Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (5)

Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
Diajukan untuk memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan
oleh Pak Aries Sandra, S. Pd.:

Disusun oleh Kelompok 2 Kelas XI TKJ 2:
1. Aurora Margaretha Rompas
2. Dadang Muhammad Purwa
3. Fajar Arya Iskandar
4. Kristialdi Rhamdani
5. Muhammad Mardan
6. Muhammad Pinki Adjis
7. Muhammad Rizqi Fadhillah
8. Melian Nur Sepiani
9. Nasywa Hanifa Muthmainah
10. Revi Dermawan
11. Rizkyta Shainy Angeline
12. Yuli Yulianti

Program Keahlian Teknik Komputer Jaringan
Sekolah Menengah Kejuruan Telkom Bandung
Tahun Pelajaran 2016/2017


Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah mengenai
Sistem Hukum dan Peradilan Internasional ini dengan lancar. Penulis sangat
berharap agar isi dari tugas ini dapat berguna bagi para pembacanya. Penulis akui
dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu penulis sangat
berharap agar pembaca berkenan memberikan saran serta kritik agar dalam
penulisan tugas berikutnya dapat lebih disempurnakan.

Bandung, Mei 2017

Penulis

Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan...................................................................................... 4
1. 1.


Latar Belakang Masalah...................................................................4

1. 2.

Rumusan Masalah...........................................................................7

1. 3.

Tujuan Penulisan............................................................................ 7

1. 4.

Teknik Pengumpulan Data.................................................................8

Bab II Landasan Teori................................................................................. 9
2. 1.

Pengertian Hukum Internasional......................................................9


2. 2.

Subjek Hukum Internasional.........................................................13

2. 3.

Asas Hukum Internasional............................................................15

2. 4.

Sumber hukum internasional.......................................................16

2. 5.

Lembaga Peradilan Internasional...................................................21

Bab III Pembahasan.................................................................................. 23
3. 1.

Sengketa Internasional dan Penyebabnya.............................................23


3. 2.

Batas Negara dan Sengketa..............................................................27

3. 3.

Penyelesaian Sengketa Internasional..................................................33

3. 4.

Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Menyelesaikan sengketa....................37

3. 5.

Sikap Sebagai warga negara dalam Menghargai Keputusan......................39

Bab IV Penutup....................................................................................... 43
4. 1.


Kesimpulan................................................................................. 43

4. 2.

Saran......................................................................................... 44

Daftar Pustaka.......................................................................................... 45

Bab I
Pendahuluan

1. 1.

Latar Belakang Masalah
Aturan-aturan yang mampu menjadi pedoman dan garis
batas dalam setiap tindakan sangat dibutuhkan untuk mengatur
kehidupan antar sesama manusia agar tetap berjalan lancar, baik itu
tindakan yang dilakukan oleh individu maupun yang dilakukan
kelompok. Ada banyak jenis aturan yang disepakati dan digunakan
oleh kelompok-kelompok tertentu. Salah satu bentuk aturan

tersebut adalah hukum.
Hukum merupakan suatu bentuk peraturan yang hampir ada
di setiap kelompok kehidupan baik itu dalam kelompok kecil atau
bahkan dalam kelompok besar seperti negara. Hukum dalam suatu
negara dibutuhkan untuk mengatur kehidupan masyaakat dalam
negara itu sendiri. Selain masyarakat dalam ruang lingkup negara,
masyarakat dalam lingkup internasional juga membutuhkan hukum
untuk mengatur dan menjaga hubungan baik antara negara di dunia.
Awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai
perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan
pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini
kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi

struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum
antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa
dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan
hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman
dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan

pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara
anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan
asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara antara:
i. Negara dengan negara
ii. Negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau
subyek hukum bukan negara satu sama lain.
Sebagaimana

hukum

dalam

suatu

negara,

hukum


internasional juga tak bisa lepas dari yang peradilan. Peradilan
yaitu suatu sarana untuk menyelesaikan sengketa antara dua atau
lebih pihak demi mencapai titik keadilan sesuai dengan hukum
yang beralaku. Peradilan internasional merupakan aspek yang
sangat penting dalam menyelesaikan sengketa internasional dan

merupakan acuan pokok bagi masyarakat atau pemerintah suatu
negara untu bertindak dalam ruang internasional.
Hukum internasional mutlak diperlukan dalam rangka
menjamin kelancaran tata pergaulan internasional, menjadi
pedoman dalam menciptakan kerukunan dan kerjasama yang saling
menguntungkan, mengatur masalah-masalah bersama yang penting
dalam hubungan antar subjek-subjek hukum internasional, dan juga
yang terpenting adalah menghindari dan mengatasi sengketa
internasional.
Pada

hakikatnya,

sengketa


internasional

merupakan

sengketa yang terjadi antarnegara. Munculnya sengketa ini
bukanlah sesuatu masalah yang baru, karena sengketa internasional
tersebut sudah sering muncul jauh sebelum lahirnya negara-negara
modern.
Setiap negara memiliki kebutuhan atau kepentingan-kepentingan
yang berbeda satu dengan lainnya. Begitu banyak ragam perbedaan
kepentingan, mulai dari kebutuhan fisik sampai non fisik. Secara
garis besar, kebutuhan-kebutuhan itu meliputi kebutuhan fisiologis,
ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Mereka menganggap bahwa kebutuhan–kebutuhan mereka
tersebut benar-benar sangat vital. Oleh karena itu, untuk

mendapatkannya kadang di antara mereka tidak segan-segan harus
melalui pertentangan atau konflik.
Pengamatan mengenai sistem hukum dan peradilan

internasional dirasa perlu untuk dilakukan karena selaku warga
negara yang tak bisa lepas dari hukum dan peradilan internasional,
penting untuk mengetahui lebih lanjut dan jelas mengenai sistem
hukum dan peradilan internasional, dan berbagai sengketa
internasional beserta penyelesaiannya.

