BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja - Studi Kualitatif Perilaku Seksual Remaja di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

  Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, yaitu mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.

  Pandangan tersebut diungkapkan oleh Piaget (121) yang dikutip oleh Hurlock (2003) dengan mengatakan :

  “Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak–anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang–orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang–kurangnya dalam masalah hak …. integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif. Kurang lebih berhubungan dengan masa puber ….. termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok …. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”.

  Sedangkan menurut WHO/Organisasi Kesehatan Dunia definisi remaja adalah :

  “Individu yang sedang mengalami masa peralihan, yang dari segi kematangan biologis seksual sedang berangsur–angsur mempertunjukkan karakteristik seks yang sekunder sampai mencapai kematangn seks, yang dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat kekanak

  • –kanakan menjadi dewasa, yang dari segi sosial–ekonomi ia adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas”.

  Batasan usia remaja adalah antara 10–19 tahun dan belum menikah. Namun, tidak jarang remaja digolongkan dalam kelompok young people yang berusia antara

  10–24 tahun dengan asumsi bahwa mereka yang berusia 19 tahun belum menjamin tercapai kematangan fisik, mental maupun sosial (Depkes RI, 2003).

  Sedangkan pengertian remaja berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan/BKKBN No.KEP.03/MENEG.K/4/1997, adalah usia individu saat mulai mengalami perkembangan fisik serta sosial, psikologis, yaitu bila umur 13 tahun sampai dengan 20 tahun yang belum pernah menikah. Selain itu, remaja juga didefinisikan sebagai periode transisi perkembangan dari masa anak–anak ke masa dewasa yang mencakup aspek biologik, kognitif dan perubahan sosial (Santrock, 2008).

2.1.2 Perkembangan Seksualitas Remaja

  Perkembangan seksualitas pada remaja meliputi : a.

  Perubahan fisik 1) Perempuan

  a) Ditandai dengan perkembangan payudara, bisa dimulai paling muda umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun.

  b) Meningkatnya kadar estrogen mempengaruhi genitalia, antara lain: uterus membesar; vagina memanjang; mulai tumbuhnya rambut pubis dan aksila; dan lubrikasi vagina baik spontan maupun akibat rangsangan.

  c) Menarche sangat bervariasi, dapat terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama.

  1) Laki-laki

  a) Meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya rambut pubis, wajah.

  b) Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan mengalami ejakulasi, sebelum organ seksnya matang sekitar usia 12–14 tahun.

  c) Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi nokturnal), dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat memalukan.

  d) Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka akan segera menjadi subur.

  b.

  Perubahan psikologis/emosi

  a) Periode ini ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat b)

  Remaja dihadapkan pada pengambilan sebuah keputusan seksual, dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, dan penyakit yang ditularkan melalui aktivitas seksual.

  c) Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang didapatkan tidak diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun kehamilan tidak akan terjadi padanya, d) Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu merupakan gambaran seksualitas total mereka, walaupun sebenarnya anggapan ini tidak benar karena banyak individu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah pengalaman demikian.

2.2 Kehamilan

2.2.1 Definisi

  Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan yang terdiri dari ovulasi pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta,tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. Pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi atau fertilisasi dan membentuk zygot. Dengan masuknya inti spermatozoa ke dalam sitoplasma membangkitkan kembali pembelahan dalam inti ovum yang dalam keadaan “metafase”. Proses pemecahan dan pematangan mengikuti bentuk anafase dan telofase sehingga menjadi “haploid”.

  Pronukleus spermatozoa dalam keadaan haploid saling mendekati dengan inti ovum yang kini haploid dan bertemu dalam pasangan pembawa tanda dari pihak pria maupun wanita (Manuaba, 2006).

  Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis. Setiap wanita yang memiliki organ reproduksi sehat, yang telah mengalami menstruasi dan melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang organ reproduksinya sehat sangat besar kemungkinannya akan mengalami kehamilan. Kehamilan merupakan proses alami dan normal, masa ini merupakan salah satu fase dalam kehidupan wanita pada masa reproduksi. Wanita akan mengalami sekali, dua kali, bahkan mungkin berkali-kali hamil dalam kehidupannya dan setiap kehamilan mempunyai pengalaman yang berbeda beda (Kasidu, 2008).

2.3 Perilaku Seksual

  Cinta dan seks merupakan salah satu problem terbesar dari remaja di seluruh dunia. Kehamilan remaja, pengguguran kandungan, terputusnya sekolah, perkawinan usia muda, perceraian, penyakit kelamin, merupakan akibat buruk petualangan cinta dan seks yang salah di saat remaja. Tidak jarang masa depan mereka yang penuh harapan hancur berantakan karena masalah cinta dan seks.

  Sarwono (2007), mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk–bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi.

  Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal–hal yang berhubungan dengan perkara–perkara hubungan intim antara laki–laki dan perempuan.

  Hubungan seks pranikah yang dilakukan pria dan wanita yang belum terikat perkawinan, dimana nantinya mereka akan menikah satu sama lain atau masing masing akan menikah dengan orang lain. Jadi tidak hanya terbatas pada orang yang berpacaran saja. Hubungan seksual ini umumnya terjadi diantara mereka yang telah meningkat remaja menuju dewasa. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat pada saat seseorang memasuki masa remaja mulai timbul dorongan-dorongan seksual di dalam dirinya. Apalagi pada masa ini minat mereka dalam membina hubungannya terfokus pada lawan jenis.

