Analisis semiotika terhadap makna jihad dalam film Zero Dark Thirty
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Oleh
RULLI CHANDRA SYAFRUL NIM 109051000150
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1435 H/2014M
(2)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Oleh
Rulli Chandra Syafrul NIM: 109051000150
Dosen Pembimbing Skripsi,
Dr. Rulli Nasrullah, M. Si. NIP: 197503182008011008
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1435H/2014M
(3)
(4)
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 Januari 2013
(5)
i
Rulli Chandra Syafrul
Analisis Semiotika terhadap Makna Jihad dalam Film Zero Dark Thirty Film Zero Dark Thirty merupakan film berjenis fiksi yang menceritakan bagaimana penangkapan pimpinan Al-Qaeda Osama bin Laden yang bertanggung jawab atas penyerangan WTC pada 11 September 2001. Kathryn Bigelow sebagai sutradara mengadopsi film Zero Dark Thirty dari Novel No Easy Day dan juga sutradara wanita pertama yang meraih piala Oscar pada 2010, film ini dibuat atas dasar rasa simpati dalam penyerangan tentara Amerika untuk mengakhiri teorisme. Dalam film ini, sutradara memfokuskan filmnya terhadap penangkapan Osama bin Laden. Dan, Maya, dan Jessica adalah tim CIA yang bekerja untuk menyelidiki keberadaan Osama, tapi ditengah perjalanan Jessica yang bekerja sebagai rekan Maya tewas karena bom bunuh diri yang dilakukan di Camp
Afganistan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna jihad dalam film Zero Dark Thirty. Maka diperlukan rumusan masalah yaitu bagaimana sign, code, dan element dalam konsep jihad dalam film Zero Dark Thirty?
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika model Roland Barthes, Christian Metz, dan Steve Campsall. Model semiotika Roland Barthes yang menjelaskan makna denotasi dan konotasi serta tokoh Christian Metz yang sudah memperkenalkan beberapa komponen dan elemen yang dapat diinterpretasikan melalui unsur-unsur sinematografi dalam
scene-scene yang diteliti.
Pertama ditemukan, sign berfokus pada Makna Jihad kesetiaan yang tinggi dalam jaringan komunikasi antar teroris tersebut walaupun jaringan agen CIA menyiksanya dengan berbagai cara penyiksaan khusus untuk teroris. Kedua, code
peneliti menemukan makna jihad tentang pembunuhan terhadap orang kafir yaitu para agen CIA Jessica dalam film tersebut. Ketiga, elemen jihad yang terdapat dalam film ini adalah scene yang menjelaskan makna jihad bom bunuh diri melalui kostum, tata rias wajah, setting, dan pencahayaan yang ditampilkan di depan kamera yang dapat berfungsi sebagai penunjuk status sosial, citra dan penunjuk ruang dan waktu. Temuan simbol juga terlihat dalam scene, seperti bendera Amerika yang berkibar kencang di tanah Afganistan.
Dari penelitian pada film Zero Dark Thirty, dapat di ambil kesimpulan bahwa film ini menampilkan beberapa tanda dan kode yang muncul dalam adegan tewasnya Jessica dalam film ini. Melalui unsur sinematik film, peneliti menemukan beberapa elemen penting yang dapat membangun makna. Dan yang terbangun dalam film ini divisualisasikan dalam beberapa sekuen, adegan dan shot
film yang semuanya terdapat dalam durasi-durasi tertentu dalam film.
(6)
ii
Alhamdulillah. Puji syukur yang tak terhingga atas nikmat yang luar biasa yang diberikan Allah SWT kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyusun dan merampungkan skripsi ini. Hambatan serta rintangan yang ada selama proses penyusunan skripsi ini juga merupakan suatu hadiah yang luar biasa dari-Nya. Karena tanpa hambatan dan rintangan mustahil skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam tak lupa penulis sanjungkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan. Tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak tidaklah mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penyusunan skripsi ini. Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA.
2. Dr. H. Arief Subhan, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Suparto, M. Ed, MA., Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum Drs. Jumroni, M.Si, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Drs. Wahidin Saputra, MA.
3. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Rachmat Baihaky, MA., yang telah mengarahkan penulis dalam pemilihan judul penelitian dan memilihkan dosen pembimbing bagi penulis.
(7)
iii
5. Pembimbing Skripsi Dr. Rulli Nasrullah, M. Si, yang selalu sabar dalam memberikan bimbingan dan pengarahan serta setia mengoreksi tulisan-tulisan penulis.
6. Pembimbing Akademik Siti Napsiyah, MSW, yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis mengenai proposal skripsi dan menyarankan beberapa alternatif judul kepada penulis.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis dan menjadi amal sholeh yang akan terus mengalir bagi para dosen.
8. Kepada Ibunda tercinta, atas segala kasih sayang, perhatian, dorongan,
yang tidak pernah lelah dan bosan dalam membiayai kuliah serta do’a
yang selalu engkau panjatkan untuk buah hatimu ini.
9. Om Darmond, Tante Alifah, Kakak Sepupu Linda Rosalina, Kakak Sepupu Dewi Adriani, Abang Sepupu Ade Barkah, dan Pak Huda, yang senantiasa selalu memberi dukungan moril maupun materil, motivasi dan kasih sayang yang tak terhingga.
10.Anna Sapitri, yang selalu menyemangati penulis tanpa batas untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.Seluruh teman-teman KPI E’Excellent 2009, kelas yang sangat berkesan dan menyimpan banyak kenangan yang dilalui bersama. Sedih untuk berpisah dengan kalian.
(8)
iv walaupun hanya satu bulan saja.
13.Seluruh teman-teman FIDKOM angkatan 2009.
14.Kawan-kawan semasa di Pondok Pesantren Al-Inayaah.
15.Kepada Muhammad Dhiyaa dan Uray Noviandy Taslim yang telah bersedia memberikan banyak referensi dan selalu memberikan pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya peneliti hanya mampu mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT semakin menambah rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Peneliti mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Harapan peneliti, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembacanya.
Jakarta, 24 Januari 2014
(9)
v
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan masalah ... 6
C. Tujuan Pnelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Tinjauan Kepustakaan ... 8
F. Kerangka Teori ... 9
G. Metodologi Penelitian ... 9
H. Sistematikan Penulisan ... 12
BAB II LANDASAN TEORI A. Film ... 13
B. Semiotika ... 28
C. Jihad dalam Pandangan Islam ... 36
BAB III GAMBARAN UMUM FILM ZERO DARK THIRTY A. Profil Kathryn Bigelow Sebagai Sutradara ... 43
B. Sinopsis Film ... 44
C. Profil Para Pemain Film Zero Dark Thirty ... 45
(10)
vi
CIA dalam Film Zero Dark Thirty ... 49
B. Makna Jihad Tentang Pembunuhan dalam Film Zero Dark Thirty73 C. Makna Jihad Bom Bunuh Diri dalam Film Zero Dark Thirty Analisis Model Steve Campsall ... 82
D. Interpretasi ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90
B. Saran-saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 94
(11)
vii
Tabel 2.1 Skema Genre Film Induk Primer dan Sekunder ... 20
Tabel 2.2 Komponen dan Elemen ... 34
Tabel 4.2 Adegan Dan Menyiksa Tahanan Teroris ... 52
Tabel 4.3 Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Adegan Dan Menyiksa Tahanan Teroris ... 54
Tabel 4.4 Adegan Maya Mengintrogasi Tahanan Teroris ... 60
Tabel 4.5 Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Adegan Maya Mengintrigasi Tahanan Teroris ... 63
Tabel 4.6 Adegan Jessica Menyaksikan Pengeboman Hotel JW Marriot. .... 66
Tabel 4.7 Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Adegan Jessica Menyaksikan Pengeboman Hotel JW Marriot ... 69
Tabel 4.8 Analisis Tanda Denotasi dan Konotasi Dalam Skenario ... 74
Tabel 4.9 Ikon, Indeks dan Simbol dalam Adegan “Tewasnya Jessica” ... 74
Tabel 4.10 Visualisasi shotdari Adegan “Tewasnya Jessica” ... 75
Tabel 4.11 Analisis Adegan Utama Melalui Tabulasi Analisis Film Steve Campsall ... 82
(12)
viii
Gambar 3.1 Kathryn Bigelow ... 43
Gambar 3.2 Jason Clark sebagai Dan ... 45
Gambar 3.3 Jessica Chastain sebagai Maya ... 46
(13)
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasca penyerangan terhadap gedung World Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001, wajah Islam di dunia kian menjadi sorotan. Peristiwa yang juga dikenal dengan serangan 9/11 ini memberikan identitas baru pada agama Islam sebagai agama yang identik dengan kekerasan, radikalisme, maupun terorisme. Karena, kebanyakan media-media barat, menyatakan bahwa aktor dibalik kejadian tersebut adalah sekelompok ekstrimis muslim yang dipimpin oleh Osama bin Laden dalam organisasi Al-Qaeda.
