Pengertian dan Dasar dasar Marifatullah

PENGERTIAN DAN DASAR-DASAR MA'RIFATULLAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Tasawuf Sosial
Dosen Pengampu : Arikhah, M. Ag

Disusun oleh :
Muhammad Hazmi Fuad (1404046014)

FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2015

PENDAHULUAN
Islam menyediakan kerangka utuh atau pilar untuk kehidupan manusia, yaitu dasar Iman,
Islam, dan Ihsan. Dalam tasawuf, ketiga kerangka keagamaan tersebut diaplikasikan dalam
doktrin tahapan syari'at, thariqat, hakikat dan ma'rifat. Namun pusat dari empat doktrin sufi
itu adalah ma'rifatullah. Ma’rifatullah merupakan konsep yang lebih populer dikalangan
kaum sufi, meski tidak menutup kemungkinan banyak pengertian yang dikonsepkan oleh
berbagai bidang keilmuan Islam di masing-masing disiplin. Baik filsafat, kalam, fiqh, hadis,
tafsir, maupun tasawuf.

Mencapai tahapan ma'rifatullah, dan kondisi selalu bersama Allah (ma'iyyatullah), apalagi
anugrah untuk bisa melihat dan berpadu dengan Allah dalam alam keabadian setelah mati
menjadi dambaan dan harapan hampir semua umat manusia. Sehingga berbagai cara di
tempuh untuk itu.
Namun banyak orang awam yang belum mengerti tata caranya, mencoba untuk mempelajari
dan mempraktikan tahapan-tahapan menuju ma'rifatullah. Padahal untuk melakukan tahapantahapan tersebut, di butuhkan seorang guru sebagai pembimbing (dalam dunia thoriqoh
disebut mursyid). Barang siapa yang mempelajari ilmu tanpa guru, maka gurunya adalah
setan (ilmu di sini adalah ilmu yang berkaitan dengan dunia tasawuf).
Dalam kajian ini, kami akan membahas mengenai pengertian dan dasar-dasar ma'rifatullah
beserta tokoh-tokohnya.

2|Tasawuf Sosial

PEMBAHASAN
A.

Pengertian Ma'rifatullah
Ma'rifatullah dilihat dari segi etimologisnya berarti pengetahuan atau mengetahui

dengan seyakin-yakinnya.1 Dalam pengertian terminologis tasawuf, ma'rifatullah adalah

mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan.
Pengertian Ma'rifatullah menurut para pelaku dan ahli tasawuf, diantaranya :
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma'rifah (orangorang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang
menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya. Ma’rifatullah tidak
dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma'rifatullah dimaknai dengan pengenalan
terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan
gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. Ma’rifatullah artinya
mengenal Alláh, baik zat-Nya, sifat-Nya maupun asma-Nya2
Menurut al-Ghazali, ma'rifat adalah

‫ا م ج دا‬

‫ا مبرب‬

‫اأم ر اإ ي ا محيط ب‬

‫أسرار ا رب بي‬

‫اإطا‬


(Terbukanya rahasia-rahasia Ketuhanan dan

tersingkapnya hukum-hukum Tuhan yang meliputi segala yang ada). Dalam pandangan alGhazali, sebagaimana ditulis oleh al-Taftazani, ma'rifatullah adalah mengenal Allah; tidak
ada yang wujud selain Allah dan perbuatan Allah. Menurut al-Ghazali, Allah dan perbuatanNya adalah dua, bukan satu. Alam semesta adalah ayat (bukti) kekuasaan dan kebesarannya.
Ma'rifatullah adalah ilmu yang tanpa keraguan ketika objek ilmu itu adalah Allah dan sifatNya. Dalam ungkapan lain, Ma'rifatullah menurut al-Ghazali adalah tauhidnya para shiddiqin
yang tidak melihat selain keesaan Allah dalam seluruh apa yang tampak, dan menghilangkan
hak-hak atas diri mereka. Dengan demikian, al-Gazali mendefinisikan makrifat dengan

