Pabrik Semen dan Kajian Politik Ekonomi

1

Pabrik Semen dan Kajian Politik-Ekonomi Kapitalistik
Oleh: Ilyas Gautama
“Saya itu jengkel pol. Perintahnya mencabut izin, kok malah mengeluarkan izin baru?”
Sukinah, memperlihatkan emosinya, usai gelar wicara pada acara Mata Najwa di studio
Metro TV, Jakarta, 21 Desember 2016.1

Senin 13 Maret 2017 para petani kendeng kembali mendatangi Jakarta untuk
melaksanakan aksi mengecor kaki mereka. Aksi ini dilaksanakan sebagai protes atas matinya
hukum dihadapan PT. Semen Indonesia. Para petani ini geram, pasalnya, setelah mereka
memenangkan gugatan di Mahkamah Agung, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo malah
menerbitkan izin lingkungan yang baru.
Hal ini menyakiti hati para petani kendeng. Kemenangan di Mahakamah Agung tidak
sedikitpun dianggap oleh Gubernur Ganjar Pranowo. Mereka dipaksa untuk menelan pil
pahit, bahwa penguasa dengan dalih apapun masih tetap bisa melaksanakan kepentingannya,
sekalipun dengan melawan hukum.
Izin baru yang dimaksud Sukinah adalah Surat Keputusan No. 660.1/30 tahun 2016
tentang izin lingkungan kegiatan penambangan bahan baku semen dan pembangunan serta
pengoperasian pabrik PT Semen Indonesia di Rembang. Izin ini diteken Ganjar Pranowo
pada 9 November 2016 sesudah warga memenangkan gugatan Peninjauan Kembali di

Mahkamah Agung.
Dalam logika Ganjar, SK tersebut dipakai untuk menggantikan izin sebelumnya (No.
660.1/17 tahun 2012) yang diberikan kepada PT Semen Gresik tentang izin lingkungan
kegiatan penambangan dan pembangunan pabrik Semen. Selain perubahan nama, dari
Semen Gresik menjadi Semen Indonesia, izin baru itu mengubah luasan lahan tambang (dari
520 hektare berkurang menjadi 293 ha), dan bentuk izin (dari penambangan dan
pembangunan pabrik berubah jadi pengoperasian pabrik).2
Ganjar sendiri beralasan bahwa yang dilakukannya adalah diskresi dari seoarang
aparatur sipil negara ketika menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian segera.
1 https://tirto.id/akal-akalan-izin-semen-indonesia-di-rembang-cefz
2 Ibid.

2

“Sebelum dikeluarkan (diskresi), saya sampaikan ke presiden. Usai dikeluarkan, sampaikan
lagi. Nanti kalau diskresi, disampaikan ke Presiden,” ujar Ganjar ketika diminta
perkembangan pabrik Semen Rembang.3
Namun jika kita hendak menelaah lebih jauh, apakah benar diskresi mesti meniadakan
hajat hidup orang banyak?


Mengenai Diskresi dan Kesalahan yang dilakukan oleh Ganjar
Menurut DR. Ridwan HR dalam bukunya Hukum Adminsistrasi Negara, diskresi atau
diskresionare power atau freies ermessen, merupakan istilah dalam bidang pemerintahan.
Diskresi merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang gerak bagi pejabat untuk
melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.
Diskresi

ini

diberikan

pemerintah

atau

administrasi

negara

yaitu


untuk

menyelenggarakan kesejahteraan umum yang berbeda dengan fungsi kehakiman untuk
menyelesaikan sengketa antarpenduduk.4 Perlu ditekankan kata kesejahteraan umum di sini,
karena, kehadiran PT. Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng mengancam sumber air bagi
sawah milik warga Kendeng. Hal itu sama sekali tidak mensejahterakan warga Kendeng.
Disamping hal itu, ada kesalahan lain yang dilakukan oleh Ganjar, ketika mengklaim
tindakannya sebagai diskresi. Dikutip dalam buku DR. Ridwan HR yang berjudul Hukum
Administrasi Negara, Sjachran Basah mengungkapkan bahwa diskresi atau freies ermessen
harus dapat dipertanggungjawabkan. “Secara moral kepada TuhanYang Maha Esa,
menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan,
mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan bersama”. Lebih lanjut Sjachran
Basah mengatakan, bahwa secara hukum terdapat dua batas:


Batas-atas, peraturan tingkat derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan




peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi.
Batas-bawah, ialah peraturan yang dibuat atau sikap-tindak administrasi negara (baik
aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga.