Amerika Serikat mendeklarasikan perang terhadap teroris. Istilah tersebut merujuk pada kelompok Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden yang dianggap sebagai teroris global. Sejak peristiwa 11 September yang dituduhkan terhadap Al-Qaeda, perang melawan terorisme berskala global dilancarkan dari Washington. Sebagai korban, tidak hanya para teroris, tetapi juga negara yang dituding membantu terorisme, seperti Afghanistan dan Irak. Dalam perang melawan terorisme yang dikumandangkan oleh Amerika Serikat sesungguhnya perang utama yang harus dimenangkan adalah persepsi global tentang siapa yang disebut teroris dan siapa yang berhak untuk mengadili dan menghukum mereka. Proses ini harus dimenangkan terlebih dahulu oleh Amerika Serikat sehingga bisa mengajak negara di berbagai belahan dunia manapun untuk mendukung aksi mereka. Secara massif Amerika Serikat mengkampanyekan
(14)
perang melawan terorisme melalui beragam saluran komunikasi. Sebagai sebuah negara yang memegang peran di berbagai belahan dunia menjadi wajar jika Amerika Serikat bisa mengontrol isu terorisme sehingga berbagai pemberitaan media massa di seluruh penjuru dunia sepakat dengan definisi teror, teroris dan tindakan apa yang harus dilakukan.
Selang satu bulan setelah kejadian tersebut, terjadi peristiwa Bom Bali di kecamatan kuta, Bali, Indonesia. Pada tanggal 12 Oktober 2002, peristiwa ini memakan korban yang kebanyakan wisawatan asing itu, meninggal sebanyak 202 orang. Tiga orang yang dianggap tersangka oleh polisi, Imam Samudera, Ali Ghufron, dan Amrozi yang sudah divonis mati.
Istilah jihad jika disalah artikan menjadi terorisme yang berkaitan dengan kata teror dan teroris. Teror berarti kekacauan, tindak kesewenang-wenangan untuk menimbulkan kekacauan dalam masyarakat, tindak kejam dan mengancam. Kata terorisme berasal dari bahasa Perancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Terorisme juga dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah. Istilah teroris berarti pelaku aksi teror yang bisa bermakna jamak maupun tunggal. Terorisme diartikan sebagai paham yang gemar melakukan intimidasi,
(15)
aksi kekerasan, serta berbagai kebrutalan terhadap masyarakat sipil berdasarkan latar belakang, sebab dan motif tertentu.1
Berita-berita di televisi maupun di surat kabar juga sedikit memberikan andil dalam memberikan judgement tentang hal tersebut, karena tidak bisa dihindari bahwa media massa mempunyai fungsinya sendiri untuk mengkonstruksi realitas. Selain dua media di atas, dan juga media internet yang kian mudah melakukan penetrasi ideology kepada masyarakat, film juga menjadikan salah satu media yang paling efektif digunakan karena kepopulerannya.
Film dinyatakan sebagai bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia, karena lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi atau lewat Digital Video Disc (DVD).2 Ini berarti ia dapat menjangkau banyak segmen sosial sehingga ia memiliki potensi besar untuk mempengaruhi khalayaknya, karena selain berfungsi sebagai hiburan ia juga perpanjangan dari pemikiran dan ideology pembuatnya.
Hollywood adalah contoh industri film Amerika yang dengan sukses mampu membuat film yang bukan hanya dapat menghibur penontonnya secara afektif tapi juga dapat mempengaruhi kognisi penontonnya. Salah satunya dengan mengkonstruksi konsep jihad dan kegiatan terorisme yang marak belakangan ini.
Sejak kejadian 9/11 tersebut, banyak bermunculan film-film yang mengangkat tema ini. The Kingdom, United 93, atau World Trade Center (karya
1
Akhmad Fanani, Kamus Istilah Populer (Yogyakarta:Mitra Pelajar, 2009), hlm 336. 2
Elvinaro Ardianto & Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung:
(16)
Oliver Stone), film documenter karya Michael Moore, Fahrenheit 9/11 dan My Name is Khan. Tetapi, kebanyakan dari film-fiilm produksi Hollywood tersebut mendeskreditkan agama Islam. Mengidentikkan Islam dengan terorisme, seperti film The Kingdom yang menceritakan usaha FBI mengugkapkan serangan pengeboman yang menewaskan ratusan warga Amerika di sebuah komplek pemukiman di Arab Saudi oleh teroris muslim. United 93 juga tidak jauh berbeda. Film yang disutradarai Paul Greengas ini sejak awal secara nyata menyuguhkan penampilan teroris yang berwajah arab, membaca Al-Qur’an, dan
melakukan sholat berjama’ah. Bahkan disalahkan satu adegan diperlihatkan
bahwa salah satu terorisme ini menusuk leher seorang pramugari sambil membaca basmalah.
Film ZERO DARK THIRTY ini merinci perburuan Osama bin Laden, yang dibintangi Jessica Chastain sebagai pakar intelijen yang didedikasikan hidupnya untuk melacak seorang teroris yang paling dicari. Sebagai buntut dari 9/11 serangan teroris. Seluruh agen CIA di seluruh dunia berupaya menemukan tersangka Al-Qaeda Osama bin Laden. Setelah tiba di sebuah Markas hitam CIA dan menyaksikan taktik introgasi brutal, Maya didorong (Jessica Chastain) untuk membantu rekannya Dan (Jason Clarke) dalam mengumpulkan informasi. Dalam dekade berikutnya, sangat banyak kepalsuan yang membuat pencarian tampak lebih sia-sia daripada sebelumnya. Sementara itu, bom bunuh diri banyak di Timur Tengah dan Eropa mengisyaratkan bahwa Al-Qaeda tidak akan menyerah tanpa perlawanan. Kemudian, tampak seolah-olah jejak petunjuk akhirnya kering, sebuah bukti mengarah ke Maya yang mungkin bekerja sama
(17)
dengan mereka yang dibebankan dengan perencanaan tindakan terburuk yang pernah dilakukan terorisme di tanah Amerika.
Oleh karena itu menjadi menarik untuk menelusuri tanda-tanda apa yang ada dalam film ini. Terutama bagaimana tanda-tanda dalam film ini merepresentasikan Islam yang seperti apa. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu dikolaborasiakn untuk mencapai efek yang diinginkan. Karena film merupakan produk visual dan audio, maka tanda-tanda ini berupa gambar dan suara. Tanda-tanda tersebut adalah sebuah gambaran tentang sesuatu.
Untuk mengetahui hal itu semua, kita dapat menelitinya melalui pendekatan semiotik. Karena tanda tidak pernah benar-benar mengatakan suatu kebenaran secara keseluruhan.3 Ia hanya merupakan representasi, dan bagaimana suatu hal direpresentasikan, dan medium yang dipilih untuk melakukan itu bisa sangat berpengaruh pada bagaimana orang menafsirkannya. Dari sekian banyak model semiotik yang ada, peneliti memilih model semiotik Roland Barthes, dan Christian Metz karena menurutnya, semua objek kultural dapat diolah secara tekstual. Teks yang dimaksud bukan hanya berkaitan dengan lingustik saja, tetapi semua yang dapat terkodifikasi. Jadi semiotik dapat meneliti berbagai macam teks seperti berita, film, iklan, fashion, fiksi, puisi, dan drama.4
3
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jala Sutra, 2012)
h.21 4
Drs. Alex Sobur, M.Si, Analisis Teks Wacana: Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.123
(18)
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang akan dituangkan dalam skripsi dengan judul, “SEMIOTIKA
JIHAD DALAM FILM ZERO DARK THIRTY”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas bahwa apa yang menjadi sorotan dalam film ini adalah bagaimana pengeboman yang dilakukan oleh orang Islam atas nama Islam. Kemudian pandangan Islam mengenai Jihad sebagai aksi terorisme.
2. Fokus Masalah
Agar penelitian tidak mengarah kepada hal lain di luar konteks penelitian, maka peneliti memfokuskan permasalahan pada tiga hal berikut:
a. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Roland Barthes?
b. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Christian Metz?
c. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
(19)
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitiannya sebagai berikut:
a. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Roland Barthes?
b. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Christian Metz?
c. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Steve Campsall?
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini untuk:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan, serta memberikan pandangan tentang analsis semiotik
sebagai sebuah metode penelitian dalam analisis isi media.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi para praktisi perfilman untuk mengetahui bagaimana membuat film sarat makna sebagai media dakwah Islam. Sedangkan untuk praktisi komunikasi, diharapkan penelitian ini dapat menjadi khazanah
(20)
keilmuan dan literatur baru untuk mengetahui serta menggali makna yang terkandung dalam sebuah produk media massa, khususnya film yang menggunakan pisau analisis semiotik.
