Implementasi Ketentuan Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Dalam Pengurusan Perusahaan

(1)

IMPLEMENTASI KETENTUAN PASAL 155 UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM

PENGURUSAN PERUSAHAAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

SATRIA SARONIKHAMO WARUWU

NIM : 110200495

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

IMPLEMENTASI KETENTUAN PASAL 155 UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM

PENGURUSAN PERUSAHAAN SKRIPSI

DiajukanuntukMelengkapiTugas-TugasdanMemenuhiSyarat-SyaratuntukMencapaiGelarSarjanaHukum

OLEH:

SATRIA S WARUWU 110200495

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

KetuaDepartemenHukumEkonomi

(Windha, S.H, M.Hum) NIP. 197501122005012002

DosenPembimbing I DosenPembimbing II

(Dr. MahmulSiregar, SH.,M.Hum) (Windha, S.H, M.Hum)

NIP. 197302202002121001 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tiada taranya, penulis sampaikan kepada Sang Juruslamat, Tuhan Yesus Kristus, hanya karena kemurahan dan kebaikan-Nya, penulis dapat melalui setiap proses didalam kehidupan ini. Dan hanya karena kemurahan-Nya jugalah penulis dapat melalui proses perkuliahan yang penulis tempuh di Universitas Sumatera Utara, kampus yang sangat penulis cintai. Juga atas berkat-Nya yang tidak ada batasnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Implementasi Ketentuan Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Terhadap Pengurusan Perusahaan”.

Pada kesempatan yang berharga ini, penulis menyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya, atas kemurahan hati dan keinginan dari Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum serta Ibu Windha, S.H., M. Hum yang telah memimbing, dan berbagi ilmu kepada penulis didalam penulisan skripsi ini, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyampaika terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan berpengaruh dalam penulisan skripsi ini:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. Selaku Pembantu Dekan I


(4)

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M. Hum., DFM. Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum. Selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, S.H., M. Hum. Selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M. Hum selaku Guru Besar Hukum

Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Mulhadi, S.H., M.Hum selaku dosen Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, sebagai dosen pembimbing akademik penulis.

8. Segenap dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berhaga kepada penulis, selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi perkuliahan selama penulis menempuh jenjang perkuliahan S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Rasa syukur dan terimakasih yang berasal dari lubuk hati penulis yang paling

dalam, penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil, yang selalu meninspirasi penulis untuk terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik


(5)

dari hari ke hari, dan telah mendukung penulis selama proses perkuliahan, sehingga pada akhirnya penulis mendapatkan gelar Sarjana Hukum.

11. Saudara-saudara kandung penulis, kepada adek Teguh Abrian Saronikhamo

Waruwu, adek Cakra Saronikhamo Waruwu, adek Naomi Nifaeri Saronikhamo Waruwu yang selalu memberikan kecerian dan kebahagian ditengah-tengah keluarga.

12. Kepada seluruh teman-teman Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia,

Komisariat Fakultas Hukum USU, yang selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, telah memberikan ruang kepada penulis, untuk sama-sama beajar dan bergaul didalam satu gerkan kebanggan kita, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, SYALLOM!!!!

13. Kepala Lembaga Penginjilan Mahasiswa Indonesia (LPMI) yang telah

banyak memberikan pelajaran mengenai arti hidup, dan membantuk penulis untuk tumbuh didalam pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus, dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti berbagai kegiatan baik ditingkat kota, provinsi bahkan tingkat ASEAN, penulis sangat bangga dan bersykur pernah mengenal dan masuk didalam pelayanan ini, Tuhan

Yesus memberkati para staff dan rekan-rekan semua. Pergilah jadikanlah

semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Matius 28: 19).

14. Teman-teman group E Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan


(6)

belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan meninggalkan banyak cerita dan kenangan kepada penulis, sekiranya keberhasilan dan kejayaan menyertai kita untuk kedepan.

15. Dewi Maya Ginting, S.H, yang telah mendukung penulis dan membagikan

cintanya yang tulus kepada penulis, sebagai penyemangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

16. Kepada sahabat-sahabat yang keren, dan lucu-lucu, yang selalu menghadirkan

tawa dan kecerian kepada penulis, kepada Ahamad Husein Pan Harahap, Miftahul Rahma, Abdel Khalis, Febri Hasibuan, Erik Kaban, Franky Frier, Natan Romlen, Daud, Evelyn, Naomi, Togar dan banyak lainya yang tidak pernah cukup untuk disebutkan satu persatu.

17. Salam hormat kepada Penulis Karya Ilmiah atas karya-karya ilmiahnya yang

sangat membantu penulis dalam penyelsaian skripsi penulis.

Mengingat akan keterbatasan penulis, dan kodrat penulis yang hanya sebagai manusia biasa, penulis sangat menyadari, bahwa didalam penulisan skripsi ini, banyak kekurangan baik dari segi substansi maupun segi penulisan, oleh sebab itu, penulis membutuhkan kritik maupun saran dari berbagai pihak, agar kedepan hal tersebut dapat menjadi bahan bagi penulis untuk membentuk karya ilmiah yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat kepada para pihak yang membutuhkan bahan refrensi dalam menghadapi permasalahan didalam ruang lingkup Hukum Korporasi. Tuhan Memberkati!

Medan, Februari 2015 Satria Saronikhamo Waruwu NIM : 110 200 495


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

ABSTRAK... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan... 6

D. Keaslian Penulisan... 8

E. Tinjauan Pustaka... 9

F. Metode Penelitian... 10

G. Sistematika Penelitian... 12

BAB II PENGURUSAN PERUSAHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum... 14

B. Peraturan Mengenai Perseroan Terbatas... 25

C. Organ-Organ dalam Perseroan Terbatas... 31


(8)

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI ATAS KESALAHAN DAN KELALAIAN DALAM PENGURUSAN PERUSAHAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Ketentuan Mengenai Tanggung Jawab Direksi yang Diatur dalam

Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas... 63

B. Pertanggungjawaban Direksi Secara Perdata Atas Kesalahan dan

Kelalaian dalam Pengurusan Perusahaan... 69

C. Bussiness Judment Rule Sebagai Pembebasan Pertanggungjwaban

oleh Direksi... 80

BAB IV IMPLEMENTASI PASAL 155 UNDANG-UNDANG 40 TAHUN

2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERUSAHAAN

A. Pasal 155 Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Sebagai Ketentuan Pengenaan Pertanggung Jawaban Secara Pidana Pada Direksi... 85

B. Bentuk Serta Batasan Kesalahan dan Kelalaian Direksi yang Dapat

Dipertanggung Jawabkan Secara Pidana... 89

C. Dampak Ketentuan Pasal 155 Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas Terhadap Direksi dalam Pengurusan Perusahaan... 94

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 99 B. Saran... 101 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI KETENTUAN PASAL 155 UNDANG-UNDANG 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM

PENGURUSAN PERUSAHAAN

Satria Saronikhamo Waruwu1

Mahmul Siregar

Windha

Perseroan Terbatas sebagai badan usaha yang berbadan hukum, merupakan subjek hukum yang bersifat abstrak. Perseroan Terbatas, dijalankan oleh organ-organ yang bekerja untuk dan atas nama Perseroan. Direksi adalah salah satu organ Perseroan Terbatas yang memiliki tugas untuk mengurus dan mewakili Perseroan Terbatas. Dengan adanya ketentuan Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, mengakibatkan direksi dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana, atas kesalahan dan kelalaiannya yang mengakibatkan Perseroan Terbatas mengalami kerugian. Pemidanaan terhadap direksi membawa polemik serta pengaruh terhadap kinerja perusahaan, maupun terhadap direksi lainnya. Oleh karena itu perlu dikaji secara ilmiah mengenai implementasi Pasal 155 UUPT yang memperluas pertanggung jawaban direksi, dari ranah perdata ke ranah pidana.

Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum

normatif dengan cara mengumpulkan data secara kepustakaan (library research),

penelitian menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, data dianalisis menggunakan metode analisis data kualitatif.

Pasal 155 UUPT adalah ketentuan yang memperluasan

pertanggungjawaban direksi dari tanggung jawab perdata ke pertanggungjawaban secara pidana tersebut. Direksi adalah pihak yang mengerti dan bertanggungjawab terhadap jalannya perusahaan. Direksi diberi kewenangan untuk mengambil keputusan demi jalannya perusahaan. Untuk dapat meminta pertanggungjawaban pidana seorang direksi harus terlebih dahulu dibuktikan bahwa direksi dalam mengambil keputusan telah melakukan tindakan yang melanggar hukum, sehingga secara hukum dapat dipidana. Sebagai contoh direksi dalam mengurus perusahaan telah melakukan penggelapan, maupun penipuan sehingga mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian, atas tindakan tersebut direksi dapat dipidana. Namun sepanjang direksi tersebut tidak melakukan tindakan atau mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum, walaupun terjadi kerugian terhadap perusahaan atas keputusan tersebut, direksi tidak dapat dipidana maupun digugat secara perdata.