1. 2.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem hukum dan peradilan
internasional?
2. Apa saja lembaga peradilan internasional?
3. Mengapa sengketa internasional dapat timbul dan bagaimana
cara mengatasi sengketa internasional?
4. Bagaimana peran Mahkamah Internasional dalam mengatasi
sengketa internasional?
5. Apa yang dapat dilakukan dalam menghargai keputusan

Mahkamah Internasional?


1. 3.

Tujuan Penulisan
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat
internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan
merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak
dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum

koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum dunia berpangkal pada dasar pikiran lain, dipengaruhi analogi
dengan Hukum Tata Negara (Constitusional Law), hukum dunia
merupakan semacam

negara (federasi) dunia yang

meliputi semua

negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negaranegara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan
suatu tertib hukum subordinasi.
Dengan hal tersebut, tujuan penyusunan makalah mengenai
Sistem Hukum dan Peradilan Internasional adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Mengetahui sistem hukum dan peradilan internasional.
Mengetahui pembagian hukum internasional.
Mengetahui Asas-asas hukum internasional.
Mengetahui Subjek dan Sumber Hukum Internasional
Mengetahui Pengertian dan Lembaga Peradilan
Internasional

1. 4.

Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpuan data makalah ini,
antara lain:
a. Observasi/Pengamatan
b. Studi Kepustakaan
c. Opini

Bab II
Landasan Teori

2. 1.

Pengertian Hukum Internasional
Untuk memahami pengertian hukum internasional, perlu
diketahui beberapa pendapat tokoh sebagai berikut:
a. Hukum internasional sebagai hukum yang timbul dari
kesepakatan masyarakat internasional dan pelaksanaannya
dijamin oleh kekuatan dari luar. (Oppenheimer)
b. Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan
asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas negara antara :
a. Negara dan negara
b. Negara dan subjek hukum lain bukan negara atau
subjek hukum bukan negara satu sama lain.
(Mochtar Kusumaatmadja)
c. Hukum internasional adalah sekumpulan hukum (body of
law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena
itu biasanya ditaati dalam hubungan antar negara. (J.G.
Starke)
d. Hukum internasional adalah sekumpulan hukum yang
sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturanperaturan yang harus ditaati oleh negara-negara. Oleh
karena itu, hukum internasional harus ditaati dalam
hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya.
(Charles Cheny Hyde)
e. Hukum Internasional adalah hukum yang membahas
kebiasaan-kebiasaan (custom) yang diikuti negara pada
zamannya. (Grotius)

f. Hukum Internasional adalah kumpulan ketentuan hukum
yang

berlakunya

dipertahankan

oleh

masyarakat

Internasional. (Sugeng Istanto)
Dapat disimpulkan bahwa, hukum internasional adalah hukum
yang terdiri dari asas-asas harus ditaati, timbul dari kesepakatan
masyarakat internasional untuk mengatur hubungan atau persoalan
berskala internasional dan harus ditaaati setiap negara.
Dalam

sejarah

perkembangannya,

hukum

internasional

bersumber dari hukum Romawi yang disebut ius civile dan ius
gentium. Ius civile adalah hukum yang berlaku atau mengatur
hubungan antar orang Romawi. Ius Gentium adalah hukum yang
berlaku atau mengatur hubungan antara orang Romawi dan orang
asing atau bukan orang Romawi.
Ius civile tidak dipergunakan untuk mengatur hubungan antara
orang Romawi dan bukan orang Romawi, sebab bertentangan
dengan prinsip mereka bahwa orang Romawi menganggap lebih
tinggi derajatnya dengan orang lain. Ius gentium sangat diperlukan
mengingat semakin luasnya jajahan Romawi, sehingga banyak
hubungan dilakukan dengan orang luar. Dari istilah ius gentium ini
kemudian berkembang istilah “ius enter gentes” artinya hukum
yang berlaku antar masyarakat atau hukum antar bangsa. Ius
gentium atau ius enter gentes kemudian diterjemahkan menjadi
volkerrecht dalam bahasa Jerman, droit de gens dalam bahasa

Prancis, dan law of nations (internasional law) dalam bahasa
Inggris.
Pada mulanya, hukum internasional atau hukum antar bangsa
hanya mengatur hubungan antar bangsa atau Negara sebagai subjek
hukum. Namun kemudian berkembang tidak hanya mengatur
hubungan antar Negara, tetapi juga subjek-subjek hukum lainnya,
seperti organisasi internasional, dan gerakan pembebasan nasional.
Bahkan dalam hal-hal tertentu, hukum internasional juga
diberlakukan terhadap individu-individu dalam hubungannya
denga Negara-negara. Hal ini disebabkan oleh :
a. Semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi,
b. Meningkatnya
c.
d.
e.
f.

hubungan

kerja

sama

dan

saling

ketergantungan antarnegara,
Munculnya organisasi-organisasi internasional baru,
Munculnya Negara-negara baru setelah kolonisasi,
Pemisahan anggota Negara-negara serikat,
Akibat runtuhnya pimpinan pusat atau pemerintahan
pusat.

Istilah hukum internasional mencakup dua pengertian,
yakni:
a. Hukum Publik Internasional
Yaitu hukum yang mengatur hubungan antar negara
dalam hubungan internasional.
b. Hukum Perdata Internasional

Yaitu hukum yang mengatur hubungan antar warga
negara suatu negara dengan warga negara lain dalam
hubungan internasional.
Pengertian hukum publik internasional lebih dikenal dengan
istilah

hukum

internasional.

Adapun

pengertian

hukum

internasional meliputi hukum perdata (hukum internasional dalam
arti sempit) dan hukum public internasional (hukum internasional
dalam arti luas). Jadi definisi hukum internasional di atas, yang
dimaksud adalah makna dari hukum publik internasional.
Disamping hukum publik internasioal dan hukum perdata
internasional dan hukum perdata iternasional, juga terdapat
pembagian hukum internasional lainnya, yaitu hukum internasional
umum, hukum internasional regional, dan hukum internasional
khusus.
Hukum internasional umum adalah hukum yang berlaku
umum. Hukum internasinal regional adalah hukum internasional
yang terbatas lingkungan berlakunya atau hukum internasional
yang hanya berlaku pada region (bagian dunia) tertentu. Contoh,
hukum internasional eropa, hukum internasional Amerika Latin,
dan sebagainya. Hukum internasional khusus adalah hukum
internasional yang hanya berlaku pada Negara-negara tertentu dan

terbatas pada suatu region. Contoh, komvensi Eropa mengenai Hak
Asasi Manusia.

