Rebranding Museum Zero Toys.

(1)

vi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

REBRANDING ZERO TOYS MUSEUM Submitted by

Willy Firdaus NRP 0964049

In Bandung, West Java, there is a place renovated to resemble a museum and is filled with traditional children toys. In a glance, nobody will guess that the small building on Jalan Sunda number 39A is a 1980’s toy museum. Upon entering the Zero Toys Museum, visitors will be greeted by the rows of robots on the display shelves. Zero Toys is the only die-cast toy museum in Indonesia.

Not many people are aware of the existence of Zero Toys Museum; on the contrary, only a very small number of people in Bandung are aware of it. This is due to the lack of information and promotion regarding the museum. In addition to it, people know Zero Toys more as a toy store instead of a museum.

As a possible solution for this problem, it is deemed necessary to do a rebranding for Zero Toys Museum to give it a new image. It is hoped that the older generation may be able to remember the toys they played with when they were younger. The rebranding is also aimed to promote the museum as a place to get information about toys for those who are interested in collecting toys.


(2)

vii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

REBRANDING MUSEUM ZERO TOYS

Oleh Willy Firdaus NRP 0964049

Di kota Bandung, Jawa Barat terdapat sebuah tempat yang disulap layaknya museum yang berisikan mainan anak tempo dulu. Sepintas tidak ada yang menyangka di dalam bangunan kecil di Jalan Sunda no. 39a Bandung ini terdapat museum mainan anak tahun 1980an. Ketika memasuki bangunan museum, Museum Zero Toys siap menyambut dengan jejeran mainan robot-robot lemari pajangan. Zero Toys merupakan satu-satunya museum mainan diecast yang ada di Indonesia.

Akan tetapi keberadaan Museum Zero Toys saat ini belum banyak diketahui, bahkan hanya sebagian kecil masyarakat kota Bandung yang mengetahui keberadaan Museum Zero Toys. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi dan pengenalan akan Museum Zero Toys. Selain itu citra Zero Toys sudah dikenal sebagai toko mainan, bukan sebagai sebuah museum mainan.

Oleh karena masalah yang ada, maka dibuat rebranding Museum Zero Toys yang bertujuan untuk memberikan citra baru untuk Museum Zero Toys. Sehingga generasi dahulu yang memiliki obsesi terhadap mainan anak dimasanya, bisa bernostalgia. Rebranding Museum Zero Toys ini sekaligus membantu mempromosikan kepada masyarakat Bandung serta sebagai sarana atau tempat bertukar informasi bagi masyarakat yang memiliki hobi kepada mainan.


(3)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN TUGAS AKHIR ... iv

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 2

1.2.1 Rumusan Masalah ... 2

1.2.2 Ruang Lingkup ... 3

1.3 Tujuan Perancangan ... 3

1.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 3

1.4.1 Data Primer ... 3

1.4.2 Data Sekunder ... 4

1.5 Skema Perancangan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Teori Brand ... 6

2.1.1 Branding ... 6

2.2 Teori Promosi ... 7

2.2.1 Tujuan Promosi ... 8

2.3 Museum ... 10

2.3.1 Klasifikasi Museum ... 11


(4)

ix Universitas Kristen Maranatha

2.4.1 Sejarah Mainan ... 12

2.4.2 Fetish pada Mainan ... 15

2.5 Psikologi Dewasa Dini ... 16

2.5.1 Kebiasaan dan Hobi Dewasa Dini ... 18

BAB III DATA DAN ANALISIS MASALAH ... 19

3.1 Data dan Fakta ... 19

3.1.1 Profil Zero Toys Bandung, Jawa Barat ... 19

3.1.2. Hasil Wawancara dengan pemilik Museum Mainan Zero Toys ... 21

3.1.3 Hasil Kuesioner ... 22

3.1.4 Tinjauan Karya Sejenis ... 28

3.2 Analisis Terhadap Permasalahan Data dan Fakta ... 30

3.2.1 Segmenting, Targeting, Positioning (STP) ... 30

3.2.1.1 Segmenting ... 30

3.2.1.2 Targeting ... 31

3.2.1.3 Positioning ... 31

3.2.2 SWOT Museum Mainan Zero Toys ... 31

3.2.2.1 Strengths (Kekuatan) ... 31

3.2.2.2 Weakness (Kelemahan) ... 32

3.2.2.3 Opportunities (Peluang) ... 32

3.2.2.4 Threats (Ancaman) ... 32

BAB IV PEMECAHAN MASALAH ... 33

4.1 Konsep Komunikasi ... 33

4.2 Konsep Kreatif ... 33

4.2.1 Visual ... 33

4.2.2 Tipografi ... 34

4.2.3 Warna ... 34

4.2.4 Desain ... 35

4.2.5 Layout ... 36


(5)