Kata Kunci: Perseroan Terbatas, Direksi, Pasal 155 UUPT 40/2007

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu faktor yang menyebabkan dipilihnya Perseroan Terbatas sebagai wadah dalam menjalankan kegiatan usaha adalah adanya prinsip separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

Prinsip separate entity merupakan suatu prinsip umum di dalam Perseroan

Terbatas, yang mengatakan bahwa dimata hukum, antara Perseroan Terbatas dengan pemiliknya maupun pengurusnya merupakan dua subjek hukum yang terpisah.2

Selain prinsip separate entity yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas,

dikenal suatu prinsip umum yang juga menjadi faktor pembeda antara Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, dengan badan usaha lainnya yag tidak berbentuk

badan hukum, yakini adanya pertanggungjawaban yang terbatas (limited liability),

maksud dari prinsip ini adalah tanggung jawab pemegang saham sebagai pemilik perusahan, hanya terbatas pada jumlah saham yang disetorkan kepada perusahan, artinya pemegang saham, tidak terikat secara langsung terhadap perikatan-perikatan yang dilakukan perusahan, untuk dan atas nama perusahan, sehingga apabila kedepan terjadi suatu upaya hukum berupa gugatan maupun tuntutan terhadap perusahan untuk memenuhi kewajibannya berupa pembayaran ganti rugi

2


(11)

maupun pembayaran utang, harta maupun pribadi dari pemegang saham selaku pemilik perusahan tidak boleh dan tidak dapat diikut sertakan didalam proses hukum tersebut, serta didalam pemenuhan kewajiban perusahan berupa pembayaran utang kepada pihak ketiga, harta kekayan dari pemegang saham tidak boleh dan tidak dapat digunakan untuk melakukan kewajiban pembayaran utang tersebut, karena antara perusahan dengan pemegang saham, dimata hukum merupakan dua entitas hukum yang berbeda.

Pengaturan mengenai Perseroan Terbatas diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Undang-undang yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas saat ini diatur didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT).

Dalam Pasal 1 angka 1 UUPT, dikatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1

UUPT tersebut, merupakan penegasan dan sekaligus merupakan bentuk pengakuan, bahwa Perseoran Terbatas, merupakan badan usaha yang berbadan hukum. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, memiliki karakteristik tersendiri, yaitu:

1. Memiliki harta kekayan tersendiri.

2. Adanya organ/pengurus yang mengelola harta kekayan tersebut untuk


(12)

3. Adanya pemisahan tanggungjawab antara badan hukum dengan organ yang

didalamnya.3

Perseroan Terbatas yang merupakan subjek hukum yang bersifat abstrak, tidak dapat melakukan kegiatannya secara mandiri, Perseroan Terbatas membutuhkan organ-organ yang bekerja untuk dan atas nama Perseroan Terbatas. Organ-organ yang terdapat didalam Perseroan Terbatas terdiri dari RUPS, direksi, dan dewan komisaris.

Direksi adalah organ yang bertugas menjalankan pengurusan perusahan sehari-hari. Direksi yang diberikan kewenangan untuk mengurus dan mewakili perusahan, dalam menjalankan kewajibannya tersebut harus tunduk pada undang-undang dan Anggaran Dasar Perusahan, serta harus membuat kebijakan-kebijakan yang tepat demi kepentingan perusahan. Dengan kata lain, hukum memberikan kewenangan kepada direksi untuk mengurus perusahaan, namun secara tidak langsung hukum juga memberikan batasan dalam menjalankan kewenangan yang dimiliki oleh direksi, yakini tindakan yang dilakukan oleh direksi dalam mengurus perusahaan tidak boleh melampaui kewenangan yang diterimanya, yang berasal dari peraturan-perundang-undangan dan juga Anggaran Dasar Perusahaan.

Direksi dan perusahan merupakan dua subjek hukum yang berbeda.

Direksi sebagai subjek hukum natural persoon, bekerja untuk dan atas nama

perusahan serta demi kepentingan perusahan, yang juga merupakan subjek hukum (recht persoon). Dalam menjalankan pengurusannya, direksi dapat dikenakan pertanggungjawaban secara pidana. Pertanggungjawaban secara pidana oleh

3Mahrus Alim, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi (Jakarta : PT RajaGrafindo


(13)

direksi, yang berkaitan dengan tugasnya dalam hal menjalankan pengurusan terhadap perusahan menjadi suatu problem tersendiri, baik bagi perusahan

maupun bagi teori separate entity itu sendiri.

Ketentuan Pasal 155 UUPT, merupakan dasar hukum untuk meminta pertanggungjawaban secara pidana kepada direksi. Dalam Pasal 155 UUPT, dengan jelas mengatakan bahwa ketentuan mengenai tanggung jawab direksi dan/atau dewan komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang hukum pidana.

Pada Pasal 97 UUPT juga memberikan pengaturan yang mendekati dengan Pasal 155 UUPT, namun didalam Pasal 97 UUPT merupakan jalan bagi pengenaan pertanggungjawaban secara perdata kepada direksi. Disebutkan secara jelas dalam pasal tersebut, bahwa apabila direksi bersalah atau lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya dan mengakibatkan kerugian bagi perusahan, pemegang saham dapat menggugatnya secara keperdataan. Hal ini memberi suatu aturan yang jauh lebih jelas dibandingkan Pasal 155 UUPT, dikarenakan dalam pasal ini diberitahu suatu batasan tentang kapan suatu kesalahan dan kelalaian direksi dapat digugat, yakni apabila kesalahan dan kelalaian tersebut mengakibatkan kerugian bagi perusahan, dan diberitahu siapa yang menggugat, tetapi didalam Pasal 155 UUPT, juga memberikan ruang masuk bagi penyidik untuk memproses direksi secara pidana tanpa adanya suatu batasan yang jelas kapan proses pidana itu dapat diterapkan, dan kesalahan maupun kelalaian yang seperti apa yang dapat mengakibatkan direksi dipidana.


(14)

Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum yang tidak memijiki jiwa, dan secara langsung juga tidak memiliki kesadaran, dalam melakukan tindak pidana. Dalam hal demikian, terdapat suatu teori yang mengatakan bahwa Perseroan Terbatas melakukan perbuatan-perbuatan hukum diwakili oleh organ-organnya. Salah satu organ Perseroan Terbatas adalah direksi. Dengan kata lain

perbuatan yang dilakukan perusahaan diwakili oleh direksi atau pegawainya.4

Lalu apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, apakah pelanggaran itu dipandang sebagai pelanggaran yang dilakukan oleh direksi atau pelanggaran yang dilakukan perusahaan. Untuk menjawab hal tersebut, harus diberikan suatu tolak ukur maupun batasan, mengenai kapan suatu perbuatan dapat diakatakan perbuatan direksi, ataupun kapan suatu perbuatan yang dilakukan direksi tersebut sesungguhnya merupakan perbuatan perusahaan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu adanya suatu penelitian ilmiah yang membahas mengenai persoalan yang diterangkan diatas. Agar didalam pembebanan tanggung jawab kepada direksi maupun Perseroan Terbatas adanya suatu batasan yang jelas, baik secara teori hukum, maupun dalam penegakan hukum. Dan hal ini menjadi penting untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada direksi sebagai pengurus perusahan, agar tidak secara mudah dan cepat dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana, atas setiap kebijakan-kebijakan bisnis yang dibuatnya, dalam hal melakukan pengurusan perusahaan.


(15)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas didalam penulisan ini, antara lain :

1. Bagaimana pengurusan perusahaan berdasarkan UUPT?

2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban direksi atas kesalahan dan kelalaian

dalam pengurusan perusahaan berdasarkan UUPT?

3. Bagaimanakah implementasi Pasal 155 UUPT terhadap direksi dalam

pengurusan perusahan?

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. Untuk dapat mengetahui pengurusan perusahaan berdasarkan UUPT.

2. Untuk mengetahui perihal bentuk pertanggungjawaban direksi atas kesalahan

dan kelalaian dalam pengurusan perusahaan berdasarkan UUPT

3. Untuk dapat mengetahui implementasi Pasal 155 UUPT terhadap direksi

dalam pengurusan perusahan.

Manfaat yang didapatkan dari penulisan karya imiah ini adalah:

1. Secara teoristis

Secara teoristis, manfaat yang didapatkan dari penulisan karya ilmiah ini adalah dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada pembaca mengenai Perseroan Terbatas, serta memberikan pengetahuan mengenai pengurusan terhadap Perseroan Terbatas tersebut, yang didasarkan pada UUPT serta

memberikan pengetahuan mengenai adanya bentuk perluasan


(16)

pidana, serta memberikan gambaran perihal akibat dari adanya Pasal 155 UUPT sebagai pasal yang memungkinkan adanya bentuk perluasan tanggung jawab tersebut.

2. Secara praktis

Manfaat secara praktis yang diperoleh dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai bahan bacaan ataupun sebagai salah satu refrensi bagi masyarakat maupun kepada mahasiswa secara khususnya, untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai persoalan didalam Perseroan Terbatas, dan secara khusus, karya ilmiah ini menyajikan suatu bahan bacaan mengenai permasalahan terhadap penerapan Pasal 155 UUPT yang atas pasal tersebut, tanggung jawab direksi dapat bergeser, tidak hanya pada ranah perdata, namun juga menuju kepada pertanggungjawaban pidana. Sekiranya karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai salah satau sumber jawaban, terhadap polemik yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana oleh direksi atas kerugian yang dialami oleh Perseroan Terbatas.

D. Keaslian Penulisan

Karya ilmiah ini merupakan karya ilmiah yang lahir dari buah pikiran penulis sendiri, tanpa ada kemiripan maupun unsur plagiat terhadap karya ilmiah yang lain, yang pernah ada, sehingga keaslian dari penulisan karya ilmiah ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Penulisan karya ilmiah ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penulis untuk mendapatkan suatu gelar akademik Sarjana Hukum yang akan penulis dapatkan dari Universitas Sumatera Utara.


(17)

Judul karya ilmiah ini telah diperiksa oleh pihak Perpustakaan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU. Berdasarkan hasil pemeriksan yang dilakukan oleh pihak Perpustakan dan berdasarkan surat yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh pihak Perpustakan Fakultas Hukum USU, menyatakan bahwa judul skripsi yang penulis angkat tidak pernah dibahas atau diangkat pada tahun-tahun sebelumnya, namun ada beberapa judul skripsi yang memiliki kesaman dalam redaksi judulnya, antara lain;

1. “Doktrin Piercing The Corporate Veil terhadap Tanggung Jawab Direksi

dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007” oleh Hendrik dengan Nomor

Induk Mahasiswa 040200231.