  Perilaku seksual pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan yang belum menikah atau yang belum mereka terikat oleh tali perkawinan. Perilaku seks yang dianggap melanggar norma bukanlah suatu hal yang baru. Perilaku seksual pranikah adalah kegiatan seksual yang melibatkan dua orang yang saling menyukai atau saling mencintai, yang dilakukan sebelum perkawinan.

  Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap- tahap perilaku seksual yang paling ringan hingga tahap yang paling berat, yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama.

  Sementara itu, akibat psikososial yang timbul karena perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba–tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Biasanya mendapat mendapat tekanan dari masyarakat seperti dicela dan menolak keadaan tersebut.

  Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi, hal tersebut disebabkan karena rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil di luar nikah. Masalah ekonomi dalam hal ini juga akan membuat permasalahan menjadi semakin rumit dan kompleks (Christina, 2009).

  Fedyani (2008) mengutip pendapat Kinsey mengenai perilaku seksual yang meliputi 4 tahap yaitu :

  1. Bersentuhan, touching, mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan 2.

  Berciuman, kissing, mulai dari ciuman singkat hingga berciuman bibir dengan mempermainkan lidah (deep kissing)

  3. Bercumbu, petting, menyentuh bagian sensitif dari tubuh pasangan dan mengarah pada pembangkitan gairah seks

  4. Hubungan kelamin (Sex intercouse) Perilaku–perilaku seksual tersebut merupakan perilaku seksual beresiko yang akan menimbulkan dampak buruk jika dilakukan oleh para remaja sebelum menikah. Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai : a.

  Masturbasi atau onani, yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi b.

  Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan–sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual c.

  Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukkan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.

  Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orangtua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan sebagainya. Berbagai risiko yang akan dialami remaja jika melakukan perilaku seks pranikah di antaranya adalah :

  a) Dampak Fisik

  Dampak fisik yang dapat dialami oleh remaja jika melakukan hubungan seks sebelum menikah ialah remaja dapat terkena penyakit menular seksual (PMS) jika dalam melakukan hubungan seks dengan berganti–ganti pasangan, kemudian dapat mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sehingga pada akhirnya melakukan tindakan aborsi, yang biasanya dilakukan secara tidak aman serta dapat membahayakan keselamatan pada diri remaja tersebut.

  b) Dampak Psikis

  Dampak psikis yang dapat ditimbulkan jika remaja melakukan hubungan seks pranikah ialah berupa rasa ketakutan, kecemasan, menyesal serta rasa bersalah karena sudah melakukan perbuatan tersebut sebelum menikah. Selain itu juga, biasanya mereka takut akan dampak yang ditimbulkan karena melakukan hubungan tersebut, seperti misalnya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.

  c) Dampak Sosial

  Dampak sosial yang timbul karena melakukan hubungan seks pranikah diantaranya ialah stigma buruk, pergunjingan serta pengucilan dari lingkungan sekitar.

  Cukup banyak kejadian dimana remaja putri mengalami kehamilan yang tidak disengaja maupun yang disengaja. Kehamilan tidak disengaja terjadi karena remaja laki-laki dan perempuan tidak mempersiapkan diri terhadap risiko kehamilan yang mungkin terjadi akibat hubungan seksual mereka. Kehamilan yang tidak diinginkan usaha aborsi dengan berbagai cara, biasanya dengan cara-cara tradisional (jamu- jamuan) atau dengan meminum obat-obat peluntur dari toko obat atau apotik, atau bahkan melakukan cara-cara khusus seperti makan nanas, dan minum sprite, jongkok- jongkok setelah berhubungan seks dan sebagainya. Cara-cara tersebut juga digunakan remaja putri sebagai upaya pencegahan kehamilan, yang kadang-kadang memang tidak berhasil dan mengakibatkan kehamilan.

2.4 Penyakit Menular Seksual

  Menurut Dianawati (2009), dengan semakin banyak mengetahui akibat yang ditimbulkan dari perilaku seksual, para remaja diharapkan dapat menjaga dirinya dari akibat-akibat tersebut. Selain itu, diharapkan akan muncul kesadaran bahwa apapun yang dilakukan pasti akan menimbulkan dampak baik, negatif maupun positif, tergantung dari perbuatan yang dilakukan. Membatasi diri terhadap pergaulan juga sesuatu yang harus dipertimbangkan. Para remaja sebaiknya memegang teguh ajaran agama dan norma yang sudah didapatkan dalam keluarga.

  Salah satu akibat yang ditimbulkan dari perilaku seksual yang tidak sehat adalah munculnya penyakit menular seksual (PMS). Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena seringnya seseorang melakukan hubungan seksual dengan berganti- ganti pasangan. Bisa juga karena melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang sebelumnya telah terjangkiti salah satu jenis penyakit ini. Penyakit menular seksual ini jelas berbahaya. Pengobatan untuk setiap jenis penyakit berbeda-beda, beberapa diantaranya tidak dapat disembuhkan.

