JUDISIAL REVIEW DAN KUALITAS JUDISIAL REVIEW DAN KUALITAS PEMBENTUKAN PERATURAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERUNDANG-UNDANGA 5834094509. 5834094509

JUDISIAL REVIEW DAN KUALITAS
PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN

OLEH
SOFYAN SITOMPUL, SH, MH
INSPEKTUR KEPEGAWAIAN

DISAMPAIKAN PADA PERTEMUAN
PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
JAKARTA, 3 NOVEMBER 2009
Sofyan Sitompul

1

GUARANTEES OF CONSTITUTIONS/
JAMINAN KONSTITUSI (1)
• Undang-undang selaku produk politik






Kepentingan para politisi (de wetgevers) pada proses pembentukan undangundang.
Pasal 20 ayat (1), (2),(3), dan (4) UUD 1945 menetapkan, DPR memegang
kekuasaan membentuk undang-undang.
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945, Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR.
Bertentangan dengan aspirasi dan kehendak rakyat banyak selaku pemegang
kedaulatan tertinggi.

• Judicial Review/Constitutional Review



Kewenangan lembaga peradilan, contoh: Supreme Court (USA)
Dalam bukunya General Theory of Law and State (1961:267), Hans Kelsen
menyatakan pengujian undang-undang merupakan salah satu jaminan yang
diberikan konstitusi bahwa isi dari norma yang lebih rendah harus sesuai
dengan norma yang lebih tinggi, sehingga pengujian suatu undang-undang
untuk menjamin keseuaian antar norma yang lebih rendah dengan yang lebih
tinggi. Untuk ketertiban hukum tersedia prosedur dimana norma yang lebih

rendah dapat diuji kesesuainnya dengan yang lebih tinggi dan dapat
dibatalkan jika terdapat ketidaksesuaian.
2
Sofyan Sitompul

GUARANTEES OF CONSTITUTIONS/
JAMINAN KONSTITUSI (2)
• Lembaga Peradilan sebagai Negative Legislator
(fungsi legislatif yang negatif)


Pembatalan undang-undang adalah sebuah fungsi legislatif, tindakan yang
disebut sebagai legislasi negatif. Pengadilan yang berwenang untuk
membatalkan undang-undang secara individu maupun umum berfungsi
sebagai sebuah legislator negatif (Hans Kelsen , 1961)

• Partisipasi masyarakat (Post Scriptum)





Undang-undang adalah suatu kehendak umum/volonte generale (Jean
Jacques Rosseau, Du Contract Social, 1712)
Undang-undang menciptakan tujuan umum yakni kepentingan umum.
Undang-undang yang tidak mencerminkan kepentingan umum dianggap tidak
adil (Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, 1988).

Sofyan Sitompul

3

MODEL-MODEL MAHKAMAH KONSTITUSI YANG
BERWENANG MELAKUKAN “JUDICIAL REVIEW”
NO

MODEL

SUSUNAN

WEWENANG


1.

Mahkamah
Konstitusi Austria
(Continental
Model)
sejak
tahun 1920

Berdiri sendiri, di luar
Mahkamah Agung

Melakukan :
“constitutional review”
Legalitas peraturan di bawah UU
Pengujian perjanjian internasional
Peselisihan Pemilu
Impeachment
Constitutional complaint

Sengketa kewenangan/ keuangan
Sengketa antara lembaga negara
Penafsiran UUD

Antara lain Austria,
Jerman, Belanda,
Mesir, Afrika Selatan,
Korea Selatan,
Thailand, Chili.

2.