E. Tinjauan Kepustakaan
Setelah peneliti melihat pada Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpusatakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Peneliti mendapati ada 3 judul skripsi yang ada kaitannya dengan judul yang dibahas. Skripsi pertama yang dilihat peneliti adalah karya Hani Taqiyyah yang menemukan konsep perang dalam Islam. Ia juga menggunakan model semiotik yang sama, yaitu model Roland Barthes.5
Skripsi yang kedua adalah hasil karya Dahliana Syahri, menemukan konsep jurnalisme dalam Islam. Menggunakan objek penelitian dan model yang sama, film dan semiotik Roland Barthes, tetapi yang lebih diungkapkan adalah konsep jurnalismenya.6
Rizky Akmasyah menemukan, konsep jurnalisme dalam Islam. Ia juga menggunakan objek penelitian dan model yang sama, film dan semiotik Roland Barthes, tetapi yang lebih diungkapkan adalah konsep jurnalismenya.7 Dari ketiga skripsi diatas, ada perbedaan dengan skripsi yang akan ditulis oleh peneliti. Karena dalam Film ZERO DARK THIRTY ada perbedaan makna yang ingin diungkapkan dalam masalah penelitian, karena aspek yang
5Skripsi Hani Taqiyyah “Analisis Semiotik Terhadap Film In the Name Of God”
6
Skripsi Dahliana Syahri “Analisis Semiotik Film “Freedom Writers”
7
(21)
lebih ingin dikaji adalah masalah konsep jihad dalam Islam yang direpresentasikan dalam film.
F. Kerangka Teori
Melalui
Film
G. Metodologi Penelitian 1. Metode
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif, dengan metode semiotik. Peneliti berusaha menggambarkan fakta-fakta tentang bagaimana adegan-adegan dalam film ZERO DARK THIRTY merepresentasikan konsep jihad Islam lewat tanda-tanda sebagai Denotative dan Conotative Sign melalui model teknik analisis semiotika film Christian Metz yaitu dengan cara mencari makna dalam film.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Makna Jihad
(22)
Objek penelitian ini adalah film. Sedangkan subjeknya adalah potongan, gambar, musik, dan dialog yang terdapat dalam film ZERO DARK THIRTY yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.
3.Tahapan Penelitian
a. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan melalui observasi, yaitu mengamati langsung data-data yang sesuai dengan pertanyaan penelitian.Adapun instrumen penelitiannya adalah:
1) Data Primer: berupa dokemen elektronik, 1 buah DVD film ZERO DARK THIRTY dengan subtitle bahasa Indonesia.
2) Data sekunder: berupa dokumen tertulis, yaitu berupa dokumen tertulis, yakni penulis mengumpulkan data-data melalui telaah dan mengkaji berbagai literatur yang sesuai dengan materi penelitian untuk dijadikan argumentasi.
b. Pengolahan Data
1) Observasi Non Pastisipan
Observasi non partisipan adalah observasi yang dalam pelaksanaannya tidak melibatkan penelitian sebagai partisipasi atau kelompok yang diteliti.8
2)Dokumentasi
8
Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 83
(23)
Menurut Sugiyono9 dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen biasa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
c. Teknik Analisa Data
Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan mengklasifikasikan adegan-adegan dalam film ZERO DARK THIRTY yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Kemudian, data analisis dengan model teknik semiotika film Christian Metz yaitu dengan cara mencari makna dalam film yang akan diteliti, semiotika Roland Barthes yaitu dengan cara mancari Denotative dan Conotative Sign melalui model, yaitu seperti:
a. Sign
Unit makna terkecil yang dapat kita jumpai dimanapun kita berada, dapat kita dengar, kita rasa, kita hirup, dapat pula kita tafsirkan dan turut menentukan makna keseluruhan.
b. Code
Sekumpulan tanda yang nampak secara alami dan membentuk makna keseluruhan.
c. Elements
Seluruh aspek dan komponen dalam produksi film dan dapat memunculkan berbagai representasi makna.
9
(24)
d. Denotative Sign
Terdapat pada signifikasi tahap pertama, yaitu makna paling nyata dari tanda.
e. Conotative Sign
Istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari penonton serta nilai-nilai dari kebudayaannya.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi dalam penelitian ini ditulis dengan menggunakan panduan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi), Karya Hamid Nasuhi, dkk., yang diterbitkan oleh CeQDA, 2007. Oleh karena itu sistematika penulisannya adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Masalah dan Fokus Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
Landasan Teori, yang meliputi tinjauan umum film yang berisi seputar film sebagai media komunikasi massa, sejarah dan
(25)
perkembangan film, definisi, unsur film, strukrur film, jenis dan klasifikasi film. Tinjauan umum semiotika yang meliputi konsep dasar, semiotika film, semiotika Metz dan Barthes. Jihad dalam pandangan Islam.
BAB III PROFIL FILM ZERO DARK THIRTY
Gambaran umum film Zero Dark Thirty, tentang sutradara film, serta profil pemain dan kru produksi film Zero Dark Thirty.
BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Semiotika terhadap Film Zero dark Thirty, dikorelasikan dengan pandangan Islam terhadap Jihad.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
(26)
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Film
1. Definisi Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang dibuat dari bahan tipis berbentuk selluloid untuk tempat menyimpan gambar negatif dan positif dari sebuah objek (yang akan dimainkan di bioskop).1 Sedangkan secara etimologi, film adalah gambar hidup dan cerita hidup2. Dalam mendefinisikan film, Oey Hong Lee menyebutkan, film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia setelah cetak, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19. 3
Film mempunyai karakteristik tersendiri yakni menggunakan layar lebar, pengambilan gambar karena menggunakan layar lebar, maka memungkinkan pengambilan gambar jarak jauh atau long shot bahkan extreme long shot, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologi yang mana saat menonton pikiran dan perasaan kita larut dalam alur cerita yang disuguhkan.4
Pada dasarnya film dapat dikelompokkan ke dalam dua pembagian besar, yaitu kategori film cerita dan film non cerita. Film cerita adalah film yang
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.316.
2
Gatot Prakoso, Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental dan Documenter.
FFTV-IKJ dengan YLP (Jakarta: Fatma Press, 1977), h. 22. 3
Drs. Alex Sobur, M.Si, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 126.
4
Elvinaro, Ardianto, Dkk, Komunikasi Massa, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
(27)
diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang, dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Sedangkan film non cerita adalah kategori film yang mengambil kenyataan sebagai subyeknya, jadi merekam kenyataan daripada fiksi tentang kenyataan.
2. Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual. Banyak orang menonton film di bioskop, film televisi, dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika serikat dan Kanada lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya.
Film amerika di produksi di Hollywood. Film yang dibuat di sini membanjiri pasar global dan memengaruhi sikap, perilaku dan harapan orang diberbagai belahan dunia.
Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibandingkan radio dan televisi. Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas popular bagi orang amerika pada tahun 1920an sampai 1950an.
Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada keyataannya film adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang menjadi mesin uang.5
5
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, dan Siti Karlinah, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi Revisi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007)h. 143
(28)
Komunikasi massa pada dasarnya merupakan suatu bentuk komunikasi dengan melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa.6 Sedangkan LittleJohn mengatakan “the process wherby media organitations produce and transmit message to large publics and the process by which those messages are sought used, understood, and influence by audiences.”(proses dimana organisasi-organisasi media memproduksi dan menyampaikan pesan kepada khalayak luas dan proses dimana pesan-pesan dicari, digunakan, dipahami, dan dipengaruhi khalayak).7
Komunikasi massa hampir selalu dilakukan melalui media yang mampu menjangkau khalayak luas seperti, koran, televisi, radio, film dan juga internet. Komunikator massa dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi massa selalu menggunakan media dan sarana yang dapat menjangkau banyak khalayak sekaligus. Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa inggris mass comuniction sebagai kependekan dari mass media communication (komunikasi media massa) artinya komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated.8
Film pada dasarnya merupakan salah satu hasil produk teknologi modern yang bisa dijadikan sebagai salah satu saluran dalam proses komunikasi massa. Dalam film, biasanya terdapat pesan-pesan atau informasi yang ingin disampaikan kepada para penontonnya.
6
Pawito,Penelitian Komunikasi Kualitatif,(Yogyakarta: LKIS, 2007), h.16. 7
Ibid h.16. 8
(29)
3.