  Untuk mengetahui lebih lanjut, di bawah ini akan dibahas beberapa jenis penyakit menular seksual.

2.4.1 Gonorea

  Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ seks dan organ kemih. Selain itu, akan menyerang selaput lendir mulut kelamin, mata, anus, dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini dinamakan gonococcus.

  Kencing nanah atau gonore (bahasa Inggris: gonorrhea atau gonorrhoea) adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan bagian putih mata (konjungtiva). Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam pinggul sehingga timbul nyeri pinggul dan gangguan reproduksi.

  Pada perempuan, berjangkitnya penyakit ini akan terlihat setelah 5–20 hari melakukan hubungan seksual. Tanda–tandanya tidak dapat terlihat, bahkan perempuan tersebut tidak menyadari jika dirinya telah terjangkiti. Tiba–tiba dia akan merasakan sakit di bawah bagian perut disertai demam. Kemudian dari vagina keluar nanah. Jika penyakit ini belum sempat diobati dan dia mengalami kehamilan, bayi yang ada dalam kandungannya dapat terancam kebutaan karena gonorea ini bisa menjalar dan menyerang selaput lendir mata bayi. Selain itu penyakit ini juga dapat

  Pada laki – laki, penyakit ini dapat terlihat setelah 3–7 hari melakukan hubungan seksual. Gejala yang terlihat sebagai berikut : a.

  Mengeluarkan nanah dan merasa sakit ketika kencing b. Ujung kepala penis terlihat merah karena meradang

2.4.2 Sifilis

  Sifilis dikenal juga dengan sebutan “raja singa”. Penyakit ini sangat berbahaya. Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular (seperti baju, handuk, dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah adanya kuman Treponema pallidum. Kuman ini menyerang organ-organ penting tubuh lainnya, seperti selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut.

  A.

  Tingkat I

  a) Penularannya sudah terdeteksi sekitar 10-90 hari setelah melakukan hubungan seksual b)

  Gejala yang terlihat adalah adanya luka kecil bernanah disertai rasa sakit yang amat sangat, selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar getah bening yang mengeras di sekitar luka, seperti di lipatan paha.

  B.

  Tingkat II

  a) Terjadi sekitar 40 hari setelah masuk pada tingkat I

  b) Gejala yang terlihat adalah adanya luka-luka kecil berwarna merah di sekitar permukaan kulit, dari kulit kepala hingga telapak tangan dan kaki.

  Luka-luka ini timbul karena kuman telah menyebar melalui peredaran darah c)

  Gejala lainnya adalah keluhan sakit tenggorokan, pusing, lesu, nyeri otot, terjadi kerontokan rambut, dan kulit kepala terasa gatal.

  C.

  Tingkat III

  a) Terjadi setelah 10-15 tahun kemudian

  b) Gejalanya antara lain ditemukannya benjolan pada bagian tubuh yang terserang, pada akhirnya benjolan tersebut melunak dan pecah sehingga mengeluarkan cairan. Bagian tubuh yang terserang akan mengalami kerusakan. Jika kuman mulai menyerang otak, orang yang terserang akan mengalami gangguan kejiwaan atau gila. Jika yang diserang bagian sumsum tulang belakang atau hati, niscaya orang tersebut akan mengalami kelumpuhan, kemunduran kerja jantung, dan kerusakan jaringan susunan syaraf, serta masih banyak lagi kerusakan-kerusakan lainnya. Begitu seterusnya, karena kuman-kuman tadi dapat menyerang bagian tubuh manapun tanpa memandang siapapun orangnya. Risiko yang paling fatal adalah penyakit ini bisa mengakibatkan kematian.

  c) Perempuan yang hamil bisa saja terserang penyakit ini, sehingga bayi yang akan lahir mengalami kelumpuhan fisik dan mental, itupun jika mereka dapat bertahan hidup. Biasanya, bayi-bayi ini akan meninggal dalam kandungan jika kuman menyerang uterus. Kalaupun bisa lahir,

2.4.3 Herpes

  Virus herpes terbagi atas 2 macam, yaitu herpes 1 dan herpes 2. Perbedaan diantara keduanya adalah ke bagian mana virus tersebut menyerang. Herpes 1 menyerang dan menginfeksi bagian mulut dan bibir, sedangkan herpes 2 atau disebut genital herpes menyerang dan menginfeksi bagian organ seksual (penis dan vagina).

  Virus ini mengakibatkan munculnya luka-luka di permukaan kulit. Karenanya, gejala yang terlihat pada penderita adalah adanya lepuhan pada kulit penis atau vagina yang jika pecah mengeluarkan cairan bening dan terasa pedih. Setelah itu, luka ini ini secara perlahan-lahan akan meninggalkan bekas luka. Jika tidak digaruk dan seiring dengan berjalannya waktu, luka ini dapat sembuh dalam waktu 5-10 hari dari kemunculannya.