3http://regional.kompas.com/read/2017/02/22/09364131/buat.diskresi.soal.pabrik.semen.ganjar.lapor.presid
en.jokowi
4 DR. Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2016). Hlmn170

3

Dari dua hal diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dengan menerbitkan izin atau
yang disebut Ganjar sebagai diskresi, telah melanggar putusan MA yang derajatnya lebih
tinggi. Selain itu, ia juga telah merenggut hajat hidup petani Kendeng yang menggantungkan
nasib pada kekayaan alam di pegunungan Kendeng.
Kita tentunya perlu untuk melampaui logika berpikir bahwa Ganjar, hanyalah warga
biasa yang sikapnya tidak mewakili siapapun atau apapun. Ini merupakan cacat pikir menurut
saya, karena bagaimanapun seorang Gubernur adalah wakil pemerintah di tingkat provinsi.
Maka ia haruslah mampu untuk melaksanakan program yang mendukung tercapainya tujuan
pemerintah. Tapi apakah pemerintah yang dalam hal ini negara, dalam kasus ini, memang
memiliki tujuan mulia?

Pabrik Semen, Siklus Kapital dan Pengutamaan Produksi Sarana Produksi
Dalam data yang dipublikasikan oleh tempo.co, terjadi kelebihan pasok semen di
pasar domestik (dalam negeri). Penjualan Semen pada Januari-Oktober 2016 tercatat 50,76
juta ton atau naik 1,6% dari tahun 2015.
Menariknya, hal ini semakin diperkuat menjamurnya pabrik semen di pulau Jawa.
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) memiliki 12 anggota perusahaan dengan produksi 78 juta
ton per tahun (2015), di antaranya 8 perusahaan beroperasi di Jawa. PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk., misalnya, dari 14 pabrik yang mereka miliki di Indonesia, sebagian
besar pabrik berada di Pulau Jawa, 10 di antaranya berlokasi di Citeureup, Bogor, Jawa
Barat.
Menariknya, pemain industri semen yang sebelumnya fokus di luar Jawa, Semen
Bosowa, juga tak mau ketinggalan mencicipi gurihnya pasar semen di Jawa. Pada 15
Desember 2016, Bosowa meresmikan pabrik Bosowa Banyuwangi, melengkapi pabrik Semen
Bosowa Maros, dan Semen Bosowa Batam. Pabrik semen Bosowa menambah daftar panjang
pembangunan pabrik-pabrik baru khususnya di Jawa seperti di Rembang, Gombong, dan
lainnya, yang tak luput dari konflik.5
Kondisi ini menyebabkan surplus produk. Hal tersebut, menyebabkan indonesia
mampu memenuhi kebutuhan ekspor semen. Sehingga menyebabkan volume ekspor semen
indonesia mengalami kenaikan. Volume ekspor Semen Indonesia naik 15,2% dari 419.767


