Agama dan Ekonomi islam dan

AGAMA DAN EKONOMI
Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Mata Kuliah Kapita Selekta Agama Jurusan
Perbandingan Agama Semester VII

Disusun oleh:
Siti Maftuhah
1210102019

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2013

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.

Teriring salam dan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
kami kesehatan sehingga masih bisa menikmati segarnya udara sampai saat ini.
Begitupun pada kekasihNya yang senantiasa membagikan ilmunya pada kami semua
sampai kita bisa sampai pada abad peradaban ini, Muhamad SAW.

Kepada kedua orang tua kami juga yang senantiasa memberkati kami dengan doadoa ijabahnya, sehingga kami masih bisa menjadi salah satu generasi penerus
kesuksesan.Dan kepada bapak dosen mata kuliah yang senantiasa memberikan
ilmunya untuk menambah khazanah keilmuan kami.Dan tidak lupa untuk semua
sahabat – sahabat yang selalu medukung kami dan senantiasa berbagi ilmu bersama
untuk menjadi insan cendikia yang bijaksana.Terimakasih.
Tak ada sesuatu pun yang sempurna di dunia ini.Karena itulah pasti masih banyak
kekhilafan yang kami lakukan dalam penulisan makalah ini.Kritik dan saran selalu
kami nantikan agar menjadi pembaikan bagi kami dalam setiap pembelajaran hidup
yang kami jalani.
Alhamdulillah.

Bandung, 2013
Penulis

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB 1

PENDAHULUAN....................................................................................................3

1.1

Latar Belakang.........................................................................................................3

1.2

Rumusan Masalah....................................................................................................4

1.3

Tujuan Penulisan......................................................................................................4

BAB 2

PEMBAHASAN......................................................................................................5


2.1

Ekonomi dalam Konsep Agama...............................................................................5

2.2

Agama dalam Menyikapi Kemiskinan di Indonesia.................................................7

2.3

Agama Sebagai Solusi Masalah Ekonomi..............................................................10

BAB 3

PENUTUP..............................................................................................................13

3.1

Analisis..................................................................................................................13


3.2

Kesimpulan............................................................................................................14

DAFTAR SUMBER...............................................................................................................15

2

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kehidupan masyarakat yang sangat heterogen, terutama pada sudut pandang

strata sosial ekonominya, kadar kehidupan beragamanya, dan juga sejarah khusus
yang dimilikinya. Itu semua menimbulkan gejala superioritas yang intern maupun
ekstern yang dapat membahayakan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan
bermasyarakat, ada dua tingkatan hidup masyarakat, yakni di satu pihak ada
kelompok yang maju, baik dari tingkat pendidikannya maupun ke-modernannya.
Yang paling utama adalah dilihat dari tingkat intensitas keagamaannya. Jika

dibandingkan dengan lain yang umumnya tinggal di daerah pinggiran, kelompok ini
akan semakin terlihat mencolok dan terlihat perbedaannya dengan kelompok
sebelumnya yang memiliki kelebihan dalam berbagai hal.
Kesenjangan antara kelompok yang kaya dan miskin, merupakan sebab yang
paling langsung dari shock masyarakat. Akibatnya arus urbanisasi semakin gencar
dan merupakan satu-satunya pilihan terbaik diantara sedikit pilihan yang bisa diambil.
Hal ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup yang semakin berat, selain itu
juga untuk mengurangi kesenjangan yang ada antara kelompok miskin dan kaya.
Namun kota pun tidak senantiasa menjamin, walaupun dari segi sosial ekonominya,
memang kota sedikit menjanjikan harapan yang lebih cerah bagi masyarakat, namun
ia juga memberikan hal-hal lain kepada manusianya. Hal ini seperti ongkos-ongkos
kebudayaan yang semakin individualis, efek-efek serta arus baru yang lebih negative
seperti demoralisasi.
Selain dari itu, landasan-landasan spiritual yang kurang subur, terutama
ditentukan oleh intensitas mekanisme kehidupan beragama. Hal ini menjadikan
kehidupan beragama mejadi salah satu point khusus dalam menghadapi kehidupan
ekonomi

masyarakat


yang

semakin

kompleks.