  Penularannya dimulai ketika luka-luka sudah terlihat. Luka-luka itu sendiri mungkin terjadi selama 1-2 hari sebelum kelihatan, mungkin juga terjadi saat penderita mulai merasakan pedih pada bagian yang akan terserang. Herpes cepat sekali penularannya, yaitu melalui hubungan langsung antara bagian tubuh penderita yang terkena infeksi dengan selaput lendir, termasuk kulit yang terluka, pada bagian tubuh orang lain. Tentu saja penularan lainnya yang banyak terjadi adalah melalui hubungan seksual. Herpes dapat juga ditularkan selama masa kehamilan dan kelahiran. Mengingat risiko yang mungkin terjadi pada bayi dalam kandungan, para dokter selalu menganjurkan operasi caesar terhadap penderita herpes.

  2.4.4 Klamidia

  Gejala yang yang banyak dijumpai pada penderita penyakit ini adalah keluarnya cairan dari vagina yang berwarna kuning, disertai rasa panas seperti terbakar ketika kencing. Karena organisme dapat menetap selama bertahun-tahun dalam tubuh seseorang, ia juga akan merusak organ reproduksi penderita dengan atau tanpa merasakan gejala apapun.

  Sesuai dengan laporan dari Institute Kinsey pada tahun 2010, kini penyakit ini menjadi infeksi bakteri yang paling banyak ditularkan melalui hubungan seksual di Amerika (Dianawati, 2009). Masih menurut laporan tersebut, diperkirakan paling sedikit ada 4 juta kasus setiap tahunnya yang melibatkan orang Amerika.

  2.4.5 Chancroid Chancroid adalah sejenis bakteri yang menyerang kulit kelamin dan

  menyebabkan luka kecil bernanah. Jika luka ini pecah, bakteri akan menjalar ke daerah pubis dan kelamin. Luka ini menyerang melalui 2 cara, sebagai berikut : a.

  Cara 1 Luka ini akan berlubang di dalam kulit. Pada laki-laki, menyerang melalui penis menuju ke saluran kencing, selanjutnya air kencing tidak akan dapat terkendali.

  b.

  Cara 2 Luka akan menyebar ke permukaan kulit menutupi bagian perut, pinngang, dan paha.

  2.4.6 Granuloma Inguinale

  Penyakit ini sama dengan chancroid, yaitu disebabkan oleh bakteri. Bagian yang terserang biasanya permukaan kulit penis, bibir vagina, klitoris, dan anus, akan berubah membentuk jaringan berisi cairan yang mengeluarkan bau tak sedap. Selanjutnya akan terjadi pembesaran yang bersifat permanen atau terlihat sesekali pada penis, klitoris dan kantung pelir. Kemudian, jika penderita mempunyai daya tahan, sebagian bawah tubuhnya mengalami pembengkakan. Penderita bisa kehilangan berat badan, kemudian meninggal dunia.

  Penyakit ini tidak memperlihatkan gejala-gejala awal, sehingga penderita tidak mengetahui bahwa dirinya telah tertular. Hal ini mengakibatkan si penderita menunda pengobatannya. Memasuki masa 3 bulan, barulah terlihat adanya infeksi yang sangat berbahaya dan dapat ditularkan kepada orang lain.

  2.4.7 AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency

Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul

  karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

  Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

  Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur- unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh.

  Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

2.4.8 Trichomonas Infection

  Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang menyerang vagina perempuan dan menyebabkan terjadinya infeksi dengan mengeluarkan cairan busa disertai adanya hubungan seksual. Biasanya penyakit ini bersifat menipu, artinya sebagian perempuan tidak merasakan gejala-gejala adanya penyakit yang menyerang dirinya tersebut, bahkan tidak mengetahuinya sama sekali.

2.4.9 Veneral Warts Penyakit ini disebabkan oleh virus yang menyerang alat kelamin seseorang.

  Pada laki-laki, virus ini menyerang kepala penis. Pada perempuan, virus ini biasanya menyerang bibir vagina dan daerah sekitar anus (perineum). Virus-virus ini menyerupai kutil, cara pengobatannya harus ke dokter. Tindakan selanjutnya yang biasa dilakukan adalah dengan mengangkatnya melalui pembedahan atau menggunakan laser.

  Hadi (2008), menyampaikan bahwa adapun faktor–faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, meliputi :

1. Faktor Internal

  Faktor internal yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja ialah meliputi pengaruh yang berasal dari dalam diri sendiri kemudian bagaimana seseorang mengekspresikan perasaan, keinginan, dan pendapat mengenai berbagai macam masalah. Selain itu, menentukan pilihan ataupun mengambil keputusan bukan merupakan hal yang mudah. Dalam memutuskan sesuatu, seseorang harus memiliki dasar, pertimbangan, serta prinsip yang matang.

2. Faktor Eksternal

  Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual remaja contohnya ialah kemampuan orang tua mendidik seorang anak akan mempengaruhi pemahaman anak tersebut mengenai suatu hal, terutama masalah seks. Kemudian peranan agama dalam hal ini juga sangat penting, yaitu dapat memberikan pengajaran mengenai mana yang baik dan mana yang buruk. Pemahaman terhadap apa yang diajarkan agama akan mempengaruhi perilaku remaja.

  Remaja memiliki kecenderungan menghabiskan waktu bersama teman sebayanya sehingga tingkah laku dan nilai–nilai yang mereka pegang banyak dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan. Faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi perilaku seksual remaja ialah teknologi informasi yang semakin berkembang memudahkan remaja untuk mengakses informasi (khususnya mengenai seksual) setiap saat.