Sejarah dan Perkembangan FilmSejarah film tidak bisa lepas dari sejarah fotografi. Dan sejarah fotografi tidak bisa lepas dari peralatan pendukungnya, seperti kamera. Film sebagai media massa juga ditemukan sejalan dengan ditemukannya pita rekaman seluloid. Media ini juga mempunyai implikasi yang luas dalam dunia pemberitaan selain pencitraan gerak (movie) untuk hiburan dengan menampilkan suara (audio) dan gambar bergerak (audio visual). sekitar tahun 1930-1960 berita film sangatlah popular dan dikenal luas terutama sebelum kemunculan media telivisi (TV) dengan nama movie news atau newsreed. Bahkan pada awal kemunculan televisi sebagai media pemberitaan, newsred banyak digunakan untuk keperluan pemberitaan televisi.9
Percobaan pembuatan film bergerak yang pertama dilakukan oleh Eadweard Muybridge pada tahun 1877 di Palo Alto yang merupakan sebuah peternakan di California, Amerika Serikat. Dalam percobaannya tersebut ia merekam gerakan cepat seekor kuda yang berlari dengan menggunakan 24 kamera stereoskopik.
Pembuatan film eksperimental kedua yang berjudul Rounddhay Garden Scene yang dilakukan oleh Louis Le Prince pada tanggal 14 Oktober 1888 di Roundhay, Leeds, West Yorkshire, Inggris. Film ini merupakan rekaman gambar bergerak pertama yang masih bertahan hingga saat ini.
Pada tanggal 21 Juni 1889, William Friese Greeene mematerikan
chronophotograpic kameranya yang mampu merekam sepuluh foto perdetik
9
Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta: Erlangga, 2011) h. 71-72
(30)
menggunakan film seluloid berlubang. Dari hasil temuannya itu lalu Greeene mencoba mengirimkan kliping cerita ke laboratorium Thomas Edison yang mengembangkan eksperimen tersebut menjadi sistem gerak gambar yang disebut kinetscope. Dari proses rekam gerak gambar kinetscope ini berkembang alat rekam yang deberi nama kinetograph yang dipatenkan pada tahun 1891 oleh WKL Dickson. Penemuan alat rekam ini diikuti dengan penemuan transparan strip seluloid 35mm lebar yang akhirnya digunakan untuk media rekam film-film yang saat itu dibuat.
Tidak lama berselang setelah penemuan tersebut, Louis dan Auguste menyempurnakan alat rekam tersebut menjadi alat tayang yang disebut
cinematographe. Dan bertempat di Paris pada bulan Desember 1895, terjadilah pertunjukan drama gambar yang diproyeksikan untuk masyarakat luas. Dari peristiwa tersebutlah awal mula menonton film dengan menggunakan proyektor atau yang lebih kita kenal dengan istilah bioskop ini berkembang. Dan sampai saat ini bioskop masih menjadi tempat yang paling nyaman untuk menyaksikan film. Karena suasana ruang dan juga cahaya diatur dengan sedemikian rupa sehingga membuat penonton menjadi nyaman.
Pengalaman menonton film diruang gelap telah dinikmati orang sejak masa awal munculnya medium ini. Ini adalah pengalaman hebat, yang membuat film memiliki kekuatan spesial dalam membentuk nilai-nilai kultural.10
Bioskop menjadi sebuah ruang publik yang dapat memberikan kekuatan tersendiri ketika kita sedang menyaksikan sebuah film. Suasana yang
10
John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
(31)
tedapat dalam ruangan bioskop membantu kita lebih mudah memahami isi atau makna yang terdapat dalam sebuah film serta menuntun emosi kita agar bisa ikut merasa berada dalam realitas yang sedang diproyeksikan dalam sebuah film yang sedang kita tonton.
Perkembangan terakhir yang saat ini mulai banyak digemari oleh parasineas ataupun filmmaker adalah metode pembuatan dan penayangan film melalui format video digital. Walaupun format film tidak dapat ditinggalkan karena memiliki kualitas gambar yang lebih tajam ketimbang format video digital, namun format video digital mempunyai kelebihan dari segi efisiensi dan biaya produksi. Untuk proyeksi layar lebar bioskop sampai saat ini masih menjadi pilihan utam, adapun format video digital biasanya digunakan untuk film yang diproyeksikan melalui layar televisi.
4. Jenis-jenis Film
Pada umumnya film dibagi menjadi tiga jenis yakni dokumenter, fiksi dan eksperimental. Dan pembagian ini didasarkan atas cara bertuturnya dari film tersebut, yaitu naratif (cerita) dan non-naratif (non cerita).
Film fiksi mempunyai struktur naratif yang jelas, sedangkan film dokumenter dan film eksperimental tidak memiliki struktur naratif yang jelas.
1. Film Dokumenter
Film dokumenter adalah penyajian fakta, dimana film dokumenter ini berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film dokumenter ini merupakan film yang merekam suatu peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Penonton akan lebih mudah dalam memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan film dokumenter, karena film ini
(32)
tidak menampilkan tokoh antagonis dan protagonis seperti film fiksi. Film dokumenter ini dibuat dengan struktur bertutur yang sederhana. Film dokumenter memiliki beberapa karakter teknis yang khas yang tujuan utamanya untuk mendapatkan kemudahan, kecapetan, fleksibilitas, efektifitas, serta otentitas peristiwa yang akan direkam.
2. Film Fiksi
Film fiksi, film yang paling berbeda dengan film dokumenter dan film eksperimental, karena film ini menampilkan tokoh antagonis dan protagonis. Film fiksi ini dibuat dengan menggunakan cerita rekaan dan memerlukan peradegan yang sudah dirancang sejak awal. Produksi film ini membutuhkan persiapan yang matang sehingga relatif lebih lama. Perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan film fiksi juga lebih banyak, bervariasi dan mahal. 3. Film Eksperimental
Film eksperimental memiliki struktur yang dipengaruhi oleh insting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin. Film eksperimental umumnya tidak bercerita tentang apapun bahkan kadang menentang kausalitas, film ini berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami karena menggunakan simbol-simbol personal yang diciptakan sendiri. 11
Mengenai klasifikasi film, metode yang paling mudah, yaitu mengklasifikasikan film berdasarkan genre. Genre sendiri berasal dari bahasa
Prancis yang bermakna ‘bentuk’ atau ‘tipe’. Di dalam film, genre memiliki
penjelasan tersendiri, meskipun pada dasarnya istilah genre sendiri mengacu
11
(33)
pada istilah Biologi yang bermakna sebuah klasifikasi flora dan fauna yang tingkatannya berada di atas spesies.
Menurutnya, genre dalam film merupakan jenis atau klasifikasi sekelompok film yang memiliki karakter atau pola yang sama (khas) seperti
setting, isi dan subyek cerita. Saat ini film-film di dunia telah memunculkan beberapa genre, di antaranya genre aksi, horor, roman, noir, dan sebagainya.
Fungsi genre sendiri adalah untuk mempermudah kita dalam mengklasifikasikan dan memilih beberapa bentuk film yang saat ini mungkin sudah berjumlah jutaan atau bahkan lebih. Jadi, genre sangat membantu penikmat film untuk memilih bentuk film yang dicarinya.
Hal yang juga patut menjadi catatan kita, bahwasanya setiap film kebanyakan memiliki genre lebih dari satu, bentuk ini biasa diistilahkan dengan genre hibrida (genre campuran).12 Kebanyakan film memiliki genre yang bervariatif, hal ini dikarenakan banyaknya klasifikasi genre yang muncul dan dinamika cerita dalam sebuah film.
Dinamika perkembangan sebuah film saat ini cukup pesat. Berbagai genre film bermunculan dan beraneka ragam. Namun untuk mempermudah melihat dan mengklasifikasikan film, berikut skema genre film yang dibagi berdasarkan pengaruh dan sejarah dan perkembangannya.
12
(34)
Tabel 2.1.13
Skema Genre Film Induk Primer dan Sekunder.
Genre Induk Primer Genre Induk Sekunder
Aksi Drama Epik Sejarah Fantasi Fiksi-ilmiah Horor Komedi
Kriminal dan Gangster Musikal Petualangan Perang Western Bencana Biografi Detektif Film noir Melodrama Olahraga Perjalanan Roman Superhero Supernatural Spionase Thriller
1. Genre Induk Primer
Genre ini merupakan genre-genre pokok yang telah ada dan populer sejak awal perkembangan film di tahun 1900-an hingga 1930-an. Beberapa jenis genre induk primer, masih berkembang saat ini, namun beberapa yang lain jauh lebih populer dan sukses di masa lalu. Di antaranya genre musikal, epik sejarah, perang, serta western.
2. Genre Induk Sekunder
Berbeda dengan genre induk primer, genre induk sekunder merupakan pengembangan dari genre induk primer yang memiliki karakter dan ciri-ciri khusus dibandingkan dengan genre induk primer.
13
(35)
5. Unsur-unsur Pembentukan Film
Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni unsur naratif dan unsur sinematik, dua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain:
a. Unsur Naratif
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Dalam hal ini unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu adalah elemen-elemennya.14
1) Tokoh
Tokoh penting dalam film cerita terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama tokoh protagonis yang sering diistilahkan dengan tokoh utama, sedangkan tokoh antagonis yang biasanya bertindak sebagai pemicu konflik merupakan tokoh yang sering diistilahkan dengan tokoh pendukung.