Komitmen-komitmen

untuk

membangun peradaban masyarakat semakin dibutuhkan untuk mememlihara dan

3

menjadi pegangan kehidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, bahkan
keagamaannya dengan jiwa moral dan jiwa kemanusiaan yang lebih baik lagi.
1.2

Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep ekonomi dalam ajaran Agama?

b. Bagaimana sikap agama dalam menanggapi kemiskinan di Indonesia?
c. Bagaimana agama berperan sebagai sumber solusii bagi masalah
perekonomian masyarakat?

1.3

Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui konsep ekonomi dalam konteks agama.
b. Untuk mengetahui sikap agama dalam menanggapi kemiskinan di
Indonesia.
c. Untuk mengetahui peran agam sebagai salah satu solusi dalam
menyipakapi permasalahan ekonomi.

4

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1

Ekonomi dalam Konsep Agama
Dalam konteks agama, prinsip ekonomi ini tidak bertentangan satu sama lain,


selagi itu bisa mendatangkan kebaikan bagi masyarakatnya, dan juga memenuhi apa
yang menjadi batas-batas ajaran agama. Dalam islam, perintah untuk mencari nafkah
atau kekayaan tercantum dalam QS. Al Qhashas ayat 77, yang artinya sebagai
berikut:
“Dan hendaklah kamu berusaha di dalam sesuatu yang Alloh mendatangkan
kebahagiaan mu di akhirat, dan janganlah lupa akan nasibmu di dunia, dan
berbuat baiklah sebagaimana Alloh berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di bum!”
Maksud dari ayat ini adalah bahwa dalam ajaran islam, perintah untuk mencari
nafkah

dan

mengumpulkan

harta

sebanyak-banyaknya


itu

tidak

dilarang.

Nmaunsemua itu jga tidak terlepas dari ajaran untuk senantiasa mengingat hal-hal
yang bersifat akhirati ataupun duniawi. Jadi, manusia selain melaksanakan kehidupan
yang bersifat akhirat, juga tidak boleh untuk melupakan urusan keduniawian,
termasuk dalam hal ekonomi. Selain dari itu, dalam islam diajarkan bahwa saat kita
telah memiliki harta berlebih, kita dianjurkan untuk mensucikan harta itu, yakni
dengan cara bersadaqah dengan sesame, sebagai wujud cinta kasih kita pada mereka
yang kekurangan. Ini seperti yang tercantum dalam QS. Attaubah ayat 103,
“Ambillah sebagian dari harta benda mereka sebagai shodaqoh untuk mensucikan
mereka dan untuk membersihkan mereka dengan shodaqoh itu”.
Bahwasannya, dalam kehidupan beragama, manusia harus senantiasa berbuat baik
kepada orang lain. Kebahagiaan dan kesuksesan tidak untuk dirasakan dan dinikmati
sendiri, akan lebih baik jika orang-orang di sekitar kita pun turut merasakanya.
Dalam konteks mencegah kerusakan di bumi, ini dikaitkan dengan hadis yang
berbunyi bahwa “kefakiran dekat dengan kekufuran”. Bahwasannya seringkali terjadi