  Sarwono (2007) berpendapat bahwa perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh hal- hal sebagai berikut :

a) Perubahan–perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja.

  Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.

  b) Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang–undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain–lain)

  c) Norma–norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal–hal tersebut.

  d) Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain–lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya

  e) Orangtuanya sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

  f) Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.

  Penelitian tentang perilaku seksual juga pernah dilaksanakan di luar negeri kemudian mengkategorikan perilaku seks menjadi petting (saling menggesek- gesekkan alat kelamin), sexual intercourse (hubungan seksual), dan oral-genital sex (seks oral-genital). Dari penelitian itu juga didapatkan bahwa petting merupakan perilaku seksual yang paling banyak dapat diterima oleh subjek, kemudian hubungan seksual dan seks oral.

2.5 Alasan Remaja Melakukan Hubungan Seksual Pranikah

  Menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan hubungan seksual di luar nikah ini terbagi dalam beberapa faktor, yaitu :1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya; 2. Adanya tekanan dari pacarnya; 3. Adanya kebutuhan badaniah; 4. Rasa penasaran; 5. Pelampiasan Diri (Dianawati, 2009).

  Dianawati (2009) selanjutnya menyatakan alasan seorang remaja melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah 1. Membuktikan bahwa mereka saling mencintai; 2. Takut hubungan akan berakhir; 3. Rasa ingin tahu tentang seks; 4. Kepercayaan bahwa setiap orang atau banyak orang melakukan hubungan seksual; 5. Hubungan seksual itu menyenangkan; 6. Sama-sama suka (dengan pacar atau pekerja seks komersial);7. Pacar mengatakan bahwa hal itu tidak akan apa-apa.

  Berdasarkan alasan yang sudah diuraikan di atas Dianawati (2009) menyimpulkan secara umum bahwa alasan mengapa individu mau menuruti keinginan pacarnya untuk berhubungan seksual, antara lain sebagai bukti cinta dan sangat mencintai pacar, agar menjadi miliknya sepenuhnya, dorongan seks, ingin mencoba, takut mengecewakan, terbuai rayuan pacar, butuh kasih sayang, terpengaruh budaya atau gaya hidup bebas, terlanjur sayang dengan pacar, dan tidak sadar sepenuhnya. Bersenggama atau melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya, lanjut Dianawati (2009) tidak selalu diawali dengan permintaan lisan tetapi dengan stimulasi atau rangsangan langsung yang merupakan bagian dari perilaku seksual terhadap pasangan. Pasangan yang awalnya menolak pada akhirnya bersedia dan menjadi mau melakukannya karena berada dalam keadaan terangsang. Pada masa pacaran terdapat berbagai perilaku yang ditampilkan oleh para remaja untuk menunjukkan rasa cinta masing-masing, baik dalam tingkah laku yang sangat banyak berkorban dalam hal apapun untuk memenuhi keinginan pasangan mereka dalam perkataan maupun tindakan, termasuk di dalamnya melakukan aktivitas seksual.

  Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Remaja yang sedang dalam tahap perkembangan, pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling terkait, berkesinambungan dan berlangsung secara bertahap; dimana perubahan-perubahan di dalam diri remaja akan diintegrasikan sedemikian rupa, sehingga remaja tersebut dapat berespons dengan baik dalam menghadapi rangsangan-rangsangan dari luar dirinya. Yang paling menonjol dalam tumbuh kembang remaja adalah perubahan fisik, alat reproduksi, kognitif, dan psikososial.

  Pematangan fungsi seksual pada wanita ditandai dengan datangnya menstruasi, penimbunan lemak yang membuat buah dada membesar dan sebagainya.

  Kondisi remaja akibat perkembangan seksual tersebut telah mendorong remaja untuk remaja bila faktor lingkungan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) kurang mau memahami dan mengerti keadaan seksual yang dihadapi remaja, ia akan menjadi manusia yang bersikap tertutup terhadap masalah seksual dan kemungkinan akan melakukan tindakan penyimpangan seksual.

  Perubahan fisik dan psikologis remaja disebabkan oleh adanya perubahan hormonal. Hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang dikontrol oleh susunan saraf pusat, khususnya di hipotalamus. Beberapa jenis hormon pertumbuhan (growth

  

hormone ), hormon gonadotropik, estrogen, progesteron, serta testosterone. Oleh

  karena itu dalam hubungan seks bukan hanya alat kelamin dan daerah erogen (mudah terangsang), yang ikut berperan tetapi juga psikologis dan emosi. Hubungan seksual yang dianggap normal adalah hubungan hetereksual dikaitkan dengan norma, agama, kebudayaan, dan pengetahuan manusia yang harmonis dibarengi dengan rasa cinta.

