HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN PERILAKU Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dengan Perilaku Pencegahan Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto Ii Ka

(1)

TIRTO II KABUPATEN PEKALONGAN

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

DIAN INDRIANI

J 210.080.097

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2012


(2)

(3)

(4)

 

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PADA

BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIRTO II KABUPATEN

PEKALONGAN

Dian Indriani*

Siti Arifah, S.Kp, M.Kes** Endang Zulaicha, S.Kp**

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kesakitan utama pada balita di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Tingginya angka kejadian ISPA pada balita dapat dipengaruhi oleh factor lingkungan, social ekonomi, dan factor pengetahuan ibu mengenai ISPA. Pengetahuan Ibu yang baik diharapkan dapat mempengaruhi perilaku dalam pencegahan ISPA pada balita. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan perilaku pencegahan pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan. Metode penelitian menggunakan Deskriptif Korelatif dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel penelitian adalah ibu yang mempunyai anak usia balita (1-5 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan sebanyak 72 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan proportional random sampling. Data penelitian diperoleh dari kuesioner. Analisis data penelitian menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian adalah 24 responden (33,3%) memiliki pengetahuan tinggi tentang ISPA, 27 responden (37,5%) dengan pengetahuan sedang, dan 21 responden (29,2%) dengan pengetahuan yang rendah. Sepuluh responden (21,7%) memiliki perilaku pencegahan ISPA dengan baik, 15 responden (32,6%) memiliki perilaku cukup, dan 21 responden (45,7%) memiliki perilaku kurang. Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan nilai χ2 =17,688 p = 0,001. yang disimpulkan terdapat hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dengan perilaku pencegahan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan. Kata kunci : Pengetahuan, Pencegahan, ISPA, Balita.

               


(5)

 

THE RELATIONSHIP OF MOTHER’S KNOWLEDGE OF ACUTE RESPIRATORY INFECTIONS (ARI) WITH PREVENTION BEHAVIOR UNDER-FIVE YEARS CHILDREN IN TIRTO PUBLIC HEALTH PUBLIC AREA II OF PEKALONGAN

Abstract

Acute Respiratory Infections (ARI) is one of major causes of morbidity in infants in developing countries, including in Indonesia. High cases of respiratory infection in under-five years children can be affected by the environmental factors, socioeconomic, and mother’s knowledge regarding Acute Respiratory Infections. A good knowledge of mother is expected to influence behavior of preventing of respiratory infection in under-five years children. The objective of the research knows the relationship of mother’s knowledge about acute respiratory infections (ARI) with the Preventing Behavior of under-five years children in Tirto Health Public Center II of Pekalongan. This reasearch is descriptive correlative, with Cross Sectional approach. The samples of the research are the mothers who have under-five years children (1-5 years) in Tirto Health Public Center II of Pekalongan as much as 72 persons and the sample taking uses proportional random sampling. Technique of collecting data uses quetionaire and Analyzing the data uses Chi Square test. The results of the study show 24 respondents (33.3%) who have high knowledge about ARI, 27 respondents (37.5%) have moderate knowledge and 21 respondents (29.2%) have poor knowledge. Ten respondents (21.7%) have good preventive behavior of ARI, 15 respondents (32.6%) have medium preventive behavior, and 21 respondents (45.7%) have less behavior of ARI. Hypothesis test results show χ2 = 17.688 p= 0.001. It can be concluded that there is relationship between mother’s knowledge of acute respiratory infections (ARI) with preventing behavior of under-five years children in Tirto Public Health Center II of Pekalongan.

Key word: Knowledge, Acute Respiratory Infections, Preventing Behavior, Under-five years children

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada umumnya orang tua

menganggap remeh penyakit batuk

pilek tidak membahayakan karena

biasanya penyakit ini dapat mengenai

anak berulang kali. Tetapi mereka

tidak mengerti bahwa penyakit ini

dapat berkembang menjadi penyakit

yang berat jika tidak diobati dan

ditangani dengan segera terutama

pada saat daya tahan tubuh anak

menurun.

Salah satu penyakit yang

diderita oleh sebagian besar

masyarakat adalah infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA). Penyakit ini

merupakan penyebab utama tingginya

angka mortalitas dan morbiditas pada

anak di negara maju dan berkembang,

terutama pada usia dibawah lima

tahun yaitu 1 dari 4 kematian yang

terjadi.