5

dalam kehidupan sehari-hari kita, banyak orang miskin yang tidak memiliki
sepeserpun harta yang bisa digunakannya untuk memenuhi kebutuhannya, ia akan
melakukan sebuah tindakan yang criminal yang itu bertentangan dengan ajaran
agama yang selalu mengajak kepada kebaikan. Sehingga bagi mereka atau kita yang
memiliki harta berlebih untuk senantiasa meringankan beban mereka yang
kekurangan, demi mencegah hal-hal negative yang bisa terjadi akibat permasalahan
ekonomi.1
Dalam Kristen, aspek kehidupan ekonomi, khususnya protestan difokuskan pada
sebuah teori dari Max Weber tentang etika protestan dan kapitalismenya.
Bahwasannya, weber mencoba untuk melihat dan menganalisis tingkah laku
kehidupan umat kristiani dari aspek etos kerjanya, baik itu Kristen katolik maupun
protestan. Menurut Weber, bahwa konsep etika protestan ini sudah dibawa sejak
reformer Marthin Luther mendengungkan ajarannya. Dalam sejarahnya, bahwa
Weber mencoba untuk mengambil analisis tentang etos kerja protestan ini.
Menurutnya, bahwa konsep etos kerja ini erat hubungannya dengan istilah beruf
(jerman) atau calling (Inggris) yang berarti panggilan. Panggilan di sini maksudnya
adalah bahwa dalam agama protestan, urusan-urusan biasa dari kehidupan sehari-hari
berada dalam pengaruh agama. ‘Panggilan’ bagi seseorang adalah suatu usaha yang

dilakukan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan, dengan cara
perilaku yang bermoral dalam kehidupan sehari-harinya. ‘Panggilan’ merupakan
suatu cara hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan, dengan memenuhi kewajiban
yang telah dibebankan kepada dirinya sesuai dengan kedudukannya di dunia.
‘Panggilan’ adalah konsepsi agama tentang suatu tugas yang telah ditetapkan Tuhan,
suatu tugas hidup, suatu lapangan yang jelas di mana seseorang harus bekerja.2
Selain dari teori yang dikembangkan dari konsep Marthin Luther, Weber juga
mengutip konsep kehidupan dari Calvin. . Bagi Calvin, dunia kehidupan Kristen ada
untuk melayani kemuliaan Tuhan dan hanya ada untuk tujuan itu semata. Aktivitas
1 http://www.dzikirpengobatanqolbu.com/konsep-ekonomi-menurut-al-qur-an/. Diakses pada
tanggal 21 November 2013, pukul 11.26 WIB.
2 Bdk. Ajat Sudrajat, Etika Protestan dan Kapitalisme Barat, Relevansinya dengan Islam Indonesia,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 42.

6

sosial dari orang-orang Kristen di dunia ini adalah in majorem gloriam Dei (semua
demi kemuliaan Tuhan). Ciri ini kemudian dilakukan dalam kerja dalam suatu
panggilan hidup yang dapat melayani kehidupan duniawi dari masyarakatnya.3
Weber menyatakan bahwa berbeda dengan orang-orang Katolik yang melihat
kerja sebagai suatu keharusan demi kelangsungan hidup, maka Calvinisme—
khususnya sekte-sekte Puritan—telah melihat kerja sebagai panggilan. Kerja tidak
sekedar pemenuhan keperluan tetapi sebagai tugas suci. Penyucian kerja berarti
mengingkari sikap hidup keagamaan yang melarikan diri dari dunia. Hal yang paling
penting dari aktivitas-aktivitas itu dilakukan dengan dasar ’kerja dalam panggilan’
untuk melayani kehidupan masyarakat dunia.4
Implikasi dari teori yang diambil dari konsep Calvin ini adalah, pertama, setiap
orang mempunyai suatu kewajiban untuk menganggap dirinya sebagai orang terpilih.
Ia harus menghilangkan semua sifat keragu-raguan karena perasaan dosa. Bagi
Calvin, adanya rasa kurang percaya kepada diri sendiri merupakan akibat dari
keyakinan yang kurang sepenuhnya. Adanya sifat keragu-raguan terhadap kepastian
pemilihan adalah bukti adanya keyakinan yang tidak sempurna. Kedua, kegiatan
duniawi yang sangat intens merupakan sarana yang paling baik dan sesuai untuk
mengembangkan dan mempertahankan pemilihan. Weber berpendapat bahwa karena
kecenderungannya tersebut, maka dapatlah dimengerti mengapa orang-orang Calvinis
dalam menghadapi panggilannya di dunia memperlihatkan sikap hidup yang optimis,
positif, dan aktif.5
2.2