Model
Dewan
Konstitusi
(Council
Constitutional)
Perancis
sejak
tahun 1958


Berdiri sendiri, di luar
Mahkamah Agung.
Tidak disebut
pengadilan (court)
tetapi dewan
(council) (semi
peradilan)

Melakukan
“constitutional review “
menguji UU sebelum diberlakukan.
Wewenang lain adalah:
“constitutional review”
Perselisihan penyelenggaraan pemilu
dan referendum
Memberikan pendapat (consultative
power) kepada presiden jika diminta
Memberikan fatwa hukum tetapi
tidak pernah digunakan

Menguji
konstitusionalitas
tata
lembaga DPR

Libanon, Aljazair,
Maroko, Kamboja, dan
Kazakhtan

Sofyan Sitompul

NEGARA

4

3.

Model
Kamar
Khusus

(Special
Chambers)

Dalam Pengadilan yang ada
dibentuk
kamar
khusus,
tetapi bukan di MA melainkan
di Pengadilan Tinggi

Kamar khusus itu diberi
wewenang untuk menjalankan
pengujian konstitutionalitas
suatu UU

Yaman, Camerun,
Uganda, Panama,
Uruguay

4.


Model
Campuran
Amerika
dan
kontinental

Mahkamah Agung/Mahkamah
Konstitusi/kamar
khusus
melakukan
constitutional
review secara terpusat, tetapi
semua pengadilan yang ada
pada
semua
tingkat
berwenang
pula
untuk

menyamping
UU
yang
bertentangan
dengan
konstitusi

MA/MK/kamar
Khusus
melakukan pengujian secara
terpusat,
semua
tingkat
pengadilan
melakukan
pengujian
secara
terdesentralisasi

Yunani, swiss, Brasil,

Venezuela

5.

Model Belgia

Court
of
arbitrase
(Pengadilan
tertinggi
dibidang arbitrase) setingkat
dengan Mahkamah Agung

-”constitusional review”

Belgia

Tidak
mengenal
adanya
lembaga
peradilan
yang
berwenang
menguji
UU
terhadap
UUD
UndangUndang tidak dapat diganggu
gugat ”the queen or king in
Parlianment”

Undang-undang
tidak
dapat
diganggu gugat. UU hanya
dapat diuji melalui legislative
review

6.

Model
Supremasi
Parlemen

- tugas lain adalah melakukan
penyelesaian sengketa melalui
arbitrase

Sofyan Sitompul

Inggris,
Kuwait,
Ethiopia

Belanda,
Congo,

5

MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
Mahkamah Konstitusi RI selaku constitutional court yang ke-78 di dunia merupakn
mahkamah yang pertama di abad XXI.
Pasal 24A (2) UUD 1945 : Kekuasaan kehakiman :
 Sebuah MAHKAMAH AGUNG dan badan peradilan yang berada dibawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
 Sebuah MAHKAMAH KONSTITUSI .
Pasal 24C (1) : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final :
 untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
 memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar,
 memutus pembubaran partai politik, dan
 memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Pasal 24C (2) : Mahkamah Konstitusi wajib
 memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UndangUndang Dasar
6
Sofyan Sitompul
.

HUKUM ACARA
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG
DASAR :



UU No. 24 Tahun 2003 (UUMK) Pasal 50 sd Pasal 60
Peraturan MK (PMK) No.06/PMK/2005 tgl. 27 Juni 2005
tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian
Undang-Undang (sebagai pelaksanaan Pasal 86 UUMK)

OBYEK PENGUJIAN :
Pasal 50 UUMK : Undang-undang yang dapat diuji adalah
undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD.
Penjelasan UUMK: yang dimaksudkan dengan setelah
perubahan UUD adalah perubahan pertama tanggal 19 Oktober
1999
(penjelasan lebih lanjut lihat kontroversi Pasal 50).
Sofyan Sitompul

7

KONTROVERSI PASAL 50
(putusan secara berangsur)
1.

2.

3.

4.

