Implikasi Ketentuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas.

(B. Hukum)
Implikasi Ketentuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas
Kata kunci: implikasi, tanggung jawab sosial dan lingkungan
Asrori, M. Hudi; Kholil, Munawar; Mintorowati, Endang
Fakultas Hukum UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Fundamental, 2012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implikasi praktis dan teoritis adanya ketentuan tanggung
jawab sosial dan lingkungan (TJSL) perusahaan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, jenis data yang digunakan adalah data primer yang
bersumber dari para pelaku usaha, pengurus Kadin, pejabat pemerintah, para pakar akademisi, dan
masyarakat, sedangkan data sekunder bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Data dikumpulkan dengan wawancara dan studi pustaka, kemudian dianalisis
dengan teknik editing analysis style.
Implikasi praktis adanya ketentuan TJSL dalam UUPT adalah pengaturan TJSL masih perlu diperjelas dan
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. Belum seluruhnya perusahaan
yang berkaitan dengan sumber daya alam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan,
masalahnya, masih terdapat persepsi bahwa alokasi TJSL itu tidak wajib, apalagi dalam pelaksanaanya
tidak ada kontrol yang baik dari pemerintah, juga tidak adanya sanksi yang tegas bagi perusahaan yang
tidak menyalurkan TJSL. Dalam praktiknya perusahaan mengalokasikan antara 2% s.d. 5% dari laba bersih
perusahaan yang disalurkan sendiri maupun menggandeng pihak lain.
Sedangkan implikasi teoritisnya adalah adanya paradok dalam diskursus hukum korporasi di Indonesia,

yaitu: pertama, regulasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam UUPT merefleksikan
kesalahpahaman atau, paling tidak, ketidaktahuan tentang anatomi dan sejarah hukum korporasi. Kedua,
regulasi TJSL perusahaan dalam praktik realistisnya menjadikan karakteristik hukum korporasi Indonesia
tumpang tindih dengan hukum-hukum yang sudah ada. Ketiga, pemerintah menutupi ketidakmampuan
law enforcement hukum yang sudah ada dengan memproduksi hukum baru, bukan dengan memperkuat
pelaksanaan hukum yang ada dan aparatur hukumnya