Agama dalam Menyikapi Kemiskinan di Indonesia
Untuk melihat peran atau fungsi agama dalam menghadapi masalah kemiskinan,

tidak bisa dipisahkan dari peran agama dalam seluruh sector kehidupan manusia.
Selain kemiskinan itu sendiri hanya merupakan salah satu bagian dari permasalahan
kemanusiaan dalam kehidupan manusia yang berkaitan erat dengan masalah-masalah
3 Max Weber, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, diterjemahkan oleh Yusup Priyasudiarja,
(Surabaya: Pustaka Promethea, 2000), hlm. 158-159.
4 Ajat Sudrajat, op.cit., hlm. 43.
5 Ibid. hlm. 63-64.

7

lainnya, agama itu sendiri tidak bisa dilihat secara terpisah dari perannya yang
mengatur seluruh gerak aktivitas kehidupan manusia (pemeluknya).
Pada dasarnya, agama berperan sebagai pedoman hidup bagi manusia yang akan
menghantarkannya ke jalan keselamatan, baik di dunia ataupun di akhirat nanti.
Karena itu, agama merupakan suatu sistem yang total, meliputi seluruh sector
kehidupan manusia. Karena itu pula, maka agama akan senatiasa mempertautkan
dirinya dengan semua persoalan kemanusiaan yang dihadapi manusia. Dengan
demikian, setiap tantangan masalah kemanusiaan yang selalu dihadapi manusia,
adalah juga merupakan tantangan bagi agama untuk menghadapinya. Hingga
tantangan tersebut bersifat permanen dan tidak pernah agama untuk tidak terpanggil
dan dituntut aktif dalam menghadapi masalah kemanusiaan yang selalu dihadapi
manusia.
Selanjutnya, peran agama dalam mengahadapi kemiskinan juga dapat dilihat dari
perannya dalam proses pembangunan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang juga berarti menanggulangi masalah kemiskinan. Diantara peran
agama dalam pembangunan, menurut Mukti Ali adalah sebagai factor motivatif,
kreatif, sublimatif dan integrative. Factor motivatif adalah yang mendorong,
mendasari, dan melandasi cita-cita serta amal perbuatan manusia dalam aspek
kehidupannya. Ia merupakan syarat mutlak untuk tiap usaha yang ingin dilakukan
secara bertanggungjawab. Tanpa motivasi yang jelas orang akan bekerja untunguntungan, asal jadi, dan tidak bergairah, serta akan mudah menjadi portunis. Dan
faktr kreatif adalah yang mendorong dan menghasung manusia, bukan hanya untuk
melakukan kerja positif saja. Sedangkan fungsi sublimatif adalah mengkuduskan
segala perbuatan manusia, baik yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat
keduniawian. Dan fungsi integrative yaitu, agama dapat memadukan segenap
kegiatan manusia, baik sebagai individu atau sebagai angota masyarakat dalam
berbagai bidang kehidupan, sehingga terhindar dari bencana kepribadian yang pecah
dan mampu menghadapi tantangan serta resiko kehidupan.6
6 Ahmad Sanusi. Agama di Tengah Kemiskinan. (Jakarta: LOGOS, 1999). Hlm: 47-50.