Tanggal 23 Desember 2003 Mahkamah Konstitusi mengenyampingkan
Pasal 50 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 004/PUU-I/2003
atas Pengujian Undang-Undang Nomor14 Tahun1995 tentang
Mahkamah Agung .
Tanggal 30 Juni 2004 Mahkamah Konstitusi menyatakan berwenang
untuk mengadili undang-undang yang diundangkan sebelum tanggal 19
Oktober 1999 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-II/
2004 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.
Tanggal 10 Nopember 2004 Mahkamah Konstitusi menyatakan
berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan
pengujian undang-undang yang diundangkan sebelum tanggal 19
Oktober 1999 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 018/PUUI/2003 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, …,
dan Kota Sorong .
Tanggal 11 April 2004 Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 50
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
066/PUU-II/2004 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri .
Sofyan Sitompul

8

IMPLIKASI PUTUSAN MK
ATAS PASAL 50
Seluruh undang-undang yang diberlakukan di
Republik Indonesia dapat diuji.
Dampak : permohonan pengujian undang-undang meningkat
(termasuk undang-undang masa lampau) yaitu :
 Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
1995
tentang
Pemasyarakatan;
 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia
Urusan Piutang Negara;
 KUHP;
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara;
 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
 Undang-Undang
Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian;
 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sofyan Sitompul

9

PRODUK HUKUM MK



UUMK : putusan
PMK : putusan dan ketetapan

UUMK (Pasal 56-57)
 Permohonan
tidak dapat diterima, dalam hal
pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi
Pasal 50 dan Pasal 51;
 Permohonan dikabulkan, dalam hal permohonan
beralasan atau pembentukannya tidak memenuhi
ketentuan pembentukan undang-undang;
 Permohonan ditolak, dalam hal undang-undang
tidak bertentangan dengan UUD.
Sofyan Sitompul

10

PMK (Pasal 36 dan Pasal 43)
Pasal 36 : idem UUMK
Pasal 43 : Mahkamah mengeluarkan ketetapan
dalam hal :




Permohonan bukan kewenangan Mahkamah :
perkara No.015/PUU-I/2003, atas Permohonan verifikasi
Partai Persatuan Nasional Indonesia (PPNI), ditetapkan tgl.
22 Desember 2003 dan perkara No.016/PUU-I/2003 atas
Permohonan agar putusan peninjauan kembali Mahkamah
Agung RI Nomor 179 PK/PDT/1998 tanggal 7 September
2001 dinyatakan batal, ditetapkan tgl. 22 Desember 2003.
Pemohon menarik kembali permohonannya :
contoh : perkara No.9/PUU-V/2007 atas Pengujian Pasal 58
f
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah, pemohon H. Nur Ismanto, SH MSi dkk
(4 pemohon), ditetapkan tgl. 1 Mei 2007 : penetapan
mengabulkan permohonan pemohon menarik kembali
permohonan.

Sofyan Sitompul

.

11

SIFAT DAN JENIS PUTUSAN MK









Final dan mengikat.
Berlaku sejak diucapkan pada sidang terbuka.
Declaratoir.
A negative legislator : kewenangan mengenyampingkan
dan membatalkan undang-undang yang bertentangan
dengan konstitusi.
A positive legislator : hakim MK tidak dipilih oleh rakyat
secara
langsung,
tetapi
berwenang
mengabaikan
kehendak mayoritas rakyat. Contoh : kembalinya hak eks
anggota PKI sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu
2004 (Putusan MK No.011/PUU-I/2003 dan No.017/PUU-I/
2003 atas Pengujian Undang-undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRD, diputus tgl. 24 Pebruari 2004, amar : Menyatakan
pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat).
Faktor pengubah hukum : putusan/pertimbangan hukum
MK merupakan acuan dalam pembentukan hukum
(beberapa putusan memberi “saran” kepada pembentuk
undang-undang).
12
Sofyan Sitompul