2. 2. Subjek Hukum Internasional
Istilah subjek, dapat disebut dengan pelaku atau yang
melakukan. Subjek hukum adalah pihak yang dapat dibebani hak
dan kewajiban untuk diatur oleh hukum. Jadi, yang dimaksud
dengan

subjek

hukum

internasional

adalah

orang

atau

badan/lembaga yang dianggap mampu melakukan perbuatan atau
tindakan hukum yang diatur dalam hukum internasional dan
perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan secara hukum
internasional. Subjek hukum internasional merupakan pihak yang
dapat dibebani hak dan kewajiban serta terlibat dalam hubungan
internasional. Mereka adalah pendukung hak dan kewajiban serta
tunduk pada hukum internasional. Subjek hukum internasional
meliputi :
a. Negara
Negara dianggap sebagai subjek utama hukum internasional.
Pada umumnya, para pelaku dalam hukum internasional adalah
Negara. Namun, dalam perkembangannya tidak hanya Negara
yang dapat melakukan perbuatan atau tindakan dalam
hubungan internasional, subjek-subjek hukum internasional
yang lain pun dapat melakukannya.

b. Organisasi Internasional
Organisasi internasional dapat melakukan hubungan dengan
subjek hukum lain atau Negara. Mereka diatur dan terikat oleh
aturan hukum internasional. Organisasi tersebut misalnya, PBB
dengan badan-badan dibawahnya, OPEC, ASEAN, MEE, dan
sebagainya. Organisasi internasional juga meliputi lembagalembaga internasional non pemerintah atau disebut non
Government Organitations (NGO), seperti kelompok pencinta
lingkungan : Green Peace”, Palang Merah Internasional, dan
sebagainya.
c. Pihak yang bersengketa
Pihak yang bersengketa dalam suatu Negara, dapat menjadi
subjek hukum internasional. Contohnya, PLO.
d. Tahta Suci
Negara Vatikan (Tahta Suci) di Roma Italia dimasukan sebagai
subjek hukum internasional. Pengakuan sebagai subjek hukum
ini terjadi, karena peninggalan sejarah. Paus dianggap sebagai
Kepala Negara Vatikan, sekaligus Kepala Gereja Roma Katolik,
vatikan memiliki pula perwakilan diplomatik de Negara lain.
e. Individu
Individu dalam kasus tertentu dan terbatas, dapat menjadi
subjek hukum internasional. Mereka adalah individu yang
dikualifikasi sebagai pelaku tindak kejahatan kemanusiaan, dan
penjahat perang. Mereka dapat diajukan ke Mahkamah
Arbitrasi Internasional. Termasuk didalamnya, para pembajak
dan bajak laut. Selain individu, hukum internasional sekarang
ini juga mengakui perusahaan yang bersifat transnasional atau

multinasional sebagai subjek hukum internasional. Perusahaan
besar yang memiliki jaringan usaha diseluruh dunia dapat
melakukan hubungan internasional. Contoh, Coca Cola, Mc.
Donald, dan sebagainya.

2. 3. Asas Hukum Internasional
Setiap sistem hukum memiliki asas atau prinsip sebagai
suatu pikiran dasar yang umum sifatnya atau latar belakang dari
peraturan hukum yang muncul. Asas hukum menjadi norma dasar
serta petunjuk arah pembentukan hukum. Asas hukum terdiri dari
dua, yaitu :
a.

b.

Asas Hukum Umum
Yaitu asas yang berhubungan dengan keseluruhan bidang
hukum. Contoh:
1. Asas ratitio in integrum
2. Asas lex posteriore derogate legi priori
3. Asas lex specialis derogate legi generalis
4. Asas lex superior derogate legi inferior.
Asas Hukum Khusus
Yaitu asas yang berlaku dalam lapangan hukum tertentu.
Contoh:
1. Hukum pidana berlaku asas praduga tak bersalah,
asas nebis in idem
2. Hukum perdata berlaku asas pacta sunt servanda,
abus de deroit, asas konsensualisme.

Asas-asas hukum internasional yang dimaksud adalah asas hukum
khusus yang berlaku dalam lapangan hukuminternasional.

2. 4. Sumber hukum internasional
Sumber hukum internasional berarti dasar kekuatan
mengikatnya hukum internasional, metode penciptaan hukum
internasional, atau tempat ditemukannya ketentuan-ketentuan
hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan
konkret. Istilah sumber hukum internasional memiliki makna
materiil dan makna formal.
Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang membahas
materi dasar tentang substansi dari pembuatan hukum itu sendiri
atau prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuan hukum
internasional yang berlaku. Dapat diartikan sebagai dasar kekuatan
mengikatnya hukum internasional. Ada beberapa teori yang
menjelaskan dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.
1. Teori

Hukum

Alam

(Naturalist)

Menurut para penganut ajaran hukum alam, dasar kekuatan
mengikatnya

hukum

internasional

karena

hukum

internasional tersebut merupakan bagian dari hukum yang
lebih tinggi, yaituhukum alam. Ajaran hukum alam telah
berhasil

menimbulkan

keseganan

terhadap

hukum

internasional dan telah meletakkan dasar moral dan etika
yang berharga bagi hukum internasional, juga bagi
perkembangan selanjutnya. Tokoh teori hukum alam adalah
Hugo Grotius. Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum
internasional atas berlakunya hukum alam yang diilhami

oleh akal manusia dan praktik negara serta perjanjian
negara

sebagai

sumber

hukum

internasional.