‫جه ه ا‬

‫( ا ن ر ا‬memandang kepada wajah Allah ta’ala).3

Dalam kitab Risalah al-Qusyairiyah, Imam al-Qusyairi berkata "Ma'rifatullah adalah
sifatnya orang yang mengenal Allah dengan segala nama dan sifat-Nya, kemudian ia selalu
mengingat Allah dalam segala kehidupannya, melepaskan diri dari akhlak tercela, dan ia
banyak beribadah kepada-Nya. Bagi orang seperti itu, dalam hatinya penuh keyakinan, dalam
sekujur tubuhnya ada Tuhan; depan, belakang, dan sampingnya ada Tuhan. Maka dalam
1

Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. (Solo: Ramadani, 1992), h. 67

E-Book Ma'rifatulla: Meneretas Jalan Menuju Allah
3
Moh. Saifullah, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Terbit Terang, 1998), h. 234
2

3|Tasawuf Sosial

hatinya ia selalu berdoa kepada-Nya. Jika ia diasingkan dari orang banyak, dan dirinya
mendapat musibah, kemiskinan, dan sebagainya, ia selalu munajat kepada Allah. Ia
melangkah dengan niat karena Allah, dan berkata pun karena Allah; ia selalu berada dalam
garis tetap Allah. Orang yang demikian itu namanya orang arif, atau orang yang sudah
ma'rifat pada Allah Swt., karena dalam keterasingan dirinya ia selalu ingat dan mengenali
segala keagungan Allah.4.
Dzu al-Nun al-Mishri di dalam kitabnya al-Qalam 'ala al-Basmalah, membagi ma'rifat
menjadi tiga klasifikasi. Pertama, ma'rifat tauhid yang dialami oleh orang-orang yang
beriman awam. Kedua, ma'rifat alasan dan uraian mengenai Tuhan yang dialami oleh
ilmuwan, filsuf, dan sastrawan. Ketiga, ma'rifat tentang sifat-sifat keesaan dan ketunggalan
Tuhan yang dialami oleh para wali dan para kekasih Allah.5
Dzu al-Nun al-Mishri berkata bahwa yang hakiki bukanlah pengetahuan tentang Tuhan
berdasrkan tauhid syahadat yang dimiliki oleh semua orang mukmin; bukanlah pula yang

berdasarkan argumentasi dan penjelasan-penjelasan seperti yang dimiliki oleh para teolog dan
filsuf. Akan tetapi adalah pengetahuan tentang keesaan-Nya yang khusus dimiliki oleh para
wali atau sufi yang menyaksikan-Nya dengan mata hati.
Ma'rifatullah dalam pengertian hakiki tentang Tuhan dengan persaksian mata hati itu
yang terdapat dan dialami oleh kaum sufi. Pengetahuan tersebut hanya diberikan oleh Tuhan
kepada kaum sufi yang sangat berhasrat untuk menemukan Tuhan karena sangat cintanya
kepada-Nya. Ma'rifat dimasukkan Tuhan ke dalam hati seorang sufi sehingga hatinya penuh
dengan cahaya ilahiah. Itulah sebabnya ketia Dzu al-Nun al-Mishri ditanya bagaimana cara
memperoleh ma'rifat tentang Tuhan atau ma'rifatullah, ia menjawab:6

‫ا ربي ما رف ربي‬

‫رف ربي بربي‬

"Aku mengenal Tuhan dengan pertolongan Tuhanku, dan sekiranya bukan karena
Tuhanku, aku tidak akan mengenal Tuhan"
Dari jawaban diatas menunjukan bahwa ma'rifatullah semata-semata merupakan
anugerah Tuhan. Artinya, bukan hasil olah pikir kreatif manusia dan ketajaman logika akal,
tetapi ketajaman mata hati sebagai perantara untuk meraihnya. Jika sekiranya Tuhan tidak
berkenan memberikan ma'rifat, maka segala daya yang dikerahkan oleh seorang sufi tidak

akan membawa hasil.
4

As-Sayyid Bakri al-Makki, Merambah Jalan Shufi Menuju Surga Ilahi, disadur dari kitab Kifayatul Atqiya wa
Minhajul Ashfiyaa, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo, 2001), h. 182-183
5
Ris'an Rusli, Tasawuf dan Tarekat: Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.
63
6
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu), h. 172