IMPLIKASI PUTUSAN MK









Permohonan tidak dapat diterima : dapat diajukan
pengujian kembali apabila terpenuhi ketentuan Pasal 50
dan Pasal 51 UUMK.
Permohonan dikabulkan : tidak dapat diuji kembali;
beberapa putusan memerlukan tindak lanjut pembentukan
undang-undang (dibahas lebih lanjut kemudian).
Permohonan ditolak :
 UUMK : tidak dapat diuji kembali
 PMK
:
dapat
diuji
kembali
dengan
alasan
konstitusionalitas yang berbeda (menambah jumlah
permohonan).
MK tidak berwenang : tidak dapat diajukan kembali.
Permohonan ditarik kembali : Pemohon tidak dapat
mengajukan kembali permohonan; mencatat penarikan
kembali/pencabutan perkara dalam Buku Registrasi Perkara
Konstitusi;
Sofyan Sitompul

13

NE BIS IN IDEM
(Pasal 60 UUMK versus Pasal 42 PMK)




Pasal 60 UUMK : Terhadap materi muatan
ayat, pasal, dan/atau bagian dalam
undang-undang yang telah diuji, tidak
dapat dimohonkan pengujian kembali.
Pasal 42 (2) PMK : Permohonan pengujian
undang-undang terhadap muatan ayat,
pasal, dan/atau bagian yang sama dengan
perkara
yang
pernah
diputus
oleh
Mahkamah dapat dimohonkan pengujian
kembali
dengan
syarat-syarat
konstitusionalitas yang menjadi alasan
permohonan yang bersangkutan berbeda.
Sofyan Sitompul

14

IMPLIKASI PASAL 42 (2) PMK
(CONDITIONALLY CONSTITUTIONAL)





Putusan MK No.058,059,060,063/PUU-II/2004, 08/PUU-III/
2005 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air, diputus tgl.19 Juli 2005 dengan
amar : Menolak permohonan para pemohon .
Pertimbangan hukum MK
: UU SDA telah cukup
memberikan
kewajiban
kepada
Pemerintah
untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air,
yang
dalam
peraturan
pelaksanaannya
Pemerintah
haruslah memperhatikan pendapat Mahkamah yang telah
disampaikan dalam pertimbangan hukum yang dijadikan
dasar atau alasan putusan. Sehingga, apabila Undangundang a quo dalam pelaksanaan ditafsirkan lain dari
maksud sebagaimana termuat dalam pertimbangan
Mahkamah di atas, maka terhadap Undang-undang a quo
tidak tertutup kemungkinan untuk diajukan pengujian
kembali (conditionally constitutional).
Sofyan Sitompul

15

DAMPAK PASAL 42 (2) PMK




Pengujian atas : Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, perkara No.006/PUU-III/2005 diputus tgl. 31 Mei
2005, amar : permohonan pemohon ditolak.
Diuji kembali : Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), ayat (5) huruf a dan ayat (5) huruf C, sepanjang
mengenai anak kalimat “… partai politik atau gabungan
partai politik.”, perkara No. 5/PUU-VI/2007 diputus tgl. 23
Juli 2007, amar : permohonan pemohon dikabulkan
(terbukanya kesempatan calon perseorangan (tanpa
melalui partai politik) sebagai calon kepala daerah).

Konsekuensi hukum :
Pemberlakuan Pasal 42 (2) PMK merupakan “pengabaian
Pasal 60 UUMK”.

Sofyan Sitompul

16

HUBUNGAN PUTUSAN MK
DAN PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG


Putusan MK No.001-021-022/PUU-I/2003 tgl 1 Desember
2004 atas Pengujian Undang-undang No. 20 Tahun 2002
tentang Ketenagalistrikan, dengan amar : Menyatakan
UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pertimbangan hukum :
 Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68, khususnya yang
menyangkut unbundling dipandang bertentangan
dengan konstitusi;
 Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68 merupakan jantung
dari UU No. 20 Tahun 2002, maka undang-undang a
quo secara keseluruhan tidak dapat dipertahankan
lagi;
 Untuk
menghindari
kekosongan
hukum
(rechtsvacuum), maka UU No. 15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan berlaku kembali;
 MK menyarankan agar pembentuk undang-undang
menyiapkan RUU Ketenagalistrikan yang baru yang
sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.
Sofyan Sitompul