x

4.3.1 Budgeting ... 36

4.4 Hasil Karya ... 38

4.4.1 Logo Museum Zero Toys ... 38

4.4.2 Bussiness Suite ... 39

4.4.3 Sign System ... 40

4.4.4 Media Promosi ... 41

4.4.5 Gimmick ... 45

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 47


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Skema Perancangan ... 5

Gambar 3.1 Logo Museum Mainan Zero Toys ... 19

Gambar 3.2 Diagram hasil pembagian kuisioner pada target usia 18-40 tahun perihal tentang minat terhadap mainan ... 22

Gambar 3.3 Diagram hasil pembagian kuisioner perihal tentang pengetahuan terhadap mainan tahun 1980an – 2000an ... 23

Gambar 3.4 Diagram hasil pembagian kuisioner perihal tentang seberapa besar ketertarikan masyarakatkepada mainan tahun 1980an sampai 2000an ... 23

Gambar 3.5 Diagram hasil pembagian kuisioner perihal tentang ketertarikan masyarakat terhadap Museum ... 24

Gambar 3.6 Diagram hasil pembagian perihal tentang Museum apa saja yang pernah dikunjungi oleh masyarakat di Kota Bandung ... 25

Gambar 3.7 Diagram hasil pembagian kuisioner perihal tentang pengetahuan masyarakat mengenai keberadaan Museum Mainan Zero Toys ... 26

Gambar 3.8 Diagram hasil pembagian kuisioner perihal ketertarikan masyarakat terhadap Museum Mainan ... 27

Gambar 3.9 Logo MINT Museum Of Toys ... 28

Gambar 3.10 MINT Museum Of Toys ... 29

Gambar 4.1 Tone Warna ... 35

Gambar 4.2 Logo ... 38

Gambar 4.3 Name Card Museum ... 39

Gambar 4.4 Letter Head Museum ... 39

Gambar 4.5 Envelope Museum ... 40

Gambar 4.6 Sign System Museum Zero ... 40

Gambar 4.7 Sign System Museum Zero ... 41

Gambar 4.8 Contoh Pengaplikasian Poster diLlift ... 41

Gambar 4.9 Poster Museum Zero ... 42

Gambar 4.10 X-Banner Museum Zero ... 43


(7)

xii

Gambar 4.12 Mobil Museum Zero ... 45

Gambar 4.13 Pin dan Stiker Museum Zero ... 45

Gambar 4.14 T-Shirt Museum Zero ... 46


(8)

Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Bandung ibukota Jawa Barat merupakan kota yang dikenal sebagai kota wisata. Selain banyak terdapat factory outlet dan kuliner, Bandung juga banyak terdapat Museum. Museum merupakan tempat peninggalan karya seni dan pengenalan kebudayaan antardaerah dan bangsa. Museum juga menjadi pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah dan menjadi pusat penyaluran ilmu pengetahuan untuk umum. Sebagai objek wisata, museum merupakan media pembinaan pendidikan kesenian dan ilmu pengetahuan. Museum juga termasuk dalam suaka alam dan suaka budaya yang menjadi cerminan sejarah, manusia, alam, dan kebudayaan karena dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta budaya masa lalu. Masyarakat bisa melihat sekaligus belajar mengerti tapak sejarah apa yang dimiliki oleh peradaban manusia. Museum menjadi sarana untuk bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Museum merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan pemahaman dan penanaman nilai - nilai budaya luhur kepada masyarakat. Melalui museum masyarakat dapat memahami nilai - nilai luhur sejarah bangsa di masa lalu yang dapat diterapkan di masa sekarang. Beberapa Museum terkenal yang terdapat di Bandung adalah Museum Geologi, Museum Barli, Museum Pos Indonesia, Museum Konferensi Asia Afrika, Museum Sribaduga.

