Tg. Desain Web. Asal Muasal Negara

SEJARAH ASAL MULA MADURA
Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan di atas pegunungan Tengger, bernama Kerajaan
Medangkamulan. Pada masa itu, diperintah oleh Prabu Gilingwesi yang sangat dihormati dan
disegani rakyatnya. Raja dibantu oleh perdana menteriyang gagah berani dan cerdik bernama
Patih Pranggulang.
Meskipun Kerajaan Medangkamulan adil dan makmur, tetapi agak bersedih hati
karena Putrinya yang cantik jelita yang bernama Putri Raden Ayu Tunjungsekar tidak mau
bersuami. Telah banyak lamaran datang dari para putra mahkota kerajaan-kerajaan tetangga,
namun semua itu ditolak oleh Putri Raden Ayu Tunjungsekar
Pada suat malam Putri Raden Ayu Tunjungsekar tidur amat pulas. Dalam tidurnya ia
bermimpi sedang berjalan-jalan di tengah kebun yang sangat indah. Di kejauhan terdengar
tembang seorang pangeran yang sangat merdu. Ketika ia sedang menikmati keindahan itu,
tiba-tiba bulan purnama muncul di langit yang bersih tanpa awan. Ia sangat terpesona melihat
sinar bulan yang sangat lembut itu.
Bulan itu pun turun. Makain lama makin rendah. Putri Tunjungsekar heran melihat
peristiwa itu setelah dekat, bulan itu masuk ke Putri Tunjngsekar. Pada saat itulah Putri
Tunjungsekar terbangun. Ia terkejut. Ia pun kemudian mencoba untuk mengartikan mimpi itu.
Beberapa bulan setelah mimpi itu Putri Tunjungsekar hamil.Prabu Gilingwersi merasa
terpukul dan amat murka. Ia tidak percaya kalau kehamilan putrinya itu diakibatkan oleh
mimpi. Maka kemudian ia memutuskan untuk menghukum Putri Tunjungsekar.
“ Patih“, kata raja dengan nada sangat marah, “Bawalah Putri Tunjungsekar ke hutan,

dan di sana bunuhlah ia sebagai hukuman atas kesalahannya.” Patih Pranggulang pun
berangkat. Setelah berjalan sehari semalam, sampailah mereka di hutan yang sangat lebat
yang kebetulan dekat dengan laut. Mereka berhenti di tempat tersebut.
“ Ki Patih, “ ujar Tunjungsekar,’ Silakan hukuman mati untukku dilaksanakan. Tetapi ingat,
kalau Ki Patih tidak bisa membunuhku, berarti aku memang tidak bersalah.”
“ Baik, Tuan Putri, “ jawab Ki Patih.
Patih Pranggulang menghunus pedangnya. Dengan cepat ia mengayunkan pedang ke Putri
Tunjungsekar. Akan tetapi, sebelum menyentuh tubuh Putri Tunjungsekar pedang itu jatuh ke
tanah. Ki Patih memungut pedang itu, kemudian berusaha mengayunkan ke leher Putri
Tunjungsekar, tetapi sebelum menyentuh leher sang Putri pedangnya malah terpental jauh.
Ki Patih tidak putus asa. Ia mencoba lagi, tetapi tetap gagal. Kali ini bahkan pedangnya
terpental makin jauh.

“Tuan Putri, kiranya benarlah apa yang Tuan putri katakan. Tuan Putri memang tidak
bersalah”, kata Ki Patih.” Karena itu, sebaiknya Tuan Putri segera pergi meninggalkan
tempat ini. Hamba akan membuat rakit untuk Tuan Putri. Berakitlah melalui laut ini, hamba
yakin nanti Tuan Putri akan menemui daratan. Hamba sendiri tidak akan pulang ke kerajaan
tetapi akan bertapa di sini untuk mendoakan agar Tuan Putri selamat,” tambahnya.

Tunjungsekar pun kemudian menaiki rakit yang telah dibuat Ki Patih. Ketika sampai di

tengah laut pada suatu malam, kebetulan waktu itu bulan sedang purnama, perut
Tunjungsekar terasa sangat sakit. Ketika bulan benar-benar di atas Tunjungsekar lahirlah
seorang bayi laki-laki yang mungil dari perut Tunjungsekar. Bayi itu didekapnya dengan
penuh kasih sayang. Karena lahir di laut, bayi itu diberi nama Raden Sagara. Sagara dalam
bahasa Madura sama dengan segara dalam bahasa Jawa, artinya laut.