4|Tasawuf Sosial

Lebih jauh Dzu al-Nun al-Mishri mengatakan bahwa ma'rifatullah pada hakikatnya
adalah firman Tuhan tentang cahaya nurani kepada kalbu-kalbu yang terdalam, yakni Tuhan
menyinari hati manusia dan menjaganya dari ketercemaran sehingga semua makhluk di dunia
ini tidak mempunyai arti lagi, bahkan sebiji sawi pun di dalam hatinya.7
B.

Keadaan dan Ciri-ciri Ma'rifatullah

Ma'rifatullah merupakan sesuatu hal yang bersifat mistik. Dalam dunia modern

mistisme dikenal suatu cara meditasi atau jalan penempuhan dalam mistik yang jelas alurnya.
Menurut Evelyn Underhill, keadaan jalan penempuhan tersebut memiliki stadium umum
seperti berikut :8
a. Bangkitnya kesadaran (awakening) yang juga merupakan kebangunan diri pribadi kea
rah realitas Ketuhanan. Pada stadium ini individu mengalami eksaltasi (penyaksian
keagungan, kemuliaan yang luar biasa) dengan kegembiraan yang terlampaui.
b. Pertobatan diri atau penghancuran dosa diri (purgation), suatu stadium kesediaan dan
usaha, muncul setelah merasakan keindahan Tuhan, sehingga ia berusaha membenahi
diri (self discipline) dalam bentuk meditasi dan mematikan hawa nafsu.
c. Pencerahan diri (illumination), stadium kegembiraan yang sebenarnya menjurus ke
satu eksaltasi, terlepas dari kehidupan alam fana dan muncul kesadaran akan
kehadiran Tuhan. Ketiga hal tersebut merupakan awal kehidupan mistik.
d. Pembersihan diri (purification) dari “malam gelap jiwa” (the dark night state),
sehingga membentuk kesempurnaan pribadi. Mulai ada kesadaran antara kehadiran
Tuhan dengan penyatuan dirinya dengan Tuhan. Untuk proses penyatuan sempurna ia
mematikan dan menghilangkan naluri manusiawi (human instince) agar tercapai
perasaan bahagia dan ia menjadi pasif.
e. Puncaknya adalah keadaan menyatu atau persatuan (the unity of state) dan kehidupan

absolute, bersatu dengan Tuhan sehingga jiwanya telah memasuki alam yang tidak
terbatas dan keabadian.
Jelas bahwa Underhill melihat pengalaman keagamaan menyangkut perjuangan diri,
melampaui tahap demi tahap proses dengan perjuangan berat sehingga membentuk citra
pribadi yang kuat demi keinginan kebersamaan dengan Tuhan.9
7

Ali ibn Usman al-Hujwiri, The Kasyf al-Mahjub: The Oldest Persian Treatise on Sufism, (Bandung: Mizan,
1992), h. 101
8
Evelyn Underhill, E-book Mysticism: A Study of the Nature and Development of Man's Spiritual
Consciousness, (1955; New York: New American Library, 1974), h. 75
9
Dalam ilmu tasawuf perjuangan melampaui tahap demi tahap pencapaian diri disebut maqamat. Sedang
pencitraan pribadi yang kuat sebagai hasilnya disebut sebagai ahwal. Sehingga disebutkan bahwa maqam
merupakan hasil dari usaha, sedangkan hal merupakan anugerah.