8

Jumlah penduduk Indonesia dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi saat ini
sangat besar. Pada akhir tahun 2000, jumlah penduduk miskin mencapai 37,3 juta
jiwa atau 19% dari jumlah penduduk. Lalu menurun manjadi 35,1 juta jiwa atau 16%
dari jumlah penduduk di tahun 2005. Namun di tahun 2006, jumlahnya meningkat
lagi menjadi 39,05 juta jiwa, atau 17,8%. Dalam tahun yang sama, masih terdapat
tujuh juta keluarga atau sekitar tiga puluh juta penduduk dalam ketegori nyaris miskin
dan sangat rentan terhadap goncangan keadaan. Presideng Soeharto dalam
wawancara dengan Newsweek yang berjudul “Jangan SebarkanKabar Bohong
Tentang Kami”, mengatakan bahwa dalam menerapkan kebijakan pembangunan, ia
memiliki prinsip dasar yang menekankan stabilitas sosial dan pemerataan hasil-hasil
pencapaian pertumbuhan ekonomi yang secara rata-rata mencapai 7,5% per tahun.
Kebijakan yang dia usung adalah program Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS) yang telah berhasi menekan tingkat pertumbuhan penduduk dari
sekitar 2,5% per tahun, menjadi 1,6% per tahun, dan diharapkan akan mencapai 1%
di awal abad ke-21.7
Dalam pandangan teolog muslim modernis, mereka percaya bahwa masalah yang
dihadapi kaum tertindas dan miskin, yang pada dasarnya masalah tersebut berakar
pada persoalan “karena ada yang salah dari sikap mental, budaya, ataupun teologi
mereka”. Selain dari itu, pemahaman transformatif yang mengatakan bahwa
ketertindasan dan kemiskinan disebabkan oleh adanya sistem dan struktur ekonomi,
politik, dan kultur yang tidak adil dan hanya memberi keuntungan pada sebagian
kecil manusia. Mereka menginginkan penerobosan baru dengan melakukan
transformasi terhadap struktur lewat penciptaan relasi secara fundamental yang baru
dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik, dan kultur. Ini merupakan proses
panjang untuk mewujudkan kehidupan ekonomi yang tidak eksploitatif, politik tanpa
penindasan, kultur tanpa dominasi dan hegemoni serta penghormatan HAM. Keadilan
adalah prinsip fundamental dari pemahaman ini. Pemahaman seperti ini sesuai
dengan apa yang Islam inginkan.
7Asosiasi Teolog Indonesia (ATI). Indonesian Jurnal of Thelogy. Vol.1/No.1/Juli/2013. Hlm: 48-49.

9

Pemahaman transformatif ini berada dan membela golongan masyarakat yang
tertindas dan miskin. Dan juga dengan jelas dan tanpa ragu-ragu al-Quran berdiri
dipihak golongan masyarakat lemah dalam menghadapi para penindas. Al-Quran
menyesalkan, bahkan menegur orang-orang

tidak mau menolong mereka yang

teraniaya. Seakan-akan al-Quran membenci akan adanya kemiskinan dan
ketertindasan, karena al-Quran menginginkan kesamaan dan kesetaraan dalam
kehidupan. Begitu pula dengan Nabi Muhammad yang membenci kemiskinan dan
kelaparan. Ada banyak hadis yang membuktikan kebenaran pernyataan tersebut.
Hadis yang diriwayatkan oleh Nissi berbunyi, “Ya tuhan, aku berlindung kepada-Mu
dari kemiskinan, kekurangan dan kehinaan, dan aku berlindung kepada-Mu dari
keadaan teraniaya dan perilaku aniaya terhadap orang lain”. Dalam hadits ini, hal
yang patut dicermati adalah setelah mereka kaum lemah bebas dari ketertindasan,
mereka tetap memifikirkan kaum yang tertindas yang lain. Dilihat dari mereka yang
telah lepas dari ketertindasan tetap meminta perlindungan dari keadaan penganiayaan
dan keadaan yang menyebabkan mereka sebagai seorang penindas. Dalam ibarat
meminta perlindungan dari sifat “lupa daratan”.8
2.3