2.6 Cara-cara yang Biasa Dilakukan Remaja dalam Menyalurkan Dorongan Seksual Pranikah

  Cara-cara yang biasa dilakukan remaja dalam menyalurkan dorongan seksual pranikah yaitu : bergaul dengan lawan jenis, berdandan agar menarik perhatian lawan jenis, berkhayal atau berfantasi tentang seksual, mengobrol tentang seks, menonton film pornografi, melakukan hubungan seks non penitrasi (berpegangan tangan, berpelukan, berciuman pipi/bibir), cara-cara tersebut ada yang sehat dan ada juga yang menimbulkan berbagai resiko secara fisik, psikologis dan sosial (Astuti, 2009).

2.7 Pacaran

  Pacaran atau dating adalah interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang serta saling memberi dan melengkapi pasangannya. Budaya pacaran sudah menjadi kecenderungan pergaulan remaja yang juga mendominasi perilaku seksual remaja saat ini. Pacaran dianggap sebagai jati diri pergaulan dan identitas kedewasaan, meskipun pada kenyataannya banyak aktivitas yang menjurus pada perilaku seks tidak aman. Pacaran biasanya terjadi di awal pubertas. Perubahan hormon dan fisik membuat seseorang mulai tertarik pada lawan jenis. Proses sayang

  • –sayangan dua manusia lawan jenis tersebut merupakan proses mengenal dan

  memahami lawan jenisnya dan belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah. Masing–masing pasangan berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta reaksi–reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa (Narendra, 2008).

  Pacaran merupakan kenangan yang sangat mengesankan bagi remaja pada kehidupannya yang mendatang. Dalam masyarakat kita, pacaran memberikan kesempatan bagi remaja untuk meningkatkan kemampuan sosial dan interpersonal mereka. Pacaran juga mempersiapkan remaja untuk memilih pasangan hidup. Pada beberapa remaja pacaran juga dimanfaatkan untuk melakukan percobaan aktivitas seksual. Pacaran merupakan kelanjutan dari perkenalan dan diteruskan dengan hubungan individu terhadap lawan jenis. Jadi di dalam pacaran ini laki-laki dan belakang watak, sifat, pendidikan, dan lain-lainnya. Pacaran ini melebihi hubungan sekadar teman, atau teman dekat, namun ini adalah teman paling dekat (Saumiman, 2005).

  Pacaran juga seringkali dianggap sebagai pintu masuk hubungan yang lebih dalam lagi, yaitu melakukan berbagai aktivitas perilaku seksual seperti touching,

  

kissing, necking, petting hingga sexual intercourse sebagai wujud kedekatan antara

  dua orang yang sedang jatuh cinta. Susan Sprecher dan Kathlen McKiney dalam buku

  Sexuality (2010) menjelaskan tahap-tahap dalam pacaran : 1.

  First Seeing (Pandangan Pertama) Sebelum terjadinya suatu hubungan di antara dua orang, pada awalnya masing-masing saling menyadari keberadaannya. Kesadaran ini mungkin terjadi beberapa detik, hari, minggu maupun bulan sebelum interaksi secara tatap muka pada pertama kali. Dua orang mungkin saling menyadari dalam waktu yang bersamaan, tetapi dapat juga hanya satu pihak yang menyadari.

  Murstein (2010), menyatakan situasi dimana kesadaran pertama kali terjadi mungkin dapat mempengaruhi bagaimana keberlanjutan suatu hubungan ke tahap

  

first meeting dengan cepat dan mudah, membedakan antara tempat terbuka dan

  tertutup sebagai kondisi dimana suatu hubungan dimulai. Tempat yang tertutup ditandai dengan kehadiran sedikit orang dimana semuanya memiliki kemungkinan untuk berinteraksi.

  Pada tempat yang tertutup, kesadaran dan interaksi di antara anggota terjamin, contoh adalah tempat umum seperti mall, bar. Kesadaran pertama bisa saja terjadi pada tempat terbuka, tetapi pertemuan dengan bertatap muka mungkin tidak terjadi sampai beberapa waktu kemudian. Hal tersebut dikarenakan tempat yang terbuka tidak memiliki interaksi yang terstruktur di antara semua anggota, dimana orang perlu untuk merencanakan bagaimana mereka akan bertemu seseorang yang mereka perhatikan.

  1. First Meeting (Pertemuan Pertama) Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian Berger tentang awal suatu hubungan, orang menggunakan tiga cara untuk bertemu orang lain dalam tempat yang terbuka. Cara pertama adalah memperkenalkan diri mereka, yang diawali dengan observasi, saling berpandangan atau memperhatikan apa adanya. Cara kedua adalah dengan memberikan isyarat non verbal, dan menunggu orang lain untuk memperkenalkan diri.

  2. First Dating (Kencan Pertama) Banyak hal yang dapat menghalangi kencan pertama, seperti malu, cemas akan penolakan, dan norma peran seks tradisional yang menyatakan bahwa perempuan tidak layak untuk memulai suatu hubungan. Tetapi untuk sebagian orang, keinginan yang kuat untuk memulai suatu hubungan dapat mengatasi penghalang yang mereka hadapi. Baik laki-laki maupun perempuan berperan dalam terjadinya kencan pertama, walaupun dalam cara yang berbeda. Namun laki-laki tetap mendominasi sampai pada kencan pertama.

