Perempuan Pemiskinan dan Pembangunan Sum

Khaerul Umam Noer
Ketua PKWG UI

PEREMPUAN, PEMISKINAN,
DAN PEMBANGUNAN
SUMBER DAYA MANUSIA
INDONESIA

the Asian
Century
dan
bonus
demografi
Indonesia

• Asian Development Bank memprediksi
bahwa puncak The Asian Century pada
2045-2050 akan ada tujuh negara
(PRC, India, Indonesia, Jepang, Korea
Selatan, Thailand dan Malaysia)
dengan GDP $15.1T (87% Asia), atau

setara dengan 45% GDP dunia dan
dapat terus tumbuh hingga menguasai
53% GDP dunia.
• Di waktu bersamaan, Indonesia
sedang mengalami apa yang disebut
window of opportunity alias bonus
demograf

• Pertanyaanya, di mana
bonus
Indonesia ketika negara Asia
demografi
lainnya sedang menikmati
Indonesia,
era kejayaannya?

berkah atau
musibah? • Apakah betul bahwa bonus
demograf itu berkah?
Apakah justru musibah?


fokus
utama

• Untuk menjadikan bonus
demograf sebagai “berkah”,
kita harus menengok dua hal
pokok: pendidikan dan
kesehatan reproduksi
• Keduanya memiliki satu kata
kunci penting: AKSES, yang
menjadi pondasi
pembangunan manusia
Indonesia dalam menyongsong
bonus demograf

mengapa
pendidikan
penting?


• Pendidikan adalah salah satu cara
memutus mata rantai kemiskinan
dan pemiskinan bagi perempuan.
• Penyandang buta aksara masih di
dominasi perempuan, dari 7,7
juta, 63% adalah perempuan
(2009)
• Ada dua persoalan utama dalam
pendidikan: politik pendidikan dan
perspektif kultural atas
pendidikan.

Alasan putus sekolah anak usia 7-12 tahun
(Sardjunani 2008)

ALASAN
Tidak punya uang
Tidak suka pergi ke sekolah
Kerja
Menikah (mengurus rumahtangga)

Sekolah jauh dari rumah
Penyandang difabel
Lain-lain

Perempuan
36,24%
3,14%
10,95%
27,78%
2,68%
0,35%
18,86%

Laki-laki
35,31%
3,36%
36,38%
3,55%
2,21%
0,40%

18,79%

• Mainstream utama
politik
pendidikan hanya melalui
pendidikan sekolah
• Akses terhadap pendidikan 
Fasilitas sekolah di semua
jenjang tidak tersebar merata
• Kastanisasi pendidikan:
sekolah mahal!!

• Politik ekonomi rumah
tangga

mengapa
perempuan
keluar dari • Pendidikan hanya untuk
sekolah?
anak laki-laki:

– Tugas laki-laki sebagai
pencari nafkah utama
– Perempuan tidak perlu
pintar
– Kodrat perempuan di
rumah
• Perkawinan anak perempuan

box 1. perkawinan anak:
persoalan kultural yang berdampak struktural

• Perkawinan anak mulanya
adalah persoalan kultural,
namun berdampak
struktural

• Seringkali terjadi karena
kehamilan yang tidak
diinginkan  aborsi yang
tidak aman


• Data BKKBN (2013): 4,8% •
perkawinan pada usia 10-14
tahun, dan 41,9% pada
usia

15-19 tahun.
• SDKI (2012): 6,9 juta anak
perempuan dan 28 ribu
anak laki-laki menikah
sebelum 18 tahun
• Susenas (2012): 1 dari 4

Kelahiran usia remaja
menapai 48/1000
kelahiran
Lebih dari 50% perkawinan
berakhir dengan
perceraian


• Perempuan yang menikah
di atas 18 tahun memiliki
kesempatan 6 kali lebih
banyak untuk

akibat perkawinan anak
 Putus sekolah:
a.
b.

c.

Malu karena sudah
menikah
Anak perempuan hamil
tidak dapat mengikuti
ujian
Aturan di sekolah bahwa
anak yang sudah menikah
tidak dapat melanjutkan

pendidikan

 Tingginya Angka
Kematian Ibu: Risiko
kanker rahim, hepatitis,
HIV, sampai masalah
kematian bayi
 Rentan terhadap
kekerasan fsik dan psikis
 Anak kehilangan
kesempatan untuk

mengapa
kesehatan
reproduksi
penting?

• Setiap orang berhak atas layanan
kesehatan
• Isu kespro muncul pada ICPD 1994

di Kairo  Didefnisikan sebagai
keadaan sehat sejahtera secara
fsik, mental dan sosial yang utuh,
tidak hanya terbebas dari penyakit
atau kecacatan dalam segala hal
yang terkait dengan sistem, fungsi,
serta proses reproduksi.
• Kespro tidak hanya menyangkut soal
kesehatan, namun juga terkait
dengan hukum, agama, sosial, dan
budaya

box 2. AKI yang tak pernah mau turun
• Persoalan AKI adalah bukti
nyata tidak meratanya
layanan kesehatan 
banyak kasus AKI terjadi
karena terlambat mendapat
pertolongan atau ditolong
oleh non tenaga kesehatan

• Tren Angka Kematian Ibu
(AKI) yang terus bertambah
setiap tahunnya. SDKI
(2007) mencatat
307/100.000, meningkat
pada 2015 menjadi
359/100.000 kelahiran
• Tiga faktor utama AKI:
pendarahan (diperparah
oleh anemia), tekanan
darah tinggi (eklamsia), dan