2. “Pembelan Direksi dalam Pengelolan Perseroan Menurut Undang-Undnag 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas” oleh Sri Cipta dengan Nomor Induk Mahasiswa 030200087.

Dalam Karya Ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah tertulis atau dipublikasi orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama pengarang dan mencantumkannya di dalam catatan kaki maupun didalam daftar pustaka. Dengan demikian, judul beserta pembahasan yang tertuang didalam Skripsi ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

E. Tinjauan Pustaka

Pasal 1 angka 1 UUPT menyatakan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan Terbatas, adalah badan hukum yang merupakan


(18)

persekutuan modal, didirkan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta pelaksanannya.

Perseroan Terbatas merupakan suatu istilah yang terdiri dari dua kata, yaitu Perseroan dan Terbatas. Perseroan merujuk kepada modal Perseroan Terbatas yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas

pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.5

Pasal 1 angka 5 UUPT menyatakan bahwa direksi adalah organ Perseroan Terbatas yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan Terbatas baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar. Berdasarkan ketentuan tersebut diketahui bahwa setiap anggota direksi memiliki wewenang dan tanggun jawab untuk mengurus Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan Terbatas, baik didalam maupun diluar pengadilan.

Anggota direksi dalam menjalankan tanggung jawab untuk mengurus dan mewakili Perseroan Terbatas, memiliki kewajiban berupa menjalankan tanggung

jawabnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.6

Pasal 155 UUPT menyatakan bahwa ketentuan mengenai tanggung jawab direksi dan/atau dewan komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur

5Kurniawan, Hukum Perusahaan Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak

Berbadan Hukum Di Indonesia (Yogyakarta: Genta Publishing, 2014), hlm. 57.


(19)

dalam undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang-undang Hukum Pidana.

Melalui ketentuan didalam pasal 155 UUPT memberikan ruang kepada direksi untuk dipertanggungjawabkan secara pidana. Pertanggungjawaban pidana dapat diterapkan kepada seseorang apabila terbukti melakukan tindakan yang melanggar hukum, serta telah melakukannya secara sengaja ataupun tidak sengaja, dan orang yang melakukan tindakan yang melanggar hukum tersebut dapat

dihukum.7

F. Metode Penelitian

Sebagai suatu karya ilmiah, penulisan Skripsi ini harus didasarkan kepada data yang benar dan akurat, data tersebut digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan pemikiran mengenai permasalahan yang diangkat didalam Karya Ilmiah ini, dan sebagai refrensi dalam penulisan Karya Ilmiah ini. Dalam memperoleh data-data tersebut, penulis menggunakan metode-metode berikut.

1. Spesifikasi penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif karena penelitian ini mencari data sekunder yang mengacu kepada peraturan-peraturan yang ada sesuai dengan bidang kajian ilmu hukum dengan jalan meneliti bahan pustaka atau data sekunder.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analistis yang bertujuan untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai bidang hukum perusahan serta

7

P.A.F. Lamintang, Dasar-Da sar Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013), hlm. 181.


(20)

organ-organ yang menjankan pengurusan perusahan. Penilitian ini akan menberikan suatu gambaran tentang kepengurursan perusahan yang dilakukan oleh direksi, yang sering sekali seperti dibayang-bayangi oleh peraturan perundang-undanag yang dapat memberikan jeratan pidana pada direksi dalam mengeluarkan kebijakannya yang beratas namakan perusahan.

2. Data penelitian

Data hukum yang dipakai dalam penulisan karya ilmiah ini merupakan data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yang dipakai dalam penulisan karya ilmiah ini berasal dari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Perseroan Terbatas yakni berasal dari UUPT.

b. Bahan hukum sekunder

Dalam penelitian ilmiah yang objek kajian masuk kepada ranah hukum, sepertinya akan sangat sulit apabila hanya menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari undang-undang saja, disebabkan karena kurangnya penjelesan yang lebih menyeluruh dan mendalam tentang objek kajian yang diteliti. Oleh sebab itu dalam penelitian ilmiah ini digunakan beberapa bahan hukum sekunder yang memiliki hubungan dengan objek kajian yang diteliti dan dibahas dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder tersebut berasal dari buku-buku, artikel, maupun dari berbagai surat kabar maupun majalah, baik yang berbentuk cetak maupun elektronik, yang kesemuanya itu dapat dimanfaatkan dalam penulisan karya ilmiah ini.


(21)

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penilitian ini dilakukan dengan mempergunakan studi pustaka, yang berfokus kepada dokumen hukum yang memiliki hubungan dengan hukum positif Indonesia yang mengatur tentang Perseroan Terbatas yang terdapat didalam UUPT.

4. Analisis data

Data yang diperoleh dari data kepustakan, dianalisi dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu metode yang menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Metode kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakan sehingga diperoleh jawaban atas permasalah yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Kerangka atau sistematika yang terdapat didalam Karya Ilmiah ini terdiri dari;

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang penulis dalam memilih judul atau topik ini untuk dibahas dan diangkat sebagai suatu karya ilmiah. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dan dijawab dalam karya ilmiah ini. Selanjutnya akan dibahas tentang tujuan serta manfaat penulisan karya ilmiah ini, baik dari sudut pandang akademis, maupun


(22)

praktis, yang ditujukan bagi masyarakat secara umum, maupun pada praktisi hukum dan para perorangan yang menduduki jabatan struktural di perusahan. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah metode yang berkaitan dengan metode pendekatan, spesifikasi penelitian, teknik pengumpulan data dan analisi data yang dipergunakan untuk menggambarkan objek penelitian. Selanjutnya dalam bab ini diuaraikan analisi isi untuk mencari kesimpulan serta saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan penellitian kemudia ditutup dengan sistematikan penulisan.

BAB II PENGURUSAN PERUSAHAN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kedudukan Perseroan Terbatas sebagai salah satu badan usaha yang berbadan hukum, serta pengaturannya didalam peraturang perundang-undangan, serta melalui peraturan perundang-undangan tersebut akan diketahui dan dijelaskan mengenai organ-organ yang terdapat didalam Perseroan Terbatas, serta pembahasan mengenai pengurusan perusahaan yang dilakukan oleh direksi.

BAB III PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI ATAS KESALAHAN DAN

KELALAIAN DALAM PENGURUSAN PERUSAHAAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS


(23)

Pada bab ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai tanggung jawab direksi terhadap Perseroan Terbatas sebagaimana yang diatur didalam UUPT, selanjutnya dijelaskan mengenai pertanggungjawaban direksi secara perdata atas kesalahan dan kelalaiannya dalam pengurusan

perusahaan, dan selanjutnya dijelaskan mengenai Bussiness Judment

Rule sebagai pembebasan pertanggunjawaban oleh direksi.

BAB IV IMPLEMENTASI PASAL 155 UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERUSAHAAN

Pada bab ini akan mengenai Pasal 155 UUPT sebagai ketentuan hukum yang membenarkan diminta pertanggungjawaban direksi secara pidana, serta dibahas mengenai batasan kesalahan dan kelalaian direksi yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, serta akan dijelaskan mengenai dampak ketentuan Pasal 155 UUPT terhadap direksi dalam pengurusan perusahaan.


(24)

BAB II

PENGURUSAN PERUSAHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum

Kegiatan usaha dapat dilakukan/diusahakan melalui berbagai macam bentuk badan usaha. Berbagai macam bentuk badan usaha, yang dapat dipilih untuk dijadikan wadah dalam melakukan kegiatan usaha terdiri dari persekutuan perdata, perkumpulan, firma, CV, Perseroan Terbatas dan koperasi. Dari beberapa badan usaha yang melakukan kegiatan usaha tersebut, oleh hukum dibuat suatu kualifikasi hukum, perihal pengelompokan jenis-jenis badan usaha. Pengelompokan yang dilakukan oleh hukum tersebut, melahirkan dua kategori badan usaha, yaitu badan usaha yang berbadan hukum, serta badan usaha yang

non-badan hukum.8 Perbedaan antara badan usaha yang berbadan hukum dan

badan usaha tidak berbadan hukum terletak pada masalah tanggung jawab.9 Pada

badan usaha yang berbentuk tidak badan hukum, pertanggungjawabannya tidak hanya terbatas pada badan usahanya saja, tetapi juga kepada pribadi maupun harta pribadi dari pemilik badan usaha tersebut, tetapi bagi badan usaha yang berbentuk badan hukum, pertanggungjawabannya hanya terbatas kepada pribadi badan usaha dan hanya menyangkut kepada harta kekayaan badan usaha tersebut, karena antara badan usaha dengan pemilik maupun pengurusnya, merupakan dua entitas hukum

8 Kurniawan,Op.Cit ,hlm. 23.

9Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia (Bogor : Ghalia


(25)

yang berbeda (separate entity)10. Bentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum

adalah persekutuan perdata11, firma12, persekutan komanditer13, dan badan usaha

yang berbentuk badan hukum terdiri dari Perseroan Terbatas14 dan koperasi.15

Apabila disifikasikan badan usaha tersebut dari sudut kepemilikannya, maka badan usaha tersebut digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu Badan Usaha

Swasta, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah. 16

Perseroan Terbatas merupakan salah satu bentuk badan usaha, yang diakui secara hukum sebagai badan usaha yang berbadan hukum. Perseroan Terbatas muncul sebagai akibat perkembangan masyarakat menuju moderenisasi. Pada alam kehidupan manusia yang masih sederhana, kegiatan usaha dijalankan secara perorangan. Kemudian, tumbuh kebutuhan untuk menjalankan usaha secara “patungan”, yaitu dilaksanakan dengan beberapa orang agar terhimpun modal yang lebih banyak dan atau agar tergabungnya keterampilan, akan lebih berhasil bila dilaksanakan oleh seorang diri. Dengan cara ini mereka dapat membagi resiko keuangan yang bisa muncul. Dalam perkembangan lebih lanjut, tidak jarang kerja sama itu hanya terdiri dari beberapa orang, melainkan juga terjadi antara beberapa ratus atau ribu orang, seperti wujudnya sekarang, adanya Perseroan Terbatas yang

menawarkan saham-saham kepada publik.17

10M.Yahya Harahap,Op.Cit , hlm. 36. 11

Pasal 1618 KUHPerdata.