  Di bawah ini merupakan salah satu hasil penelitian kualitatif di salah satu Youth Center Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

  “Pacaran tidak harus selalu berakhir dengan pernikahan, karena sekedar mencari kecocokan atau ketidakcocokan. Tetapi pacaran itu seharusnya lepas dari yang namanya hubungan seksual., jadi sebatas membicarakan masalah, tukar pikiran, jalan bareng, lalu pegangan tangan, membelai rambut. Kalau untuk cium bibir di Indonesia saat ini masih dianggap belum layak, entah besok–besok. Tetapi untuk hubungan seksual aku tetap tidak setuju. Jika sudah yakin menikah maka hubungan seksual justru tidak perlu dilakukan”.

  Informan dalam penelitian tersebut ialah sebanyak 30 orang, dimana semua informan mendefinisikan arti pacaran sebagai dua orang berbeda jenis kelamin saling menyukai, atau berkomitmen, kedekatan dua orang yang dilandasi cinta, dan masa penjajakan mencari pasangan hidup. Menurut informan, hal yang boleh dilakukan pada saat pacaran yaitu mengirim surat, mengobrol, berpegangan tangan, berciuman, dan untuk informan yang aktif seksual ditambah hubungan seksual. Namun tidak semua informan yang sudah aktif seksual menganggap hubungan seksual harus dilakukan pada setiap proses pacaran. Terdapat perbedaan pandangan mengenai konsep pacaran di antara laki–laki dan perempuan. Kutipan di atas merupakan pendapat seorang informan laki–laki yang sudah aktif seksual, namun tetap menganggap bahwa pacaran seharusnya lepas dari hubungan seksual, apalagi jika sudah pasti menikah. Pacaran tidak selalu berakhir dengan pernikahan karena sekedar mencari kecocokan atau ketidakcocokan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Triratnawati (2009), menunjukkan bahwa remaja laki–laki memang cenderung mempunyai perilaku seksual yang agresif, terbuka, gigih, terang–terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Akibatnya, banyak remaja perempuan mendapatkan pengalaman pertama hubungan seksual pranikah dari pacarnya.

  Sabirin (2009) menggambarkan mengenai tahapan pacaran yang meliputi :

  a) Tahap Ketertarikan

  b) Tahap Ketidakpastian

  c) Tahap Komitmen dan Keterikatan

  d) Tahap Keintiman

  Jenis perilaku seksual yang sering dilakukan remaja dalam berpacaran biasanya bertahap mulai dari timbulnya perasaan saling tertarik, lalu diikuti kencan, bercumbu dan akhirnya melakukan hubungan seksual. Pada umumnya perilaku seksual, sebagaimana didefinisikan para pakar, mencakup berciuman (baik cium pipi atau cium bibir), berpegangan tangan dengan lawan jenis; onani atau masturbasi; memegang dan meraba payudara; meraba alat kelamin; oral seks dan anal seks (bercumbu dengan mulut dan anus sebagai media), necking (bercumbu dengan cara menggigit leher pasangan atau lazim dikenal dengan cupang); petting (menggesek– gesek alat kelamin) dan coitus (senggama penuh). Boyke (2010), menyimpulkan bahwa dalam berpacaran tak mungkin dihindarkan terjadinya ciuman (kissing), dengan bagaimanapun caranya kissing merupakan perilaku seksual yang muncul spontan dan merupakan puncak ekspresi rasa sayang secara seksual.

  Nggak

  Perilaku seksual yang banyak dilakukan oleh remaja dapat menimbulkan berbagai dampak, seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut ini:

PERILAKU ASIKNYA NGGAK ASIKNYA

  • Nggak merasa berdosa
  • Nggak ‘greng’
  • Nggak bakal hamil
  • Aman • nggak bakalan hamil
  • Bosan •

  disalurkan

  • Diterima masyarakat
  • diterima masyarakat

  Pegangan tangan

  Nggak seru Ciuman •

  • Malu kalo ketauan
  • Romantis • bisa dinikmati
  • Merasa berdosa
  • bisa nularin penyakit Masturbasi •

  Aman dari kehamilan

  • Merasa bersalah
  • Bisa puas juga
  • Merasa berdosa
  • Aman dari PMS/AIDS
  • Bisa menularkan PMS
  • Kemungkinan hamil kecil
  • Bisa menimbulkan
  • Lecet di alat kelamin
  • Lebih ‘greng’ dibanding ciuman
  • Resiko hamil besar
  • Variasi banyak
  • Resiko tertular PMS
  • Sensasi paling “greng”
  • Resiko dicela
  • masyarakat Sumber : Buklet Perilaku Seksual dan Pacaran Sehat (Abimanyu, 2009).

  Petting

  Bisa puas juga

  (bukan berarti nggak bisa)

  Hubungan seks • Paling “heboh”

  

2.8 Faktor faktor yang Memengaruhi Remaja Pacaran Melakukan

Hubungan Seksual Pranikah

  Menurut seksolog Ronosulistyo dalam Hadi (2008), remaja merupakan kelompok rentan terhadap rangsangan seksual. Pada fase ini, kelompok ini sedang berada dalam suatu masa pancaroba hormon yang berbuntut pada tinggi-tingginya gairah seksual. Faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual pranikah yaitu :

  Nggak hamil

2.8.1 Umur

  Remaja merupakan masa krisis, dimana pada masa itu remaja sedang mencari identitas diri. Dalam hal ini remaja tidak lagi dianggap sebagai anak-anak, tetapi belum juga dianggap sebagai orang dewasa. Pertimbangan baik buruk pada usia remaja sangat tergantung bagaimana peranan orang tua, kelompok sepermainan dan lingkungan sekitarnya. Usia remaja merupakan saat yang menentukan kehidupan mendatang. Gairah dan ketertarikan pada lawan jenis, ketidaktahuan akan sebab akibat. Ditambah informasi yang berkembang pesat, seringkali membuat remaja terjebak pada masalah-masalah yang sebenarnya dapat dihindari.

