HAP IX&X Recent site activity teeffendi HAP IX&X

Proses dalam Hukum
Acara Pidana

Pemeriksaan
Persidangan

Alur Pemeriksaan Persidangan
Pelimpahan
perkara oleh PU

Keberatan dan
Putusan Sela

Pembuktian

Pemeriksaan
Kewenangan
Mengadili

Pembacaan Surat
Dakwaan


Pembacaan Surat
Tuntutan dan
Pembelaan

Penunjukan
Majelis Hakim

Pemeriksaan
Identitas
Terdakwa

Putusan

Penetapan Hari
Sidang

Pemanggilan
terdakwa ke
persidangan


Menerima
putusan/ upaya
hukum

Pembuktian
Pembuktian adalah proses utama dalam persidangan,
dimana dalam proses ini merupakan usaha untuk
mempertahankan kebenaran. Melalui proses
pembuktian akan ditentukan nasib terdakwa apakah
akan ditentukan bersalah, diputus bebas atau diputus
lepas dari segala tuntutan hukum.
Oleh karena itu, dibutuhkan kecermatan dalam menilai
setiap bukti yang diajukan untuk memperoleh
kebenaran materiil sebagai tujuan hukum acara pidana.

Sistem Pembuktian
Sistem pembuktian merupakan cara untuk
menilai alat bukti terhadap perkara yang sedang
diperiksa di persidangan.

Sebelum berbicara tentang sistem pembuktian
dalam KUHAP, maka ada baiknya dipelajari
mengenai teori sistem pembuktian yang pernah
ada maupun yang masih berlaku sampai saat ini.

Teori Sistem Pembuktian
Teori-teori sistem pembuktian antara lain:
1. Conviction in time (berdasarkan keyakinan
belaka);
2. Conviction rasionee (berdasarkan keyakinan yang
didukung dengan alasan yang jelas);
3. Pembuktian menurut undang-undang secara
positif;
4. Pembuktian menurut undang-undang secara
negatif.

Pembuktian menurut undangundang secara positif
Pembuktian menurut undang-undang secara
positif adalah sistem pembuktian yang
berpedoman pada alat-alat bukti yang ditentukan

secara limitatif oleh undang-undang.
Tidak ada peranan keyakinan hakim dalam sistem
pembuktian menurut undang-undang secara
positif.

Pembuktian menurut undangundang secara negatif
Sebetulnya, sistem pembuktian ini merupakan
gabungan dari sistem pembuktian menurut
undang-undang secara positif dan sistem
pembuktian conviction in time.
Salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh
keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara
dan dengan alat bukti yang sah menurut undangundang.

Sistem Pembuktian dalam
KUHAP
KUHAP menganut sistem pembuktian menurut
undang-undang secara negatif, hal ini dapat
dilihat dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi,
Haki tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

seorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya

Kekuatan Pembuktian
Pasal 184 ayat (1) KUHAP mengatur tentang jenis-jenis alat
bukti yang sah, antara lain:
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Urutan tersebut di atas tidaklah menunjukkan kekuatan
pembuktian sebagaimana dalam hukum acara perdata.
Kekuatan pembuktian terletak dalam Pasal 183 KUHAP.

Pembuktian dalam Pemeriksaan
Persidangan
Urutan alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP tersebut

hanya semata-mata urutan dalam proses pemeriksaan di
persidangan.
Dari lima macam alat bukti yang sah menurut Pasal 184
KUHAP, yang diperiksa pertama kali adalah keterangan
saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 jo Pasal
160 ayat (1) huruf b KUHAP.
Dari sekian saksi, jika ada korban yang menjadi saksi,
maka korban tersebut yang didengar pertama kali
keterangannya.

Keterangan Saksi
Keterangan saksi yang memiliki nilai pembuktian sebagai alat
bukti adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Disumpah (Pasal 160 ayat (3) jo Pasal 185 ayat (7) KUHAP;
2. Disampaikan pada sidang pengadilan (Pasal 185 ayat (1)
KUHAP);
3. Keterangan satu saksi bukanlah saksi (unus testis nullus testis)
(Pasal 185 ayat (2) KUHAP, dikecualikan dengan Pasal 185 ayat
(3) KUHAP);
4. Tentang keterangan yang dilihat sendiri, didengar sendiri dan

dialami sendiri (Pasal 1 butir 27 KUHAP, dinyatakan tidak
berlaku berdasarkan Putusan MK nomor 65/ PUU-VIII/ 2010)