12

Pasal 16 KUHDagang.

13Pasal 19 KUHDagang.

14Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 15Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian. 16

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaannya Di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo,2012), hlm.31

17Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggun jawbaan Pidana


(26)

Kata Perseroan Terbatas, terdiri dari dua suku kata, yaitu “persero” dan “terbatas”, dua suku kata ini mempunyai maksudnya tersendiri. Perseroan, berasal dari kata “sero”, yang artinya adalah saham atau andil, sehingga perusahaan yang

mengeluarkan saham, disebut perseroan18, atau dengan kata lain, dapat juga

dikatakan bahwa perseroan adalah persekutuan sero atau saham. Sedangkan “terbatas” menunjukan kadar tanggung jawab pemegang saham19, yang artinya, bahwa pemegang saham memiliki pertanggungjawaban yang terbatas, yaitu hanya sebatas modal yang diberikannya kepada perusahaan, dan pemegang saham tidak terikat secara langsung terhadap setiap perikatan yang dibuat Perseroan Terbatas, serta tidak dapat diminta pertanggungjawabannya, atas kerugian yang dialami

Perseroan Terbatas, melebihi jumlah saham yang disetor kedalam perusahaan.20

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, merupakan salah satu subjek

hukum, yang mempunyai hak dan kewajiban, dan dengan hak dan kewajiban

tersebut, Perseroan Terbatas dapat melakukan berbagai perbuatan hukum. Pada awalnya hanya ada satu subjek hukum, yaitu manusia. Jika melihat sejarahnya, mulanya status badan hukum diberikan oleh raja kepada perkumpulan orang yang

menjalankan kegiatan tertentu dengan suatu charter atau dekrit, dimana diakui

bagi siapa yang diberi charter itu memiliki status yang sama dengan subjek

hukum manusia. Hal itu merupakan suatu privilage, dan pada awalnya tidak setiap

orang dapat memperoleh privilage untuk dianggap sebagai corporation yang

memiliki legal entity yang mandiri. Apabila sudah menerima privilage, itu

18

V. Harlen Sinaga,Batas-Batas Tanggungjawab Perdata Direksi(Jakarta: Adinatha Mulia,2012), hlm. 10.

19Mulhadi, Op.Cit,. hlm. 22.


(27)

merupakan anugerah dari raja atau penguasa. Walau mulanya badan hukum dibentuk berdasarkan suatu dekrit raja, saat ini telah menjadi badan yang dapat

dibentuk berdasarkan ketentuan undang-undang.21

Terdapat beberapa teori yang mejelaskan mengenai asal usul badan

hukum, teori-teori tersebut yaitu22 ;

1. Teori Konsesi (Concession Theory)

Teori ini pada intinya menjelaskan bahwa kekuatan hukum (legal power)

badan hukum diperoleh dari negara. Teori ini muncul karena diperlukan respon

negara terhadap masalah bagaimana menjaga power dari badan hukum yang ada.

Untuk itu badan hukum hanya akan mendapat pengakuan dan akspetasi melalui

proses validasi dari negara, baik dengan cara memperole Royal Charter maupun

melalui pendaftaran dengan sistem yang ditentukan oleh negara.

2. Teori Perjanjian (Contract Theory)

Teori perjanjian memandang badan hukum sebagai asosiasi yang dibentuk

berdasarkan perjanjian oleh para pendirinya. Corporate Structure dari badan

hukum secara substansi merupakan hasil dari perjanjian antara pendiri dan pengelolanya. Teori ini memasalahkan mengapa diperlukan persetujuan dari negara untuk bisa mendirikan badan hukum.

Ketentuan didalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak ada suatu penjelasan yang jelas, untuk memberikan penjelasan secara jelas mengenai badan hukum. Istilah badan hukum selama ini diadopsi dari istilah

Belanda yang menyebutnya dengan istilah rechtpersoon.

21Hasbullah F. Sjawie, Op.Cit., hlm.49. 22Ibid., hlm17.


(28)

Untuk menjelaskan mengenai pengertian badan hukum, akan digunakan beberapa pendapat sarjana yang mencoba menjelaskan, tentang pengertian badan hukum. Menurut Meijers, badan hukum meliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Meijers menambahkan bahwa badan hukum itu

merupakan suatu realitas konkret, real, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal

atau merupakan suatu kenyataan yuridis.23 Logeman menyatakan bahwa badan

hukum sebagai suatu personifikasi atau perwujudan (bestendigheid) hak dan

kewajiban. Sementara itu menurut E. Utrech, menyatakan bahwa badan hukum adalah badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak. Selanjutnya, menjelaskan bahwa badan hukum itu adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau yang lebih tepat bukan manusia. Sedangkan menurut R. Subekti bahwa badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan dapat melakukan perbuatan

seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan manusia dan dapat digugat.24

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat diambil beberapa unsur, yang menggambarkan mengenai badan hukum, unsur-unsur tersebut adalah ;

1. Perkumpulan orang atau perkumpulan modal

2. Dapat melakukan perbuatan hukum didalam hubungan hukum.

3. Mempunyai harta kekayaan sendiri.

4. Mempunyai pengurus.

5. Mempunyai hak dan kewajiban.

23Mulhadi, Op.Cit,. hlm. 73. 24Ibid, hlm. 74.


(29)

6. Dapat digugat atau menggugat didepan pengadilan.25

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, merupakan subjek hukum yang

bersifat abstrak dan yang bersifat artifisal,26yang berbeda dengan subjek hukum

lainnya yaitu manusia, manusia lahir secara biologis, dan tidak melalui proses hukum untuk menjadi subjek hukum. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum dikatakan sebaga subjek hukum yang bersifat abstrak karena, secara fisik, badan hukum tersebut tidak dapat dilihat maupun diraba, tetapi secara hukum, Perseroan Terbatas sebagai badan hukum diakui sebagai subjek hukum, yang dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum, seperti hubungan hukum jual-beli, membuat kontrak, melakukan pinjam meminjam, bahkan dapat digugat maupun menjadi penggugat di dalam proses peradilan. Namun, yang menjadi pertanyaan saat ini, sebagai subjek hukum yang abstrak, bagaiman cara badan hukum melakukan setiap kegiatannya, oleh karena badan hukum tidak memiliki pikiran maupun kehendak, didalam melakukan perbuatan hukum? Atau dengan kata lain, bagaimana status personalitas Perseroan Terbatas, sebagai badan hukum, dimuka hukum? Untuk menjawab hal tersebut, perlu dikemukakan beberapa teori-teori tentang badan hukum, yang menjadi dasar teoristis didalam menjawab eksistensi maupun personalitasan badan hukum, sebagai subjek hukum.

Teori badan hukum yang pertama adalah teori mengenai teori fiksi. Teori

Fiksi merupakan teori yang dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny.27 Teori

ini berasal dari Romawi atau Common Law menyatakan didalam teorinya bahwa

badan hukum tersebut merupakan suuatu yang abstrak, bukan merupakan sesuatu

25Ibid.

26M.Yahya Harahap,Op.Cit, hlm. 36. 27Hasbullah F. Sjawie, Op.Cit, hlm15.


(30)

hal yang konkret, badan hukum tersebut merupakan suatu buatan atau “ciptaan fiksi” yang disebut entitas hukum (legal entity or juristic antuty) yang memiliki

personalitas fiktif (persona ficta). Sehingga menurut teori ini, kepribadian atau

personalitas Perseroan Terbatas sebagai badan hukum merupakan suatu pengakuan hukum terhadap kepentingan sekolompok orang tertentu untuk

melakukan kegiatan perusahaan atau bisnis.28

Teori yang kedua adalah teori organ. Teori organ adalah teori yang dikemukakan oleh Otto von Gierke seorang sarjanawan Jerman, pada tahun

(1841-1921).29 Teori ini menyatakan bahwa badan hukum itu seperti manusia,

menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum. Badan hukum adalah badan yang membentuk kehendaknya dengan perantara alat-alat atau

organ-organ badan tersebut.30

Teori ketiga, yang berkaitan dengan personalitasan badan hukum, yaitu

teori harta kekayaan bertujuan yang ( doelvermogens theorie) yang disampaikan

oleh Brinz. Dalam teori ini dikatakan bahwa, hanya manusia yang menjadi subjek hukum. Namun, tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada satu manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang dinamakan hak-hak dari badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang mempunyainya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta

kekayaan yang terkait oleh suatu tujuam atau kekayaan kepunyaan tujuan.31

28

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 55

29Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 77. 30Hasbullah F. Sjawie, loc. cit. 31Ibid., hlm. 16.


(31)

Teori keempat yang masih berkenaan dangan badan hukum yaitu teori

kekayaan bersama atau propriete collectiveI yang disampaikan oleh Planiol atau

vermorgentheorie dari Molengraff. Menurut teori ini, badan hukum sebagai sekumpulan manusia. Kepentingan badan hukum adalah kepentingan seluruh anggota. Menurut teori ini badan hukum bukanlah suatu yang abstrak dan juga bukan merupakan organisme. Pada hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum adalah hak dan kewajiban seluruh anggotanya. Harta kekayaan badan itu adalah milik bersama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpun adalah suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi, yang disebut sebagai badan hukum.