5|Tasawuf Sosial

Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, menyatakan bahwa seluruh pencapaian

pengalaman keagamaan (Maqamat ad-din) terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu : Pengetahuan
(ma'rifat), keadaan (ahwal), dan tindakan (a'mal). Ilmu pengetahuan menjadi basis keadaan,
dimana keadaan itu akan mengantarkan seseorang bisa berbuat dalam tindakan. Pengibaratan
al-Ghazali adalah pengetahuan sebagai pohon yang memiliki batang dan ranting yang berupa
ahwal, dan juga buah segar yang berwujud amal perbuatan. Dari pengalaman keagamaan ini,
seseorang bisa memperoleh 'ilm adz-dzauq (ilmu tentang rasa) yang hanya dimiliki oleh
Kaum Penempuh Jalan Spiritual (thariqat). Ilmu inilah yang berasal dari "pengalaman
langsung". Mereka yang sudah merasakannya pasti sudah mengetahui. Tapi bagi yang belum
merasakan tidak akan mengetahui sama sekali, serta tak mungkin bisa digali hanya dari segisegi teori-teori sufistik atau mistik.10
Al-Hujwiri pernah mengungkapkan sevuah hadits Rasulullah Saw, "Jika engkau
mengenal Allah sebagai mana Dia harus dikenal, engkau akan dapat berjalan di atas lautan,
dan gunun-gunung akan bergerak bila kau perintah".

Mengenal Allah (ma'rifatullah) dipandang dari cara perolehnya terdiri atas dua jenis:
secara ilmu pengetahuan ('ilm) dan secara perasaan (hali, yang tentu saja tetap melibatkan
secara penuh nalar rasio dan manajemen qalbu).
Pencapaian ma'rifatullah dengan cara ilmu pengetahuan sesuai dengan firman Allah
Swt, pada QS. Adz-Dzariyaat ayat 56 :

‫اإ ْ َ ِ َا ِيَ ْ ُ ُ ِو‬

ِ ْ َ َ ِ ْ ‫َ َما َ َ ْ ُ ا‬
Artinya : "dan Aku tidak akan menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk
beribadah" (QS. Adz-Dzariyat : 56)

Atau dengan kata lain "agar mereka bisa mengenal-Ku". Dengan hal itulah akan
muncul etos peribadatan. Manusia yang sudah memasuki kesadaran ini dan melaksanakan
efek ma'rifatullah melalui ilmu pengetahuan tergolong sebagai orang yang dipilih Allah. Hati
mereka telah dihidupkan oleh-Nya dengan Diri-Nya Sendiri (Allah).11
Ma'rifatullah adalah kehidupan hati melalui Tuhan dan berpalingnya pikiran-pikiran
manusia dari semua yang bukan Tuhan (ghairullah). Dari perspektif ini, maka martabat dan
nilai kehidupan setiap orang tergantung pada ma'rifat-nya. Yang tidak memiliki ma'rifatullah
tidak memiliki nilai sama sekali bagi proses kehidupan secara keseluruhan.12
10

Muhammad Sholikhin, AJARAN MA'RIFAT SYEKH SITI JENAR: Panduan Menuju Kemenyatuan dengan
Allah, Refleksi, dan Penghayatan Syekh Siti Jenar, (Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2007), h. 139-140
11
Muhammad Sholikhin, Op.cit., (Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2007), h. 152
12
Ibid,


6|Tasawuf Sosial

Ma'rifat adalah puncak ilmu dan keadaan. Oleh karenanya, manusia yang sudah berada
dalam ma'rifatullah adalah mereka yang sudah tidak pernah mengalami keterkejutan akal dan
rohani. Mereka tidak pernah lagi heran oleh apa pun. Sebab rasa heran dan takjub hanya
muncul dari sesuatu yang melebihi kemampuan, pengetahuan, dan kekuatan si pelaku.
Sementara orang-orang yang sudah berada dalam kondisi ma'rifatullah adalah mereka yang
oleh Allah diberi kekuatan berdasar iradah dan qudrah-Nya. Hati dan akal mereka telah
dipenuhi oleh Nurullah (cahaya Allah) yang menghimpun semua dan asma'-nya dalam rohani
orang tersebut.13
Adapaun ciri-ciri Ma'rifatullah secara umum jika ia telah mengenali :14
1. Asma' Allah
2. Sifat Allah, dan
3. Af'al Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.
Dari ciri-ciri umum tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mengalami perubahan yang dahsyat
2. Menjadi orang yang merdeka lahir dan batin
3. Bisa merasakan pengiring yang dihadirkan Allah Swt kepada setiap manusia (almala-ikat al-hafadzah)

