Hubungan Timbal Balik antara Negara dan

Hubungan Timbal Balik antara Negara dan Warga Negara
Gusti Indah Lestari, 1406542855
Judul
: Buku Ajar III Bangsa, Negara, dan Pancasila
Pengarang
: R. Ismala Dewi, Slamet Soemiarno, Agnes Sri Poerbasari, Eko. A. Meinarno
Data Publikasi : Depok, Universitas Indonesia, 2013, Hal. 67-94
Dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan formal maupun di lingkungan informal istilah
Negara dan warga Negara sudah tidak asing lagi. Negara adalah organisasi dari sekelompok
manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu dan sudah memiliki kekuasaan untuk
memerintah (G. Jellinek, 1882). Koerniatmanto seorang ahli ilmu Negara mendefinisikan warga
negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai
kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang
bersifat timbal – balik terhadap negaranya. Apa hubungan timbal balik Negara dan warga
Negara? Apakah ada kaitannya hubungan ini dengan korupsi yang marak terjadi? Pertanyaan ini
akan dibahas lebih mendalam untuk menemukan jawabannya.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Negara Republik Indonesia telah menyatakan
kemerdekaannya sejak tahun 1945. Dengan kemerdekaan itu Negara Indonesia memiliki tujuan
mulia yang tentunya ingin diwujudkan. Tujuan Negara Indonesia tercantum dalam alinea
keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Tujuan mulia ini menjadi dasar terbentuknya hubungan timbal balik
antara Negara dan warga Negara.
Selain tujuan mulia tersebut hubungan timbal balik antara Negara dan warga Negara juga
didasarkan pada prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasar itu antara lain prinsip Negara kesatuan,
prinsip kedaulatan rakyat, prinsip Negara republik, dan prinsip Negara hukum. Keempat prinsip
dasar itu jika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka akan menjadi bekal yang
baik bagi hubungan timbal balik antara Negara dan warga Negara.
Yang pertama berdasarkan prinsip Negara kesatuan, Negara kesatuan itu sendiri berarti bentuk
Negara yang wewenang legislatifnya dipusatkan dalam suatu pemerintahan pusat atau badan
legislatif nasional. Pemerintah pusat memiliki wewenang untuk menyerahkan sebagian
kekuasaannya pada daerah berdasarkan hak otonomi daerah. Dalam Negara kesatuan, pemerintah
pusat memiliki kedaulatan baik ke dalam maupun ke luar negeri. Dengan prinsip ini, diharapkan
Negara Indonesia tidak terpecah dan membentuk Negara federal.
Yang kedua berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, yang mana kedaulatan tertinggi berada di
tangan rakyat Indonesia. Rakyat memiliki hak dan kekuasaan untuk memerintah diri mereka
sendiri. Kewenangan ini diwujudkan dengan membentuk badan pemerintahan yang mewakili

aspirasi rakyat seperti MPR dan DPR. Dalam amandemen UUD 1945, terdapat pasal-pasal yang
menjamin kedaulatan rakyat seperti dengan adanya pemilu untuk memilih wakil-wakil rakyat.

Yang ketiga berdasarkan prinsip Negara republik, prinsip ini mengisyaratkan kebebasan rakyat
dari dominasi pihak lain serta tanggung jawabnya. Bentuk tanggung jawab ini merupakan
aktivitas politik atau partisipasi warga Negara untuk membentuk diri dan membangun Negara
(Poole, 1999:83). Dalam Negara republik, Negara akan merumuskan kesejahteraan dan
kemerdekaan rakyat dalam berpendapat, berkumpul, berserikat, dan berkerja sama.
Yang keempat berdasarkan prinsip Negara hukum, pusat pemerintahan berjalan menurut tuntutan
hukum dan bukan dengan kekuasaan. UUD 1945 dan Pancasila menjadi pedoman dalam
menjalankan sistem pemerintahan. Dengan prinsip Negara hukum ini pemegang kekuasaan
dibatasi wewenangnya sehingga tidak terjadi kekacauan dan tindakan semena-mena.
Selain keempat prinsip di atas, terdapat juga dasar yang mengikat antara hubungan Negara dan
warga Negara ini yaitu hak dan kewajiban warga Negara. Hak warga Negara antara lain hak legal
dan moral, hak khusus dan umum, hak positif dan negatif, hak individual dan sosial (Bertens,
2000:179-187). Berdasarkan aspek praktis dari pasal-pasal tentang hak warga Negara maka hak
tersebut dapat diuraikan ke dalam tiga kategori utama yaitu keamanan, kesetaraan, dan
kemerdekaan. Setelah membahas tentang hak, tentunya perlu dibahas juga tentang kewajiban
warga Negara. Kewajiban warga Negara antara lain membela Negara, membayar pajak,
mengikuti pendidikan dasar, dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini merupakan
timbal balik dari apa yang mereka dapatkan dari hak warga Negara.
Berkaitan dengan hubungan timbal balik tersebut tentunya dapat terjadi penyimpanganpenyimpangan dalam praktik penyelenggaraannya. Salah satu penyimpangan tersebut adalah
korupsi. Korupsi menurut UU No.31/1999 atau UU No.20/2001 berarti melawan hukum,

memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 2).
Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan
keuangan//perekonomian Negara (pasal 3). Korupsi ini membuktikan bahwa terjadi kesenjangan
hubungan timbal balik Negara dan warga Negara. Kesenjangan ini timbul karena tidak
dilaksanakannya prinsip-prinsip dasar dan tujuan Negara Indonesia. Pelaku korupsi memiliki
banyak alasan untuk membenarkan tindakan mereka. Padahal, tindakan mereka telah
menyebabkan kerugian bagi Negara dan menghambat perwujudan tujuan mulia Negara.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya keterkaitan antara prinsip Negara dengan
hak dan kewajiban warga Negara sehingga tidak terjadi kesenjangan hubungan timbal balik.
Hubungan timbal balik antara Negara dan warga Negara dapat menjadi langkah awal dalam
perwujudan tujuan Negara sehingga tercapainya Negara yang harmonis dan sejahtera. Tentunya
dalam Negara yang demikian kasus korupsi dapat dihindari. Indonesia dengan tingkat praktik
korupsi paling tinggi dapat lebih menerapkan hal-hal diatas agar menjadi Negara yang sesuai
dengan tujuan mulianya.