Beberapa hari kemudian pada suatu pagi tampaklah di mata Tunjungsekar sebuah pulau. Ia
pun kemudian mendekatinya. Ketika rakit yang dinaikinya sudah menepi di pulau itu,
Tunjngsekar sambil mendekap bayinya turun dari rakit. Tiba- tiba hal aneh terjadi. Ketika
sampai di darat, raden sagara yang baru berumur beberapa hari tiba-tiba melocat ke tanah . Ia
pun kemudian berlari kesana kemari dengan riangnya tubuh raden sagarapun cepat bertambah
besar.
Raden Sagara dan ibunya berjalan terus. Pulau itu sangat sepi, tidak ada manusia lain
kecuali mereka berdua. Mereka kemudian tiba di sebuah tanah yang lapang. Dalam bahasa
Madura tanah lapang disebut ra-ara atau hampir sama dengan ara-ara dalam bahasa Jawa. Di
sudut tanah lapang itu Raden Sagara melihat sebatang pohon. Ia mendekati pohon itu. Di
dahan paling rendah ada sarang lebah yang cukup besar. Ketika Raden Sagara mendekat
lebah-lebah bertebangan menjauh, seolah-olah mempersilahkan Raden Sagara untuk
mengambil madunya. Kemudian Raden Sagara pun dapat menikmati madu bersama ibunya
sepuas-puasnya.

“Karena mereka menemukan madu di tanah lapang yang luas, tempat itu kemudian
diberi nama Madura, yaitu berasal dari kata madu era – ara, artinya madu di tanah yang
lapang. Raden Sagara pun kemudian hidup bersama ibunya, dan kelak kemudian hari ia
menjadi raja memerintah Pulau Madura untuk kali pertamanya.

Pada jaman dahulu, Madura merupakan pulau yang terpecah belah. Yang tampak pada waktu
itu adalah gunung Pajuddan dan gunung Gegger di daerah Bangkalan, tempat kelahiran
Raden Sagarah.
Pada saat itu pula di tanah jawa tepatnya di daerah muara sungai Brantas di Jawa Timur ada
sebuah kerajaan bernama “MEDANG KEMULAN”. Kerajaan Medang Kemulan sangat
aman, tentram, dan damai. Semua warganya melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Ca’ epon reng Madura “ lakona lakone kennengga
kennengge”, demikian prinsip mereka. Rajanya bernama “Sang Hyang Tunggal” adalah
seorang raja yang
arif dan bijaksana. Sang raja dikaruniai seorang putri yang cantik jelita bernama “Bendoro
Gung” (Potre Koneng), sang putri sangat ramah dan sopan santun pada siapa pun.
Pada suatu malam dalam tidurnya, sang putri bermimpi, bertemu dengan seorang pemuda
yang gagah perkasa yang bernama Abiyasa. Karena ketampananya, sang putri terpesona dan
jatuh cinta padanya. Ternyata cinta sang putri tidak bertepuk sebelah tangan, karena sang
pemuda juga menyukai sang putri. Di dalam mimpinya, kedua insan memadu kasih dengan


mesra. Tidak diduga dan sulit dipercaya, karena peristiwa dalam mimpi tersebut, putri
Bendoro Gung benar-benar hamil. Sejak saat itulah sang putri mengasingkan diri.
Perubahan yang dialami sang putri ternyata tidak luput dari perhatian sang prabu. Maka
dipanggilah seorang dayang yang biasa melayani sang putri untuk memanggil putri Bendoro
Gung agar menghadap padanya. Ketika sang putri menghadap betapa terkejutnya sang prabu
melihat perubahan putri kesayangannya. Sang prabu lalu menanyakan apa yang terjadi pada
anak kesayangannya. “Anakku, apa yang terjadi padamu? Wahai anakku?” mendengar tutur
kata ayahnya menangislah putri Bendoro Gung sambil menceritakan peristiwa aneh yang
dialaminya, mulai peristiwa dalam mimpinya sampai kehamilannya.
Mendengar pengakuan putri kesayangannya, maka meledaklah amarah sang prabu. Dengan
nada sangat marah dia berkata “Hai Bendoro Gung, kalau orang masih waras tidak akan
percaya terhadap ceritamu ini! kalau kau benar-benar hamil itu adalah aib yang sangat besar
bagi kerajaan Medang Kemulan”.
Selanjutnya sang prabu memanggil patih Pranggulang. Beliau menceritakan segal kejadian
yang menimpa keluarga kerajaan dan memerintahkan patih Pranggulang untuk
menyingkirkan putri Bendoro Gung. Selanjutnya, patih Pranggulang membawa putri Bendoro
Gung ke hutan belantara.
Patih Pranggulang menghunus pedangnya dan mengayunkan ke leher sang putri. Ketika
ujung pedang hampir mengenai leher sang putri, terjadilah keajaiban. Pedang tersebut jatuh