4. Menjadi manusia yang optimis, aktif, berani, dan progresif
5. Memiliki akhlak yang baik dengan akhlak Tuhan
6. Selalu ber-ma'iyyah (beserta dan bersama-sama) dengan Allah
Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukan :
1. Sikap shidiq dalam bermu'amalah (bersosial) dengan Allah
2. Ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah
3. Pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang
membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah Swt
4. Sabar atau menerima pemberlakuan hukum dan aturan Allah atas dirinya
5. Dakwah atau mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya.

C.

Unsur-unsur dan Jenis-jenis Ma'rifatullah

13

Muhammad Sholikhin, Op.cit., (Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2007), h. 164
Revolusi Pendidikan, Ciri-ciri Ma'rifatullah, diambil dari
http://wikimedya.blogspot.co.id/2009/11/pengertian-marifatullah-ciri-ciri.html (pada tl 16-09-2015, pukul
15:10)
14

7|Tasawuf Sosial

Dalam kaitannya dengan unsur-unsur ma'rifatullah seperti yang di kutip dari Prof.
Tohari Mustamar, beliau menjelaskan unsur-unsur ma'rifatullah yaitu meliputi :15
1. Pengetahuan
Unsur pengetahuan bersumber dari ma'rifatul 'aqliyah atau ma'rifat akal sebagai
langkah yang paling awal.
2. Pemahaman
Unsur pemahaman bersumber dari ma'rifatul qalbiyah.
3. Penghayatan
Unsur penghayatan bersumber dari ma'rifatudz dzauqiyah atau unsur perasaan yang
halus lembut nan menghayati.
4. Keyakinan
Unsur keyakinan bersumber dari ma'rifatur ruhiyah.
5. Pengamalan
Unsur amal bersumber dari ma'rifatul 'amaliyah. Dari ma'rifat diwujudkan menjadi
amal ibadah.
Unsur-unsur tersebut merupakan suatu tingkatan dalam menggapai ma'rifatullah. Selain
kelima unsur diatas, terdapat unsur-unsur yang lain yaitu Ketaqwaan, pengabdian, dan
pengorbanan.
Selain unsur-unsur ma'rifatullah, menurut beliau juga terdapat jenis-jenis ma'rifatullah,
diantaranya :16
1. Ma'rifatul asma (mengenal nama-nama Allah)
Allah mempunyai 99 nama yang menyatakan bahwa Allah Maha Sempurna.
2. Ma'rifatus sifat (mengenal sifat-sifat Allah)
Dengan mendalami asma-ul husna, orang menjadi mengenal sifat-sifat Allah.
3. Ma'rifatul af'al (mengenal karya-karya Allah)
Karya Allah terbentang luas di jagad raya, tersusun rapi dan tidak mungkin manusia
dapat melakukannya tanpa kehendak Allah.
4. Ma'rifatul iradah (mengenal kehendak Allah)
Mengenal tujuan Allah menciptakan makhluk. Untuk apa Allah menciptakan alam
dunia dan akhirat, untuk apa Allah menciptakan manusia, untuk apa Allah
mendeklarasikan agama-Nya.
5. Ma'rifatudz Dzat (mengenal Dzat Allah)
15
16

Tohari Musnamar, Jalan Lurus Menuju Ma'rifatullah, (Yogyakarta: MITRA PUSTAKA, 2004), h. 27
Tohari Musnamar, Op.cit, (Yogyakarta: MITRA PUSTAKA, 2004), h. 50

8|Tasawuf Sosial

Bagian inilah yang tidak mungkin manusia dapat mencapainya, karena bagian ini
merupakan hak Tuhan.

D.

