Ekonomi Politik Media Sosial dan

Kehidupan Pers Dalam Era Demokrasi Di Indonesia

Oleh :
MHD. HERU TRY H
(1420040010)

Mata Kuliah: Komunikasi Politik

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
0

2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Secara
etimologis, kata Pers (Belanda), atau Press (inggris), atau presse (prancis), berasal dari bahasa
latin, perssare dari kata premere, yang berarti “Tekan” atau “Cetak”, definisi terminologisnya
adalah “media massa cetak” atau “media cetak”. Media massa, menurut Gamle & Gamle adalah

bagian komunikasi antara manusia (human communication), dalam arti, media merupakan
saluran atau sarana untuk memperluas dan memperjauh jangkauan proses penyampaian pesan
antar manusia.
Dalam UU pers no 40 tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar,
suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media

cetak,

media

elektronik

dan

segala

jenis


saluran

yang

tersedia.

(sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Pers_Indonesia).
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden
Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari
kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan
negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya
UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan
kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara,
khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan
antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila

di era Orde Baru. Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa indicator
kedemokrasian di Indonesia. Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik

1

untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya system multi partai
dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi
Pancasila, tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip
dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959. Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (19992004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Kedua, ritasi kekuasaan dilaksanakan dari
mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa. Ketiga, pola rekruitmen politik untuk
pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka. Keempat, sebagian besar hak dasar bisa
terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa penjabaran dalam latar belakang diatas, kiranya penulis memiliki beberapa
permasalahan adapun yaitu:
1. Bagaimanakah peranan Pers dalam Era Demokrasi di Indonesia?

2


BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pers di Indonesia
Sejak pemerintahan penjajahan Belanda menguasai Indonesia, mereka mengetahui
dengan baik pengaruh surat kabar terhadap masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, mereka
memandang perlu membuat undang-undang khusus untuk membendung pengaruh pers Indonesia
karena merupakan momok yang harus diperangi.
1.

Pers di masa pergerakan
Setelah muncul pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yang

dikeluarkan orang Indonesia lebih berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat itu merupakan
“terompet” dari organisasi pergerakan orang Indonesia. Pers menjadi pendorong bangsa
Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa. Contoh harian yang
terbit pada masa pergerakan, antara lain:
a.

Harian Sedio Tomo sebagai kelanjutan harian Budi Utomo terbit di Yogyakarta didirikan


bulan Juni 1920.
b.

Harian Darmo Kondo terbit di Solo dipimpin Sudarya Cokrosisworo.

c.

Harian Utusan Hindia terbit di Surabaya dipimpin HOS Cokroaminoto.

d.

Harian Fadjar Asia terbit di Jakarta dipimpin Haji Agus Salim.

e.

Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di Bandung dipimpin Ir. Soekarno.

f.

Majalah berkala Daulah Rakyat dipimpin Mocb. Hatta dan Sutan Syahrir.


2. Pers di masa penjajahan Jepang
Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan
bersifat pro Jepang. Beberapa harian yang muncul antara lain:
a. Asia Raya di Jakarta
b.

Sinar Baru di Semarang

c.

Suara Asia di Surabaya

d. Tjahaya di Bandung

3

Pers nasional masa pendudukan Jepang mengalami penderitaan dan pengekangan lebih
darizaman Belanda. Namun ada beberapa keuntungan bagi wartawan atau insan pers yang
bekerja pada penerbitan Jepang, antara lain:

a.

Pengalaman karyawan pers Indonesia bertambah. Fasilitas dan alat yang digunakan jauh

b.

lebih banyak daripada pada masa Belanda.
Penggunaan bahasa Indonesia makin sering dan luas. Karena bahasa Belanda berusaha
dihapus oleh Jepang, hal ini yang nantinya membantu bahasa Indonesia digunakan

c.

sebagai bahasa nasional.
Adanya pengajaran bagi rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh
sumber resmi Jepang. Kekejaman dan penderitaan yang dialami pada masa Jepang
memudahkan pemimpin bangsa memberi semangat untuk melawan penjajah.

3.

Pers di masa revolusi fisik

Periode ini antara tahun 1945 sampai 1949 saat itu bangsa Indonesia berjuang

mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali
menduduki sehingga terjadi perang mempertahankan kemerdekaan. Saat itu pers terbagi menjadi
dua golongan yaitu:
a.

Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara Sekutu dan Belanda yang dinamakan

b.