2) Masalah dan Konflik
Masalah di dalam film dapat diartikan sebagai penghalang yang dihadapi tokoh protagonis dalam menggapai tujuannya. Permasalahan klasik antara protagonis dan antagonis inilah yang kemudian memicu konflik fisik atau batin dari dalam diri tokoh utama sendiri yang akhirnya memicu konflik batin.
3) Lokasi
14
(36)
Tempat/lokasi di dalam film berfungsi sebagai pendukung narasi di dalam skenario. Dalam film cerita pada umumnya mengambil latar atau lokasi yang nyata. Pemilihan lokasi dapat membangun cerita sehingga cerita dapat menjadi realistis.
4) Waktu
Waktu dalam narasi film merupakan salah satu aspek penting dalam membangun cerita. Sebuah cerita tidak mungkin terjadi tanpa adanya unsur waktu. Urutan waktu menunjuk pada pola berjalannya waktu cerita sebuah film.
b. Sinematik
Sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film. Terdiri dari: (a) Mise en scene yang memiliki empat elemen pokok:
setting atau latar, tata cahaya, kostum, dan make-up, (b) Sinematografi, (c) editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya, dan (d) Suara, yaitu segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran.15
a) Mise-en-scene
Berasal dari kata Perancis yang memiliki arti “putting in the scene”. Mise en scene merupakan segala hal yang berada di depan kamera. Terdapat empat aspek utama yang terdiri dari setting atau
15
(37)
latar, tata cahaya, kostum dan make-up serta akting dari para pemainnya dan pergerakannya.
b) Sinematografi
Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene
telah tersedia dan sebuah adegan telah siap diambil gambarnya, pada tahap inilah unsur sinematografi mulai berperan. Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni kamera dan film framing, serta durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukakan melalui kamera dan stok filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan sebagainya. Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil, seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera dan seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah objek diambil gambarnya oleh kamera.16
Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam sinematografi, yakni jarak kamera terhadap objek (type of shot), yaitu:
a. Extreme long shot
Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini umumnya untuk menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama yang luas.
b. Long shot
16
(38)
Pada Long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar belakang masih domninan. Long shot sering digunakan sebagai estabilising shot,
yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.
c. Medium long shot
Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas. Tubuh visik manusia dan lingkungan sekitar relative seimbang.
d. Medium shot
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas.
Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam frame.
e. Medium close-up
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusaia dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan percakapan normal biasanya menggunakan jarak medium close-up.
f. Close-up
Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta
gestur yang mendetail. Close-up biasanya digunakan untuk adegan dialog yang lebih intim. Close-up juga memperlihatkan lebih mendetail sebuah benda atau obyek.
(39)
Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetail bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah objek.
Berdasarkan sudut pengambilan gambar (camera angle): h. High Angle
Menempatkan objek lebih rendah daripada kamera, atau kamera lebih tinggi daripada objek, sehingga yang terlihat pada kaca pembidik objek yang terkesan mengecil. Sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan gambar seperti ini memiliki arti yang dramatic yaitu kecil atau kerdil.
i. Low Angle
Menempatkan kamera lebih rendah dari objek, atau objek lebih tinggi dari kamera, sehingga objek terkesan membesar. Sudut pengambilan gambar ini merupakan kebalikan dari high angle . kesan yang ditimbulkan dari sudut pandang ini yaitu keagungan atau kejayaan.
Berdasarkan pergerakan kamera (moving camera): j. Pan
Pan merupakan singkatan dari kata panorama. Istilah panorama digunakan karena umumnya menggambarkan pemandangan secara luas. Pan adalah pergerakan kamera secara horizontal kanan dan kiri dengan posisi kamera yang statis.
k. Tilt
Gerakan kamera secara vertikal, ke atas ke bawah atau ke atas dengan kamera statis. Tilt Up jika kamera mendongkak dan tilt down jika kamera
(40)
mengangguk. Tilt sering digunakan untuk memperlihatkan objek yang tinggi atau raksasa.
l. Tracking
Tracking shot atau dolly shot merupakan pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera secara horizontal. Kedudukan kamera di tripod dan diatas landasan rodanya. Dolly In jika bergerak maju dan Dolly Out jika bergerak menjauh.
m. Crane shot
Crane shot adalah pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera secara vertikal, horizontal atau kemana saja selama masih diatas permukaan tanah.
Crame shot umumnya menghasilkan efek high-angle dan sering digunakan untuk menggambarkan situasi lansekap luas, seperti kawasan kota, bangunan, areal taman, dan sebagainya.
n. Zoom in/zoom out
Kamera bergerak menjauh dan mendekati objek dengam menggunakan tombol zooming yang ada di kamera.
c) Suara
Suara dalam film dapat kita pahami sebagai seluruh suara yang keluar dari gambar, yakni dialog, musik dan efek suara. Segala sesuatu yang terdapat dalam film yang mampu tertangkap oleh indera pendengaran manusia. Dalam perkembangannya efek suara memiliki peran penting dalam mengarahkan emosi penonton ketika menonton sebuah film.
(41)
d) Editing
Proses mempersiapkan dan memilih bahasa, gambar, suara, video atau film melalui proses seleksi, koreksi, organisasi, dan juga modifikasi sehingga terbentuk suatu rangkaian audiovisual yang koheren dan memiliki makna.
B. Semiotika
1. Konsep Dasar Semiotika
Semiotika, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda, atau seme yang berarti penafsiran tanda. Istilah semeion ini sebelum berkembang pada awalnya berakar pada tradisi studi klasik dan skolastik atas seni retorika, poetika dan logika.
Semiotika sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan besama-sama manusia. Menurut Littlejohn, manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya dan banyak hal yang bisa dikomunikasikan di dunia ini.
Banyak para tokoh yang menjelaskan tentang paham semiotika, karena semiotik merupakan suatu ilmu yang memunculkan banyak karakter. Ada empat tokoh semiotika yang cukup dikenal teorinya. Yang pertama adalah Charles Sander Pierce, dikenal sebagai pemikir argumentatif dan filsuf Amerika yang paling orisinal dan multidimensional.17 Pierce menemukan tipologi tanda yang
17
(42)
memiliki kekhasan dengan membedakan tipe-tipe tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol. Teori Pierce banyak dikenal dengan sebutan grand theory yang membagi sistem tanda menjadi tiga unsur yaitu representasemen, interpretant, dan objek. Tokoh selanjutnya adalah Ferdinand De Saussure, tokoh ini lebih terfokus pada semiotika linguistik, setidaknya Saussure telah menemukan dua komponen dalam studi semiotika yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda).18 Kemudian muncullah tokoh-tokoh semiotika lainnya seperti Roland Bathes dan Christian Metz yang mempunyai kekhasan dalam menjelaskan teori-teori semiotika. Semiotika sendiri menurut para ahli di bagi menjadi dua jenis.
a. Semiotika Signifikasi
Semiotika signifikasi mencoba memberikan perhatian atau memberi tekanan pada tanda dan memberikan segi pemahaman dari suatu tanda dalam suatu konteks tertentu sehingga proses kognisi pada penerima tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya.
b. Semiotika Komunikasi
Semiotika Komunikasi ini menekankan pada teori produksi tanda yang salah satunya mengasumsikan adanya enam faktor dalam proses komunikasi, seperti pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan).19
2. Konsep Semiotika Naratif Film
Roland Barthes merupakan salah satu tokoh yang cukup berkontribusi dalam
kajian semiotika. Secara historis tokoh yang lahir dan dibesarkan di sebelah barat
18
Ibid, h. 13-15. 19
(43)
daya Perancis ini sering disebut sebagai penerus dari teori Saussurean. Kontribusinya terhadap bidang kajian semiotika sangat berpengaruh terutama teorinya mengenai semiologi dan mitos. Ahli semiotika ini mengembangkan kajian yang sebelumnya punya warna kental strukturalisme kepada semiotika teks.20
Barthes menjelaskan bahwa kunci dari analisisnya ada pada konotasi dan denotasi, ia mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sebuah ekspresi (E) atau signifier dalam hubungannya (R) dengan isi (atau
signified) (C).21
Fiske menyebut konsep semiotika Barthes sebagai signifikasi dua tahap (two order signification). Karena lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan
signified (isi) di dalam sebuah tanda terhadap realitas. Ia menyebutnya sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari sebuah tanda (sign).22
Sedangkan konotasi, merupakan tahap yang kedua, yaitu tahap yang menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan dari pembaca. Dengan kata lain denotasi merupakan apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya.23
Semua objek yang ada di sekitar atau permasalahan yang timbul dalam suatu objek bisa kita kaji dengan bidang kajian semiotika, misalnya gambar, iklan, film, puisi, lirik lagu, dan masih banyak lagi, tetapi dalam penelitian ini, fokus
20
Indiawan Seto, Semiotika Komunikasi, h. 16. 21
Ibid, h. 16. 22
Ibid, h. 17. 23
(44)
objeknya adalah film, karena sebagian besar film yang kita saksikan mempunyai isi pesan yang berbeda-beda, selain itu film juga selalu memunculkan simbol-simbol yang didalamnya memuat sistem tanda yang kompleks.