  Dalam hal ini, awal masa remaja pada wanita tidaklah sama. Pada wanita umur 10-15 tahun di tandai dengan munculnya tanda-tanda seksual sekunder, seperti pembesaran payudara, tumbuhnya bulu, dan bulu ketiak, penimbunan jaringan lemak pada pinggul dan paha, sehingga tampak feminim dan menarik, kemudian datangnya haid. Sebaliknya, pada pria antara 12-16 tahun, dengan di tandai bertambah besarnya penis dan testis, bulu dan bulu ketiak serta suara mulai berat dan mengalami mimpi basah.

  Remaja menengah dan remaja remaja akhir, cenderung lebih memiliki sifat permisif dibandingkan dengan remaja awal, dimana pengaruh orang tua masih cukup besar mempengaruhi sikap mereka, tetapi perilaku seksual pranikah akan mulai terjadi jika seseorang sudah berusia 16 tahun atau seseorang yang mengalami masa pubertas lebih cepat. Selain itu seksolog tersebut juga mengungkapkan adanya suatu kecenderungan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka tingkat perilaku seks pranikah semakin meningkat.

  2.8.2 Agama

  Sekuat-kuatnya mental seseorang remaja agar tidak tergoda dengan pola hidup seks bebas jika remaja terus mengalami godaan dalam kondisi yang bebas dan tidak terkontrol, tentu saja suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam ini akan lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental agamanya atau sistem religius yang tidak kuat dalam diri individu. Clayton dan Bokermier (2009), menemukan bahwa sikap tidak permisif terhadap hubungan seksual pranikah dapat dilihat dari aktifitas keagaaman dan religiusitas.

  2.8.3 Pengalaman Pacaran ( Hubungan Afeksi)

  Individu yang pernah menjalin hubungan afeksi atau berpacaran dari umur yang lebih dini, cenderung permisif terhadap perilaku seks pranikah. Begitu juga dengan halnya dengan individu yang telah banyak berpacaran dengan individu yang berusia sebaya dengannya.

  Staples dan Faturochman (2010), menyebutkan bahwa pengalaman berpacaran dapat menyebabkan seseorang permisif terhadap perilaku seks pranikah.

  Selanjutnya dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa pengalaman pacaran sangat besar pengaruhnya dalam berperilaku hubungan seks pranikah.

  2.8.4 Pengetahuan Seks

  Notoadmodjo (2007), menyatakan pengetahuan merupakan hasil dan tahu, pengetahuan manusia didapatkan melalui pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan merupakan hal yang dominan yang sangat efektif untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menemukan masa percaya diri mapun dorongan sikap dan perilaku setiap hari.

  Berbicara mengenai pengetahuan tentang seks, sampai saat ini remaja cenderung tidak mendapatkan pengetahuan yang cukup mengenai seksualitas.

  Ronosulistyo dalam Hadi (2010), menyatakan bahwa :

  Dorongan seksual, sebagai akibat salah informasi dan kurangnya pengetahuan mental, moral dan etika dapat menyebabkan remaja untuk eksperimen seksual aktif sebelum mereka benar-benar matang. Peer group dan informasi media memainkan peran penting dalam memberikan informasi, yang dapat menyebabkan remaja mengalami hubungan seksual.

  Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa perilaku seksual, timbul sebagai hasil dari kurangnya informasi serta tidak adanya kesiapan mental, moral dan etika.

  Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa pengetahuan mengenai seksual yang salah mampu mendorong remaja untuk aktif bereksperimen seksual sebelum mereka benar

Dokumen yang terkait

Studi Kualitatif Perilaku Seksual Remaja Di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2012

0 64 150

Studi Kualitatif Perilaku Seksual Remaja di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2012

6 140 151

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja - Analisis Tentang Pernikahan Dini di Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2015

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja - Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah Remaja di SMA Negeri 5 Pematangsiantar Tahun 2015

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku - Perilaku Remaja Tentang Penyalahgunaan Narkoba Di Sekolah MAN Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Remaja - Perilaku Berisiko Seksual Remaja Pengamen Jalanan di Kota Medan Tahun 2012

0 0 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja - Studi Kualitatif Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri Di Kota Gunungsitoli Tahun 2013

0 0 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja - Studi Kualitatif Perilaku Seksual Remaja Di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2012

0 0 43

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Studi Kualitatif Perilaku Seksual Remaja Di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2012

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri - Pengaruh Pola Asuh Orangtua Dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di Sma Negeri 2 Dan Man 2 Medan Tahun 2012

0 0 31