Pers Nica (Belanda).
Pers yang terbit dan diusahakan oleh orang Indonesia atau disebut Pers Republik.
Kedua golongan ini sangat berlawanan. Pers Republik yang disuarakan kaum Republik
berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan
sekutu. Pers Nica berusaha mempengaruhi rakyat agar menerima kembali Belanda.
Contoh koran Republik yang muncul antara lain: harian Merdeka, Sumber,
Pemandangan, Kedaulatan Rakyat, Nasional, dan Pedoman. Pers Nica antara lain: Warta
Indonesia di Jakarta, Persatuan di Bandung, Suluh Rakyat di Semarang, Pelita Rakyat di
Surabaya, dan Mustika di Medan. Pada masa ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)

dan Serikat Pengusaha Surat Kabar (SPS) lahir, kedua organisasi ini mempunyai
kedudukan penting dalam sejarah pers Indonesia.
Untuk menangani pers, pemerintah mcmbentuk Dewan Pers tanggal 17 Maret 1959.

Dewan terdiri dari orang-orang persuratkabaran, cendekiawan, dan pejabat pemerintah, dengan
tugas:
a.

Penggantian undang-undang pers kolonial.
4

b.

Pemberian dasar sosial-ekonomis yang lebih kuat kepada pers Indonesia (artinya fasilitas

kredit dan mungkin juga bantuan pemerintah).
c.

Peningkatan mutu jurnalisme Indonesia.


d.

Pengaturan yang memadai tentang kedudukan sosial dan hukum bagi wartawan Indonesia

(tingkat hidup dan tingkat gaji, perlindungan hukum, etika jurnalistik, dll).
4. Pers di era demokrasi (1949-1959)
Awal pembatasan terhadap kebebasan pers adalah efek samping dari keluhan para
wartawan terhadap pers Belanda dan Cina. Pemerintah mulai mencari cara membatasi penerbitan
karena negara tidak akan membiarkan ideologi “asing” merongrong Undang-Undang Dasar.
Akhirnya pemerintah melakukan pemberdelan pers dengan tindakan yang tidak terbatas pada
pers asing saja.
5.

Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin
Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945,

tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat
kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang Jakarta.
Hal ini tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi dalam menyambut HUT
Proklamasi Kemerdckaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan individu disesuaikan dengan

hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan
pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin UUD 1945 harus ada batasnya:
keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa”
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda
Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah,
dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan
pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan
terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith dengan
mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya
mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber
5

wewenang,

karena

sensor

tetap

ketat

dan

dilakukan

secara

sepihak.

Tindakan penekanan terhadap kemerdekaan pers oleh penguasa Orde Lama bertambah dengan
meningkatnya ketegangan dalam pemerintahan. Tindakan penekanan ini merosot ketika
ketegangan dalam pemerintahan menurun. Lebih-lebih setelah percetakan diambil alih
pemerintah dan wartawan wajib untuk berjanji mendukung politik pemerintah, sehingga sangat
sedikit pemerintah melakukan tindakan penekanan kepada pers.
6.

Pers di era demokrasi Pancasila dan Orde lama
Awal masa kepemimpinan pemerintahan Orde Baru bahwa akan membuang jauh-jauh

praktik demokrasi terpimpin dan mengganti demokrasi Pancasila. Pernyataan ini membuat
semua tokoh bangsa Indonesia menyambut dengan antusias sehingga lahirlah istilab pers
Pancasila.
Pemerintah Orde Baru sangat menekankan pentingnya pemahaman tentang pers pancasila.
Dalam rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), pers pancasila adalah pers
Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkab lakunya didasarkan nilai-nilai
pancasila dan UUD’45 Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan
objektif,

penyalur

aspirasi

rakyat

dan

kontrol

sosial

yang

konstruktif.

Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah ketika dipermanis dengan keluarnya UndangUndang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada sensor dan
pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan
pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit. Kemesraan ini hanya
berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak terjadinya “Peristiwa Malari” (Peristiwa
Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti zaman Orde
Lama).
Prof. Oeraar Seno Adji, SH, dalam bukunya Mas Media dan Hukum menggambarkan
kebebasan
a.

pers

di

alam

demokrasi

pancasila

dengan

karakteristik

berikut:

Kemerdekaan pers harus diartikan sebagai kemerdekaan untuk mempunyai dan menyatakan

pendapat dan bukan kemerdekaan untuk memperoleh alat dari expression, seperti dikatakan oleh
negara sosialis.
b. Tidak mengandung lembaga sensor preventif.

6

c.