Agama Sebagai Solusi Masalah Ekonomi
Dalam islam, beberapa solusi yang diangkat demi menanggulangi masalah

kemiskinan dan juga menciptakan Indonesia menuju peradaban yang lebih baik,
antara lain adalah dengan digencarkannya sistem perekonomian islam dan juga
koperasi demi membantu mayarakat dari kalangan menengah.
Sistem ekonomi syariah ini adalah sebuah sitem ekonomi yang berlandaskan pada
tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta system yang akan membawa umat manusia
pada jalan yang diridhai oleh-Nya. Berkembangnya system ekonomi syariah sekarang
ini bukan untuk menyaingi system ekonomi yang sudah ada, tetapi bagaimana system
ini berfungsi sebagai penutup kekurangan terhadap semua system ekonomi yang telah
ada sebelumnya. System ini didasarkan pada agama Islam, dan karena Islam sebagai
8 http://areabebasberpikir.blogspot.com/2013/05/teologi-islam-dalam-menghadapi-kemiskinan-diIndonesia.html. diakses pada tanggal 21 November 2013, pukul: 10.55.

10

“rahmatan lil alamin” yaitu rahmat bagi semesta alam, ini memiliki makna bahwa
Islam bukan hanya untuk umat Islam saja, tetapi juga untuk seluruh makhluk-Nya
yang ada di muka bumi ini. Islam juga mengajarkan bahwa manusia tidak dibenarkan
untuk bersifat sekuler, yaitu memisahkan antara kegiatan ukhrawi dan dunia, harus
ada keseimbangan (balance) antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat yang
akan datang.
Dalam penerapannya, System ekonomi syariah terdapat tiga landasan, yaitu
Tauhid, Aqidah, dan Syariah. System ekonomi syaiah ini telah berhasil menjadi solusi
untuk permasalahan ketidakadilan yang muncul akibat sistem ekonomi konvensional.
Selain itu, sistem ekonomi syariah juga berperan sebagai solusi jitu pengentasan
kemiskinan. System ini dinilai sangat cocok untuk program pengentasan kemiskinan,
hal ini sangat sesuai dikarenakan masyarakat miskin tidak dipandang sebagai pihak
yang malas, namun sebagai pihak yang tidak mendapatkan akses untuk kehidupan
yang lebih baik. Sistem ekonomi syariah tidak bertujuan mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya, tetapi, bagaimana kehidupan yang lebih baik bisa dicapai
secara bersama, maknanya adalah saling tolong menolong dalam kebaikan antara
yang mempunyai kelebihan harta terhadap yang membutuhkan harta tersebut.9
Dalam Kristen, dalam menghadapi arus globalisasi ekonomi yang terjadi pada
abad 21 ini, terdapat beberapa dampak positif dan negative yang mempengaruhi
keseimbangan kehidupan manusia sekarang ini. Untuk dampak positif yang
ditimbulkan oleh arus globalisasi ekonomi ini, antara lain:

 Gereja, jemaat dan organisasi pelayanan diajak untuk menyejajarkan
manejemen ekonomi dan struktur investasi mereka dengan prinsip ekonomi
AGAPE (yang menekankan bahwa bumi dan semua kehidupan berasal dari
Allah dan adalah milik Allah).

9 http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2013/10/30/ekonomi-syariah-untuk-indonesia-yanglebih-baik-605201.html. diakses pada tanggal 21 November 2013, pukul: 11.36.

11

 Gereja menjadi lebih terpacu untuk terlibat dalam kerjasama antar iman dalma
mencari dan mengupayakan alternatif seperti “ekonomi cukup” sebagai
tantangan bagi ekonomi ketamakan dan persaingan.

 Gereja lebih merasa terpanggil dalam mewujudkan aksinya keluar, melihat
kondisi masyarakat yang terkena dampak dari globalisasi ekonomi tersebut.
Hal ini terbukti dengan adanya deklarasi Accra, yang didalamnya
membicarakan

tentang

globalisasi

ekonomi,

dan

komitmen

untuk

mentransformasi sistem

Sedangkan untuk dampak negative yang ditimbulkan globalisasi adalah:

 Meningkatnya

jumlah

kemiskinan

akibat

maraknya

perdagangan

dan

perekonomian yang tidak adil dikalangan pemerintah dan pengusaha.