Berdasarkan laporan dari

Puskesmas Tirto II Kabupaten

Pekalongan pada tahun 2011

didapatkan penyakit terbanyak yang

diderita oleh balita di wilayah tersebut

adalah ISPA. Pada bulan Maret tahun

2011, sebanyak 343 balita dari total

1652 balita terkena ISPA, diantaranya

86 bayi (25%) berusia kurang dari 1

tahun dan 257 balita (75%) berusia

1-4 tahun. (Data Puskesmas Tirto II

Kabupaten Pekalongan, 2011).

Tujuan penelitian adalah

mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan ibu tentang ISPA

dengan perilaku pencegahan ISPA

pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Tirto II Kabupaten

Pekalongan.


(6)

LANDASAN TEORI

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA)

Infeksi Saluran pernafasan akut

adalah suatu proses inflamasi yang

disebabkan oleh infeksi virus, bakteri,

infeksi mycoplasma atau aspirasi zat

asing yang melibatkan sebagian atau

seluruh saluran pernafasan

(Hockenberry, 2008)

Tanda dan Gejala

1. Batuk dan pilek, Merupakan tanda

umum dari tejadinya infeksi

saluran pernafasan. Pilek yaitu

mengeluarkan lendir atau ingus

dari hidung.

2. Demam antara 4-7 hari, gejala

demam muncul jika anak sudah

mencaapai usia 6 bulan sampai

dengan 3 tahun. Seringkali

demam muncul sebagai tanda

pertama terjadinya infeksi. Suhu

tubuh bisa mencapai 39,5

O

C-40,5

O

C.

3. Anoreksia, Biasa terjadi pada

semua anak yang mengalami

sakit. Anak akan menjadi susah

minum dan bahkan tidak mau

minum.

4. Mual dan muntah, muncul dalam

periode sesaat tetapi juga bisa

selama anak tersebut mengalami

sakit.

(

Alsagaff, 2006).

Faktor-Faktor Resiko ISPA

1. Usia, Usia bayi atau neonatus,

pada anak yang mendapatkan air

susu ibu angka kejadian pada usia

dibawah 3 bulan rendah karena

mendapatkan imunitas dari air

susu ibu (Wong’s, 2003)

2. Status gizi, merupakan faktor

predisposisi terjadinya ISPA pada

anak, hal ini dikarenakan adanya

gangguan respon imun (Wantania,

2008).

3. Riwayat pemberian air susu ibu

(ASI), Air susu ibu mempunyai

nilai proteksi terhadap ISPA

terutama pada pneumonia selama

1 bulan pertama. (Wayse, 2004)

4. Daya tahan tubuh, kekurangan

dari sistem kekebalan tubuh

menempatkan anak pada resiko

infeksi. (Wong’s, 2003).

5.

Status sosial ekonomi,

berpengaruh terhadap pendidikan

dan faktor-faktor lain seperti

nutrisi, lingkungan, dan

penerimaan layanan kesehatan.

(Wantania, 2008)

6. Kondisi lingkungan, asap rokok

dan asap hasil pembakaran bahan

bakar untuk memasak dengan

konsentrasi tinggi dapat merusak

mekanisme pertahanan paru

sehingga akan memudahkan

timbulnya ISPA (Mishra, 2005)

7. Cuaca/musim, biasanya terjadi

pada saat terjadi perubahan

musim, tetapi juga biasa terjadi

pada musim dingin (Wong’s, 2003)

Pengetahuan

Ichram (2005) pengetahuan

adalah hasil dari proses pembelajaran

dengan melibatkan indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, dan

pengecap.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan

1. Tingkat pendidikan, Makin tinggi

pendidikan seseorang makin

mudah menerima informasi

sehingga makin banyak pula

pengetahuan tentang ISPA.

2.

Informasi. Seseorang dengan

sumber informasi yang lebih

banyak akan memiliki

pengetahuan yang luas.

3. Budaya. Kebiasaan dan tradisi

yang dilakukan orang-orang tanpa

melalui penalaran apakah yang

dilakukan baik atau buruk bagi

kesehatan mereka terutama dalam

penyakit ISPA.

4. Pengalaman, adalah suatu cara

untuk memperoleh kebenaran


(7)

pengetahuan tentang ISPA

dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh

dalam memecahkan masalah

tentang ISPA.

5.

Sosial ekonomi. Masyarakat

dengan tingkat ekonomi yang

rendah akan lebih rentan terkena

ISPA (

Suliha, 2002)

Perilaku

Perilaku adalah aktivitas yang

timbul karena adanya stimulus dan

respon serta dapat diamati secara

langsung maupun tidak langsung.