Kebebasan bukanlah tidak terbatas, tidak mutlak, dan bukan tidak bersyarat sifatnya.

d.

la merupakan suatu kebebasan dalam lingkungan batas tcrtentu, dan syarat-syarat limitatif

dan demokratis, seperti diakui oleh hukum internasional dan ilmu hukum.
e.

Kemerdekaan pers dibimbing oleh rasa tanggung jawab dan membawa kewajiban yang

untuk pers sendiri disalurkan melalui beroepsthiek mereka.
f.

la merupakan kemerdekaan yang disesuaikan dengan tugas pers sebagai kritik adalah negatif

karakternya, melainkan ia positif sifatnya, bila ia menyampaikan wettigeinitiativen dari
pemerintah.
g.

Aspek positif di atas tidak mengandung dan tidak membenarkan suatu konklusi, bahwa

posisinya subordinated terhadap penguasa politik.
h. Adalah suatu kenyataan bahwa aspek positif jarang ditemukan kaum liberatarian sebagai unsur
esensial dalam persoalan mass-communication.
i. Pernyataan bahwa pers tidak subordinated kepada penguasa politik berarti bahwa konsep
authoritarian tidak acceptable bagi pers Indonesia.
j. Konsentrasi perusahaan pers bentukan dari chains yang bisa merupakan ekspresi dari
kapitalisme yang ongebreideld, merupakan suatu hambatan yang deadwerkelijk dan ekonomis
terhadap pelaksanaan ide kemerdekaan pers. Pemulihan suatu bentuk perusahaan, entah dalam
bentuk co-partnership atau co-operative atau dalam bentuk lain yang tidak memungkinkan
timbulnya konsentrasi dari perusahaan pers dalam satu atau beberapa tangan saja, adalah perlu.
k. Kebebasan pers dalam lingkunganbatas limitative dan demokratis, dengan menolak tindakan
preventif adalah lazim dalam negara demokrasi dan karena itu tidak bertentangan dengan ide
pers mereka.
l. Konsentrasi perusahaan yang membahayakan performance dari pers excessive, kebebasan pers
yang dirasakan berlebihan dan seolah memberi hak kepada pers untuk misalnya berbohong (the
right to lie), mengotorkan nama orang (the right to vility), the right to invade . privacy, the right
to distort, dan lainnya dapat dihadapi dengan rasa tanggung jawab dari pers sendiri. la memberi
ilustrasi pers yang bebas dan bertanggung jawab (a free and responsible press).
7. Kebebasan pers di Era Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan
reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama rezim
7

orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia tidak berdaya
karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutah surat izin terbit.
Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal ini
sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat
Indonesia. Akibatnya, awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah,
atau tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Hal
ini disambut gembira dikalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding
dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang
Pokok-Pokok Pers (UUPP).
Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak
asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat
ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan
pelarangan

penyiaran

sebagaimana

tercantum

dalam

pasal

4

ayat

2.

Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak
tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak
menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan dimintai keterangan
pejabat penyidik atau dimintai mnejadi saksi di pengadilan.
Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers nasional
melaksanakan peranan sebagai berikut:
a.
b.

Memenuhi

hak

masyarakat

untuk

mengetahui

dan

mendapatkan

informasi.

Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi

manusia, serta menghormati kebhinekaan.
c.

Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.

d.

Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

kepentingan umum.
e.

Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

B. Peranan Pers Dalam Masyarakat Demokrasi
Demokrasi adalah adanya kesempatan bagi aspirasi dan suara rakyat (individu) dalam
mempengaruhi sebuah keputusan.Dalam Demokrasi juga diperlukan partisipasi rakyat, yang
8