Karena itu badan hukum hanyalah suatu konstruksi yuridis belaka.32

Teori kelima adalah teori kenyataan yuridis yang dikemukakan oleh E.M. Meijers dan Paul Scholten. Teori ini mengatakan bahwa badan hukum merupakan

suatu realitas konkret dan real, suatu kenyataan yuridis, walaupun tidak dapat

diraba, yang keberadaan bergantung pada hukum negara. Oleh karena badan hukum adalah suatu kenyataan yuridis, ditekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu hanya terbatas sampai pada bidang hukum saja. Artinya, badan hukum itu sekedar diperlakukan untuk hukum sehingga tidak perlu dipersolakan lagi mana tangannya, mana otaknya, dan

sebagainya.33

Berdasarkan berbagai teori diatas, maka pada dasarnya teori mengenai badan hukum dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :

32Ibid.


(32)

1. Yang menganggap badan hukum sebagi wujud nyata, artinya nyata dengan panca indra manusia itu sendiri. Akibatnya, badan hukum tersebut disamakan dengan manusia. Badan hukum dianggap identik dengan organ-organ pengurusnya, jadi badan hukum dianggap mempunyai panca indra sendiri seperti layaknya manusia, dan disamakan dengan manusia.

2. Yang menganggap badan hukum tidak sebagai wujud yang nyata, tetapi

hanya manusia yang berdiri dibelakang badan hukum tersebut. Akibatnya, jika badan hukum melakukan kesalahan atau kelalaian, itu adalah kesalahan manusia-manusia yang berdiri dibelakangnya.

Apabila menghubungkan antara Perseroan Terbatas dengan badan hukum, maka hanya teori fiksi, teori organ dan teori kenyataan yuridis yang dapat diterapkan sebagai landasan teori bagi badan hukum perseroan terbatas. Hal tersebut dikarenakan teori kekayaan bersama berlaku untuk koperasi dan badan hukum yang mempunyai anggota, tetapi untuk yayasan teori ini tidak banyak berarti.34

Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, diakui secara tegas dan jelas bahwa Perseoran Terbatas sebagai salah satu badan usaha yang berbentuk badan hukum. Ketentuan yang menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum dapat dilihat dari hukum positif yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, yaitu terdapat didalam Pasal 1 angka 1 didalam UUPT, yang mengatakan bahwa Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan,


(33)

adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Pembentukan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, merupakan cara pembentukan yang bersifat campuran. Pada dasarnya ada empat cara, untuk terbentuknya suatu badan hukum, cara-cara tersebut ialah ;

1. Sistem pengesahan

Misalnya pada masa Kitab Undnag-Undang Hukum Dagang, (selanjutnya disebut KUHD) memperoleh status badan hukum setelah mendapat pengesahan dari menteri (Pasal 36), dan ketentuan mengenai hal ini, juga diterapkan didalam UUPT, yang menyatakan bahwa suatu Perseroan Terbatas memperoleh status badan hukumnya, setelah diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseron Terbatas (Pasal 7 ayat 4 UUPT).

2. Ditentukan oleh undang-undang

Misalnya Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun menentukan bahwa perhimpunan penghuni rumah susu diberi kedudukan badan hukum.

3. Sistem campuran

Contohnya koperasi yang menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah.


(34)

4. Melalui yurisprudensi

Misalnya, yayasan pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.35

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menganut sistem campuran, status badan hukum Perseroan Terbatas diperoleh karena ditentukan oleh undang-undang itu sendiri, melalui Pasal 1 angka 1 UUPT, dan efektif menjadi badan hukum setelah ada pengesahan dari menteri, sesuai dengan Pasal 7 ayat 4. Dari ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT tersebut diketahui bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang juga merupakan subjek

hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian.36

Sebagai salah satu badan hukum, terdapat suatu konsekuensi dari status

legal person yang dimiliki oleh Perseroan Terbatas. Pertama, sebagai legal

person, perseroan dapat mempunyai harta kekayaan dan mengadakan perjanjian

serta meluksanakan hak dan kewajiban atas nama sendiri. Kedua, karena

perusahaan itu merupakan suatu badan yang terpisah dari pemegang sahamnya, kepentinganya dan kepentingan pemegang sahamnya juga terpisah. Harta dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan bukan harta dan kewajiban pemegang sahamnya. Jika perusahaan gagal memenuhi kewajibannya, yang harus digugat adalah perusahaan itu sendiri, bukan pemegang sahamnya. Ketiga, sebagai artificial person, perusahaan mempunyai kehidupan yang berlangsung terus

35Ibid., hlm. 45. 36Ibid., hlm. 46.


(35)

sampai dengan dibubarkan meskipun pemegang sahamnya dapat berubah setiap saat.37

B. Peraturan Mengenai Perseroan Terbatas

Pada awalnya pengaturan mengenai Perseroan Terbatas diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD), yang kemudian selanjutnya dibentuk suatu peraturan tersendiri yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas diluar dari KUHD, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan kemudian diubah dengan UUPT. Dalam KUHD sebagai pengaturan pertama mengenai Perseroan Terbatas, diatur didalam Pasal 36 sampai 56. Didalam KUHD dikatakan bahwa Perseroan Terbatas disebut sebagai persekutuan tanpa nama. Maksud dari persekutuan tanpa nama ini adalah persekutuan yang dibentuk, tidak memakai nama salah seorang persero atau pendiri maupun pengurus, melainkan, namanya didasarkan kepada tujuan dari perseroan tersebut. Hal ini secara tegas diatur didalam Pasal 36 KUHD. Selain dikenal sebagai perseroan tanpa nama, didalam KUHD, tidak secara eksplisit dikatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan usaha yang berbadan hukum, dan hal ini berbeda dengan pengaturan tentang Perseroan Terbatas yang terdapat didalam UUPT 1/1995 dan UUPT 40/2007, yang secara

tegas mengatakan bahwa perseroan sebagai badan hukum38.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas dikeluarkan untuk memberikan suatu kepastian hukum dan perlindungan bagi

37Ibid., hlm. 49.


(36)

pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha di Indonesia. Sehingga pada tahun 1995 diterbitkan Undang-Undang 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, sebagai pengganti ketentuan tentang Perseroan Terbatas yang terdapat didalam KUHD. Penerbitan UUPT 1/1995 disebabkan oleh beberapa hal, yang dapat diketahui dari konsiderannya, yaitu ;

1. Ketentuan yang diatur dalam KUHD dianggap tidak sesuai lagi dengan

perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik seara nasional maupun internasional.

2. Menciptakan kesatuan hukum dalam Perseroan Terbatas yang berbentuk

badan hukum (rechtpersoon).39

Selain dari konsideran yang dikemukakan diatas, dalam penjelasan umum juga dikemukakan beberapa hal yang menjadi alasan diterbitkannyan UUPT

1/1995, yaitu40;

1. Sarana umum pembangunan, antara lain diarahkan kepada peningkatan

kemakmuran rakyat,

2. Untuk menciptakan sasaran tersebut, sarana penunjang antara lain tatana

hukum yang mampu mendorong dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi.

Setelah memberlakukan Undang-Undang 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang pada saat itu sebagai hukum positif Indonesia yang mengatur tentang Perseroan Terbatas, maka pada tahun 2007, peraturan tersebut diubah. Alasan diadakannya perubahan Undang-Undang 1 Tahun 1995 dikarenakan,

39M.Yahya Harahar,Op.Cit, hlm.24. 40Ibid.


(37)

Pertama, karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan informasi sudah berkembang pesat pada era globalisasi. Kedua,meningkatnya

tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta

pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip good corporate

governance, sehingga dibentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 16 Agustus

2007, yang sekaligus menyatakan UUPT 1/1995 tidak berlaku.41

Diubahnya UUPT 1/1995 menjadi UUPT 40/2007, ada beberapa hal yang merupakan perubahan substantif yang terdapat didalam UUPT, yaitu ;

1. Permohonan melalui jasa teknologi secara elektronik untuk memperoleh

Keputusan Menteri atas pengesahan akta pendirian perseroan sebagai badan hukum ( Pasal 9 ayat (1) UUPT).

2. Secara elektroni Menteri dapat langsung menyatakan tidak keberatan atas

permohonan pengesahan akta pendirian ( Pasal 10 ayat (3) UUPT ).

3. Memperkenalkan dan membolehkan pembagian deviden interm ( Pasal 10

ayat (3) UUPT ).

4. Penyusunan rencana kerja tahunan ( Pasal 63-65 UUPT ).

5. Tanggung jawab sosial dan lingkungan ( Pasal 74 UUPT ).

6. RUPS melalui media elektronik dalam bentuk telekonferensi, vidio

konferensi atau sarana media elektronik lain ( Pasal 77 ayat (1) UUPT ).

7. Pengambilan keputusan diluar RUPS dalam bentuk circular resolution ( Pasal

91 UUPT ).


(38)

8. Pengangkatan Direksi yang tidak memenuhi syarat ( Pasal 95 UUPT ).

9. Anggota Direksi bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kesalahan

yang dilakukan Direksi lain apabila anggota Direksi lebih dari satu orang ( Pasal 97 ayat (4) UUPT ).

10. Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) disampin Dewan Komisaris badi

Perseoran yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah ( Pasal 109 ayat (1) UPT ).

11. Memperkenakan Komisaris Independen dan Komisaris Utusan ( Pasal 120

UUPT ).

12. Pembentukan Komisi oleh Dewan Komisaris ( Pasal 121 UUPT).

13. Pengambilalihan saham dalam portepe ( Pasal 125 ayat (1) UUPT ).

14. Pengaturan tentang pemisahan perseroan (Spin Off) (Pasal 135 UUPT).

15. Pengaturan tentang biaya (Pasal 153 UUPT).

16. Tanggungjawab anggota Direksi dan Dewan Komisaris atas kesalahan

Perdata tidak mengurangi tanggungjawab pidana ( Pasal 155 UUPT).

