TNI dan Penanggulangan Terorisme. pdf

Kompas, 19 Maret 2016

OPIN I

7

TNI dan Penanggulangan Terorism e
Oleh EVAN
asca serangan teror
Thamrin , Jak arta
Pusat, Januari 2016,
perdebatan lama soal peran TNI dalam penanggulangan teroris me kem bali mencuat. Hal ini ter utama kare na proses revisi UU No 15/2 003 tentang Tero risme yang
tengah berjalan tampak
justru tak memperje las
peran perbantuan TNI
kepada Polri dalam penanggulangan terorisme.

P

Bahkan, Menteri Pertahanan
Ryanlizard Ryacudu m engingatkan bahwa revisi UU Terorism e

perlu men egaskan pera n dan pada saat apa TN! membantu menangani terorisme sebagai bagian
p elaksanaan kebijakan dan snĀ·ategi nas ional penanggulangan
terorisme (Kompas, 5/3).
Pokok persoalannya bukan
boleh ata u tidak TN ! terlibat,
tetap i kapan, bagaimana, dan dalam kondisi seperti apa.
Pada prin sipnya, UU TN! Tahu n 2004 me letakkan penang gulangan aksi teror isme sebagai
bagian dari Operasi Militer Selain
Peran g (OMSP). Namun, pengerahan kekuatan militer - terma suk kontrateror - harus berang kat dari keputusan politik negara
melalui Presiden. Ar tinya, ope rasi kontrateror TN! tidak terjadi
secara otomatis.
Dalam ha! ini Presiden selaku
panglima tertinggi harus memu tuskan kapan dan bagaimana
TNI dapat dikeral1kan. Beb erapa
kondisi yang m emungkinkan ,
misaln ya, saat serangan teror
bersifat masif dan melwnpuhkan
pemerintahan, saat teror bersenjata sudah men garah ke separatisme pen uh, atau saat aksi teror
melibatka n WNI yang berada di
luar negeri.

Permasalahann ya, h ingga saat
ini, kondisi rest riktif penggunaan
kekuatan atau kekerasa n milit er,
dikenal sebagai rules of engagement (RoE), be lum kita atur secara formal dan nasional dalam
sebuah UU. Pengaturan penggu naan instrwnen militer perlu diundangkan karen a RoE berang kat dari konvensi hukwn hu-

A L AKSMANA

man iter internas ional soal kon flik be rsenjata dan berperan melindungi TN! secara hukum dari
tud uhan-tu duhan
penggunaan
kekerasan.
Sejauh ini UU TN! men gatwpengerahan militer pada tataran strategis (dari pres iden
ke panglinla). Akan tetapi,
pada tataran operasional
dan taktis , TN! cende run g
mengandalkan diskresi komanda n lapangan atau satuan tu gas (satgas), batasan
misi medan laga, atau prosedur teta p (protap) yang terkadan g bersifat organisasional
(informal) dan hanya ter lembaga
di satuan, korp s, atau angkatan

tertentu.

Pertimbangan matang
Mengingat perd ebat an publik
soal RoE dapat berlangs ung lama,
untuk sementara kanto r Kepala
Staf Kepresid enan pe rlu mengkaji sebuah inpres atau perpres
yang m emberikan ramb u-rambu
bagaima na dan dalam ko ndisi
apa TN! dapat menanggulang i
aksi teror. Selain itu , diha.rapkan
pula keputusan pelibatan TN!
nantinya berda.sarkan pertim bangan yang matang dan tidak
grusa grusu. Hal ini terutama
ka.rena pelembagaan dan pelebaran misi secara perlahan dalam
pena n ggulangan teror isme dapat
memperlemah efektivita.s TN!
sebagai instrum en militer pertahanan nega.ra
Secara umum , kit a dapat menakar keman1pua.n pertahanan
sebuah negara melalui tingkat

efektivitas fung sional milit ernya
dalam kondisi perang dan damai.
Dalam keadaan perang, efekti vitas militer cenderung diukur
secara dinamis dan relatif terhadap lawan; misalnya dari tingkat korban jatuh hingga durasi
perte mpw-a.n. Tentu uku ran ukuran ini tidak sesuai dengan
kont eks penanggula.ngan tero r.
Da.lam soal ini kita dapat
m enguku r e fektivitas milit er dengan mempertim bangkan organisasi milit er dalam kea.daan damai. Sebagaimana dijelaskan Risa
Brooks dan Elizabeth Stanl ey,
Creating Military Power (2007),
efektivitas militer dapa.t diukwdari tingkat integrasi kebijakan
organisasi, pendidikan, dan keahlian persona.I, kecepa.tan dan

nomi, sos ial, dan politik lokal
akan sulit dihindari. Hal ini dapat
diperpa.rah oleh kecenderungan
Presiden Joko Widodo untuk
memeri n tahkan TN! meningkatkan berba gai "operasi
bhakti", seperti ketahanan
pan gan.