Film sebagai sekumpulan tanda, yang maksudnya kita sebagai penikmat film lebih leluasa untuk memahami isi dari kandungan film tersebut, menelaah lebih jauh, terutama pesan yang sebenarnya disampaikan di dalam film tersebut.
Christian Metz, merupakan salah satu kritikus film yang ternama dan juga penulis buku, salah satu bukunya yaitu yang berjudul Language and Cinema
sangat berperan di dalam dunia perfilman karena Metz dalam bukunya memberikan pemahaman mengenai film sebagai satuan bahasa yang berbeda dari bahasa tutur. Semua komponen dalam film merupakan serangkaian kode yang meroepresentasikan sebuah budaya, sejarah dan nilai-nilai. Bagi Metz teori film adalah teori yang mengkaji wacana-wacana sejarah film, masalah ekonomi film, estetika film dan semiotika film.24
Christian Metz memberikan suatu teori film yang selalu menjadi acuan masyarakat Postmodernisme untuk membuat film. Metz yang merupakan figur utama dalam Semiotika mengakui bahwa teori film yang ia lakukan tidak lepas dari pengaruh pendiri semiotika seperti Ferdinand de Saussure dan Pierce. Metz memindahkan teori signifikasi dari Roland Barthes yang menjadi penerus Ferdinand de Saussure dan melengkapinya.25
Metz memberikan kontribusi pentingnya untuk memahami film dengan sebuah konsep yang ia ciptakan, yaitu Cinematic Institution, dengan konsep ini
24
Zuzana M. Pick, Cinema As Sign and Language, h. 200. 25
http://yopirismayadi.blogspot.com/2010/09/cinematography-semiotics.html diakses pada Kamis, 26 Juni 2013.
(45)
Metz memberikan pemahaman bahwa pengertian film tidak terbatas pada aspek industri yang memproduksi sebuah film saja, melainkan juga aspek lain dari luar itu. Kemudian penonton juga mampu untuk memposisikan dirinya sebagai kesatuan dari film yang fungsinya bergerak dalam wilayah psikologis.
Melalui konsep inilah Metz memberitahukan bahwa setidaknya ada 3 mesin utama untuk memaknai film secara utuh sebagai bahan untuk penelitian, yaitu outer machine(film sebagai industri), inner machine (psikologi penonton),
third machine (penulis naskah film-kritikus, sejarawan, teoritikus).26
Sebagai ahli semiotika film, Metz mengungkapkan bahwa fakta yang harus di pahami adalah bahwa film harus benar-benar dapat dimengerti. Analogi ikonik sendiri tidak selalu dapat menjelaskan wacana dalam film, sehingga membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam dalam membaca bahasa film, yang disebutnya sebagai fungsi dari “the large syntagmatic category”(Metz, 1971:146).27 Karena memahami film tidak dapat dilepaskan dari struktur narasi sebuah film.
Berbicara mengenai dunia perfilman, perkembangan yang sangat pesat telah diperlihatkan para sineas dalam dunia perfilman ini. Film dianggap memiliki pengaruh lebih kuat terhadap khalayaknya dibandingkan dengan media lain. Meskipun berbagai penelitian tidak mendapatkan buktinya, dugaan film menguasai khalayaknya juga tidak hilang. Isi dan teknik pembuatan film memang sedemikian rupa sehingga mengikat penontonnya. Bahkan ada pengamat yang menyatakan bahwa film memiliki kekuatan hipnotis.
26
Zuzana M. Pick, Cinema As Sign and Language, h. 200. 27
http://mysurrealistthink.blogspot.com/2011/06/talk-about-women-film-and-cyborg-bag8.html diakes pada Kamis, 26 Juni 2013.
(46)
Membuat film tidak segampang yang dibicarakan, karena menurut Budi Irawanto, film adalah penerapan semiotika yang sempurna, karena berbagai macam tanda terdapat didalamnya.28Maka dari itu, semiotika sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengkaji tanda-tanda dan sistem simbolik memiliki kaitan erat dengan film sebagai sebuah produk tanda.
Steve Campsall membuat tabel analisis film yang mengadopsi pemikirian dari salah seorang tokoh semiotik film yakni Christian Metz. Ia mempunyai pandangan bahwa film merupakan kesatuan yang terdiri dari bahasa dan makna, yang kemudian diartikan oleh Campsall sebagai Moving Image Text : “Film Language”.
Menurutnya Film Language ia ciptakan karena ia berpendapat bahwa film mempunyai cara tersendiri atau bahasa tersendiri yang digunakan dalam menyampaikan pesan kepada para penontonnya. Mulai dari sutradara, produser, editor dan juga semua kru bekerja untuk menciptakan sebuah makna tersebut melalui gambar bergerak seperti dalam film.
Di dalam tabel analisis film yang dibuat oleh Campsall, terdapat banyak komponen yang harus diperhatikan oleh kita sebagai peneliti. Hal ini dapat dilihat melalui skema analisis film berikut ini:
Tabel 2.2.29
Komponen dan Elemen
Signs, Codes and Conventions
Semiotika, merupakan sebuah jalan untuk menjelaskan bagaimana tanda itu diciptakan. Di dalam film, tanda-tanda tersebut diciptakan oleh para sineas film atau sutradara. Apa yang kita
28
http://yopirismayadi.blogspot.com/2010/09/cinematography-semiotics.html diakses pada Kamis, 26 Juni 2013.
29
Steve Campsall – 27/06/2002 (Rev. 17/12/2005; 14:18:24) Media – GSE Film Analysis
(47)
dengar, kita lihat dan kita rasakan merupakan sesuatu yang dapat kita persepsikan dan mengandung sebuah ide. Ide tersebutlah yang
kemudian disebut dengan ‘meaning’.
Salah satu contoh pemaknaan penting, misalnya kata-kata pengecut, memiliki lawan heroik. Situasi ini memungkinkan penafsir memiliki pendapat yang berbeda, dan ini dinamakan Binary Opposite. Ada beberapa komponen dalam memahami semiotika film.
- Signs(tanda): unit makna terkecil yang bisa kita tafsirkan dan turut menentukan makna keseluruhan.
- Code(kode): dalam semiotika, sebuah kode adalah sekumpulan tanda yang nampak,
“pas”, sekaligus “alami” dalam membentuk
makna keseluruhan.
- Convention (konvensi): istilah konvensi itu penting. Ia merujuk pada suatu cara yang sudah umum dalam mengerjakan sesuatu. Dan kita sering mengaitkan sesuatu yang konvensional dengan hasil yang pasti, dan menganggapnya natural.
Perlu kita ketahui pula bahwa tipe tanda dan kode setidaknya terbagi atas 3:
- Ikon : tanda dan kode yang dibuat untuk menunjukkan sesuatu yang melekat atau identik pada sesuatu.
- Indeks : sistem penandaan yang menggunakan unsur kausalitas atau sebab-akibat
- Simbol : pemaknaan terhadap sesuatu yang melepaskan secara total makna denotasi pada sesuatu tersebut.
Hal lain yang juga penting untuk memahami tanda adalah melalui konvensi. Konvensi merupakan suatu kesepakatan umum yang melekat dalam masyarakat dan dijadikan jalan dalam melakukan suatu pekerjaan. Biasanya konvensi terwujud dalam suatu perbuatan.
Mise-En-Adegan Mise-En-Adegan menjawab beberapa pertanyaan penting di dalam sebuah film. Pertanyaan tersebut meliputi efek apa? Makna apa? Bagaimana dia memproduksi? Mengapa dia memproduksi? Dan apa tujuan yang ingin dicapai? Namun, sebenarnya Mise-En-Adegan merupakan segala sesuatu yang dihadirkan para Director atau sutradara ke dalam adegan-adegan, dan rekaman-rekaman yang termuat
(48)
di dalam kamera melalui aspek Setting, Kostum, Tata Rias, dan Pencahayaan.
Editing Editing merupakan suatu proses memotong dan menggabungkan beberapa potongan film menjadi satu. Membuat film tersebut menjadi cerita yang bersambung, dapat dipahami, realistis, mengalir dan naratif.
Shot Types Shot merupakan pengambilan gambar untuk
membangun sebuah potongan gambar yang naratif dan memberikan makna tersendiri terhadap objeknya. Biasanya shot terkait dengan pengambilan kamera. Seperti Close Up (CU), Point of View (POV) dan Middle Shot (MS).
Camera Angle Sudut kamera, biasanya selalu menciptakan makna-makna yang signifikan dengan kondisi atau situasi objek. Seperti sudut kamera POV high angle shot yang mencerminkan superioritas atau kekuasaan.