17. Pembentukan tim ahli pemantau hukum perseroan ( Pasal 156 UUPT ).42

Selain memperkenalkan hal-hal baru yang terdapat didalam UUPT, terdapat juga beberapa pengaturan yang sifatnya perluasan atau perbaikan daripada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, hal-hal tersebut antara lain :

1. Klasifikasi Perseroan yang terdiri dari ;

a. Perseroan Terbatas ( Pasal 1 angka 1 UUPT ).

b. Perseroan Publik ( Pasal 1 angka 8 UUPT ).


(39)

c. Perseroan Terbuka ( Pasal 1 angka 7 UUPT ).

2. Memperluas kebolehan mendirikan Perseroan kurang dari 2 orang hal ini

diatur dalam Pasal 7 ayat (7) UUPT, meliputi ;

a. Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara,

b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring, dan penjamin,

lembaga penyimpanan, dan lembaga sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal.

3. Pengesahan Menteri, menjadi Keputusan Pengesahan Menteri ( Pasal 9 ayat

(1) UUPT ).

4. Penentuan batas waktu permohonan Keputusan Pengesahan kepada Menteri ;

a. Paling lambat 60 hari dari Akta Pendirian ditandatangani ( Pasal 10 ayat (1)

UUPT).

b. Apabila tidak diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 hari, akta

pendirian menjadi batal ( Pasal 10 ayat (9) UUPT ).

5. Memperjelas sistematik tanggung jawab pendiri atas perbuatan hukum yang

dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum ( Pasal 13 UUPT).

6. Menambanh jumlah nama perseroan yang tidak boleh dipakai dari 2 pada

UUPT 1/1995.

7. Memperbolehkan tempat kedudukan kantor pusat di Desa, sepanjang AD

mencantumkan nama kota dan kabupaten dari Desa tersebut (Penjelasan Pasal 17 ayat (1) UUPT).


(40)

8. Memperbaiki dan memperjelas sistem dan jangka waktu pengajuan permohonan persetujuan perubahan AD ( Pasal 21 UUPT ).

9. Kewajiban mengubah AD apabila Perseroan telah memenuhi modal dan

pemegang saham sebagai Perusahan Publik ( Pasal 24 ayat 1 UUPT).

10. Daftar Perseroan dilakukan oleh MENKUM DAN HAM ( Pasal 29 UUPT ).

11. Ketentuan mengenai pengumuman dan tambahan berita negara oleh Menteri (

Pasa 30 UUPT ).

12. Perubahan modal dasar dari Rp 20.000.000,- menjadi Rp 50.000.000,- (

Pasal 32 ayat (1) UUPT ).

13. Memperbaiki sistem kewajiban penyetoran modal yang ditempatkan (Pasal

34 ayat (1) UUPT ).

14. Memperjelas aturan tata cara dan syarat pembelian kembali saham yang telah

dikeluarkan ( Pasal 37 UUPT ).

15. Memperjelas ketentuan dan syarat pengurangan modal ( Pasal 44 UUPT ).

16. Memperjelas dan memperluas ketentuan mengenai saham ( Pasal 48-62

UUPT ).

17. Menambah ketentuan Rencana Kerja disamping Laporan Tahunan dan

Penggungaa Laba (Pasal 63-65 UUPT).

18. Mengatur lebih sistematik sistem kuorum dan yaya cara pelaksanaan RUPS

pertama, dan kedua apabila rapat pertama tidak mencapai kuoru (Pasal 79-82 UUPT).

19. Memperluas dan memperjelas fungsi, pembagian fungsi, dam tanggung jawab


(41)

20. Penegasan mengenai sistem kolegeal Direksi (Pasal 98 UUPT).

21. Mengatur lebih jelas apa saja kewajiban Direksi (Pasal 100-102 UUPT).

22. Mengatur pelepasan tanggungjawab Dirksi apabila dapat membuktikan

hal-hal yang dapat disebutkan dalam Pasal 104 UUPT.

23. Mengatur lebih luas klasifikasi tata cara pemberhentian anggota Direksi

(Pasal 105 UUPT).

24. Penegasan bahwa Dewan Komisaris, tidak bersifat kolegeal, tetap majelis

(Pasal 108 UUPT).

25. Mengatur tata cara pembatalan pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang

tidak memenuhi syarat (Pasal 112 UUPT).

26. Mengatur lebih jelas mekanisme pemberian persetujuan dan bantuan Dewan

Komisari pada Direksi (Pasal 117 UUPT).

27. Mengatur lebih jelas dan pasti tata cara Penggabungan, Pengambilalihan,

Peleburan dan Pemisahan (Pasal 122-137 UUPT).

28. Penambahan dasar pmbubaran Perseroan (Pasal 142 UUPT).

29. Mengatur lebih sempurna tata cara Perseroan untuk setiap alasa (Pasal

143-150 UUPT).43

Ketentuan yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, yang diatur

didalam UUPT, merupakan suatu bentuk ketentuan umum (lex generalis).

Pengaturan khsusus yang juga mengatur mengenai Perseroan Terbatas, terdapat didalam peraturan lain diluar UUPT, yang mengatur mengenai bentuk maupun

kegiatan usaha dari Perseroan Terbatas tersebut. Ketentuan khusus (lex specialis)


(42)

yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas terdapat didalam Undang-Undang nomo 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal, Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, serta Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Pada Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, merupakan peraturan khusus, yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh Negara. Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN merupakan pengaturan khusus, dikarenakan terdapat pengaturan khusus menyangkut BUMN tersebut. Ketentuan khusus tersebut adalah status modal serta kedudukan pemegang saham dalam BUMN tersebut. Status modal yang disetorkan kedalam

BUMN merupakan modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan44,

yang artinya adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero

dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.45

Apabila pada perusahaan-perusahaan diluar dari BUMN, para pemegang sahamnya, hanyalah orang-orang yang bukan wakil dari pemerintah. Tetapi didalam BUMN, terdapat Menteri yang berkedudukan sebagai pemegang saham, yang ditunjuk oleh pemerintah, sebagai wakil pemerintah didalam kedudukannya

sebagai pemegang saham didalam BUMN tersebut.46 Sehingga pada akhirnya

terdapat suatu ciri khas tertentu yang terdapat didalam BUMN yaitu47 ;

44

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

45Pasal 1 angka 10 Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 46 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 47Kurniawan,Op.Cit, hlm. 101.


(43)

1.Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah;

2.Pengawasan dilakukan, baik secara hierarki maupun secara fungsional

dilakukan oleh pemerintah;

3.Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada ditangan

pemerintah;

4.Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan

kegiatan usaha;

5.Semua resiko yang terjadi merupakan tanggung jawab pemerintah;

6.Melayani kepentingan umum/masyarakat;

7.Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham dimiliki oleh

negara;

8.Pengangkatan dan pemberhentian direksi dan/atau dewan komisaris

dilakukan oleh menteri;

Pada Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, terdapat satu bentuk perusahan, yang modalnya berasal dari penenam modal asing. Bagi perusahan, yang modalnya berasal dari penanam modal asing, maka persahaan tersebut berbentuk perusahan Penanaman Modal Asing (PMA), yang modal didalam perusahaan tersebut berasal modal asing sepenuhya atau

merupakat patungan dengan penanam modal dalam negeri,48 sehingga bagi

perusahaan berbentuk PMA, perlu diatur didalam peraturan khusus.

Undnag-Undang nomor 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal, terdapat suatu bentuk Perseroan Terbatas, yang tidak diatur didalam UUPT. Perseroan Terbatas


(44)

yang secara khusus diatur didalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1985 tersebut adalah Perseroan Terbuka. Pada persusahaan yang dikatergorikan sebagai Perseroan Terbuka, saham yang berasal dari Perseroan Terbuka tersebut, dijual secara umum, kepada publik melalui pasar modal, jadi saham yang terdapat didalam Perseroan Terbuka, merupakan saham yang dimiliki oleh masyarakat umum, serta saham tersebut dapat diperjual belikan melalui pasar modal. Melihat bentuk dari perusahan Terbuka tersebut, perlu diatur didalam suatu peraturan khusus, dan diatur didalam Undang-Undang 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal.

C. Organ-Organ dalam Perseroan Terbatas

Sebagai subjek hukum yang bersifat artifisial dan merupakan suatu subjek

hukum yang bersifat abstrak, Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, dijalankan oleh organ-organ yang terdapat didalamnya. Organ-organ Perseroan Terbatas inilah yang menjadikan Perseroan Terbatas tersebut hidup secara nyata di dalam kehidupan masyarakat. Kehendak dan perbuatan yang dilakukan oleh organ-organ Perseroan Terbatas, sepanjang hal itu sesuai dengan tugas dan kewajiban yang diberikan Perseroan Terbatas kepadanya, perbuatan dan kehendak mereka diidentikan dengan perbuatan dan kehendak dari Perseroan Terbatas tersebut.

Melihat hal tersebut, maka antara Perseroan Terbatas dengan organ-organnya, terdapat suatu hubungan yang saling keterkaitan. Keterkaitan tersebut dikarenakan, apabila tidak ada Perseroan Terbatas, maka organ-organ tersebut juga tidak ada, dan begitu sebaliknya.


(45)

Organ-organ Perseroan Terbatas yang terdapat didalam UUPT terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi dan dewan komisaris. Ketiga organ inilah yang memegang peran penting, bagi berjalannya suatu Perseroan Terbatas.