 Perilaku konsumtif. Di bidang sosio kultural, globalisasi menghasilkan ragam
media konsumsi baru yang segera menjadi godaan dan tantangan bagi setiap
individu dan masyarakat dewasa ini, seperti budaya global (Global Culture) dan
budaya pop (Pop culture) yang merasuki setiap sudut dunia dan mempengaruhi
setiap orang.

Untuk membendung arus globalisasi yag semakin meluas dalam kehidupan
masyarakat, maka perlu sekali untuk lebih mendalami semangat etis dan paradigma
perubahan yang menjadi tuntutan zaman. Sebagai langkah awal, perlu dilakukan
perubahan kultur yang serba-eksklusif menjadi serba-inklusif. Dalam diri masyarakat
harus ditanamkan rasa saling sesame dan membuang jauh konsepsi agama yang
sempit dan eksklusif yang cenderung membatasi kebajikan sebagai milik “kita” saja,
dan “mereka” tak punya. Mahasiswa sebagai bagian dari komunitas ilmiah dan
komunitas beragama yang akan mewarisi masa depan sudah seharusnya memahami
realitas globalisasi dan permasalahannya serta diperkenalkan dengan solusi-solusi

12

konseptual agar mereka dapat mengambil sikap positif, kritis, realistis, dan
konstruktif terhadap globalisasi itu sendiri.10

10 http://nopry93.blogspot.com/2013/08/dampak-positifnegatif-globalisasi_16.html. diakses pada
tanggal 21 November 2013, pukul 11.35.

13

BAB 3 PENUTUP
3.1

Analisis
Dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompleks dan juga arus globalisasi

ekonomi yang semakin keras, menyebabkan kesenjangan antara mereka yang kaya
dengan yang miskin. Kesenjangan hidup yang dihasilkan dari sistem perekonomian
kapitalisme yang direduksi dari konsep perekonomian di eropa. Indonesia sebagai
sebuah Negara dengan karakter penduduknya yang desawi, dengan sikap
keramahtamahan dan juga gotong royong, saling berbagi terhadap sesame, terkesan
shock dengan perubahan drastic yang sangat menonjol dalam kehidupannya. Sistem
perekonomian yang lebih mengedepankan sistem pasar bebas, akhirnya mampu untuk
menyisihkan sebagian besar penduduk local yang kurang sensitive terhadap
perubahan sistem zaman, dan akhirnya nilai perekonomian di Indonesia dikuasai oleh
warga asing yang turut menumpang mensukseskan usahanya di Negeri yang ramah
tamah ini. Hanya sebagian kecil masyarakat local yang mampu untuk mengimbangi
sistem kehidupan yang kontras itu.
Dalam kehidupan beragama, tingkat dan gelar ekonomi terbagi menjadi berbedabeda. Bahwasannya masyarakat islam lebih dikenal dengan masyarakat miskin dan
menengah, sedangkan strata atas atau kaya diperuntukan bagi golongan kristiani. Ini
tidak memungkiri karena memang islam sudh dari zaman sejarahnya diajari oleh
Nabinya, Muhammad SAW untuk senantiasa hidup prihatin dan sederhana. Namun
walaupun seperti itu, islam juga tidak melarang umatnya untuk mencari rezeki
sebanyak-banyaknya, selagi tidak melanggar ajaran dan batas-batas yang telah
ditentukan agama. Dalam Kristen pun sama, sebenarnya Yesus sendiri sebagai Tuhan
umat Kristiani, bersama ibundanya, Maria, juga mengajarkan untuk hidup sederhana,
bahkan miskin dan menderita. Karena menurut ajaran yang tercantum dalam Alkitab
bahwa Roh Kudus hadir beserta kemiskinan dan penderitaan umatnya. Namun hal itu
berubah saat para reformer mulai gencar menyebarkan doktrinnya untuk senantiasa
bangkit dari keterpurukan dan kegelapan yang melingkupi gereja. Mereka
14

mencetuskan sebuah doktrin etos kerja protestan untuk lebih meningkatkan taraf
hidup umat kristiani, yang saat itu mulai terpinggirkan dari adanya skisma dalam
kehidupan gereja. Karena hal itulah, tidak aneh jika pada masa sekarang ini Kristen
lebih terkenal dengan komunitas borju.
3.2