Atas

pendapatnya tersebut, Hugo Grotius dari Belanda disebut
sebagai Bapak Hukum Internasional.
2. Teori
Menurut

Kedaulatan
aliran

teori

(Positivisme)

kedaulatan,

dasar

kekuatan

mengikatnya hukum internasional atas kehendak negara itu
sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Tokohtokoh dalam teori kedaulatan antara lain Hegel dan George
Jellineck dari Jerman. Berkaitan dengan teori ini, Zorn
berpendapat bahwa hukum internasional itu tidak lain
daripada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar
suatu negara. Hukum internasional bukan sesuatu yang
lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat ke luar
kemauan negara. Teori-teori yang mendasarkan berlakunya
hukum

internasional

pada

kehendak

negara

(teori

voluntaris) mencerminkan dari teori kedaulatan dan aliran
positivisme yang menguasai alam pikiran dunia hukum di
Benua Eropa, terutama Jerman pada abad XIX.
3. Teori Objectivitas
Menurut aliran teori objektivis, dasar kekuatan mengikatnya
hukum internasional adalah suatu norma hukum, bukan
kehendak negara. Pendiri aliran atau teori ini dikenal

dengan nama mazhab Wiena. Ajaran mazhab Wiena
mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaidah
dasar (grundnorm). Tokoh mazhab Wiena adalah Hans
Kelsen (dari Austria) yang dianggap sebagai bapak mazhab
Wiena. Kelsen mengemukakan bahwa asas ”pacta sunt
servanda” sebagai kaidah dasar (grundnorm) hukum
internasional. Pacta sunt servanda adalah prinsip bahwa
perjanjian antarnegara harus dihormati.
Sumber

hukum

formal

dalam

hukum

internasional

ditegaskan dalam Statuta Mahkamah Internasional pasal 38 ayat
(1). Menurut pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional,
sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah
dalam mengadili perkara sebagai berikut.
1. Perjanjian

Internasional

Perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum utama
atau primer dari hukum internasional adalah perjanjian
internasional (treaty) baik berbentuk law making treaty
maupun yang berbentuk treaty contract. Law making treaty
artinya perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan
hukum internasional yang berlaku umum. Adapun treaty
contract artinya perjanjian internasional yang menetapkan
ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan internasional yang
berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan

berlaku khusus bagi pihak-pihak tersebut. Menurut pasal
38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, perjanjian
internasional merupakan sumber utama dari sumbersumber
hukum internasional lainnya. Hal itu dapat dibuktikan
terutama dalam kegiatan-kegiatan internasional dewasa ini
yang sering berpedoman pada perjanjian antara para subjek
hukum internasional yang mempunyai kepentingan sama.
2. Kebiasaan

Internasional

Kebiasaan internasional (international custom) adalah
kebiasaan yang terbukti dalam praktik umum dan diterima
sebagai hukum. Contohnya, penyambutan tamu dari negaranegara lain dan ketentuan yang mengharuskan pemasangan
lampu bagi kapalkapal yang berlayar pada malam hari di
laut bebas untuk menghindari tabrakan.
3. Prinsip

Hukum

Umum

Yang dimaksud prinsip-prinsip hukum umum di sini adalah
prinsip-prinsip hukum yang mendasari sistem hukum
modern, yang meliputi semua prinsip hukum umum dari
semua sistem hukum nasional yang bisa diterapkan pada
hubungan internasional. Dengan adanya prinsip hukum
umum, Mahkamah Internasional diberi keleluasaan untuk
membentuk

dan

menemukan

hukum

baru.

Dengan

demikian, tidak ada alasan bagi Mahkamah Internasional

untuk menyatakan nonliquet atau menolak mengadili karena
tidak adanya hukum yang mengatur persoalan yang
diajukan.
4. Keputusan

Pengadilan

Keputusan pengadilan yang dimaksud sebagai sumber
hukum

internasional

menurut

Piagam

Mahkamah

Internasional pasal 38 ayat (1) sub d adalah pengadilan
dalam arti luas dan meliputi segala macam peradilan
internasional maupun nasional termasuk di dalamnya
mahkamah

dan

komisi

arbitrase.

Mahkamah

yang

dimaksudkan di sini adalah Mahkamah Internasional
Permanen, Mahkamah

Internasional, dan

Mahkamah

Arbitrase Permanen.

2. 5. Lembaga Peradilan Internasional
Lembaga
Internasional
merupakan

peradilan

atau

internasional

Mahkamah

mahkamah

Agung

peradilan

adalah

Mahkamah

Internasional,

tertinggi

di

yang
seluruh

dunia.Lembaga ini bertugas memutuskan kasus hukum atau
perselisihan antar negara dan memberikn pendapat hukum bagi
PBB dan lembaga-lembaganya tentang hukum internasional.

MI adalah organ utama lembaga kehakiman PBB, yang
kedudukan di Den Haag, Belanda. Mahakamah ini mulai berfungsi
sejak tahun 1946 sebagai pengganti MIP. Fungsi utama MI adalah
untuk menjelaskan kasus-kasus persengkataan intersional yang
subjeknya adalah negara. Statuta adalah hukum-hukum yang
terkandung.
MPI adalah Mahkamah Pidana Internasional yang berdiri
permanen berdasarkan traktat multilateral, yang mewujudkan
supremasi hukum internasional yang memastikan bahwa pelaku
kejahatan berat internasional di pidana.
Panel khusus pidana internasional (PKPI) dan Panel spesial
pidana internasional (PSPI) adalah lembaga peradilan internasional
yangberwenang

mengadili

para

tersangka

kejahatan

berat

internasional yang bersifat tidak permanen. Artinya selesai
mengadili, peradilan ini dibubarkan.
Di dalam pelaksanaan peradilan pidana, ada satu istilah
hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan pidana, yaitu
“due process of law” yang dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak.
Secara yuridis-historis, lembaga peradilan internasional
dibentuk setelah perang dunia pertama. Lembaga peradilan

internasional yang dibentuk oleh dan atas nama Liga BangsaBangsa (LBB), antara lain:
1.