5 https://tirto.id/pabrik-semen-mengepung-pulau-jawa-b9Vxng

4

ton pada Januari—Oktober 2015 menjadi 483.745 ton pada periode yang sama tahun 2016 6.
Dengan kata lain produksi ekspor semen indonesia mengalami kenaikan 63.978 ton dari
tahun 2015-2016.
Kebutuhan ekspor yang terus meningkat dan surplus produk semen untuk kebutuhan
yang terus naik dari tahun ke tahun, menghasruskan nilai-lebih yang diperoleh harus segera
dikonversi ke ladang investasi yang baru. Dimana pegunungan kendeng adalah lahan baru
untuk diinvestasikan. Hal ini merupakan siklus kapital itu sendiri, dimana “akhir satu putaran
merupakan awal putaran selanjutnya” (Dede Mulyanto, 2012; 132).
Dalam bukunya Genealogi Kapitalisme, Dede Mulyanto menjelaskan bagaimana
siklus kapital itu berlangsung. Ciri perekonomian kapitalis adalah produksi berkelanjutan.
Semua usaha dijalankan bukan untuk satu putaran. Akhir satu putaran merupakan awal
putaran berikutnya. Karena setiap “produksi adalah juga konsumsi langsung” (Marx,
1973:90) dan agar kegiatan produksi berkelanjutan, maka perlu tersedia sarana produksi7 ,
bahan baku dan tenaga kerja yang memadai secara berkelanjutan pula di pasar.
Proses produksi selalu diawali kapitalis-kapitalis mengkonversi uangnya ke dalam
bentuk komoditi dengan membeli sarana produksi, bahan baku dan mempekerjakan pekerja.

Uang yang dikerahkan untuk membeli sarana produksi dan bahan baku disebut kapitalconstan (c), sementara uang yang dikerahkan untuk mengupah pekerja di sebut kapitalvariabel (v).8
Sepanjang satu putaran produksi nilai kapital-constan dan kapital-variabel
dikonsumsi, sehingga menghasilkan produk akhir. Dengan kata lain, produk akhir
mengandung nilai kapital-constan dan kapital-variabel. Dari kedua nilai tersebut, dibentuklah
nilai produk akhir, yang menjadi patokan nilai tukar komoditi di pasar. Nilai ini disebut nilai
lebih (s). Sehingga pada setiap akhir proses, kapitalis mendapati produk akhir yang dihasilkan
mengandung tiga nilai, yaitu nilai kapital-constan (c), kapitasl-variabel (v) dan nilai-lebih (s).
Nilai lebih ini merupakan tambahan. Nilai tambahan inilah yang menjadi laba dan
merupakan nilai yang dituju setiap kapitalis9

6 https://m.tempo.co/read/news/2016/11/11/090819668/volume-ekspor-semen-indonesia-ditarget-tembus2-juta-ton
7 Faktor-faktor material dari proses kerja yang di dalamnya termasuk bahan-bahan mentah, bahan-bahan
pelengkap dan sarana kerja (dengan makna yang luas) , lahan, bangunan tempat kerja dan permesinan.
8 Dede Mulyanto, Genealogi Kapitalisme (Yogyakarta: Resist Book, 2012) hlmn 132.
9 Dede Mulyanto, Genealogi Kapitalisme (Yogyakarta: Resist Book, 2012) hlmn 133.

5

Hal lain yang juga terjadi selain siklus kapital itu sendiri yang mengharuskan
mengkonversi nilai lebih menjadi lahan-lahan investasi baru-dalam kasus pembanguan pabrik

semen di Kendeng-adalah pengutamaan produksi sarana produksi (Departemen I) guna
produksi pada sektor lain (Departemen II). Dalam buku Genealogi Kapitalisme, Dede
Mulyanto, mengurai produksi ke dalam dua departemen:


Departemen I : Memproduksi sarana produksi berupa bahan baku, permesinan,
pasokan dan sumber energi, pelabuhan, jalan, pergudangan, pabrik-pabrik dan



sejenisnya.
Departemen II : Memproduksi Sandang dan Pangan.
Pembangunan pabrik semen di Kendeng adalah suatu upaya agar akumulasi tetap

terjaga. Surplus yang terjadi dari tahun ke tahun, serta akumulasi yang mengiringinya harus
di konversi untuk memperluas reproduksi. Agar kapital bisa berakumulasi, reproduksi harus
diperluas. Harus ada tambahan asupan uang ke dalam kapital yang dioperasikan; harus ada
peningkatan total kapital yang berakumulasi10.
Reproduksi diperluas terjadi apabila keseluruhan kapital-variabel (v) dan nilai-lebih
(s) di Departemen I lebih besar daripada nilai kapital-constan di Departemen II11.