ke tanah, demikian sampai berulang tiga kali. Patih Pranggulang tidak melanjutkan untuk
membunuh sang putri, tetapi dia memilih tidak kembali ke kerajaan dan membawa sang putri
jauh ke utara. Untuk menghilangkan kecurigaan orang, patih Pranggulang merubah namanya
menjadi Kyai Poleng (poleng artinya kain tenun Madura).
Setelah sekian lama berjalan, sampailah mereka di tepi pantai. Kyai Poleng membuat sebuah
rakit, lalu sang putri di dudukkan di atas rakit dan dihanyutkan ke laut menuju pulau Madu
Oro atau sekarang menjadi pulau Madura. Sebelum berangkat, Kyai Poleng berpesan kapada
sang putri jika ada apa-apa supaya ia menghentakkan kakinya ke tanah, maka Kyai Poleng
akan datang. Selanjutnya rakit berjalan dan terdamparlah di gunung Gegger.
Suatu hari sang putri sakit perut dan merasa akan melahirkan, maka sang putri
menghentakkan kakinya ketanah dan datanglah Kyai Poleng. Dengan dibantu Kyai Poleng,
sang putri melahirkan anak laki-laki yang sangt tampan. Dengan rasa suka cita Putri berkata,
“Sang Hyang Widi, Hamba ucapkan terimakasih atas anugerah yang besar ini. Maka anak ini
hamba beri nama RADEN SAGHARA”. Manusia pertama yang lahir di pulau Madura.
Setelah raden Saghara lahir, dia diasuh oleh ibunya. Dibantu oleh Kyai Poleng, akhirnya
raden Saghara tumbuh menjadi pemuda yang gagah perkasa dan tampan. Pada suatu hari di
kerajaan Medang Kemulan terjadi peperangan antara kerajaan Medang Kemulan dengan
nageri Cina. Yang menyebabkan timbulnya wabah penyakit aneh di kerajaan Medang
Kemulan. Suatu saat sang prabu mendengar kabar bahwa di pulau jawa. Tepatnya di pulau
Madura ada seorang pemuda yang sakti mandra guna, yang dapat melawan tentara Cina dan

dapat menyembuhkan penyakit aneh tersebut. Maka diutuslah seorang patih dari kerajaan
Medang Kemulan untuk mencari pemuda tersebut yaitu raden Sagahara.

Setelah utusan prabu Sang Hyang Tunggal tiba di pulau Madura, ia mencari raden Saghara,
dan bertemulah ia dengan raden Saghara di gunung Gegger. Utusan tersebut menceritakan
segala kejadian yang menimpa kerajaan Medang Kemulan. Ia juga menceritakan bahwa ada
seorang pemuda dari pulau Madura yang dapat membantu kerajaan Medang Kemulan.
Utusan tersebut meminta raden Saghara untuk menolong kerajaan Medang Kemulan.
Mendengar kabar dari utusan tersebut, raden Saghara menceritakan kepada ibunya yakni
Putri Bendoro Gung. Dan meminta ijin untuk pergi menolong kerajaan Medang Kemulan.
Putri Bendoro Gung akhirnya mengijinkan putranya untuk menolong kerajaan Medang
Kemulan, namun putri Bendoro Gung tidak menceritakan pada putranya bahwa ia adalah
putri dari kerajaan Medang Kemulan dan raden Saghara adalah cucu dari prabu Sang Hyang
Tunggal.
Setelah itu maka berangkatlah raden Saghara ke kerajaan Medang Kemulan dengan
membawa senjata yang berupa tombak. Sampai di kerajaan Medang Kemulan, raden Saghara
berperang melawan tentara Cina dengan cara ujung tombaknya dihadapkan pada tentara Cina.
Dari ujung tombak itulah, kemudian keluar penyakit sehingga membuat tentara Cina terkena
penyakit dari ujung tombak raden Saghara. Dan seketika tentara Cina pergi meninggalkan
kerajaan Medang Kemulan, dan penyakit aneh yang menimpa rakyat Medang Kemulan

