَك ْوَأ ُهَصَ َ تْ نا ْوَأ اً ِهاَعُم َمَلَظ ْنَم َلََأ ِةَماَيِ ْلا َ ْوَ ي ُهُجيِجَح اَنَأَف ٍسْفَ ن ِبيِط ِْيَْغِب اًئْيَش ُهْنِم

  Hal di atas juga sejalan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dâud bahwa Rasulullah Saw bersabda,

  Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu, dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang- orang yang zhâlim.”

  Artinya,

  Islam. Sehingga Nabi Saw yang pada mulanya bersikap adil dan toleran harus merubah sikap, mengingat mereka yang lebih dahulu melakukan berbagai pelanggaran dan pengkhianatan. Penghkianatan dan pelanggaran inilah yang menjadi ‘ilah (sebab) larangan berkoalisi dan berteman baik dengan non muslim yang terkandung dalam ayat di atas.

  9 )

  8 ) ِفِ ْمُكوُلَ تاَق َنيِذَّلا ِنَع َُّللَّا ُمُكاَهْ نَ ي اََّنَِّإ ْنَأ ْمُكِجاَرْخِإ ىَلَع اوُرَهاَظَو ْمُكِراَيِد ْنِم ْمُكوُجَرْخَأَو ِنيِّ لا َنوُ ِلاَّللا ُمُه َكِئَلوُأَف ْمَُّلََّوَ تَ ي ْنَمَو ْمُهْوَّلَوَ ت (

   ْمُكوُجِرُْيُ َْلََو ِنيِّ لا ِفِ ْمُكوُلِتاَ ُ ي َْلَ َنيِذَّلا ِنَع َُّللَّا ُمُكاَهْ نَ ي َلَ ُّبُِيُ ََّللَّا َّنِإ ْمِهْيَلِإ اوُطِسْ ُ تَو ْمُهوُّرَ بَ ت ْنَأ ْمُكِراَيِد ْنِم َ ِطِسْ ُ ْلا (

  Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt al-Mumtahanah [60]:8;

  ” Sehingga, makna yang logis yang dapat kita pahami dari surah al-Mâidah ayat 51 adalah ayat tersebut melarang kita berkoalisi, bersekutu dan berteman baik dengan non muslim yang secara terang-terangan melakukan pengkhianatan, pelanggaran, permusuhan dan memerangi umat Islam. Adapun jika ‘ilah (sebab) larangan tersebut tidak ada, seperti non muslim yang bersikap adil dan damai terhadap umat Islam, maka justeru kita harus menghormati dan melindungi mereka sebagaimana kita menghormati dan melindungi diri kita sendiri.

  tergantung kepada keberadaan illatnya

  Artinya, “Ada dan tidaknya suatu hukum

  ام عو ادوجو هتلع عم رو ي مكلحا

  mereka berdamai dengan umat Islam, maka hukum larangan beraliansi dengan mereka tidak berlaku lagi. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih,

  Mafhum mukhalafahnya adalah jika

  Dengan demikian, jelas bahwa illat larangan berkoalisi dan berteman baik dengan mereka adalah karena berkhianat dan memerangi kita, bukan karena mereka berbeda keyakinan dengan kita.

  Dâr al-Fikr, 1994), juz 8, hal 292 19 Muhammad Sayyid al-Thanthâwî, al-Tafsîr al- Wasîth Li al- Qur’ân al-Karîm, juz 1, hal 1296 Jurnal al – Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 boleh berkoalisi dan berteman baik dengan mereka. Ketiga, non muslim yang tidak menampakkan permusuhan kepada kita, namun banyak indikasi yang menunjukkan bahwa mereka tidak suka kepada umat Islam dan justeru menyukai musuh-musuh Islam. Untuk golongan ini, Islam mengajarkan kepada kita untuk bersikap hati-hati namun tidak sampai menyakiti atau menyerang mereka.

  Kesimpulan dan Penutup

  

Bibliography

  Qur’an, Ciputat:

  Shâbûnî, Muhammad ‘Ali, Shafwah al-Tafâsîr, Jakarta: Dâr al-Kutub al-Islamiyah, 1999 Shibah, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-

  Jakarta: LSIP, 2004 Al-

  ‘Âmah, 1990 Romli, Mohammad Guntur dan Syadzili, Ahmad Fawaid, Dari Jihad Menuju Ijtihad,

  Syurûq, 2006 Ridhâ, Muhammad Rasyîd, Tafsîr al-Manâr, Kairo: al-Haiah al-Misriyah al-

  Kaifa Nata’âmal Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah, Kairo: Dâr asy-

  Ibn al-Hajjaj, Abû al-Husain Muslim, Shahîh Muslim, Beirut: Dâr al-Fikr, 1993 Ibn Manzhûr, Muhammad ibn Makram, Lisân al-Arab, Beirut: Dar al-Fikr, 1994 Al-Qaradhâwî, Yûsuf,

  Al- Bukhârî, Muhammad ibn Ismâ’îl, Shahîh al-Bukhârî, Beirut: Dâr al-Fikr, t.th

  tidak ada, seperti non muslim yang bersikap adil dan damai terhadap umat Islam, maka kita harus menghormati dan melindungi mereka sebagaimana kita menghormati dan melindungi diri kita sendiri. Penafsiran seperti ini pada akhirnya sesuai dengan kandungan surah al-Mumtahanah ayat 8-9 dan sesuai pula dengan perilaku Nabi Saw.