Penulis mengangkat topik mengenai Museum Mainan yang terdapat di Jalan Sunda No. 39A Bandung. Museum Mainan yang berdiri sejak 1999 ini terdapat mainan di era tahun 1980-an. Mainan yang berbentuk mini (kecil) dan diciptakan sebagai manusia yang lebih kecil ini tentu saja untuk bermain-main. Mainan ’bertugas’ menjadi jembatan untuk memahami dunia kakak, ibu dan bapak mereka. Mainan menjalani kehidupan yang penuh dengan ’pemaknaan’ bagi penggunanya. Maka terciptalah berbagai tipe


(9)

mainan. Dengan nuansa Pop-Culture yang didominasi dengan boneka, action figure, poster, kartu kwartet, komik, atau die cast.

Keberadaan dunia mainan melahirkan fantasi dan potensi berpikir tersendiri. Dunia mainan (toys) membuka peluang bagi hidup manusia yaitu terciptanya kesempatan untuk memanfaatkan keberadaan mainan. Fenomena yang terjadi adalah munculnya tradisi mengoleksi mainan. Dunia koleksi mainan rupanya tidak saja dilakukan dan dikuasai oleh anak-anak, tetapi juga orang dewasa, tidak saja perempuan namun juga sejumlah pria turut melakukannya. Perasaan yang sangat cinta ini menyebabkan sejumlah terobosan yang menarik. Selain melahirkan semangat berkumpul bagi para kolektor sehingga memunculkan sejarah festival dan pameran mainan (toy fair), juga melahirkan konsepsi pemikiran lain, yaitu dunia fetish (ketertarikan terhadap suatu hal tertentu) yang cukup rumit karena kadang menyenangkan, dan kadang membingungkan.

Museum mainan ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi pecinta mainan khususnya bagi masyarakat yang ingin ber-nostalgia dengan masa kecilnya. Disamping itu, anak kecil generasi sekarang juga mampu mengetahui perkembangan mainan yang dulu pernah sangat terkenal di masanya.

Berdasarkan observasi, sangat disayangkan museum ini kurang dikenal oleh masyarakat luas, bahkan oleh masyarakat kota Bandung sendiri.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup 1.2.1 Rumusan Masalah

Pengelompokan mainan yang tidak teratur serta kurangnya penjelasan tentang zaman, rilis, profil dan info-info lainnya menjadikan Museum Mainan kurang menarik. Museum mainan ini kurang dikenal di masyarakat Kota Bandung, karena keberadaannya tidak didukung dengan pengenalan dan informasi yang mendalam tentang museum. Permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah “Bagaimana merancang branding pada


(10)

Universitas Kristen Maranatha 3 Museum Mainan Zero Toys supaya dapat dikenal oleh masyarakat sebagai Museum yang memberikan informasi serta suasana mengenai mainan yang pernah ada di era tahun 1980-an”

1.2.2 Ruang Lingkup

Perancangan desain visual literatur ini ditujukan untuk kalangan atas. Sedangkan batasan pembahasan adalah promosi Museum Mainan Zero Toys yang terletak di Bandung hingga seluruh penduduk Indonesia.

1.3 Tujuan Perancangan.

Merancang rebranding dari Museum Mainan Zero Toys dengan citra baru guna untuk memperkenalkan sejarah sosial mengenai perkembangan mainan pada masa tertentu (dalam hal ini adalah mainan tahun 1980-an) untuk tujuan pendidikan, pengembangan, pengetahuan, dan kesenangan masyarakat agar lebih dikenal khususnya bagi masyarakat kota Bandung.

 Sebagai sarana bertukar informasi bagi penggemar atau pencinta yang memiliki hobby mengoleksi mainan.

 Untuk menambah daya tarik khususnya bagi kota Bandung dengan terdapatnya Museum Mainan yang bisa dijadikan sebagai salah satu tujuan tempat wisata bagi wisatawan Kota Bandung.

1.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber dan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan, yaitu: 1.4.1 Data Primer

 Wawancara

Penulis melakukan wawancara kepada pemilik Museum Mainan ZeroToys Kota Bandung, Jawa Barat.