hilang dengan seketika.
Sang prabu Sang Hyang Tunggal bertemu dengan raden Saghara, dan mengucapkan
terimakasih. Atas rasa terimakasihnya, Ia pun hendak menjodohkan raden Saghara dengan
putrinya (adik Bendoro Gung). Namun raden Saghara meminta ijin untuk pulang ke pulau
Madura, untuk meminta persetujuan dari ibunya. Namun pada saat itu ibu raden Saghara
tidak lagi tinggal di gunung Gegger, akan tetapi ia sudah pindah ke daerah Nepa di Madura.
Setelah bertemu dengan ibunya, raden Saghara menceritakan tentang perjodohan tersebut.
Mendengar hal itu, putri Bendoro Gung sangat terkejut dan ia pun memutuskan untuk
menceritakan tentang hal yang terjadi pada putri Bendoro Gung. Ia pun memberi tahukan
bahwa putri yang hendak dijodohkan dengannya adalah bibinya sendiri, dan prabu Sang
Hyang Tunggal adalah kakeknya sendiri.
Setelah menceritakan hal tersebut putri Bendoro Gung dan raden Saghara menangis dan
berpelukan, serta pada saat itu pula mereka menghilang tanpa jejak. Konon menurut ceritanya
kerajaan yang ada di Nepa merupakan bekas peninggalan dari putri Bendoro Gung dan Raden
Saghara. Serta semua prajuritnya berubah menjadi monyet. Menurut cerita rakyat setempat,
orang-orang yang mempunyai ilmu keimanan yang tinggi, dapat melihat sosok raden Saghara
yang gagah dengan disertai pakaian perang yang dilapisi dengan kilaun emas.

Sebelum abad ke 18, Madura terdiri dari kerajaan-kerajaan yang saling bersaingan, akan
tetapi sering pula bersatu dengan melaksanakan politik perkawinan. Di antaranya kerajaankerajaan tersebut adalah Arosbaya, Blega, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.


Di samping itu kerajaan-kerajaan di Madura berada dibawah supermasi dari kerajaan yang
lebih besar yang kekuasaannya berpusat di Jawa. Antara tahun 1100-1700, kerajaan-kerajaan

itu berada dibawah supermasi kerajaan Hindu di Jawa Timur, kerajaan-kerajaan Islam
dipesisir Demak dan Surabaya serta kerajaan Mataram di Jawa Tengah.

Peda pertengahan abad ke 18, Madura berada di bawah pengarush VOC/Kompeni Belanda.
Setelah Kompeni dibubarkan pada tahun 1879, Madura dengan berangsur-angsur menjadi
bagian dari Kolonial Belanda sampai dengan masa pendudukan Bala Tentara Jepang.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Pulau
Madura berstatus sebagai Karesidenan dalam Provinsi Jawa Timur. Pada akhir tahun 1947,
Madura diduduki kembali oleh Pemerintah Penjajah Belanda. Untuk memperkuat
cengkramannya atas Pulau Madura, seperti halnya terhadap daerah lainnya di Indonesia yang
didudukinya, pada tahun 1948 Pemerintah Penjajah Belanda membentuk Negara Madura.
Status sebagai negara tersebut berlangsung sampai kurun waktu pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949-1950 oleh Belanda.

Dalam Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), Madura merupakan salah satu Negara

Bagian bersama-sama dengan Negara-Negara Bagian lainnya, seperti Republik Indonesia
Yokyakarta, Indonesia Timur, Pasundan, Sumatra Timur, Sumatra Selatan, Jawa Timur,
Kalimantan Barat. Status Madura di dalam wadah RIS hanya berusia pendek, karen pada
tahun 1950 itu juga Rakyat Madura telah membubarkan Parlemen dan Negara Madura, dan
kembali bergabung dengan Republik Indonesia (kesatuan di Yogyakarta).

Semangat Berjuang Melawan Penindasan dan Penjajahan

Sejak jaman dahulu kala, orang-orang Madura memiliki semangat untuk melawan segala
bentuk penindasan dan penjajahan baik yang dilakukan oleh kekuasaan dan kekuatan dari
luar. Hal tersebut dapat kita ketahui baik dari legenda-legenda yang berkembang di kalangan
rakyat Madura maupun buku-buku/tulisan-tulisan dan laporan-laporan penguasa yang pernah
memerintah Pulau Madura.