17



Putusan MK No.002/PUU-I/2003 tgl 15 Oktober 2003 atas
Pengujian Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi , dengan amar : Pasal 12 ayat (3)
sepanjang mengenai kata-kata “diberi wewenang”, Pasal
22 ayat (1) sepanjang mengenai kata-kata “paling
banyak”; Pasal 28 ayat (2) dan (3) yang berbunyi “(2)
Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi
diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat
dan wajar, (3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi
tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan
masyarakat tertentu” Undang-undang No. 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.
Pertimbangan hukum :
 Penentuan harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas
Bumi dalam negeri sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 28 ayat (2) undang-undang a quo, tidak
menjamin
makna
prinsip
demokrasi
ekonomi
sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.
Sofyan Sitompul

18

 Pasal 22 ayat (1) undang-undang a quo yang
mencantumkan kata-kata “paling banyak” maka hanya
ada pagu atas (patokan persentase tertinggi) tanpa
memberikan batasan pagu terendah, dapat digunakan
oleh pelaku usaha sebagai alasan yuridis untuk hanya
menyerahkan bagiannya dengan persentase serendahrendahnya bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD
1945.


Putusan MK No 006/PUU-IV/2006, tgl 7 Desember 2006
atas Pengujian Undang-Undang No. 27 Tahun 2004
tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi , dengan amar:
Menyatakan Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
Pertimbangan hukum :
 Pasal 27 yang menentukan bahwa kompensasi dan
rehabilitasi sebagaimana ditentukan oleh Pasal 19,
yaitu pemberian kompensasi, restitusi dan/atau
rehabilitasi, diberikan apabila permohonan amnesti
dikabulkan mengandung kontradiksi antara satu bagian
19
dengan bagian yang Sofyan
lain.Sitompul

1.

Putusan MK No. 012,016,019/PUU-IV/2006,
tgl 19
Desember 2006 atas Pengujian Undang-Undang No. 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK) , dengan amar :
 Menyatakan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 Menyatakan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi tetap mempunyai kekuatan hukum
mengikat sampai diadakan perubahan paling lambat 3
(tiga) tahun terhitung sejak putusan ini diucapkan.
Pertimbangan hukum :
 Dalam praktik di pengadilan umum dan Pengadilan
Tipikor menunjukkan bukti adanya standar ganda
dalam upaya pemberantasan korupsi melalui kedua
mekanisme peradilan yang berbeda.
 Pasal 53 UU KPK yang melahirkan dua lembaga
bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 24A ayat (5), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
Sofyan Sitompul

20

1.

Putusan MK No. 5/PUU-V/2007 tgl 23 Juli 2007 atas
permohonan Pengujian Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan amar :
 Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat pasal-pasal Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu:

Pasal 56 Ayat (2) yang berbunyi, ”Pasangan calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
oleh partai politik atau gabungan partai politik”;

Pasal 59 Ayat (1) sepanjang mengenai frasa
“yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik”;

Pasal 59 Ayat (2) sepanjang mengenai frasa
”sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”;

Pasal 59 Ayat (3) sepanjang mengenai frasa
“Partai politik atau gabungan partai politik wajib”,
frasa ”yang seluas-luasnya”, dan frasa “dan
selanjutnya memproses bakal calon dimaksud”;

Sofyan Sitompul

21



Menyatakan pasal-pasal Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dikabulkan
menjadi berbunyi sebagai berikut:
• Pasal 59 Ayat (1): ”Peserta pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan
calon”;
• Pasal 59 Ayat (2): ”Partai politik atau gabungan
partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon
apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurangkurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah
kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari
akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan
umum
anggota
DPRD
di
daerah
yang
bersangkutan”;
• Pasal 59 Ayat (3): ”Membuka kesempatan bagi
bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 melalui
mekanisme yang demokratis dan transparan”.

Sofyan Sitompul

22

1.