(11)

 Observasi lapangan

Observasi dilakukan penulis yaitu dengan pergi langsung ke Museum ZeroToys untuk mengamati secara langsung kondisi dan keadaan Museum ZeroToys.

 Kuesioner

Kuesioner disebar kepada kalangan remaja di kota Bandung agar memperoleh data dan fakta yang relevan.

1.4.2 Data Sekunder

 Studi Pustaka

Studi Pustaka akan dilakukan untuk memperoleh data, informasi, dan berita secara akurat dari media massa, media cetak, dan digital/internet yang dapat mendukung penelitian. Studi pustaka mengenai sejarah, pariwisata budaya, psikologi, promosi, dan fotografi, digunakan sebagai pendukung teori, agar informasi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.


(12)

Universitas Kristen Maranatha 5 1.5 Skema Perancangan


(13)

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian observasi lapangan yang dilakukan oleh penulisMuseum Zero memiliki potensi yang besar sebagai tujuan wisata dikota Bandung. Museum Zero memberikan pengalaman yang menarik bagi pengunjung untuk kembali mengingatkan pengunjung pada obsesi pada mainan. Museum Zero juga menjadi sarana bagi kolektor mainan untuk bertukar informasi dan memiliki event yang menarik untuk diikuti oleh pecinta atau kolektor mainan.

5.2 Saran

Museum Zero sebaiknya pindah lokasi ke tempat yang memiliki lapangan parkir yang luas atau disediakannya lahan parkir khusus untuk kedatangan rombongan pengunjung yang ingin datang ke Museum Zero.


(14)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari. 2002. Manajement Pemasaran Jasa. Bandung: Alfabeta .

Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.

Hurlock, dan Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, 1980

George Ritzer. 1992. Sociological Theory. New York: Mc Graw-Hill.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Teori Sosiologi Klasik.Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Das Kapital Jilid Ke-1 (teori Karl Marx)

Eko Nugroho. 2008. Pengenalan teori warna : Cv. Andi offset

http://icom.museum/activities/international-museum-day/ (11 September 2015, 01.35) http://www.childrensmuseums.org/ (11 September 2015, 01.35)

http://science.jrank.org/pages/9365/Fetishism-Overview-Psychoanalytic-Interventions.html (13 September 2015, 19.32)

http://emint.com/ (13 September 2015, 19.51)

http://www.retrowaste.com/1980s/toys-in-the-1980s/ (13 September 2015, 19.53) http://www.warhol.org/ (3 Oktober 2015, 09.52)

http://en.peramuzesi.org.tr/Exhibition/Andy-Warhol/159 (3 Oktober 2015, 09.53)

http://www.design-museum.de/en/exhibitions/detailseiten/pop-art-design.html (3 Oktober 2015, 09.53)


(1)

mainan. Dengan nuansa Pop-Culture yang didominasi dengan boneka, action figure, poster, kartu kwartet, komik, atau die cast.

Keberadaan dunia mainan melahirkan fantasi dan potensi berpikir tersendiri. Dunia mainan (toys) membuka peluang bagi hidup manusia yaitu terciptanya kesempatan untuk memanfaatkan keberadaan mainan. Fenomena yang terjadi adalah munculnya tradisi mengoleksi mainan. Dunia koleksi mainan rupanya tidak saja dilakukan dan dikuasai oleh anak-anak, tetapi juga orang dewasa, tidak saja perempuan namun juga sejumlah pria turut melakukannya. Perasaan yang sangat cinta ini menyebabkan sejumlah terobosan yang menarik. Selain melahirkan semangat berkumpul bagi para kolektor sehingga memunculkan sejarah festival dan pameran mainan (toy fair), juga melahirkan konsepsi pemikiran lain, yaitu dunia fetish (ketertarikan terhadap suatu hal tertentu) yang cukup rumit karena kadang menyenangkan, dan kadang membingungkan.

Museum mainan ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi pecinta mainan khususnya bagi masyarakat yang ingin ber-nostalgia dengan masa kecilnya. Disamping itu, anak kecil generasi sekarang juga mampu mengetahui perkembangan mainan yang dulu pernah sangat terkenal di masanya.