muncul dari kesadaran politik untuk ikut terlibat dan andil dalam sistem pemerintahan.Pada
berbagai aspek kehidupan di negara ini, sejatinya masyarakat memiliki hak untuk ikut serta
dalam menentukan langkah kebijakan suatu Negara.
Pers merupakan pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. pers
sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan check and balance. untuk
dapat melakukan peranannya perlu dijunjung kebebasan pers dalam menyampaikan informasi
publik secara jujur dan berimbang. disamping itu pula untuk menegakkan pilar keempat ini, pers
juga harus bebas dari kapitalisme dan politik. pers yang tidak sekedar mendukung kepentingan
pemilik modal dan melanggengkan kekuasaan politik tanpa mempertimbangkan kepentingan
masyarakat yang lebih besar.
Kemungkinan kebebasan lembaga pers yang terkapitasi oleh kepentingan kapitalisme dan
politik tersebut, mendorong semangat lahirnya citizen journalism. istilah citizen journalism untuk
menjelaskan kegiatan pemrosesan dan penyajian berita oleh warga masyarakat bukan jurnalis
profesional. aktivitas jurnalisme yang dilakukan oleh warga sebagai wujud aspirasi dan
penyampaian pendapat rakyat inilah yang menjadi latar belakang bahwa citizen journalism
sebagai bagian dari pers merupakan sarana untuk mencapai suatu demokrasi.
Wajah demokrasi sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama, demokrasi sebagai realitas
kehidupan sehari-hari, kedua, demokrasi sebagaimana ia dicitrakan oleh media informasi. Di satu
sisi ada citra, di sisi lain ada realitas. Antara keduanya sangat mungkin terjadi pembauran, atau
malah keterputusan hubungan. Ironisnya yang terjadi sekarang justru terputusnya hubungan
antara citra dan realitas demokrasi itu sendiri. Istilah yang tepat digunakan adalah simulakrum
demokrasi, yaitu kondisi yang seolah-olah demokrasi padahal sebagai citra ia telah mengalami
deviasi, distorsi, dan bahkan terputus dari realitas yang sesungguhnya. Distorsi ini biasanya
terjadi melalui citraan-citraan sistematis oleh media massa. Demokrasi bukan lagi realitas yang
sebenarnya, ia adalah kuasa dari pemilik informasi dan penguasa opini publik.
Proses demokratisasi disebuah negara tidak hanya mengandalkan parlemen, tapi juga ada
media massa, yang mana merupakan sarana komunikasi baik pemerintah dengan rakyat, maupun
rakyat dengan rakyat. Keberadaan media massa ini, baik dalam kategori cetak maupun elektronik
memiliki cakupan yang bermacam-macam, baik dalam hal isu maupun daya jangkau sirkulasi
ataupun siaran.

9

Akses informasi melalui media massa ini sejalan dengan asas demokrasi, dimana adanya
tranformasi secara menyeluruh dan terbuka yang mutlak bagi negara yang menganut paham
demokrasi, sehingga ada persebaran informasi yang merata. Namun, pada pelaksanaannya,
banyak faktor yang menghambat proses komunikasi ini, terutama disebabkan oleh keterbatasan
media massa dalam menjangkau lokasi-lokasi pedalaman.
Keberadaan radio komunitas adalah salah satu jawaban dari pencarian solusi akan
permasalahan penyebaran akses dan sarana komunikasi yang menjadi perkerjaan media massa
umum. Pada perkembangannya radio komunitas telah banyak membuktikan peran pentingnya di
tengah persoalan pelik akan akses informasi dan komunikasi juga dalam peran sebagai kontrol
sosial dan menjalankan empat fungsi pers lainnya.
1. Pengertian ( berdasar UU No.40 thn 1999) :
Adalah lembaga social dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan maupun gambar dalam segala jenis media. Dalam arti luas
pers diartikan sebagai semua media baik cetak maupun elektronik (Koran, radio, tv dll) Dalam
arti sempit pers diartikan sebagai media cetak saja (Koran, majjalah dll) Pers merupakan salah
satu perwujudan dari hak kebebasan berbicara , berpendapat yang diatur dalam UUD 45 psl 28.
UU yang mengatur tentang pers adalah :
1. UU No.11 tahun 1966
2. UU No 40 thn 1999
2. Fungsi dan Peranan Pers
Beda fungsi dan peranan : Fungsi lebih mengacu pada kegunaan suatu hal dalam hal ini
adalah kegunaan atau manfaat dari pers itu sendiri. Peranan lebih merujuk kepada bagian atau
lakon yang dimainkan pers dalam masyarakat, dimana pers memainkan peran tertentu dalam
seluruh proses pembentukan budaya manusia
Fungsi :
1. Sebagai media komunikasi, Memberikan informasi kepada masyarakat dalam bentuk berita
2.