Arbitrase Internasional,

2.

International

Court

of

Justice

(Mahkamah

Internasional);
3.

International Military Tribunal Nuremberg;

4.

International Military Tribunal for the Far East di

Tokyo, Jepang.
Sedangkan lembaga peradilan internasional yang dibentuk
oleh PBB antara lain:
1.

Internasional Criminal Tribunal for the Former

Yugoslavia, dibentuk pada tanggal 25 Mei 1993 berkedudukan di
Den Haag, berdasarkan resolusi No. 827;
2.

International Tribunal for Rwanda, dibentuk pada

tanggal 8 Nopember 1994, yang berkedudukan di Arusha,
Tanzania, dengan resolusi No. 995
3.

International Criminal Court of Justice berdasarkan

statuta Roma 1998.

Bab III
Pembahasan
3. 1.

Sengketa Internasional dan Penyebabnya
Sengketa

internasional

(International

despute),

adalah

perselisihan yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara
dengan

individu-individu,

atau

Negara

dengan

lembaga

internasional yang menjadi subyek hukum internasional. Sebabsebab terjadinya Sengketa Internasional antara lain:
1. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam
perjanjian internasional.
2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional
3. Perebutan sumber-sumber ekonomi
4. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan
regional dan internasional.
5. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain.
6. Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
7. Politik luar negeri yang terlalu luwes atau sebaliknya terlalu
kaku. Politik luar negeri suatu bangsa menjadi salah satu
penyebab kemungkinan timbulnya sengketa antarnegara.
Sikap tersinggung atau salah paham merupakan pemicu
utama terjadinya konfl ik. Salah satu contohnya adalah
sikap Inggris yang terlalu luwes (fleksibel) dalam masalah
pengakuan

pemerintahan

Cina.

Pada

akhirnya

mengakibatkan ketersinggungan pihak Amerika Serikat
yang bersikap kaku terhadap Cina.

8. Unsur-unsur moralitas dan kesopanan antarbangsa. Dalam
menjalin kerja sama atau berhubungan dengan bangsa lain,
kesopanan antarbangsa penting untuk diperhatikan dalam
etika pergaulan. Sebab jika kita menyalahi etika bisa saja
timbul konfl ik atau ketegangan. Hal ini pernah terjadi saat
Singapura mengundurkan diri dari perjanjian dengan
Malaysia, meskipun hubungan baik telah lama mereka jalin.
9. Masalah klaim batas negara atau wilayah kekuasaan.
Negara-negara
berpeluang

yang

besar

bertetangga
terjadi

secara

geografis

atau

sengketa

konflik

memperebutkan batas negara. Hal ini dialami antara lain
oleh Indonesia-Malaysia, India-Pakistan, dan Cina-Taiwan.
10. Masalah hukum nasional (aspek yuridis) yang saling
bertentangan. Hukum nasional setiap negara berbeda-beda
bergantung pada kebutuhan dan kondisi masyarakatnya.
Jika

suatu

negara

saling

bekerja

sama

tanpa

mempertimbangkan hukum nasional negara lain, bukan
tidak mungkin konfrontasi bisa terjadi. Hal ini terjadi saat
Malaysia secara yuridis menentang cara-cara pengalihan
daerah Sabah dan Serawak dari kedaulatan Kerajaan Inggris
ke bawah kedaulatan Malaysia.
11. Masalah ekonomi. Faktor ekonomi dalam praktek hubungan
antara negara ternyata sering kali memicu terjadinya konflik
internasional. Kebijakan ekonomi yang kaku dan memihak
adalah penyebab terjadinya konflik. Hal ini dapat terlihat

ketika Amerika Serikat mengembargo minyak bumi hasil
dari Irak yang kemudian menjadikan konflik tegang antara
Amerika Serikat dan Irak.
Untuk penyelesaian dalam sengketa internasional, pertamatama sengketa tersebut akan diselesaikan dengan cara damai. Kalau
tidak berhasil, baru dipakai cara penyelesaian dengan kekerasan
yang berupa perang atau tindakan bersenjata lain yang bukan
perang. Penyelesaian damai dapat ditempuh melalui pengadilan
atau di luar pengadilan. Berdasarkan pembedaan cara tersebut
sengketa internasional dapat dibedakan menjadi:
1.

Sengketa justisiabel adalah sengketa yang dapat

diajukan ke pengadilan atas dasar hukum internasional. Sengketa
justisiabel sering disebut sebagai sengketa hukum, karena sengketa
tersebut timbul dari hukum internasional dan diselesaikan dengan
menerapkan hukum internasional.
2.

Sengketa non-justisiabel adalah sengketa yang

bukan merupakan sasaran penyelesaian pengadilan. Sengketa nonjustisiabel sering dikenal sebagai sengketa politik karena hanya
melibatkan masalah kebijaksanaan atau urusan lain di luar hukum,
sehingga penyelesaian lebih banyak menggunakan pertimbangan
politik. Penyelesaian politik ini ditempuh dengan jalan diplomasi
melalui keahlian diplomasi dari para diplomatnya.

3. 2.

Batas Negara dan Sengketa
Fungsi Mahkamah Internasional adalah menyelesaikan kasuskasus persengketaan internasional yang subjeknya adalah negara.
Pasal 34 Statuta Mahkamah Internasional menyatakan bahwa yang
boleh beracara di Mahkamah Internasional hanyalah subjek hukum
negara (Only States may be parties in cases before the Court).
Dalam hal ini, ada tiga kategori negara, yaitu: negara anggota PBB;
negara bukan anggota PBB yang menjadi anggota Statuta
Mahkamah Internasional; dan negara bukan Statuta Mahkamah
Internasional. Ada

banyak

kasus

yang

telah

diselesaikan

Mahkahmah Internasional seperti berikut:
1.