Camera Movement Pergerakan kamera merupakan suatu bentuk penciptaan makna yang dinamis. Perpindahan dari
zoom out ke zoom in misalnya, memiliki nilai dan dinamika makna sendiri.
Lighting Pencahayaan merupakan salah satu aspek penting
dalam film. Pencahayaan dapat menimbulkan suasana dan mood yang menegaskan makna. Kegelapan di hutan misalnya menciptakan makna ketakutan dan kengerian.
Dieges And Sound Dieges atau diagenic sound di dalam film
merupakan ‘dunia film’. Dia merupakan bagian dari setiap aksi yang di jalankan aktor. Misalnya suara musik yang mengiringi jalannya aktor dan lainnya. Visual Effects / SFX SFX merupakan gambar generasi komputer
(CGI) yang mana tujuannya untuk menciptakan sebuah realitas dan makna melalui efek-efek gambar dan suara.
Narrative Naratif, merupakan unsur film yang memuat cerita dan kisah khusus di dalam film.
Genre Genre adalah ragam dari naratif yang sedang
dibicarakan di dalam film.
Iconography Ikonografi merupakan aspek penting dari genre. Hal inilah yang menjadi simbol-simbol pendukung genre. Seperti padang pasir yang mendukung karakter koboi.
The Star System Bintang-bintang film tertentu bisa menjadi bagiam penting dalam ikonografi dan menjadi penegas makna. Bisa menjadi penegas karakter dan aksi.
(49)
sangat tinggi, sehingga sesuatu terkesan benar-benar nyata. Dengan layar yang jernih, jelas, sound yang kuat, dan ruang yang sengaja dibuat gelap, pemirsa dapat merasakan atmosfer realitas tinggi.
Demikianlah berbagai komponen dan elemen yang dapat merealisasikan film melalui teknis semiotika yang mana peneliti akan mengkaji lebih dalam sistem tanda yang terkait didalam film berdasarkan tabel tersebut.
C. Jihad dalam Pandangan Islam 1. Jihad
Kata jihad berasal dari kata jahada, berarti setiap usaha yang diarahkan pada tujuan tertentu dan berupaya dengan kemampuan yang ada berupa perkataan dan perbuatan serta ajakan kepada agama yang haq. Dalam tradisi sufisme, jihad dipahami sebagai pengekangan jiwa (mujahadah-an nafs). Inilah jihad yang dipahami sebagai pengekangan jiwa (al-jihad al-akbar) sedangkan perang adalah jihad kecil (al-jihad al-akbar) sedangkan perang adalah jihad kecil (jihad al-ashgar).
Jihad hukumnya fardu kifayah (kewajiban kolektif) bilamana sebagian muslim telah melaksanakannya maka gugurlah kewajiban itu dari kaum muslimin. Kewajiban kolektif yang bersifat sosial ini mendapat penekanan lebih kuat dan lebih rawan daripada kewajiban individual (fardu’ ain). Seperti firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 122:
(50)
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Qs At- Taubah: 122)
Jadi, jihad seperti halnya dengan menuntut ilmu pengetahuan tertentu dan
seperti halnya juga dengan da’wah, merupakan kewajiban kolektif sosial. Akan tetapi jihad dalam kondisi tertentu dapat menjadikan kewajiban individual: muslim laki-laki maupun perempuan, bahkan hingga wanita diperbolehkan keluar untuk berjihad tanpa izin suaminya. Jihad menjadi wajib’ ain (kewajiban individual) ketika musuh telah menginjakkan kakinya di bumi Islam.30
Di samping pengertian umum tersebut, pada ulama juga mendefinisikan
tentang jihad secara khusus, salah satunya Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa
jihad adalah memerangi kaum kafir untuk menegakkan Islam. Sedangkan menurut M. Quraish Shihab jihad adalah cara untuk mencapai tujuan. Pengertian inilah yang mengandung makna bahwa jihad dikaitkan dengan pertempuran, peperangan, dan ekspedisi militer.
Melihat dari sejarahnya, ayat-ayat tentang jihad yang turun pada periode Madinah Inilah yang menjadi landasannya, diantaranya seperti yang tertulis dalam firman Allah berikut:
30Dr. Muhammad ‘Imarah,
Perang Terminologi Islam Versus Barat, (Jakarta: Robbani Press, 1998), h. 206-208
(51)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi[624]. dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs Al-Anfal: 72)
Sekarang ini jihad terus memiliki makna yang bermacam-macam. Ia digunakan untuk menggambarkan perjuangan hidup seseorang dengan mengerjakan kebajikan, memenuhi tanggung jawab keluarga, membersihkan lingkungan tempat tinggal, melawan pemakaian obat-obatan terlarang, atau bekerja untuk kepentingan sosial. Jihad juga digunakan dalam peperangan untuk pembebasan dan perlawanan, demikian juga menghadapi aksi teror.31
a. Bentuk-Bentuk Jihad Dalam Islam
Secara umum, Islam mengenal beberapa bentuk jihad yaitu:
1. Jihad alan-nafsi, yaitu berjuang melawan hawa nafsu, seperti berpuasa.
2. Jihad bil-lisan, yaitu berjihad dengan lidah, seperti khotbah pada sholat jumat.
31
John L. Esposito & Dalian Mogahed, Saatnya Muslim Bicara! Opini Umat Muslim tentang Islam Barat, Kekerasan, HAM, dan Isu-Isu Kontemporer Lainnya, (bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008), h. 42
(52)
3. Jihad bil-qalam, yaitu berjihad dengan pena, seperti berdakwah lewat tulisan dalam buku.
4. Jihad bit-tarbiyah, yaitu berjihad dengan pendidikan, seperti mengajar disekolah.
5. Jihad fi sabilillah, yaitu berjihad berjuang dijalan Allah, seperti menuntut ilmu.32
Ulama fiqih membagi jihad menjadi tiga bentuk, yaitu berjihad memerangi musuh secara nyata, berjihad melawan setan, dan berjihad terhadap diri sendiri. Ibnu Qayyim juga menguraikan bahwa jika dilihat dari pelaksanaannya, jihad dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Jihad Mustaq:
Jihad dalam rangka perang melawan musuh di medan pertempuran. Jihad ini Mempunyai persyaratan tertentu, diantaranya perang tersebut harus bersifat defensif, untuk menghilangkan fitnah, menciptakan perdamaian, dan mewujudkan kebaikan dan keadilan. Perang juga tidak dibenarkan bila digunakan untuk memaksakan ajaran Islam kepada orang yang bukan Islam, untuk tujuan perbudakan, penjajahan dan perampasan harta kekayaan. Juga tidak dibenarkan membunuh orang-orang yang tidak terlibat dalam peperangan tersebut, seperti wanita, anak kecil, dan orng-orang tua.
Orang yang wajib berjihad dalam pengertian perang adalah mereka yang Islam, akil baliq, laki-laki, tidak cacat, merdeka, dan mempunyai biaya yang cukup untuk pergi perang dan untuk keluarga yang ditinggalkan.
2) Jihad Hujjah:
32
Tim Penyusun Pustaka Azet Jakarta, Leksikom Islam, (Jakarta: PT. Penerbit Pustazet Pustaka, 1998), h.286
(53)
Jihad yang dilakukan dalam berhadapan dengan pemeluk agama lain dengan mengumukakan argumentasi yang kuat. Taimiyah menyebut jihad ini sebagai jihad bi al-Ilm wa al-Bayan atau jihad bi al-lisan (jihad dengan lisan), yaitu jihad yang memerlukan kemampuan ilmiah yang bersumberkan dari
Al-Qur’an dan sunnah serta ijtihad. 3) Jihad Amm:
Jihad yang mencakup segala aspek kehidupan, baik yang bersifat moral maupun yang bersifat material, terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain di tengah-tengah masyarakat. Jihad ini juga bersifat berkesinambungan, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, dan bias dilakukan terhadap musuh yang nyata, setan atau hawa nafsu. Pengertian musuh yang nyata di sini, disamping perang, juga berarti semua tantangan yang dihadapi umat Islam seperti kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Jihad terhadap setan mengandung pengertian berusaha untuk menghilangkan hal-hal yang negatif yang membhayakan umat manusia. Sedangkan jihad terhadap hawa nafsu adalah sikap pengendalian diri agar cara tindak, jiwa, dan komunikasi dengan orang lain tidak menyimpang dari ketentuan Islam.33
2. Teror dan Terorisme
Istilah terorisme berkaitan dengan kata teror dan teroris. Secara semantik leksikal, teror berarti kekacauan; tindak kesewenang-wenangan untuk menimbulkan kekacauan dalam masyarakat; tindak kejam dan mengancam. Kata terorisme berasal dari bahasa Perancis le terreur yang semula dipergunakan untuk
33
Ibnu Qayyim, dalam Ensiklopedi Islam Jilid 2, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994) h.315-317.