Ma'rifat dalam term al-Qur'an
Kata ma'rifat secara khusus menjadi konsep spiritual Islam dalam al-Qur'an memang

tidak didapati secara harfiah. Akan tetapi kita dapat menggali makna ma'rifat yang menjadi
inti kesufian dari substansi berbagai pesan dalam al-Qur'an. Kata yang berakar pada akar kata
'arafa, dalam keseluruhan al-Qur'an disebutkan sebanyak 71 kali. Dalam al-Qur'an, ma'rifat
memiliki banyak arti : mengetahui, mengenal, sangat akrab, hubungan yang patut,
berhubungan yang patut, berhubungan dengan baik, dan pengenalan berdasarkan
pengetahuan mendalam. Jika di himpun dalam satu pengertian, ma'rifat menurut substansi alQur'an memiliki maksud sebagai pengenalan yang baik serta mendalam berdasarkan
pengetahuan yang menyeluruh dan rinci.

َ ‫يض ِم َ ا َْم ِ ِم َما َ َرفُ ا ِم‬
ُ ‫س ِم ُ ا َما أ ُ ْ ِز َ ِ َ ا َر‬
ُ ‫س ِ َ َر ٰ أ َ ْ يُنَ ُ ْم َ ِف‬
َ ‫َ ِذَا‬
َ ‫ا ْ َح ِ ِ ۖ يَ ُ ُ وَ َربَنَا آ َمنَا فَا ْك ُ ْنَا َم َ ا‬
ُ ‫س ِم ُ ا َما أ ُ ْ ِز َ ِ َ ا َر‬
َ ‫شا ِه ِينَ َ ِذَا‬
ٰ ‫س ِ َ َر‬
ُ ‫أ َ ْ يُنَ ُ ْم َ ِف‬
َ ‫يض ِم َ ا َْم ِ ِم َما َ َرفُ ا ِم َ ا ْ َح ِ ِ ۖ َي ُ ُ وَ َربَنَا آ َمنَا فَا ْك ُ ْنَا َم‬

َ ‫ا‬
‫يض ِم َ ا َْم ِ ِم َما َ َرفُ ا‬
ُ ‫س ِم ُ ا َما أ ُ ْ ِز َ ِ َ ا َر‬
ُ ‫س ِ َ َر ٰ أ َ ْ يُنَ ُ ْم َ ِف‬
َ ‫شا ِه ِينَ َ ِذَا‬
َ ‫ِم َ ا ْ َح ِ ِ ۖ يَ ُ ُ وَ َربَنَا آ َمنَا فَا ْك ُ ْنَا َم َ ا‬
َ ‫شا ِه ِي‬
Artinya : "Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul
(Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al
Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya
Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi
saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.)." (QS. Al-Maidah: 83)

Dari ayat itu tampak bahwa orang beriman yang "mendengarkan", yakni mereka yang
menyerap dan menyelami makna kebenaran yang datang melalui al-Qur'an, dimana al-Qur'an
adalah kalamullah, akan mendapatkan kebenaran yang nyata. Sehingga dari kebanaran nyata
yang diperolehnya itu itu, mereka menyatakan diri sebagai orang beriman dan memohon
kepada Allah untuk menjadi saksi atas kebenaran tersebut.17

17

Muhammad Sholikhin, Op.cit., (Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2007), h. 177

9|Tasawuf Sosial

Ma'rifatullah ini dalam pandangan tasawuf tidak akan berhasil sekiranya tidak di awali
dengan mengenal diri sendiri lebih dahulu, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh
Amin al Kurdi dalam Tanwirul Qulub-nya, "ketahuilah bahwa pengenalan diri adalah suatu
urusan yang penting untuk setiap pribadi. Karena sesungguhnya siapa yang mengenal
dirinya ia dapat mengenal Tuhannya. Yaitu mengenal Tuhannya yang bersifat mulia, kuasa
dan kekal abadi. Siapa tidak mengenal dirinya, sebagaimana diatas, berarti ia jahil terhadap
Tuhannya".18