Perihal kedudukan antara ketiga organ Perseroan Terbatas ini, terdapat salah satu pandangan yang mengatakan bahwa kedudukan diatara para organ ini adalah kedudukan yang bersifat hierarki. Pandangan yang mengatakan kedudukan tiga organ ini hierarki adalah pandangan klasik. Dalam pandangan klasik, dikatakan bahwa dalam tiga organ tersebut, RUPS merupakan organ dengan kedudukan yang tertinggi. Sebagai organ tertinggi, maka RUPS memiliki kewenangan yang bersifat terpusat. Sedangkan kedudukan direksi dan dewan komisaris merupakan organ yang berkedudukan sejajar dibawah RUPS, sehingga kewenangan yang dimiliki oleh direksi dan dewan komisaris, merupakan

kewenangan dan kekuasan yang dilimpahkan oleh RUPS.49 Sehingga setiap tugas

yang dijalankan oleh direksi dalam pengurusan perusahan, dijalankan berdasarkan kehendak dan kepentingan RUPS. Apabila hal itu dilanggar, maka sewaktu-waktu kekuasan yang dilimpahkan pada direksi, sewaktu-waktu dapat ditarik oleh RUPS.

Disisi lain, terdapat salah satu pandangan yang berpendapat berseberangan dengan pandangan klasik diatas, dalam pandangan ini dikatakan bahwa kedudukan ketiga organ tersebut tidaklah berjenjang, melainkan kedudukannya sama dan sederajat, yang satu tidak lebih tinggi dari yang lain, pandangan ini


(46)

disebut pandangan mutakhir.50 Sehingga dalam pandangan ini, tidak ada istilah bos dan bawahan, semua kedudukan organ ini bersifat sederajat. Kekuasan yang dimiliki oleh masing-masing organ, adalah kekuasaan dan kewenangan yang diberikan oleh Perseroan Terbatas kepada masing-masing organ tersebut, sehingga direksi sebagai pengurus perusahan, dalam menjalakan kewajibannya, tidak berdasarkan kepentingan pemegang saham, namun untuk kepentingan perusahaan semata.

Undang-Undanag Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menganut pandangan mutakhir, dimana RUPS bukanlah organ tertinggi didalam Perseroan Terbatas. Hal tersebut didukung dengan beberapa ketentuan dalam pasal-pasal di UUPT, yaitu;

1. Pasal 92 ayat 1 UUPT

Ketentuan Pasal 92 ayat 1 UUPT, jelas dikatakan bahwa direksi menjalakankan pengurusan Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas. Dari ketentuan pasal ini, sangat jelas bahwa direksi menjalankan pengurusan Perseroan Terbatas semata-mata hanya untuk kepentingan Perseroan Terbatas, bukan untuk kepentingan pemegang saham.

2. Pasal 94 ayat 4 UUPT

Pasal 94 ayat 4 UUPT bahwa Anggaran Dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota direksi. Ketentuan ini memberi


(47)

suatu kepastian bagi direksi, bahwa kedudukanya sebagai direksi, tidak dapat diturunkan begitu saja oleh pemegang saham. Hal ini dikarenakan, adanya suatu aturan hukum yang mengikat seluruh organ perusahan dalam menjalakan kewajibannya, dan aturan hukum tersebut memiliki kedudukan sebagai konstitusi bagi perusahan, dan semua pihak yang terlibat didalam perusahaan tersebut, harus tunduk dan patuh pada Anggaran Dasar Perseroan Terbatas, sebagai konstitusi perusahaan, bukan kehendak dari pemegang saham. Dengan demikikan ketiga organ Perseroan Terbatas tersebut memiliki kedudukan yang sejajar, yang mana hak dan kewenangan mereka diberikan secara langsung oleh perusahaan melalui Anggaran Dasar Perusahan, bukan atas pemberian ataupun pelimpahan kewenangan/kekuasaan oleh salah satu organ.

Organ-organ Perseroan Terbatas merupakan tiga organ yang terpisah satu sama lain, yang memiliki tugas dan kewajiban yang berbeda-beda, namun saling bersinergi, dalam menjalankan perusahaan. Untuk memahami lebih jelas, mengenai tiga organ tersebut, akan dijelaskan satu persatu, sebagai berikut.

1. RUPS

Rapat Umum Pemegang Saham merupakan salah satu organ perusahaan yang terdapat didalam perusahaan. RUPS merupakan salah satu organ perusahaan yang berbentuk suatu rapat umum, yang dihadiri oleh seluruh pemegang saham

dengan hak suara.51 Dalam forum rapat umum tersebut, para pemegang saham

dapat memiliki kewengangan untuk mengetahui mengenai jalannya pengurusan perusahaan oleh manejemen perusahaan selama satu tahun buku terakhir.


(48)

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UUPT, disebutkan bahwa RUPS adalah organ Perseroan Terbatas yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. Pengaturan mengenai RUPS secara terperinci dan jelas diatur dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 91 UUPT.

Berdasarkan pengertian RUPS yang diberikan oleh UUPT yang terdapat dalam Pasal 1 angka 4 UUPT, dapat diketahui terdapat beberapa unsur untuk

mengetahui mengenai RUPS tersebut, yakni pertama sebagai organ Perseroan

Terbatas, kedua mengenai wewenang yang dimiliki oleh RUPS. Sebagai organ perusahaan, RUPS merupakan organ perusahaan yang memiliki kedudukan yang sejajar dengan organ perusahaan lainnya, tidak ada kedudukan yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah. Sebagai organ perusahaan, setiap tindakan yang dilakukan oleh RUPS haruslah memihak kepada kepentingan perusahaan bukan kepada kepentingan setiap pemegang saham. Sebagai organ Perseroan Terbatas, RUPS merupakan organ perusahaan yang tidak dapat dipisahkan dengan Perseroan Terbatas. Hal ini disebabkan karena melalui RUPS setiap pemegang saham yang sekaligus sebagai pemiliki perusahaan, melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakukan direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan

kepengurusan yang dijalankan menejemen Perseroan Terbatas.52 Kewenangan

yang dimiliki oleh RUPS, merupakan kewenangan yang tidak dimiliki oleh direksi maupun dewan komisaris, namun kewenangan tersebut berada dalam batas-batasan yang diatur didalam UUPT serta anggaran dasar perusahan. RUPS


(49)

sebagai organ perusahan, RUPS memiliki kewenangan yang tidak dimiliki oleh organ lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa RUPS merupakan organ tertinggi didalam perusahan, hal tersebut dikarenakan masing-masing organ memiliki posisi serta kewengan yang berbeda-beda, sesuai dengan fungsi dan

tanggung jawab dari masing-masing organ.53

Rapat Umum Pemegang Saham terdiri dari 2 bentuk, yakini RUPS

tahunan, dan RUPS lainnya.54 RUPS tahunan adalah RUPS yang dilaksanakan

setiap tahun oleh perusahaan, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan

setelah tahun buku berakhir.55 Sedangkan yang dimaksud dengan RUPS lainnya,

adalah RUPS yang dilaksanakan diluar dari RUPS tahunan, atau dalam praktiknya disebut sebagai RUPS luar biasa. Penyelenggaraan RUPS untuk pertama kali dilakukan dalam jangka waktu 60 ( enam puluh ) hari setalah Perseroan Terbatas

memperoleh status badan hukum56, dan untuk selanjutnya RUPS dilakukan secara

tahunan, maupun dilakukan secara luar biasa.

Pelaksanaan RUPS dapat dilaksanakan atas inisiatif dari pemegang saham maupun dari dewan komisaris. Permintaan pelaksanaan RUPS oleh pemegang saham, dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh pemegang saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil.57

53Ibid, hlm. 307. 54

Pasal 78 ayat 1 Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

55Pasal 78 ayat 2 Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 56Pasal 13ayat (2) Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 57Pasal 70 ayat (2) huruf a Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.


(50)

Pada setiap penyelenggaraan RUPS, hasil dari rapat yang dilakukan dalam forum RUPS, dituangkan dalam bentuk risalah RUPS. Risalah RUPS tersebut harus ditandatangani oleh ketua rapat dan apabila risalah tersebut tidak dibuat dalam bentuk akta notaris, risalah tersebut juga harus ditandatangani oleh seorang

pemegang saham yang ditunjuk oleh dan dari perserta RUPS.58

Salah satu yang menjadi karakteristik yang terdapat didalam Perseroan Terbatas adalah terdapatnya tanggung jawab yang terbatas terhadap setiap pemegang saham. Tanggung jawab yang terbatas tersebut memberikan artian bahwa pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap kerugian

yang dialami oleh Perseroan Terbatas, melebihi dari saham yang dimilikinya.59

Namun terdapat beberapa keadaan yang mengakibatkan

pertanggungjawaban terbatas tersebut dapat hilang. Hilangnya

pertanggungjawabn terbatas tersebut, mengakibatkan pemegang saham harus bertanggungjawab secara pribadi, apabila terjadi kerugian kepada Perseroan Terbatas. Hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya pertanggungjawban terbatas tersebut antara lain;

1. Persyaratan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak

terpenuhi

2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung

dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan Terbatas untuk kepentingan pribadi;

58Pasal 90 Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 59Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.


(51)

3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas;

4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung

secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan Terbatas, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan Terbatas menjadi tidak cukup untuk

melunasi utang Perseroan Terbatas;60

Apabila keempat hal diatas terbukti terjadi, maka pemegang saham tersebut tidak dapat bersembunyi dibalik prinsip pertanggungjawaban terbatas, karena ketika keempat hal tersebut terjadi, maka prinsip pertanggungjawaban terbatas tersebut menjadi tidak berlaku.