Keterangan Saksi
Menjadi saksi dalam suatu persidangan adalah kewajiban hukum
bagi setiap warga negara. Pengadilan dapat menghadirkan
secara paksa seorang saksi yang sudah dipanggil secara sah.
Penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP menyebutkan, bahwa:
1. Menjadi saksi adalah kewajiban hukum;
2. Orang yang menolak memberi keterangan sebagai saksi
dalam sidang pengadilan dianggap menolak kewajiban
hukum;
3. Orang yang menolak kewajiban memberikan keterangan
saksi dapat dikenakan pidana.
(Lihat M. Yahya Harahap, 2009: 169)

Tata Cara Pemeriksaan
Keterangan Saksi
Sebelum ketua sidang melakukan pemeriksaan saksi, maka
akan dilakukan:

1. Meneliti apakah semua saksi yang dipanggil sudah hadir
(Pasal 159 ayat (1) KUHAP);
2. Memberi perintah agar antar saksi tidak saling
berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi
keterangan (Pasal 159 ayat (1) KUHAP);
3. Saksi dipanggil satu persatu berdasarkan urutan yang
dianggap sesuai oleh ketua sidang (Pasal 160 ayat (1)
huruf a KUHAP);

Tata Cara Pemeriksaan
Keterangan Saksi
4. Saksi yang menjadi korban adalah yang akan diperiksa
pertama kali (Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP);
5. Jika saksi tidak paham bahasa Indonesia atau bisu atau
tuli maka disediakan penterjemah atau juru bahasa yang
disumpah (Pasal 177 ayat (1) jo Pasal 178 ayat (1)
KUHAP);
6. Pemeriksaan identitas saksi dan hubungan antara saksi
dengan terdakwa (Pasal 160 ayat (2) KUHAP);
7. Sebelum memberikan keterangan saksi wajib

mengucapkan sumpah (Pasal 160 ayat (3) KUHAP);

Tata Cara Pemeriksaan
Keterangan Saksi
8. Pemeriksaan saksi dimungkinkan tanpa hadirnya
terdakwa (Pasal 173 KUHAP);
9. Penuntut umum dan terdakwa atau penasihat hukum
dapat mengajukan pertanyaan dengan perantaraan ketua
sidang (Pasal 164 ayat (2) jo Pasal 165 ayat (2) KUHAP)
10. Dilarang mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat
(Pasal 166 KUHAP);
11. Setelah memberikan keterangan, hakim ketua
menanyakan pendapat terdakwa tentang keterangan
saksi (Pasal 164 ayat (1) KUHAP);

Tata Cara Pemeriksaan
Keterangan Saksi
12. Saksi dapat tetap hadir di persidangan atau
meninggalkan tempat persidangan dengan ijin ketua
sidang (Pasal 167 KUHAP);

13. Saksi yang bersifat memberatkan (charge) atau saksi
yang bersifat meringankan terdakwa (adecharge)
keduanya diperiksa secara berimbang (Pasal 160 ayat (1)
huruf c KUHAP);

Penilaian keterangan saksi
Di dalam menilai keterangan saksi, hakim harus berpedoman
pada hal-hal berikut:
1. Persesuaian antara keterangan saksi;
2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain;
3. Alasan saksi memberikan keterangan tertentu;
4. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang
pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya
keterangan itu dipercaya.
(Lihat Pasal 185 ayat (6) KUHAP).

Keterangan Ahli
Menurut Pasal 186 KUHAP, keterangan ahli adalah apa
yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. KUHAP
tidak memberikan batasan mengenai kualifikasi seseorang

dinyatakan ahli. Dalam Pasal 1 butir 28 jo Pasal 120 ayat
(1) KUHAP, ahli hanyalah dinyatakan sebagai seseorang
dengan keahlian khusus, namun tidak dijelaskan apa yang
menjadi landasan atau kriteria ahli tersebut.
Ahli di dalam KUHAP hanya dijelaskan ahli dalam bidang
kedokteran (forensik) dan dalam bidang lainnya (Lihat
Pasal 133 jo Pasal 179 KUHAP)

Keterangan Ahli
KUHAP tidak memberikan keterangan lebih lanjut
mengenai kriteria seseorang dapat dihadirkan
sebagai seorang ahli di persidangan.
Tata cara pemeriksaan ahli di persidangan sama
dengan tata cara pemeriksaan saksi.
Seorang ahli diperbolehkan untuk tidak memberikan
keterangannya apabila berkaitan dengan sumpah
jabatan (Pasal 170 KUHAP)

Keterangan Palsu
Sebelum memberikan keterangan, saksi maupun ahli
mengucapkan sumpah dengan lafal diantaranya, …akan
memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari
yang sebenarnya .
Konsekuensi dari sumpah tersebut adalah saksi akan
memberikan keterangan yang sebenarnya atau dengan kata
lain tidak memberikan keterangan palsu.
Akan tetapi, sebagai manusia terkadang saksi atau ahli
memiliki motivasi tertentu dalam memberikan keterangan
sehingga dimungkinkan keterangan tersebut adalah bohong
atau palsu.