Indonesia

dengan

Malaysia

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat
pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut
antara

kedua

negara,

masing-masing

negara

ternyata

memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batasbatas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan
Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi
ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun
resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia
karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di
bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan
pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti

status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai
persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun
1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau
tersebut ke dalam peta nasionalnya. Keputusan Mahkamah
Internasional pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan
Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari selasa 17
Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus
sengketa kedaulatan pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia
dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu,
Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1
orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15
merupakan hakim tetap dari Mahkamah Internasional,
sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu
lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena
berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada
pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim),
yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan
tindakan

administratif

secara

nyata

berupa

penerbitan

ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak
terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan
operasi mercusuar sejak 1960-an.
3. Irak
dengan

Kuwait

Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi
Irak setelah perang delapan tahun dengan Iran dalam perang

Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai
pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro
dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni
Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang
ekonomi serta perselisihan atas ladang minyak Rumeyla
sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu
Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain
itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat
warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya
pemerintahan

Turki

Usmani.

Dewan

Keamanan

PBB

mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk
tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari
berbaliknya kekuatan militer negara-negara Arab yang
dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan. Pada
tanggal

27

Februari

1991

pasukan

koalisi

berhasil

membebaskan Kuwait dan presiden Bush menyatakan perang
selesai.
4.

Indonesia dan Timor Leste

Klaim

wilayah

Indonesia,

ternyata

bukan

hanya

dilakukan oleh Malaysia, tetapi juga oleh Timor Leste, negara
yang baru berdiri sejak lepas dari negara kesatuan Republik
Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini
dilakukan oleh sebagian warga Timor Leste tepatnya di

perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah Indonesia,
yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara (RI)
dengan Timor Leste. Permasalahan perbatasan antara RI dan
Timor

Leste

itu

kini

sedang

dalam

rencana

untuk

dikoordinasikan antara pemerintah RI dengan pemerintah
Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian
masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste,
khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan
akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lima titik
tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan
Tubu Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang
dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di
perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste
dengan

Kabupaten

Timor

Tengah

Utara.

Berlarutnya

penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan
penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan.
Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga
dari kedua negara:
1.

Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai

terdalam, dan persoalan pembagian tanah. Semula, pemerintah
Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah
alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur

sungai selalu berubah-ubah. Selain itu, ternak milik warga di
perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal
batas kedua negara. Jika sapi melewati batas sungai terdalam,
warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar
batas negara.
Warga negara yang bermukim di perbatasan harus

2.

rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut
persoalan
5.

batas
Jepang

negara.
dan

Korea

Perebutan kepemilikan pulau Daioyu/Senkakuantara ChinaJepang telah berlangsung sejak tahun 1969. Sengketa ini
diawali ketika ecafe menyatakan bahwa diperairan sekitar
pulau Daioyu/Senkakuterkandung hidrokarbon dalam jumlah
besar. Kemudian pada tahun 1970, Jepang dan Amerika Serikat
menandatangani perjanjian pengembalian Okinawa, termasuk
pulau Daioyu/Senkaku kepada Jepang. Hal inilah yang
kemudian diprotes China, karena China merasa bahwa pulau
tersebut adalah miliknya. Sengketa ini semakin berkembang
pada tahun 1978, ketika Jepang membangun mercusuar di
pulau

Daioyu

untuk

melegitimasi

pulau

tersebut.

Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan
dari perairan Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari
China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang kembali

memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok
kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi China memprotes
tindakan

Jepang

atas

pulau

tersebut.

Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan.
Kedua

negara

telah

mengadakan

pertemuan

untuk

membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun dari
beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada
penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau
tersebut merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka,
akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen
China. Hal inilah yang belum terjawab oleh hukum laut 1982.
Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan
median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling
tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan
antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi
terhadap definisi equidistance line. Alternatif lain juga telah
ditawarkan

untuk

penyelesaian

konflik,

yaitu

melalui

pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement).
Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya akan
menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi
memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan
China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara,
sehingga kedua negara harus selalu menjaga hubungan baik

agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun
sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya
kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa
depan yang cerah bersama Jepang melihat sulitnya dicapai
kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang
harus ditempuh adalah melalui mahkamah internasional.
Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya
akan take all or nothing.

3. 3.

Penyelesaian Sengketa Internasional
Ada dua cara penyelesaian sengketa internasional, yaitu secara
damai dan paksa.
1. Penyelesaian secara damai, meliputi:
a. Arbitrase yaitu penyelesaian sengketa internasional
dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu
atau Arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh
mereka yang bersengketa, namun keputusannya
harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex
aequo et bono).
Prosedur penyelesaiannya, adalah :
Masing-masing Negara yang bersengketa menunjuk
dua arbitrator, satu boleh berasal dari warga
negaranya sendiri. Para arbitrator tersebut memilih
seorang wasit sebagai ketua dari pengadilan
Arbitrase tersebut. Putusan melalui suara terbanyak.

b. Penyelesaian Yudisial adalah penyelesaian sengketa
internasional melalui suatu pengadilan internasional
dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
c. Negosiasi, tidak seformal arbitrase dan Yudisial.
Terlebih

dahulu

komunikasi

agar

dilakukan
negosiasi

konsultasi
dapat

dan

berjalan

semestinya.
d. Good Offices (Jasa Baik) adalah tindakan pihak
ketiga yang membawa ke arah terselenggaranya
negosiasi, tanpa berperan serta dalam diskusi
mengenai substansi atau pokok sengketa yang
bersangkutan. Good offices akan terjadi apabila
pihak ketiga mencoba membujuk para pihak
sengketa untuk melakukan negosiasi sendiri. Good
offices merupakan suatu metode penyelesaian
sengketa internasional yang tidak tercantum dalam
ketentuan pasal 33 Piagam PBB.
e. Mediasi adalah tindakan negara ketiga atau individu
yang tidak berkepentingan dalam suatu sengketa
internasional, yang bertujuan membawa ke arah
negosiasi atau memberi fasilitas ke arah negosiasi
dan sekaligus berperan serta dalam negosiasi pihak
sengketa

tersebut.