Putusan MK No 2,3/PUU-V/2007 tgl 30 Oktober 2007
atas Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, dengan amar :
• Permohonan Pemohon I dan Pemohon II dalam
perkara
Nomor
2/PUU-V/2007
ditolak
untuk
seluruhnya;
• Permohonan Pemohon III dan Pemohon IV dalam
perkara Nomor 2/PUU-V/2007 tidak dapat diterima
(niet onvankelijk verklaard);
• Permohonan perkara Nomor 3/PUU-V/2007 tidak
dapat diterima (niet onvankelijk verklaard);
Pertimbangan hukum :
Dalam rangka pembaruan hukum pidana nasional dan
harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pidana mati, maka perumusan, penerapan,
maupun pelaksanaan pidana mati dalam sistem peradilan
pidana di Indonesia hendaklah memperhatikan
dengan sungguh-sungguh hal-hal berikut :
Sofyan Sitompul

23

Pertimbangan hukum (lanjutan) :
• pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan
sebagai pidana yang bersifat khusus dan alternatif;
• pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama
sepuluh tahun yang apabila terpidana berkelakuan terpuji
dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau
selama 20 tahun;
• pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anak-anak yang
belum dewasa;
• eksekusi pidana mati terhadap perempuan hamil dan
seseorang yang sakit jiwa ditangguhkan sampai perempuan
hamil tersebut melahirkan dan terpidana yang sakit jiwa
tersebut sembuh; Mahkamah menyarankan agar semua
putusan pidana mati yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap (in kracht van gewijsde) segera dilaksanakan
sebagaimana mestinya.

Sofyan Sitompul

24

1.

Putusan MK No 24/PUU-V/2007 tgl 12 Pebruari 2008 atas
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 18
Tahun
2006
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2007, dengan amar :
• Menyatakan Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sepanjang
mengenai frasa “gaji pendidik dan” bertentangan dengan
UUD 1945 dan ”tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat;
• Menyatakan permohonan para Pemohon terhadap UndangUndang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2007
tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard);
Pertimbangan Hukum :
• Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan pembentukan
undang-undang tentang penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional yang materi muatannya seharusnya tidak
mengatur
secara
imperatif
tentang
anggaran
pendidikan, karena anggaran pendidikan diatur dalam ayat
lain yaitu dalam Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945.
• pengaturan tentang alokasi maupun besaran anggaran
pendidikan menjadi domain Undang-Undang tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
ditetapkan setiap tahun
Sofyan Sitompul

25

REKAPITULASI PERKARA JUDICIAL
REVIEW






Merupakan
gambaran
undang-undang
tersebut harus diubah karena tidak sesuai
lagi dengan perkembangan jaman.
Sebagai tolak ukur
berkualitas atau
tidaknya suatu undang-undang dapat
dilihat dari jumlah pengujian undangundang ke MK.
Perkara pengujian undang-undang di MK
tahun 2003-22 Mei 2007, tercatat 117
perkara, dikabulkan sebanyak 30 (tiga
puluh) perkara, ± 25.6% undang-undang
dinyatakan bertentangan dengan UUD
1945.
Sofyan Sitompul

26

KESIMPULAN









Undang-undang adalah sebuah produk politik
berbaju yuridis yang apabila bertentangan dgn UUD
1945 dapat dibatalkan atau dinyatakan tidak
mengikat.
Mahkamah Konstitusi sebagai a negative legislator.
Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji
seluruh undang-undang yang berlaku di Republik
Indonesia.
Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan salah
satu faktor pengubah hukum/undang-undang yang
berhubungan
dengan
peningkatan
kualitas
pembentukan undang-undang.
Akibat
Putusan
Mahkamah
Konstitusi
maka
pengharmonisasian pembentukan undang-undang
dirasakan sangat strategis untuk meningkatkan
kualitas pembentukan undang-undang.
Sofyan Sitompul

27

Sofyan Sitompul

28