Akibatnya , selain potensi mw1culnya kembali
konflik intra -militer seperti zaman Orde Ba.ru,
sumber daya pertaha n an
yang ter batas mungkin
akan diaral1kan pada peningkatan kapa.bilitas personel intelijen, pasukan
khusus , dan kem amp uan
komando ter itor ial u ntuk
menja.lankan tugas pem binaan wilayah , dan bukan
pada pers iapan dan kesi kemampuan respons strategis,
agaan operasi. Hal ini dapat berserta kualit as tekno logi persen - dampak pada menurunn ya keja.ta.an. Dipandang melalui lensa. mampuan respons TN! terha dap
ini, pelibatan TNI da.lam penangperubahan cepat di lingkungan
gulangan tero risme (sebagai pa- strategis, seperti eskalasi kete h am atau strategi men ciptakan
gangan di Laut Tiongko k Selatan.
tero1)-bukan
mengatas i aksi Selain itu, fokus pada intelijen
teror tert entu (serangan terbatas,
dan pasukan kh usus dapat mengtetapi masif) - tampak lebih baarah pada mandeknya proses
nyak mudarat daripada manfaat
pembangunan KPM berlandas Di satu sisi, pemerintah me- kan alutsista berte kno logi tinggi
n argetkan pembaruan alat utama

dan menur unnya dorongan pe sistem persenjataa.n (alutsi sta) nguatan industri pertah anan (seTN! sesuai kerangka kekuatan
bagain1ana dimandatkan UU No
16/2012).
pokok minimum (KPM), menBila tre n ini berlanjut , dampak
ja.njikan pe ningkatan a.nggaran
negatifnya dapat memenga.ruhi
hin gga 1,5 persen dari produk
dom estik bruto, dan mendoron g berbagai proses penguatan orgapenguatan industri pertahanan
nisasi integratif TN!. Sebutlah
dalam negeri. Semua ini dalam seperti formulasi berbagai dokrangka meningkatka n kapabilitas
tri n dan latil1an operas i tri-matra
pe1tahanan negara di tenga.h pera.tau gabw1gan, reformasi kuritarungan strategi s AS dan Tiong - kulum pendidikan militer prokok di In do-Pasifik da.n bergeser - fesional, pembe ntukan koma n do
nya pasar teknologi milit er ca11g- gabunga.n wilayah pertaha n a.n
gih ke kawasan. Belu m lagi kita ata upun validasi organisasi lain bicara mandat Nawacita dan dok- nya. yang sedang berjalan.
Pada akhirnya, TN! merupa tr in "Poros Maritim Dunia".
Namun, di sisi lain , jika TNI kan instrumen militer utama
pertahanan nega.ra dan kita perlu
dikerahkan untuk memberantas
teroris m e secara tuntas - seba - menjaga proses transformasi
gaim ana komuni sme dahulu , mi- pertahanan yang sedangberlang sung. Dalam ha.I in~ Pres iden

sa.lnya- maka cepat atau lambat
perlu merwnuska.n kebijakan namer eka harus berhadap-hadapan
dengan berbagai persoalan sosial, sional penanggulangan teror tan politik, ekono mi , dan ideologi pa m elemahkan sendi-sendi demokrasi dan tanpa menurunkan
yang mendorong kelompok-kelompok terte ntu melakukan se- kapabilitas TNI sebagai alat per ta.hanan negara.
rangan kekerasan teror.
Dalam paradoks ini, lama -keEVAN A LAKSMANA
Peneliti Centre for Strat egic
la.ma.an, mi ssion creep pemb inaan
teritoria.l dan keter libatan TN!
and Int ernational Studies
(CSIS)
den gan persoa lan-persoalan eko-