Berdasarkan observasi, sangat disayangkan museum ini kurang dikenal oleh masyarakat luas, bahkan oleh masyarakat kota Bandung sendiri.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup 1.2.1 Rumusan Masalah

Pengelompokan mainan yang tidak teratur serta kurangnya penjelasan tentang zaman, rilis, profil dan info-info lainnya menjadikan Museum Mainan kurang menarik. Museum mainan ini kurang dikenal di masyarakat Kota Bandung, karena keberadaannya tidak didukung dengan pengenalan dan informasi yang mendalam tentang museum. Permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah “Bagaimana merancang branding pada


(2)

Museum Mainan Zero Toys supaya dapat dikenal oleh masyarakat sebagai Museum yang memberikan informasi serta suasana mengenai mainan yang pernah ada di era tahun 1980-an”

1.2.2 Ruang Lingkup

Perancangan desain visual literatur ini ditujukan untuk kalangan atas. Sedangkan batasan pembahasan adalah promosi Museum Mainan Zero Toys yang terletak di Bandung hingga seluruh penduduk Indonesia.

1.3 Tujuan Perancangan.

Merancang rebranding dari Museum Mainan Zero Toys dengan citra baru guna untuk memperkenalkan sejarah sosial mengenai perkembangan mainan pada masa tertentu (dalam hal ini adalah mainan tahun 1980-an) untuk tujuan pendidikan, pengembangan, pengetahuan, dan kesenangan masyarakat agar lebih dikenal khususnya bagi masyarakat kota Bandung.

 Sebagai sarana bertukar informasi bagi penggemar atau pencinta yang memiliki hobby mengoleksi mainan.

 Untuk menambah daya tarik khususnya bagi kota Bandung dengan terdapatnya Museum Mainan yang bisa dijadikan sebagai salah satu tujuan tempat wisata bagi wisatawan Kota Bandung.

1.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber dan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan, yaitu:

1.4.1 Data Primer


(3)

 Observasi lapangan

Observasi dilakukan penulis yaitu dengan pergi langsung ke Museum ZeroToys untuk mengamati secara langsung kondisi dan keadaan Museum ZeroToys.

 Kuesioner

Kuesioner disebar kepada kalangan remaja di kota Bandung agar memperoleh data dan fakta yang relevan.

1.4.2 Data Sekunder  Studi Pustaka

Studi Pustaka akan dilakukan untuk memperoleh data, informasi, dan berita secara akurat dari media massa, media cetak, dan digital/internet yang dapat mendukung penelitian. Studi pustaka mengenai sejarah, pariwisata budaya, psikologi, promosi, dan fotografi, digunakan sebagai pendukung teori, agar informasi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.


(4)

(5)

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian observasi lapangan yang dilakukan oleh penulisMuseum Zero memiliki potensi yang besar sebagai tujuan wisata dikota Bandung. Museum Zero memberikan pengalaman yang menarik bagi pengunjung untuk kembali mengingatkan pengunjung pada obsesi pada mainan. Museum Zero juga menjadi sarana bagi kolektor mainan untuk bertukar informasi dan memiliki event yang menarik untuk diikuti oleh pecinta atau kolektor mainan.

5.2 Saran

Museum Zero sebaiknya pindah lokasi ke tempat yang memiliki lapangan parkir yang luas atau disediakannya lahan parkir khusus untuk kedatangan rombongan pengunjung yang ingin datang ke Museum Zero.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari. 2002. Manajement Pemasaran Jasa. Bandung: Alfabeta .

Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.

Hurlock, dan Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, 1980

George Ritzer. 1992. Sociological Theory. New York: Mc Graw-Hill.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Teori Sosiologi Klasik.Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Das Kapital Jilid Ke-1 (teori Karl Marx)

Eko Nugroho. 2008. Pengenalan teori warna : Cv. Andi offset

http://icom.museum/activities/international-museum-day/ (11 September 2015, 01.35) http://www.childrensmuseums.org/ (11 September 2015, 01.35)

http://science.jrank.org/pages/9365/Fetishism-Overview-Psychoanalytic-Interventions.html (13 September 2015, 19.32)

http://emint.com/ (13 September 2015, 19.51)