1. Menurut cerita jaman kuno (± abad pertama Masehi), yang ditulis diatas daun lontar, pada
suatu saat kerajaan Mendangkawulan kedatangan musuh dari negeri Cina. Didalam
peperangan tersebut Mendangkawulan berkali-kali menderita kekalahan, sehingga
kedatangan seorang yang sangat tua dan berkata bahwa di Pulau Madu Oro (Madura)
bertempat tinggal anak muda bernama Raden Segoro (Segoro = laut). Raja dianjurkan minta
bantuan kepada Raden Segoro jika didalam peperangan ingin menang. Raden Segoro

berangkat dengan membawa senjata Si Nengolo dan berperanglah untuk mengusir tentara

Cina. Tentara musuh banyak yang tewas dan kerajaan Mendangkawulan menang dalam
peperangan.

2. Cerita lain tentang kepahlawanan oerang-orang Madura, ialah terjadi sekitar berdirinya
kerajaan Majapahit dalam abad ke 13, orang Maduralah yang membuka hutan Tarikdan
mendapat bauh maja yang pahit, sehingga daerah baru tersebut disebut Majapahit. Tokohtokoh Madura di antaranya ialah Wiraraja, Lembu Sora, Ranggalawe, yang membantu Raden
Wijaya sehingga mencapai punjak keberhasilannya dalam mendirikan kerajaan. Sewaktu
Raden Wijaya dikejar oleh tentara Jayakatwang dan kerajaan Singosari runtuh, ia mengungsi
ke Sumenep minta perlindungan dan bantuan kepada Raden Wiraraja dan sang Adipati
Madura inilah yang menyusun rencana agar Raden Wijaya pewaris tahtakerajaan Singosari
dapat kembali berkuasa. Memang Wiraraja atau yang disebut Banyak Wide adalah aktor
intelektualitas yang memenangkan perang terhadap tentara Tartar yang dikirim oleh Kubelai
Khan untuk menaklukkan kerajaan Jawa.

Tentara Tartar mengalahkan kerajaan Jayakatwang Kediri,tetapi tentara Tartar ini pula
dihancurkan oleh Raden Wijaya dengan bantuan orang-orang Madura yang bersemangat
tinggi dalam berperang untuk mengusir musuh.


3. Peristiwa lain terjadi disekitar abad ke 15, ketika Dempo Awang (Sam Poo Tualang)
seorang Panglima Perang dari Negeri Cina nenunjukkan kekuasaannya kepada raja-raja di
Jawa dan Madura, agar mereka tundek kepadanya. Didalam peperangan itu, Jokotole dari
Madura melawan Dempo Awang yang menaiki kapal layar yang dapat berlayar di laut, diatas
gunung diantara bumi dan langit. Demikian menurut cerita legenda. Didalam peperangan itu
Jokotole mengendarai Kuda Terbang, pada suatu saat setelah ia mendengar suara dari
pamannya (Adirasa), yang berkata "pukul", maka Jokotole menahan kekang kudanya dengan
keras dan ia menoleh sambil memukul cemeti (cambuknya) mengenai musuhnya sehingga
hancur luluh jatuh berantakan.

Menurut kepercayaan orang bahwa kapal Dampo Awang tersebut hancur luluh ketanah tepat
di atas Bancaran (artinya, bâncarlaan), Bangkalan. Sementara Piring Dampo Awang jatuh di
Ujung Piring yang sekarang menjadi nama desa di Kecamatan Kota Bangkalan. Sedangkan
jangkarnya jatuh di Desa/Kecamatan Socah. Dan menurut cerita bahwa Sam Poo Tualang
tersebut adalah seorang Laksamana Cina yang bernama Cheng Hoo.

4. Sewaktu Sultan Agung memimpin Mataram, Ia menjalankan politik pemerintahan untuk
mempersatukan Jawa dan Madura, bahkan ingin mempersatukan seluruh kepulauan
Nusantara, agar Kompeni sukar melebarkan sayapnya. Karena itu Sultan Agung kadangkadang menjalankan politik kekerasan. Dalam tahun 1614 Surabaya ditaklukkakn, demikian
pula Pasuruan dan Tuban. Akhirnya dalam tahun 1624, Madura mendapat giliran. Pendekatan
yang kurang bijaksana menimbulkan peperangan yang dahsyat. Tentara Madura yang

berjumlah 2.000 orang melawan pasukan Mataram yang berjumlah 50.000 orang. Perjuangan
Rakyat Madura menunjukkan keberanian yang luar biasa, baik pria maupun wanita maju ke
garis depan.