Kesimpulan
Dalam islam, konsep perekonomian, atau mancari rezeki sebanyak-banyaknya,

tidak dilarang. Namun memiliki batas dan aturan tertentu yang harus ditaati oleh
umatnya. Ini tercantum dalam QS. Al Qhashas ayat 77 yang didalamnya termaktub
bahwa seorang manusia wajib untuk mencari nafkah demi kehidupannya di dunia.
Dari rezeki yang didapatkannya itu, setidaknya manusia akan mampu berbuat baik
dan menolong sesamanya dengan cara yang baik pula. Selain dari itu, dalam
kehidupan manusia pun diajarkan untuk membersihkan segala yang dimilikinya,
seperti halnya harta yang dimiliki. Cara untuk membersihkannya adalah dengan
menshadawahkan sebagian hartanya pada mereka yang kurang mampu. Dalam
Kristen pun sama, walaupun Yesus dan Maria mengajarkan umatnya untuk hidup
dalam kesederhanaan, demi datangnya Roh Kudus dalam kehidupan mereka. Namun
itu tidak menghalangi umatnya untuk senantiasa bekerja keras demi mencukupi
kehidupan hidupnya. Dalam ajaran kasih diajarkan bahwa kegiatan missi yang
sebenarnya adalah mencoba untuk menghadirkan roh kudus dalam setiap ihwal
kehidupan umat, khususnya dalam hal berbagi terhadap sesame mahluk.
Dalam mengentas masalah kemiskinan di Indonesia, ekonomi islam termasuk
salah satu solusi bagi keadaan Indonesia yang lebih baik. Dengan diterapkannya
ekonomi islam yang tidak besifat kapitalis yang dengan bebas menerapkan harga
pasar, sehingga menyebabkan semakin timpangnya kehidupan manusia. Dalam
keadaan Indonesia yang sangat memprihatinkan, dengan tingkat kemiskinan yang
belum teratasi sepenuhnya, agama berperan melalui umatnya untuk turut serta
menangani dan membantu mereka yang masih dalam kekurangan. Selain dari itu,
agama juga memiliki tugas dalam mengentasi hal-hal yang berhubungan dengan umat
manusia sebagai seorang insane sosial yang berkewajiban untuk saling mengerti satu
sama lain, sehingga tercipta sebuah kehidupan yang damai dan saling membantu satu
sama lain dalam menghadapi setiap permasalahan kehidupan yang terjadi.

15

16

DAFTAR SUMBER

Ahmad Sanusi. Agama di Tengah Kemiskinan. (Jakarta: LOGOS, 1999). Hlm: 47-50.

Asosiasi Teolog Indonesia (ATI). Indonesian Jurnal of Thelogy. Vol.1/No.1/Juli/2013.
Hlm: 48-49.

http://areabebasberpikir.blogspot.com/2013/05/teologi-islam-dalam-menghadapikemiskinan-di-Indonesia.html. diakses pada tanggal 21 November 2013, pukul:
10.55.

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2013/10/30/ekonomi-syariah-untukindonesia-yang-lebih-baik-605201.html. diakses pada tanggal 21 November 2013,
pukul: 11.36

http://nopry93.blogspot.com/2013/08/dampak-positifnegatif-globalisasi_16.html.
diakses pada tanggal 21 November 2013, pukul 11.35.

http://www.dzikirpengobatanqolbu.com/konsep-ekonomi-menurut-al-qur-an/. Diakses
pada tanggal 21 November 2013, pukul 11.26 WIB.

Sudrajat, Ajat. 1994. Etika Protestan dan Kapitalisme Barat, Relevansinya dengan
Islam Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Weber, Max. 2000. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, diterjemahkan oleh
Yusup Priyasudiarja. Surabaya: Pustaka Promethea.

17