Pelaksana

mediasi

disebut

mediator. Mediator dapat dilakukan oleh pemerintah

maupun individu. Mediator lebih berperan aktif
f.

demi tercapainya penyelesaian sengketa.
Konsiliasi. Seperti cara mediasi, penyelesaian
sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan
intervensi

pihak

ketiga.

Pihak

ketiga

yang

melakukan intervensi ini biasanya adalah negara.
Namun, bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh
para pihak. Konsiliasi juga dapat diartikan sebagai
upaya penyelesaian sengketa secara bersahabat
dengan bantuan negara lain atau badan pemeriksa
yang netral atau tidak memihak, atau dengan
bantuan Komite Penasihat.
g. Enquiry atau Penyelidikan adalah suatu proses
penemuan fakta oleh suatu tim penyelidik yang
netral.

Prosedur

menyelesaikan

ini

sengketa

dimaksudkan
yang

timbul

untuk
karena

perbedaan pendapat mengenai fakta, bukan untuk
permasalahan yang bersifat hukum murni. Hal ini
karena fakta yang mendasari suatu sengketa sering
dipermasalahkan.
2. Penyelesaian secara paksa, kekerasan atau perang :
a. Perang dan tindakan bersenjata non perang,
bertujuan untuk menaklukkan Negara lawan dan
membebankan syarat penyelesaian kepada Negara
lawan.

b. Retorsi, adalah pembalasan dendam oleh suatu
Negara terhadap tindakan – tindakan tidak pantas
yang dilakukan Negara lain. Contoh menurunkan
status hubungan diplomatic, atau penarikan diri dari
kesepakatan-kresepakatan fiscal dan bea masuk.
c. Tindakan-tindakan pembalasan, adalah cara
penyelesaian sengketa internasional yang digunakan
suatu Negara untuk mengupayakan memperoleh
ganti rugi dari Negara lain. Adanya pemaksaan
terhadap suatu Negara.
d. Blokade secara damai. Adalah tindakan yang
dilakukan pada waktu damai, tapi merupakan suatu
pembalasan. Misalnya permintaan ganti rugi atas
pelabuhan yang di blockade oleh Negara lain.
e. Intervensi (campur tangan),adalah campur tanagn
terhadap kemerdekaan politik tertentu secara sah
dan

tidak

melanggar

hukum

internasional.

Contohnya :
i. Intervensi kolektif sesuai dengan piagam
PBB.
ii. Intervesi untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan warga negaranya.
iii. Pertahanan diri.
Negara yang menjadi obyek intervensi dipersalahkan
melakukan pelanggaran berat terhadap hukum
internasional.

3. 4.

Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Menyelesaikan

sengketa
Ada dua mekanisme prosedur penyelesaian sengketa internasional
oleh Mahkamah internasional, yaitu:
1. Mekanisme Normal
Penyerahan perjanjian khusus yang berisi identitas para pihak
dan pokok persoalan sengketa.
Pembelaan tertulis, berisi fakta, hukum yang relevan, tambahan
fakta baru, penilakan atas fakta yang disebutkan dan berisi
dokumen pendukung.
Presentasi pembelaan bersifat terbuka dan umum atautertutup
tergantung pihak sengketa.
Keputusan bersifat menyetujui

dan

penolakan.

Kasus

internasional dianggap selesai apa bila : -Para pihak mencapai
kesepakatan -Para pihak menarik diri dari prose persidangan
Mahkamah internasional. -Mahkamah internasional telah
memutus kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dan telah
dilakukan ssuai proses hukum internasional yang berlaku.
2. Mekanisme Khusus :
Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa
Karena Mahkamah Intrnasional dianggap tidak memiliki
yusidiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
Ketidak hadiran salah satu pihak yang bersengketa, biasanya
dilakukan oleh Negara tergugat atau respondent karena
menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.

Keputusan sela, untuk memberikan perlindungan terhadap
subyek persidangan, supaya pihak sengketa tidak melakukan
hal-hal yang mengancah efektivitas persidangan Mahkamah
internasional.
Beracara bersama,

beberapa

pihak

disatukan

untuk

mengadakan sidang bersama karena materi sama terhadap
lawan yang sama.
Intervensi, mahkamah internasional memberikan hak kepada
Negara lain yang tidak terlibat dalam sengketa untuk
melakukan intervensi atas sengketa yangsedang disidangkan
bahwa dengan keputusan Mahkamah internasional ada
kemungkinan Negara tersebut dirugikan

3. 5.
Sikap Sebagai warga negara dalam Menghargai
Keputusan
Seluruh anggota PBB secara otomatis menjadi anggota
Mahkamah Internasional. Oleh karena itu, jika terjadi sengketa
maka sudah menjadi ketentuan bagi negara-negara anggota untuk
menggunakan haknya bila merasa dirugikan oleh negara lain.
Sebaliknya, jika suatu keputusan Mahkamah Internasional telah
diputuskan segala konsekuensinya yanga da harus diterima. Hal itu
mengingat
Internasional

bahwa

apa

merupakan

dimintakan banding.

yang

menjadi

putusan

putusan

terakhir

Mahkamah

walaupun

dapat

Putusan Mahkamah Internasional umumnya bersifat final
dan mengikat para pihak yang bersengketa. Namun, dalam hal-hal
khusus upaya banding terhadap putusan arbitrase kepada
Mahkamah Internasional dimungkinkan. Contohnya adalah dalam
kasus Guined Bissau (1991), mahkamah memberikan beberapa
alasan yang memungkinkan adanya upaya banding terhadap
putusan, yaitu Excess de Pouvoir. Di mana badan arbitrase
memutuskan suatu sengketa melebihi wewenang yang diberikan
pada pihak atau yang tidak diminta para pihak. Para arbiter tidak
mencapai suatu putusan secara mayoritas dan tidak cukupnya
alasanalasan bagi putusan yang dikeluarkan.
Pada dasarnya putusan Mahkamah Internasional adalah
pernyataan majelis hakim Mahkamah Internasional dalam sidang
pengadilan terbuka, berupa ketetapan majelis terhadap masalah
yang disengketakan, berkekuatan hukum tetap dan final, serta
harus diterima oleh para pihak yang bersengketa. Putusan tersebut
haruslah dihargai sebagai upaya mewujudkan keadilan global.
Meskipun ada pihak yang merasa dirugikan, menang atau kalah
bukanlah hal yang utama. Hal yang terpenting adalah semua pihak
belajar untuk lebih tertib dalam menjaga integritas bangsa dan
wilayahnya sekaligus berperan dalam mewujudkan perdamaian
dunia. Contoh penyelesaian sengketa Internasional melalui
Mahkamah Internasional adalah sengketa antara Indonesia dan