(54)
menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Terorisme juga dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah. Istilah teroris berarti pelaku aksi teror yang bisa bermakna jamak maupun tunggal. Terorisme diartikan sebagai paham yang gemar melakukan intimidasi, aksi kekerasan, serta berbagai kebrutalan terhadap masyarakat sipil berdasarkan latar belakang, sebab dan motif tertentu.34
Dalam perkembangan bahasa Arab dewasa ini, kata teror atau teroris
ditunjuk dengan kata yang seakar dengan kata “rahiba”, yakni “irhab”. Kata
“irhab” dipakai untuk menunjuk aksi terorisme. Namun, menurut Quraish Shihab,
pengertian simantik “rahiba” bukan seperti yang dimaksud oleh kata itu sekarang
ini. Quraish Shihab menyatakan bahwa yang digentarkan atau dibuat takut (turhibun), sebagaimana yang dimaksud QS al-Anfal [8]: 60, bukanlah masyarakat umum, bukan juga orang-orang yang tidak bersalah. Tetapi mereka yang menjadi musuh Allah SWT dan musuh masyarakat.35 Menurut Wilkinson, terorisme adalah penggunaan pembunuhan, kekerasan, kerusakan, ancaman dan sejenisnya secara sistematik untuk menimbulkan suasana mencekam, mempublikasikan ideolgi dan mempengaruhi target yang luas agar mengikuti tujuan pelaku terror.36
34
Akhmad Fanani, Kamus Istilah Populer,(Yogyakarta:Mitra Pelajar. 2009), h. 26
35
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jilid. 5 36
Ali Alkarni, A Media/Terorism Model The Saudi Experience, dipresentasikan di International Association for Media &Communication Research, (TAIPEI, 2005) h. 9
(55)
Abu Muhammad AF dalam Webster New School and Office Dictionary, A Fawcett Crest Book membagi terorisme dengan dua pendefinisian.Pertama, terorisme sebagai kata benda dan kedua, sebagai kata kerja. Terorisme sebagai kata benda adalah extreme fear berarti ketakutan yang teramat sangat, bisa juga diartikan one who excites extreme fear yang berarti seseorang yang gelisah dalam ketakutan yang teramat sangat. Arti lain adalah the ability to cause such fear,
yakni kemampuan untuk menimbulkan ketakutan, atau mengancam,atau memaksa dengan teror atau ancaman teror. Sebagai kata kerja, terorisme dapat diartikan sebagai penggunaan kekerasan, ancaman dan sejenisnya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan atau tujuan dari suatu system pemerintahan yang ditegakkan dengan teror.37
37
Abdurrahman Pribadi dan Abu Rayyan, Membongkar Jaringan Teroris,
(1)
91
cerita. Dan juga ditemukannya simbol pada scene ini, yaitu bom bunuh diri yang dilakukan seorang sumber di markas CIA, Afganistan.
3. Elemen yang ditemukan makna arti bom bunuh diri dalam Islam atau Jihad adalah pada aspek mis en scene yang menjelaskan makna melalui kostum, tata rias wajah, setting, dan pencahayaan yang ditampilkan di depan kamera yang dapat berfungsi sebagai penunjuk status sosial, citra dan penunjuk ruang dan waktu. Selanjutnya adalah pemaknaan melalui editing. Pemaknaan melalui editing dapat dilihat dari menampilkan berbagai shot dalam sebuah adegan. Selanjutnya adalah shot types. Tipe shot merupakan sebuah upaya menampilkan makna melalui jarak-jarak kamera, sudut, ketinggian dan kemiringan kamera. Kemudian ada camera angle, aspek ini menanamkan makna melalui berbagai sudut kamera secara khusus. Dan juga ditemukannya simbol pada scene ini, yaitu kekuatan militer AS yang sangat besar sehingga bias membuat markas besar di Negara Afganistan dan Pakistan.
Ada pula camera movement yang mana menghadirkan sebuah pesan melalui pergerakan kamera yang dinamis, dan juga lighting yang memberikan makna tertentu dalam setiap adegan pemain film dan juga mood dan efek tertentu. Dieges and sound yang menghidupkan makna melalui suara-suara tertentu. Efek visual yang memberikan sebuah makna yang seakan terlihat nyata. Narrative bekerja dalam skenario film. Genre dalam film ini adalah perang karena film ini sebenarnya berjenis fiksi. Kemudian pada ikonografinya semua
(2)
benda yang dapat dilihat dan memiliki kesamaan yang sangat dekat terhadap genre.
The star sistem adalah upaya untuk menyesuaikan pemeran dengan cerita film. Dan yang terakhir adalah realism yang mana komponen ini benar-benar membawa penonton terbawa dalam mood yang sesuai dengan realita.
B. Saran-saran
Film yang berjenis fiksi ini merupakan film yang menyajikan suatu fakta, dalam film ini juga menyajikan unsur-unsur jihad yang salah diartikan. Mark Boal, yang bertindak sebagai Writing Credits menyusun naskah dengan baik agar tidak terlalu jauh berbeda dari cerita kisah aslinya di novel No Easy Day. Peran penulis adalah menyampaikan pesan dari sutradara kepada audience. Diantaranya, dengan memberikan gambaran keadaan yang terjadi di pasca menangkapan Osama bin Laden, pada awal film. Dengan demikian, audience dapat memahami dan memiliki persepsi tentang film tersebut.
Pengertian jihad jika disalah artikan akan berdampak buruk kepada diri sendiri dan terlebih orang lain. Amerika Serikat sebagai Negara adidaya dengan mudah membuat isu terorisme sehingga berbagai pemberitaan media massa di seluruh penjuru dunia menjadi sepakat dengan definisi teroris. Sehingga yang tidak mengetahui betul tentang isi tersebut ikut menyatakan Al-Qaeda adalah dalang penyebab kejadian 9/11.
(3)
93
Negara di seluruh dunia menyatakan perang melawan terorisme. Hal ini nampak bahwa kemampuan mengontrol arus informasi dalam melakukan propaganda melawan terorisme berhasil mereka lakukan. Keterlibatan media dalam menyebarkan informasi, menyebarkan gagasan, melakukan amplifikasi dari ideologi dominan memegang peran penting bagi tersebarnya doktrin perang melawan teroris. Sekilas nampak bahwa kemenangan Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya dalam menyebarkan isu terorisme menjadi bukti dominasi mereka dalam mengontrol media. Di sisi lain ternyata berbagai kelompok teroris juga secara sadar memanfaatkan media untuk beragam kepentingan.
(4)
94
Ardianto, Elvinaro & Komala, Lukiati, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007
Ardianto, Elvinaro Dkk, Komunikasi Massa, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007
Ardianto, Elvinaro, Komala, Lukiati dan Karlinah, Siti, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi Revisi, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007 Alkarni , Ali, A Media/Terorism Model The Saudi Experience, dipresentasikan di
International
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006
Bungin, Burhan, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh, cetakan ke 1, edisi pertama, Jakarta, Kencana 2008
Barus, Sedia Willing, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita, Jakarta: Erlangga, 2011
Danesi, Marcel Pengantar Memahami Semiotika Media, Yogyakarta: Jala Sutra, 2012 Esposito, John L. & Mogahed, Dalian, Saatnya Muslim Bicara! Opini Umat Muslim
Tentang Islam Barat, Kekerasan, HAM, dan Isu-Isu Kontemporer Lainnya, bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008
Fanani, Akhmad, Kamus Istilah Populer Yogyakarta: Mitra Pelajar, 2009
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Muhammad, Dr. ‘Imarah, Perang Terminologi Islam Versus Barat, Jakarta: Robbani Press, 1998
Pawito,Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta: LKIS, 2007
Prakoso, Gatot, Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental dan Documenter. FFTV-IKJ dengan YLP, Jakarta: Fatma Press, 1977
Pratista, Himawan, Memahami Film, Jakarta: Homerian Pustaka, 2008
(5)
95
Rakhmat Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2001
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2011
Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, cet.ke-5 Sobur, Alex, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009
Shihab, Quraish, Tafsir al-Mishbah, Jilid. 5
Tim Penyusun Pustaka Azet Jakarta, Leksikom Islam, Jakarta: PT. Penerbit Pustazet Pustaka, 1998
Vivian, John, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008 Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Grasindo, 2000
Sumber lain:
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/entertainmen/2012/03/16/5699/Peta-Perfilman-Indonesia-Membanggakan
http://www.imdb.com/name/nm0000941/bio?ref_=nm_ov_bth_nm http://www.imdb.com/title/tt1790885/fullcredits?ref_=tt_ov_st_sm
http://yopirismayadi.blogspot.com/2010/09/cinematography-semiotics.html
http://mysurrealistthink.blogspot.com/2011/06/talk-about-women-film-and-cyborg-bag8.html
(6)