Sebanyak 6.000 orang tentara Mataram dapat ditewaskan, tetapi Sultan Agung tidak putus
asa, yang gugur segera diganti. Akhirnya Madura dapat ditaklukkan. Satu-satunya keturunan
raja Madura yang masih hidup adalah Raden Praseno yang masih belum dewasa. Ia dibawa
ke Mataram oleh Sultan Agung dan setelh dewasa dikawinkan dengan salah seorang putri
adik Raja Mataram.

Dalam jaman Sultan Agung, Mataram ditakuti oleh Kompeni Belanda, tetapi setelah
Amangkurat I berkuasa, Kompeni menjalankan politik pecah belah dan Amangkurat I tidak
mempunyai kewibawaan.
Pangeran Alit (adiknya sendiri) dicurigai dan diperintahkan untuk ditangkap dan dibunuh.
Raden Maluyo ayah dari Trunojoyo juga menjadi korman. Akhirnya juga Cakraningrat I
(Raden Praseno), penasehat umum kerajaan menjadi korban pembersihan.
Trunojoyo maju ke depan hanya karena terdorong untuk membasmi ketidakadilan,
kemungkaran dan anti penjajahan. Bukan kekuasaan dan kedudukan yang menjadi tujuan
hidup Trunojoyo, dan ini terbukti waktu mahkota kerajaan Majapahit ada ditangan
kekuasaannya. Mahkota ini secara turun-temurun jatuh ketangan raja-raja yang menguasai
Jawa. Trunojoyo tidak pernah menempatkan mahkota Majapahit diatas kepalanya, pun juga
tidak pernah menamakan dirinya sebagai Sesuhunan. Mahkota yang ada ditangannya
dikembalikan kepada Susuhunan, asal saja Susuhunan mau ke Kediri dengan tidak berteman
dengan Belanda (artinya: Amangkurat II diminta untuk memutuskan hubungannya dengan
Belanda).

5. dalam abad ke 18 Kompeni Belanda mengadakan pembatasan-pembatasan serta
penindasan-penindasan yang makin merajalela terhadap kekuasaan raja-raja dan rakyat
Madura, sehingga di Madura Barat telah terjadi suatu perlawanan yang dipimpin oleh
Cakraningrat IV. Tetapi perlawanan tersebut dapat dipatahkan karena Kompeni
mendatangkan bala bantuan dari Batavia. Cakraningrat IV terus menyingkir ke Banjarmasin,
tetapi akhirnya tertangkap pula disana, Cakraningrat IV terus dikirim ke Kaap de Goede
Hoop, dan ia meninggal dunia disana pada tahun 1759.
Orang Madura memberinya nama Pangeran Sidengkap, karena Cakraningrat IV meninggal
dunia di tempat pengasingannya yakni Kaap de Goede Hoop.
6. dalam masa pemerintahan Jepang, sejak tanggal 18 Agustus 1942, kekejaman tentara
Jepang yang menginjak-nginjak nilai dan martabat rakyat Madura, serta
keangkaramurkaannyatelah menimbulkan penderitaan yang membebani rakyat, sehingga ada
tahun 1943 telah berkobar suatu pemberontakandi Desa Prajan, Sampang yang dipimpin
pesantren setempat.

Kemudian ia dan serta pemimpin-pemimpin pesantren lainnya ditangkap dan ditembak mati.
Akhirnya atas campur tangan Panglima Tentara Jepang (Seiko Sisikan) di Jakarta, mereka
yang masih ditahan dibebaskan kembali dan pembantaian lebih lanjut dapat dihentikan.

Dafatar pustaka :
1. Anonim. (2013).sejarah Madura. From
http://kabarmadura07.blogspot.com/2013/01/sejarah-madura.html, 20 Nopember 2014
2. muhrimuhtar. (2012).RADEN SAGARA (ASAL USUL PULAU MADURA). From
http://lokalbahasasastra.blogspot.com/2012/04/raden-sagara-asal-usul-pulaumadura.html, 20 Nopember 2014
3. yahyaislachuddin. (2011).LEGENDA ASAL USUL NAMA MADURA. From
http://islachuddin.blog.com/2011/11/03/legenda-asal-usul-nama-madura/, 20
Nopember 2014