  Setelah melakukan kajian terhadap surah al-Mâidah ayat 51, penulis menyimpulkan bahwa kata al-waliy adalah bentuk homonim yaitu satu kata yang memiliki banyak arti. Kata ini terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf wauw, lam dan

  ‘ilah (sebab) tersebut

  Adapun jika

  ‘ilah (sebab) dari larangan tersebut.

  Berdasarkan asbâb al-nuzûl yang melatarbelakangi turunnya surah al- Mâidah ayat 51, dapat dipahami bahwa larangan untuk berkoalisi, bersekutu dan berteman baik dengan non muslim adalah berlaku bagi mereka yang secara terang- terangan melakukan pengkhianatan, pelanggaran, permusuhan dan memerangi kita. Adanya pengkhianatan, pelanggaran dan permusuhan yang dilakukan oleh non muslim terhadap umat Islam ini menjadi

  dan lain sebagainya yang kesemuanya diikat oleh benang merah kedekatan.

  pelindung, yang mencintai, lebih utama

  makna dasarnya adalah dekat. Dari sini kemudian berkembang makna-makna baru seperti pendukung, pembela,

  ya’ yang

  Lentera Hati, 2010 Al-Sijistânî, Abû Dâud, Sunan Abî Dâud, Beirut: Dâr al-Fikr, 1994 Al-Thanthâwî, Muhammad Sayyid, al-Tafsîr al-Wasîth Li al-

  Qur’ân al-Karîm, Kairo: Dâr

  an-Nahdhah, 1997 Yakub, Ali Mustafa, Kerukunan Umat dalam Perspektif al-

  Qur’an dan Hadis, Jakarta: Pustaka

  Firdaus, 2000 Al-Zuhayli, Wahbah, al-Tafsîr al-Munîr Fi al-

  ‘Aqîdah Wa al-Syarî’ah Wa al-Manhaj,

  Damaskus: Dâr al-Fikr, 2009

  • 131

  Asep Sulhadi, Reinterpretasi Surah al-Maidah Ayat 51 dan Implementasinya

Dokumen yang terkait

SERBUK KULIT PISANG TANDUK (Musa)”horn” IJUK ENAU DAN SERBUK SABUT KELAPA SEBAGAI BIOADSORBEN LOGAM BERAT Cd (II) DAN PENJERNIH AIR Anggi Suprabawati dan Dewi Dewanti Dwikora

0 0 5

PENGARUH PEMBENTUKAN KO-KRISTAL PIRIMETAMIN-ASAM FUMARAT TERHADAP KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSINYA Riskia Putri Peratiwi, Fikri Alatas, Fani Wahyuni, Rani Sugandi, Hestiary Ratih, Faizal Hermanto Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani, Jl. Terus

0 0 6

PENGARUH EDUKASI TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ATAS INFORMASI OBAT

0 0 6

KOMBINASI EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAN DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) DALAM MENGHAMBAT BAKTERI Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus Sri Sudewi dan Widya Astuty Lolo

0 0 7

KEMAMPUAN Aspergillus wentii DALAM MENGHASILKAN ASAM SITRAT Ririn Puspadewi, Rina Anugrah, Della Sabila Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi Corresponding author e-mail: ririn.puspadewilecture.unjani.ac.id ABSTRAK - KEMAMPUAN Aspergill

0 0 6

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAUN KARUK (Piper sarmentosum Roxb.) TERHADAP Streptococcus mutans DAN Candida albicans

0 0 8

REKONSTRUKSI FIQH: TAWARAN METODOLOGIS MUH{AMMAD SYAH{RÛR Noer Chalida Abstract - REKONSTRUKSI FIQH: TAWARAN METODOLOGIS MUH{AMMAD SYAH{RÛR

0 0 14

ELASTISITAS HUKUM ISLAM (Studi Konsep Hukum Al-Sha’rani Dalam Kitab Al-Mizan Al-Kubro) M. Adib Hamzawi Abstract - ELASTISITAS HUKUM ISLAM (Studi Konsep Hukum Al-Sha’rani Dalam Kitab Al-Mizan Al-Kubro

0 0 12

Keywords: Kosa Kata, Find Words Game Pendahuluan - MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI FINDING WORDS GAME SISWA KELAS DELAPAN DI SMPN 1 SUMBERGEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN AKADEMIK 2015/2016

0 0 11

DAYA TARIK JURNALISTIK, PERS, BERITA DAN PERBEDAAN PERAN DALAM NEWS CASTING

1 0 12