Malaysia mengenai kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan. Kedua
negara sama-sama beranggapan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan
adalah wilayahnya. Indonesia menyatakan kedua Pulau tersebut
sebagai wilayahnya berdasarkan bukti-bukti histories, sedangkan
Malaysia juga memiliki bukti-bukti lain yang menyatakan kedua
pulau tersebut sebagai wilayahnya.
Setelah melalui berbagai perundingan bilateral dan tidak
menemukan

kesepakatan,

akhirnya

kedua

negara

sepakat

membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional. Pada tanggal
17 Desember 2002 Mahkamah Internasional memutuskan bahwa
Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan wilayah Malaysia
berdasarkan kenyataan bahwa Malaysia dianggap telah melakukan
kedaulatan yang lebih efektif atas Pulau Sipadan Ligitan.
Terhadap putusan tersebut Indonesia merasa dirugikan.
Akan tetapi, pemerintah Indonesia harus menerima hasil tersebut,
sebagai konsekuensi penyelesaian perkara tersebut melalui
mahkamah internasional. Penyelesaian secara damai dianggap
lebih baik dan bermartabat daripada cara-cara kekerasan. Di
samping itu, hal ini merupakan bentuk penghormatan negara
Indonesia terhadap hukum termasuk hukum internasional.[pi]

Sebagai tuntunan falsafah pancasila, bangsa indonesia
ialah bangsa yang demokratis. Artinya, bangsa yang suka

menghormati pendapat orang lain, menghormati pendapat negara
lain, dan mematuhi aturan –aturan yang telah ditetapkan bersama
secara adil dan bijaksana serta melaksanakan hasil keputusan
dengan penuh tanggung jawab.
Atas

dasar

itulah

negara

indonesia

mendukung

sepenuhnya semua keputusan mahkamah Internasional yang telah
di tetapkan dengan penuh arif, adil dan bijaksana yang berlaku
untuk negara indonesia ataupun yang berlaku untuk negara lain.
Contoh nyata dukungan negara Indonesia terhadap
keputusan Mahkamah Internasional yaitu dapat dilihat dari sikap
dan tindakan bangsa dalam menyelesaikan kasus pulau Sipadan
dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia.
Dengan membawah kasus tersebut ke Mahkamah
Internasional walaupun hasilnya tidak sesuai dengan yang di
harapakan, bangsa Indonesia harus melepaskan 2 pulau tersebut
kepada

malaysia.

Namun,

bangsa

Indonesia

menghormati

keputusan Mahkamah Internasional yang telah mengeluarkan
keputusan tersebut.
Pasca keputusan itu tidak mempengaruhi sikap negara
Indonesia untuk tidak menjalin hubungan kerja sama dengan
Malaysia. Hubungan kerja sama kedua negara tetap berjalan baik.

Bab IV
Penutup

4. 1.

Kesimpulan
Hubungan internasional merupakan aturan-aturan yang telah
diciptakan bersama negara-negara anggota yang melintasi batasbatas negara. Peradilan Internasional dilaksanakan oleh Mahkamah
Internasional yang merupakan salah satu organ perlengkapan PBB.
Sumber

Hukum

Internasional

adalah

sumber-sumber

yang

digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan
masalah-masalah

hubungan

internasional.

Sumber

hukum

internasional dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti materil
dan formal.

Dalam arti materil, adalah sumber hukum internasional yang
membahas dasar berlakunya hukum suatu negara. Sedangkan
sumber hukum formal, adalah sumber dari mana untuk
mendapatkan

atau

menemukan

ketentuan-ketentuan

hukum

internasional. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem
hukum dan peradilan internasional itu sangat diperlukan oleh suatu
negara untuk tetap mempertahankan eksistensi dan kemakmuran
suatu negara.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum
antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa
dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan
hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman
dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan
pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara
anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Dalam kehidupan bernegara sering kali munculnya sengketa
antarnegara, yang dapat mengakibatkan masalah yang sangat besar
sehingga Mahkamah Internasional bertugas untuk mencegah
terjadinya masalah tersebut melalui mekanisme formal dan
mekanisme khusus.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang demokratis senang tiasa
menghormati keputusun Mahkamah Internasional. Walaupun

terkadang

merugikan

mempertimbangkan

bangsa

berbagai

sisi

kita,

namun

bangsa

Indonesia

dengan
dapat

menerimanya.

4. 2.

Saran
Sebagai warga negara Indonesia, sebaiknya kita dapat menghargai
dan ikut mengerti tentang masalah sengketa internasional dengan
cara memenuhi dan mematuhi kewajiban perjanjian internasional.

Daftar Pustaka

http://warnet-mc.blogspot.co.id/2011/10/makalah-sistem-hukum-peradilan_21.html
http://www.zonasiswa.com/2014/11/sumber-hukum-internasional.html
http://mangihot.blogspot.co.id/2016/10/lembaga-peradilan-internasional.html
http://www.ndraweb.com/2016/03/contoh-sengketa-yang-diselesaikan-mahkamahinternasional.html
http://www.zonasiswa.com/2014/11/sengketa-internasional-penyebab.html
http://www.pojokilmu.com/menghargai-putusan-mahkamah-internasional/