Keterangan Palsu
Keterangan palsu dapat diperoleh berdasarkan:
1. Adanya perbedaan antara keterangan dalam berita acara
pemeriksaan (Pasal 163 KUHAP);
2. Sangkaan dari hakim yang memeriksa perkara (Pasal 174
ayat (1) KUHAP);
Terhadap keterangan palsu tindakan hukum yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Memberikan teguran kepada saksi (Pasal 174 ayat (1)
KUHAP);
2. Menahan saksi untuk diperiksa dalam perkara sumpah
palsu (Pasal 174 ayat (2) KUHAP).

Surat
Surat sebagai salah satu alat bukti menurut Pasal 184
KUHAP telah diatur secara terbatas mengenai hal-hal
yang termasuk dalam pengerti surat sebagai alat bukti.
Surat sebagai alat bukti yang sah menurut Pasal 187
KUHAP, adalah:
1. surat yang dibuat atas sumpah jabatan;
2. Surat yang dikuatkan dengan sumpah.

Surat
Surat yang dibuat atas sumpah jabatan maupun surat yang
dikuatkan dengan sumpah sebagai alat bukti antara lain:
1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk yang resmi yang
dibuat pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat
dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas
tentang keterangannya itu;
2. Surat yang dibuat menurut ketentuan perundangundangan mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian keadaan;

Surat
3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya;
4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada
hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang
lain
(Lihat Pasal 187 KUHAP)

Petunjuk
Alat bukti petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal
184 KUHAP merupakan satu-satunya alat bukti yang
bentuknya secara abstrak, tidak jelas bentuknya dan
seperti apa penilaiannya.
Alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 188
ayat (1) KUHAP adalah perbuatan, kejadian atau
keadaan karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu
sendiri, menandakan bahwa telah terjadi tindak pidana
dan siapa pelakunya

Petunjuk
Jika melihat rumusan Pasal 188 ayat (1) KUHAP tersebut,
terdapat kata persesuaian baik antara satu dengan yang
lai .
Persesuaian tersebut hanya dapat diperoleh secara
terbatas dari:
1. Keterangan saksi;
2. Surat;
3. Keterangan terdakwa.
(Lihat Pasal 188 ayat (2) KUHAP)

Petunjuk
Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(1) KUHAP hendaknya dipergunakan oleh hakim yang
memeriksa perkara secara arif lagi bijaksana serta harus
terlebih dahulu mengadakan pemeriksaan dengan
penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati
nuraninya (Lihat Pasal 188 ayat (3) KUHAP).
Jadi alat bukti petunjuk hanya dapat diperoleh apabila
ada persesuaian antara keterangan saksi, surat dan
keterangan terdakwa serta hakim telah mengadakan
pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Keterangan Terdakwa
Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa
nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang
dia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami
sendiri (Pasal 189 ayat (1) KUHAP).
Keterangan terdakwa merupakan alat bukti baru dalam
KUHAP karena pada masa HIR, keterangan terdakwa
tidak dikenal, yang ada adalah alat bukti pengakuan
terdakwa.
Pada era KUHAP, keterangan terdakwa saja tidak cukup
untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan (Pasal 189 ayat (4) KUHAP)

Tata Cara Pemeriksaan
Keterangan Terdakwa
1.
2.

3.

4.
5.

Setelah keterangan saksi dan ahli selesai dilakukan, keterangan
terdakwa mendapat kesempatan terakhir untuk diperiksa;
Jika terdakwa tidak paham bahasa Indonesia, bisu dan atau tuli
maka akan disediakan penterjemah atau juru bahasa yang
disumpah untuk menterjemahkan (Pasal 177 ayat (1) jo Pasal 178
ayat (1) KUHAP;
Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab
pertanyaan yang diajukan, hakim ketua sidang menganjurkan untuk
menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan (Pasal 175
KUHAP);
Tidak boleh mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat (Pasal
166 KUHAP);
Hakim menunjukkan barang bukti kepada terdakwa (Pasal 181 ayat
(1) KUHAP)

Daftar Bacaan

1. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan,
Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, 2009
2. KUHAP
3. KUHPidana

Omnium rerum Principia Parva Sunt
Joyo-joyo wijayanti, manggiho nugroho dateng kito sami

_/|\_
File bisa diunduh di http://te-effendi.blogspot.com