• AKI berkaitan dengan bayi,
khususnya pada persoalan gizi
• Bayi yang lahir prematur,
dengan gizi buruk cenderung
BBLR (berat badan lahir
rendah), dan berujung pada
stunting (balita bertubuh
pendek akibat kekurangan gizi)
 Data Riskesda (2013) 37,2%
atau 8,8 juta balita stunting.
• Balita BBLR dan stunting
berpotensi 3 kali lebih besar
terkena serangan jantung ,
rawan membawa penyakit
degeneratif, dan umur harapan
hidup pendek
• AKI dan AKB merupakan titik
krusial dalam investasi sumber
daya manusia Indonesia

Persoalan dasar AKI

• Komplikasi yang terjadi
sebelum, saat,dan setelah
persalinan
• Kehamilan yang tidak

diinginkan di kalangan
remaja
• Nilai-nilai kultural pernikahan
anak yang menyebabkan
perempuan mengandung
dalam usia yang masih belia, •
• Minimnya pengetahuan ibu
hamil tentang sistem dan
kesehatan reproduksi dan
proses kehamilan  seringkali
berujung pada kematian

akibat aborsi yang tidak
aman


Lemahnya pelaksanaan
kebijakan terkait kesehatan
reproduksi, utamanya di
desa
Masih kuatnya pantangan
maupun pengetahuan lokal
mengenai kehamilan yang
berdampak pada kesehatan
ibu hamil
Aturan kultural yang
membolehkan ibu hamil tua
maupun ibu yang baru
melahirkan untuk
mengerjakan tugas domestik
maupun ekonomi,
Masih kuatnya posisi dukun
beranak di masyarakat
Minimnya pelibatan laki-laki

Tenaga pertolongan persalinan dan usia ibu hamil
Umur
< 20
20-34
35-49

Dokter
umum
1
0,6
1,2

Dokter
spesialis
4,5
10,9
11,6

Perawat/
bidan
52,7
57,6
44,8

Dukun/
lainnya
40,2
28,5
39,9

Keluarga /
lainnya
0,8
1,3
1,6

Tenaga pertolongan persalinan dan tempat tinggal
ibu hamil
Tempat
Dokter
Dokter
Perawat/
Dukun /
Keluarga /
tinggal

umum

spesialis

bidan

lainnya

lainnya

Perkotaan

0,6

16,6

61,8

19,9

0,5

Pedesaan

0,9

4,6

49,7

41,6

1,9

Mengapa
penting
bicara
perkawinan
anak dan
AKI?

• Perkawinan anak dan AKI menegaskan
tiga fakta mendasar: bahwa
perempuan tidak memiliki otoritas
penuh atas diri dan tubuhnya.
• Perkawinan anak dan AKI adalah
faktor di hulu yang seringkali
terabaikan  kebijakannya ada hanya
pelaksanaannya seringkali terbentur
pada persoalan kultural atau
lemahnya implementasi pemerintah
• Perkawinan anak dan AKI mendorong
pemiskinan bagi perempuan

mengurai
pemiskinan
perempuan

• Perkawinan anak mendorong
perempuan untuk keluar dari
sekolah
• Tanpa pendidikan, perempuan
sangat rentan pada persoalan
kekerasan, diskriminasi pasar
kerja, diskriminasi penghasilan,
hingga perdagangan orang
• Tanpa pendidikan, ditambah lagi
dengan kehamilan yang tidak
diinginkan, mata rantai pemiskinan
akan tetap bertahan.

kepentinga
n
perempuan
?

• Persoalan utama ketika bicara
mengenai kepentingan
perempuan kemudian dilokalisir
sebagai hanya untuk perempuan
• Sayangnya kondisi ini terjadi di
semua level
• Gagal paham bahwa persoalan
perempuan tidak hanya
berdampak pada perempuan,
namun juga kemanusiaan secara
umum

rekomenda
si

• Untuk meningkatkan peran perempuan,
maka tidak bisa tidak, pendidikan harus
menjadi basis utama
• Pemerintah harus memastikan bahwa
akses terhadap pendidikan terbuka bagi
setiap orang dan tidak ada lagi anak
perempuan yang keluar dari sekolahnya
• Pemerintah harus mencegah terjadinya
praktik perkawinan anak dengan
membuat regulasi yang mengatur ketat
usia perkawinan dan/atau menjalin kerja
sama dengan organisasi massa
(utamanya berbasis keagamaan),
komunitas, NGO, dan CSO

rekomenda
si

• Akses terhadap kesehatan harus
ditingkatkan. Akses mencakup
ketersediaan fasilitas, sebaran tenaga
medis yang merata, layanan medis dan
obat-obatan.
• Pemerintah juga harus memastikan
bahwa layanan kesehatan bebas dari
diskriminasi
• Pendekatan kultural untuk mengeliminir
berbagai pantangan yang justru
bermanfaat atau justru merugikan
kesehatan ibu hamil. Hal ini penting
terkait dengan bayi yang akan dilahirkan.

catatan
akhir

• Penting untuk memahami bahwa
persoalan kesetaraan gender seringkali
tidak setara dan tidak adil sama sekali
• Bahwa kesetaraan mendorong
perempuan keluar yang akhirnya
menciptakan beban ganda. Yang perlu
dikembangkan adalah menarik laki-laki
masuk.
• Kami percaya, bahwa hanya kesetaraan
harus berjalan beriring dengan akses
keadilan, terutama ketika kita bicara
mengenai pembangunan Indonesia.

Terima kasih…
Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia
www.pkwg.ui.ac.id / pkwg@ui.ac.id /
umam_noer@yahoo.com (privat)