Bila seorang telah mengenal diri dan Tuhannya, dunia dan akhirat, tentu akan timbul
kecintaan terhadap Allah Swt, sebagai hasil ma'rifat kepada-Nya. Dengan mengenal akhirat,
akan menimbulkan rasa rindu terhadap akhirat. Dengan mengenal dunia, seseorang tidakn
akan tertarik olehnya. Kemudian bagi mereka, yang terpenting adalah segala yang dapat
mengantarkan mereka kepada keridaan dan rahmat Allah Swt, sertasegala yang bermanfaat
untuk hidup di akhirat.19 Dalam hal ini memang pernah diisyaratkan oleh Rosulullah Saw
dalam sabdanya :

‫ربه‬

‫رف‬

‫رف فسه ف‬

Artinya : "Barangsiapa mengenal diri pribadinya, maka ia akan mengenal Tuhannya"
Jadi mengenal pribadi diri sendiri merupakan kunci mengenal adanya Allah, Tuhan
Pencipta alam jagat raya seisinya ini. Dan hal ini sejalan dengan firman Allah :

َ‫َ ِفي أ َ ْفُ ِس ُ ْم ۚ أ َ َف َا ُ ْ ِ ُر و‬
Artinya : "Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan ?"
(QS. Adz-Dzariyaat : 21)
Dalam pandangan kaum sufi, maksud hadits dan ayat al-Qur'an di atas adalah
barangsiapa yang kenal akan dirinya, bahwa dirinya itu adam (asalnya tidak ada), maka
mudahlah ia mengenal Tuhannya. Tuhan itulah wujud dan juga yang mewujudkannya,
termasuk menciptakan dirinya sendiri. Allah-lah yang menciptkana segala maujud ini.20

E.

Cara Mengenal Allah

18

Najmuddin Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub, h. 464
Imam al-Ghazali, Minhajul Abidin (terj. Abul Hiyadh), (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), h.36
20
Moh. Saifullah, Op.cit, (Surabaya: Terbit Terang, 1998), h. 239

19

10 | T a s a w u f S o s i a l

‫م‬

Secara garis besar, ada empat hal metode mengenal Allah (ma'rifatullah). Berdasarkan
al-Qur'an, Allah Swt telah membimbing kita untuk mengenal-Nya dengan metode-metode
sebagai berikut :21
1. Dengan cara memohon kepada Allah agar Allah berkenan menjadikan kita mengenalNya dengan sebenar-benarnya.
2. Janganlah sombong dan berbohong. Maka berhati-hatilah ketika kita merasa diri kita
lebih baik dan mulia dari orang lain. Ini adalah awal kesengsaraan batin karena akan
gagal dalam menempuh jalan proses ma'rifatullah.
3. Rajin mencari ilmu, karena untuk mengenal Allah Swt membutuhkan ilmu untuk
diamalkan. Allah menyuruh orang mukmin untuk menanyakan segala sesuatu hanya
kepada ahlinya. Jangan pernah beralasan tidak punya waktu untuk mencari ilmu.
4. Amalkan setiap titik ilmu yang sudah diperoleh. Rasulullah selalu berlindung dari
ilmu yang tidak bermanfaat. Jadikanlah al-Qur'an sebagai bacaan yang akrab untuk
keseharian kita. Suasanakan akrab dengan al-Qur'an hingga terasa berdialog langsung
dengan Allah Swt.
Dari empat metode tersebut, bentuk aplikasinya adalah dengan cara menempuh lima
kunci (tahapan utama) untuk menggapai ma'rifatullah, yaitu
1. Dzikrullah
2. Tafakkur
3. Muraqabah
4. Muhasabah
5. Wirid

21

Muhammad Sholikhin, Op.cit., (Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2007), h.246

11 | T a s a w u f S o s i a l

PENUTUP
A.