2. Direksi

Direksi sebagai salah satau organ Perseroan Terbatas, mempunyai kewenangan dalam hal mengurus jalannya Perseroan Terbatas sehari-hari, dan juga sebagai organ Perseroan Terbatas yang memiliki kewenangan untuk mewakili Perseroan Terbatas baik didalam maupun diluar pengadilan. Hal tersebut secara jelas disebutkan di dalam beberapa ketentuan didalam UUPT, yakini :

a. Pasal 1 angka 5 UUPT yang mengatakan bahwa direksi adalah organ

Perseroan Terbatas yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan


(52)

Terbatas baik didalam maupun diluar maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

b. Pasal 92 ayat (1) UUPT yang mengatakan, direksi menjalankan pengurusan

Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas.

c. Pasal 98 ayat (1) UUPT yang mangatakan, direksi mewakili Perseroan

Terbatas baik di dalam maupun diluar pengadilan.

Dari beberapa ketentuan yang disebutkan diatas, terdapat beberapa hal, yang menerangkan mengenai direksi, yaitu;

a. Sebagai organ perseroan terbatas

Kewenangan dalam mengurusan dan mewakili Perseroan Terbatas, diberikan kepada salah satu organ Perseroan Terbatas, yaitu direksi. Kewenangan tersebut diserahkan oleh undang-undang kepada direksi, sebagai salah satu organ Perseroan Terbatas. Direksi adalah pejabat Perseroan Terbatas. Jabatannya adalah

anggota direksi atau direktur Perseroan Terbatas (a Director is an officer of the

company).61

Ketentuan yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan, pada

umumnya direksi Perseroan Terbatas terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi,62

namun ketentuan tersebut mendapatkan suatu pengecualian khusus. Pengecualian tersebut adalah bagi perusahaan yang memiliki anggota direksi paling sedikit 2 (dua) orang anggota direksi, perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan yang menerbitkan surat pengakuan hutang kepada masyarakat, perusahaan yang

61Ibid, hlm. 346.


(1)

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada pembahasan-pembahasan sebelumnya, maka terdapat beberapa kesimpulan yang terdapat dalam penulisan karya ilmiah ini, antara lain ;

1. Perseroan Terbatas sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum, merupakan suatu badan usaha yang bersifat artifisial, selain bersifat artifisial, wujud dari Perseroan Terbatas sebagai badan hukum,juga bersifat abstark. Oleh sebab itu dalam menjalankan kegiatan usaha Perseroan Terbatas, dibutuhkan organ-organ Perseroan Terbatas yang melakukan pengurusan Perseroan Terbatas. Berdasarkan UUPT, maka terdapat tiga organ yang terdapat didalam perseroan terbatas, yaitu RUPS, direksi, dan dewan komisaris. Dalam hal melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan perseroan sehari-hari, hal tersebut diberikan kepada direksi, sebagai organ yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pengurusan Perseroan Terbatas, serta memiliki kewajiban untuk mewakili Perseroan Terbatas, didalam maupun diluar pengadilan. Hal yang harus diperhatikan oleh direksi, bahwa dalam mengurus Perseroan Terbatas harus didasarkan pada itikad baik dan penuh tanggung jawab, serta harus mengedepankan atau didasarkan kepada kepentingan Perseroan Terbatas semata.

2. Pada dasarnya bahwa antara pengurus Perseroan Terbatas dengan Perseroan Terbatas itu sendiri, merupakan dua subjek hukum yang terpisah.


(2)

Pertanggungjawaban perseroan tidak dapat diberikan kepada pengurus Perseroan Terbatas, karena adanya suatu pemisahan pertanggungjawaban. Namun dalam hal-hal tertentu, pemisahan pertanggungjawaban tersebut dapat hilang. Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, mengakui bahwa tidak selamanya pemisahan pertanggungjawaban yang terdapat didalam perseroan bersifat absolut. Dalam hal pengurus Perseroan Terbatas bersalah atau lalai sehingga mengakibatkan perseroan mengalami kerugian, maka pertanggungjawaban dari direksi selaku pengurus Perseroan Terbatas dapat diterapkan. Ada syarat mutlak yang harus dicermati sebelum meminta pertanggungjawaban direksi, yaitu direksi tersebut bersalah atau lalai karena tidak memiliki itikad baik dalam mengurus Perseroan Terbatas, sehingga mengakibatkan Perseroan Terbatas mengalami kerugian. Sepanjang suatu keputusan dibuat oleh direksi dengan berdasarkan kepada itikad baik, meskipun atas keputusan tersebut, Perseroan Terbatas mengalami kerugian, direksi tersebut tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.

3. Pasal 155 Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, merupakan ketentuan yang membenarkan bahwa kesalahan dan kelalaian direksi tidak hanya dapat dipertanggungjawabkan secara perdata, tetapi secara pidana juga. Namun dalam menerapkan ketentuan pidana, haruslah didasarkan pada batasan-batasan yang diatur dalam undang-undang maupun didalam prinsip umum hukum pidana itu sendiri. Pada dasarnya seorang dapat dipidana apabila terbukti melakukan tindak pidana, dan dapat cakap dalam mempertanggung jawabkan tindakannya tersebut, dan hal tersebut


(3)

harus dibuktikan apabila menuntut pertanggungjawaban pidana pada direksi. Namun terlepas dari dapat atau tidaknya direksi dipidana, yang jelas bahwa perluasan pertanggungjawaban, atau dengan dapat dipidanakanannya direksi, atas setiap keputusan bisnis yang diambilnya, membawa dampak yang negatif. Akibat dari ketentuan tersebut adalah hilangnya rasa kepastian berusaha, serta hilangnya perlindungan hukum bagi managemen dan adanya rasa kekhawatiran bagi direksi maupun investor, dan ini akan sangat membahayakan bagi perkembangan perekenomian nasional. Namun pada sisi lain, terdapatnya Pasal 155 UUPT merupakan suatu ketentuan yang baik dalam penegakan hukum yang berkaitan dengan Perseroan Terbatas, hal tersebut dikarenakan, apabila tidak terdapat ketentuan yang mengatur mengenai pertanggungjawaban pidana, maka setiap tindakan yang dilakukan oleh direksi, yang melanggar ketentuan pidana, direksi tersebut tidak dapta diminta pertanggungjawabannya, karena pertanggungjawaban direksi, indentik dengan pertanggungjawaban perdata.

2. Saran

Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada karya ilmiah ini, terdapat beberapa saran, yang harapannya dapat berguna bagi perbaikan kedepan terhadap masalah yang diangkat dalam penulisan ini. Saran-Saran tersebut yaitu :

1. Pada setiap kasus yang melibatkan anggota direksi yang diduga bersalah karena telah mengakibatkan perseroan mengalami kerugian, sebaiknya dalam penyidikan maupun sampai pada tahap pemeriksaan Pengadilan, setiap penegak hukum baik itu penyidik, jaksa penuntut umum, mauapun hakim,


(4)

harus dibekali dengan pemahaman mengenai prinsip-prinsip hukum perseroan. Selain hal tersebut, dalam setiap proses pemeriksanaa, para penegak hukum juga perlu untuk melibatkan para ahli hukum perseroan, yang akan menilai dan memberikan pendapat tentang kasus yang melibatkan direksi tersebut. Apabila dua hal tersebut dapat dijalankan, maka penulis percaya bahwa penegakan hukum yang berkaitan dengan pengurusan perusaahan oleh direksi, dapat menjamin adanya rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi direksi maupun setiap pelaku usaha.

2. Perlu kiranya dilakasanakan perubahan terhadap UUPT, agar memperjelas norma hukum didalam Pasal 155 UUPT tersebut. Agar memberikan suatu batas yang jelas dalam penerapan pertanggungjawaban pidana, terhadap direksi atau dewan komisaris.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Alim, Mahrus. Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2013.

Asyhadie, Zaeri. Hukum Bisnis Prinsip-Prinsip Dan Pelaksanaannya Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2012.

F. Sjawie, Hasbullah. Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012.

Fuady, Munir. Doktin-Doktrin Modern Dalam Coorporate Law. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008.

G. Rai, Widjaya I. Hukum Perseroan Terbatas. Bekasi: Kesaint Blact,2006. Harlen, Sinaga V. Batas-Batas Tanggungjawab Perdata Direksi. Jakarta:

Adinatha Mulia, 2012.

Kurniawan. Hukum Perusahaan Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum

Dan Tidak Berbadan Hukum Di Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing,

2014.

Laminta, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013.

Mulhadi. Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Pramono, Nindyo. Hukum PT Go Public Dan Pasar Modal.Yogyakarta: Andi Offset, 2013.

Setiawan. Aneka Masalah Hukum Dan Hukum Acara Perdata. Jakarta: Alumni, 1992.

Widyono, Try. Direksi Perseroan Terbatas. Bogor: Ghalia Indonesia, 2008. Yahya, Harahap M. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta : Sinar Grafindo, 2013.


(6)

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan

Usaha Milik Negara

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

C. WEBSITE

Nasution, Bismar. “Pertanggung Jawaban Direksi Dalam Mengelola Perseroan”,

http://bismar.wordpress.com (diakses pada tangal 11 September 2014, pada pukul 23.46)

Lingkup Kejahatan Korporasi Meluas,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt518a42614423b/lingkup-kejahatan-korporasi-meluas (dikases pada tanggal 27 November 2014). Penyampaian Informasi Kepada Publik http://www.indosat.com/teplate/media/

editor/files(PenyampaianKeterbukaanInformasi).pdf (diakses pada tanggal 27 November 2014).

Prasetyo, Hadoyo. “ Tanggung Jawab Pengurus Korporasi dari Perdata ke

Pidana”,http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5326a336748d5/tanggu

ng-jawab-pengurus-korporasi-dari-perdata-ke-pidana-broleh--dr-handoyo-prasetyo--sh-mh (diakses pada tanggal 25 November 2014).

Kompas. “ Pengadilan Tinggi Jakarta Perberat Vonis Kasua IM2” http://nasional. kompas.com/read/2014/01/04/0230040/Pengadilan.Tinggi.Jakarta.Perberat. Vonis.Kasus.IM2 (diakses pada tanggal 1 Desember 2014).