Sebagai media pendidikan, Pemberitaan mengandung nilai dan norma tertentu dalam

masyarakat yang baik
3. Sebagai media hiburan, Lebih bersifat sebagai sarana hiburan
10

4. Sebagai lembaga ekonomi, Mendatangkan keuntungan financial
Peranan :
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
2. Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hokum, dan
HAM, serta menghormati kebhinekaan
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar
4. Melakukan pengawasa, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran
3. Pers Yang Bebas dan bertanggungjawab
Kebebasan pers memiliki hubungan yang erat dengan fungsi pers dalam masyarakat
demokratis. Pers adalah salah satu kekuatan demokrasi terutama kekuatan untuk mengontrol dan
mengendalikan jalannya pemerintahan. Dalam masyarakat demokratis pers berfungsi
menyediakan informasi dan alternative serta evaluasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam
partisipasinya dalam proses penyelenggaraan Negara. Kedaulatan rakyat tidak bias berjalan atau
berfungsi dengan baik jika pers tidak memberikan informasi dan alternative pemecahan masalah
yang dibutuhkan.
Meskipun demikian, pers tidak bias mempergunakan kebebasannya untuk bertindak
seenaknya saja. Bagaimanapun juga, kebebassan manussia tidak bersifat mutlak. Kebebasan
bersifat terbatas karena berhadapan dengan kebebasan yang dimiliki orang lain. Juga dalam
kebebasan pers, pers tidak bias seenaknya memberitakan informasi tertentu, wajib menghormati
hak pribadi orang lain.
Ada 3 kewajiban pers yang harus diperhatikan :
1. Menjunjung tinggi kebenaran
2. Wajib menghormati privacy orang atau subyek tertentu
3. Wajib menjunjung tinggi prinsip bahwa apa yang diwartakan atau diberitakan dapat
dipertanggungjawabkan
Menurut UU No. 40 thn 1999 tanggungjawab pers meliputi :
1. Pers memainkan peran penting dalam masyarakat modern sebagai media informasi
2. Pers wajib memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama
dan rasa kesusilaan masyarakat
11

3. Pers wajib menghormati asas praduga tak bersalah
4. Pers dilarang memuat iklan yang merendahkan martabat suatu agama dan/ atau
melanggar kerukunan hidup antar umat beragama
5. Pers dilarang memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat aditif lainnya
4. Penyalahgunaan kebebasan pers dan Dampak-dampaknya
Menurut UU No.40 thn 1999 pers Indonesia memiliki kebebasan yang luas sesuai tuntutan
pada era reformasi. Beberapa dampak yang mungkin sebagai ekses dari kebebasan pers
misalnya:
1. Berita bohong
2. Berita yang melanggar norma susila dan norma agama
3. Berita kriminalits dan kekerasan fisik
4. Berita, tulisan, atau gambar yang membahayakan keselamatan dan keamanan Negara dan
persatuan bangsa
Untuk memecahkan masalah ini maka Komisi penyiaran Indonesia (KPI) menetapkan
beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam memberitakan peristiwa kejahatan
(kriminalits) terutamna bag media elektronik yaitu :
1. Menyiarkan atau menayangkan gambar pelaku kejahatan melanggar etika dan hokum
2. Penayangan gambar-gambar mengerikan merugikan konsumen
3. Penayangan gambar korban kejahatan harus dengan izin korban

12

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Era demokarasi adalah merupakan era kebebasan bagi pers, untuk saat ini sepertinya semua
berita dapat dipublikasikan dan tanpa adanya beberapa sensor-sensor tertentu bagi para pembaca.
Dan untuk saat ini adalah saatnya era media, social media. Seluruhnya yang dapat dipublikasikan
dan dapat diketahui seluruh pengguna gaged. Menurut UU No.40 thn 1999 pers Indonesia
memiliki kebebasan yang luas sesuai tuntutan pada era reformasi. Beberapa dampak yang
mungkin sebagai ekses dari kebebasan pers misalnya:
1. Berita bohong
2. Berita yang melanggar norma susila dan norma agama
3. Berita kriminalits dan kekerasan fisik
4. Berita, tulisan, atau gambar yang membahayakan keselamatan dan keamanan Negara dan
persatuan bangsa
Untuk memecahkan masalah ini maka Komisi penyiaran Indonesia (KPI) menetapkan
beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam memberitakan peristiwa kejahatan
(kriminalits) terutamna bag media elektronik yaitu :
1. Menyiarkan atau menayangkan gambar pelaku kejahatan melanggar etika dan hokum
2. Penayangan gambar-gambar mengerikan merugikan konsumen
3. Penayangan gambar korban kejahatan harus dengan izin korban

B. Daftar Pustaka
o http://klikbelajar.com/umum/perkembangan-pers-di-indonesia/
o http://akbarsenamangge.blogspot.co.id/2012/04/peranan-pers-dalam-masyarakatdemokrasi.html

o https://tifiacerdikia.wordpress.com/lecture/lecture-1/ilmu-kewarganegaraan/perkembangandemokrasi-di-indonesia/

o https://id.wikipedia.org/wiki/Pers_Indonesia
13