Kesimpulan
Ma'rifatullah dilihat dari segi etimologisnya berarti pengetahuan atau mengetahui

dengan seyakin-yakinnya. Dalam pengertian terminologis tasawuf, ma'rifatullah adalah
mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan. Pengertian
ma'rifatullah juga dikemukakan oleh beberapa ahli dan pelaku ma'rifatullah itu sendiri,
diantara seperti Ibnu Qoyyim al-Jauziah, Imam al-Ghazali, Imam al-Qusyairi, Dzun al-Misri,
dll.
Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, menyatakan bahwa seluruh pencapaian
pengalaman keagamaan (Maqamat ad-din) terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu : Pengetahuan
(ma'rifat), keadaan (ahwal), dan tindakan (a'mal). Keadaan pencapaian jalan penempuhan
oleh Evelyn Underhill digambarkan seperti stadium umum yang meliputi : Awakening,
Purgation, Illumination, Purification, dan The Unity of State, yang dalam ajaran tasawuf
sendiri diringkas menjadi 3 stadium yaitu Takholli, Tahalli, dan Tajalli.
Ma'rifatullah dalam al-Qur'an memang tidak digambarkan secara harfiah. Namun
secara inplisit terdapat kandungan ma'rifatullah didalam al-Qur'an seperti dalam QS. AlMaidah ayat 83 yang menjelaskan bahwa mereka yang menyerap dan menyelami makna
kebenaran yang datang melalui al-Qur'an, dimana al-Qur'an adalah kalamullah, akan
mendapatkan kebenaran yang nyata. Sehingga dari kebanaran nyata yang diperolehnya itu
itu, mereka menyatakan diri sebagai orang beriman dan memohon kepada Allah untuk
menjadi saksi atas kebenaran tersebut. Untuk memperoleh pencapaian ma'rifatullah, terdapat
beberapa kunci diantaranya : Dzikrullah, Tafakkur, Muraqabah, Muhasabah, Wirid.
Maka dari itu marilah kita seiring menyempurnakan syari'at kita, bersama-sama
berjuang untuk dapat mencapai ma'rifatullah.

B.

Kritik dan Saran
Makalah yang kamu buat masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mohon kritik,

saran dan masukan demi perbaikan makalah kami ke depan. Kami juga mohon maaf apabila
dalam makalah kami ada pihak yang merasa tersinggung. Seomoga makalah ini bisa menjadi
tambahan pelajarn dan refernsi untuk kita bisa lebih baik lagi dalam mempelajari dan
mengamalkan ilmu tasawuf.

12 | T a s a w u f S o s i a l

DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. (Solo: Ramadani, 1992)
Ali ibn Usman al-Hujwiri, The Kasyf al-Mahjub: The Oldest Persian Treatise on Sufism,
(Bandung: Mizan, 1992)
As-Sayyid Bakri al-Makki, Merambah Jalan Shufi Menuju Surga Ilahi, disadur dari kitab
Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiyaa, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo,

2001)
E-Book Ma'rifatullah: Meneretas Jalan Menuju Allah
Evelyn Underhill, E-book Mysticism: A Study of the Nature and Development of Man's
Spiritual Consciousness, (1955; New York: New American Library, 1974)

Imam al-Ghazali, Minhajul Abidin (terj. Abul Hiyadh), (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995)
Moh. Saifullah, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Terbit Terang, 1998)
Muhammad Sholikhin, AJARAN MA'RIFAT SYEKH SITI JENAR: Panduan Menuju
Kemenyatuan dengan Allah, Refleksi, dan Penghayatan Syekh Siti Jenar, (Yogyakarta:

Penerbit NARASI, 2007)
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu)
Najmuddin Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub
Ris'an Rusli, Tasawuf dan Tarekat: Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: Rajawali
Press, 2013)
Revolusi Pendidikan, Ciri-ciri Ma'rifatullah, diambil dari
http://wikimedya.blogspot.co.id/2009/11/pengertian-marifatullah-ciri-ciri.html (pada tl
16-09-2015, pukul 15:10)
Tohari Musnamar, Jalan Lurus Menuju Ma'rifatullah, (Yogyakarta: MITRA PUSTAKA,
2004)

13 | T a s a w u f S o s i a l