(Sunaryo, 2004)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan

penelitian Deskriptif Korelatif yang

menggunakan desain penelitian Cross

Sectional. Cross sectional

(Notoatmojo, 2005). Populasi

penelitian adalah semua ibu yang

mempunyai anak usia balita (1-5

tahun) di wilayah kerja Puskesmas

Tirto II Kabupaten Pekalongan yang

berjumlah 257 balita pada bulan Maret

tahun 2011.

Sampel penelitian berjumlah 72

responden Pengambilan sampel

dilakukan dengan teknik proportional

random sampling dengan kriteria

inklusi: Ibu yang tidak bekerja diluar

kota Pekalongan, Bersedia menjadi

responden. sedangkan kriteria

eksklusi adalah Ibu yang sedang sakit,

dapat menganggu jalannya penelitian

dan tidak bersedia menjadi responden

(Arikunto, 2010)

Pengukuran pengetahuan ibu

menggunakan kuesioner berupa

pernyataan yang berisi 16 pertanyaan

tertutup dengan menggunakan skala

Guttman. Pengukuran perilaku ibu

berbentuk pertanyaan tertutup yang

terdiri dari 16 item pertanyaan.

Analisa data menggunakan uji Chi

Square. Sebelum dilakukan uji

Chi-square dilakukan normalitas

menggunakan uji Kolmogorov

Smirnov

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Responden Menurut karakteristik responden

Umur n (%)

21-28 tahun 46 63,89 29-37 tahun 26 31,11 Pendidikan

SD 30 41,7

SMP 28 38,9

SMA 8 11,1

PT 6 8,3

Pekerjaan

IRT 41 56,9

Swasta 18 25,0 Wiraswasta 10 13,9

PNS 3 4,2

Jendela rumah

Buka 33 45,8 Tidak dibuka 39 54,2 Kondisi lantai

Bersih 28 38,9 Tidak bersih 44 61,1

Tabel 1 menunjukkan banyak

responden yang berumur antara 21-28

tahun (63,89%), berpendidikan SD

yaitu 41,7%, Ibu rumah Tangga

56,9%, jendela rumah yang tidak

dibuka 54,2% dan kondisi lantai yang

tidak bersih 61,1%.

Analisis Univariat

1. Pengetahuan

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkantingkat pengetahuan

Pengetahuan n (%)

Tinggi 24 33,3

Sedang 27 37,5

Rendah 21 29,2

Total 72 100.0

Tabel 2 menunjukkan bahwa

pengetahuan responden banyak yang

masih sedang. Pengetahuan

responden dalam tingkat sedang

dapat dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, kesempatan dalam

memperoleh informasi tentang


(8)

kesehatan khususnya tentang

pencegahan ISPA.

2. Perilaku Pencegahan ISPA

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan perilaku pencegahan ISPA

Perilaku

pencegahan ISPA N (%)

Baik 10 21,7

Cukup 15 32,6

Kurang 21 45,7

Total 46 100,0

Tabel 3 menunjukkan bahwa

perilaku pencegahan ISPA responden

terbanyak masuk dalam kategori

kurang sebanyak 45,7%.

Analisis Bivariate

1. Uji normalitas data

Tabel 4. Hasil uji normalitas data penelitian

Variabel P Kesimpulan Pengetahuan 0,002 Tidak normal Perilaku

pencegahan

0,000 Tidak normal

Tabel 4 menunjukkan bahwa

data pengetahuan dan data perilaku

pencegahan memiliki nilai signifikansi

kurang dari 0,05, sehingga data

berdistribusi tidak normal.

Uji hipotesis penelitian

Tabel 5. Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dengan Perilaku Pencegahan Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan

Pengetahuan

Perilaku Pencegahan ISPA

Jumlah

χ2 p Baik Cukup Kurang

n % n % N % N %

Tinggi 7 9,7 12 16,7 5 6,9 24 33,3

17,688 0,001 Sedang 5 6,9 20 27,8 2 28,8 27 37,5

Rendah 6 8,3 4 5,6 11 15,3 21 29,2

Jumlah 18 25 36 50 18 25 72 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa

dari 24 responden yang memiliki

pengetahuan tinggi, terdapat 7

responden (9,7%) yang memiliki

perilaku pencegahan ISPA dengan

baik, 12 responden (16,7%) perilaku

pencegahan ISPA secara cukup, dan

5 responden (6,9) masih memiliki

perilaku pencegahan ISPA yang

kurang.

Sebanyak 27 responden yang

mempunyai pengetahuan tingkat

sedang, terdapat 5 responden (6,9%)

mempunyai perilaku pencegahan

ISPA dengan baik, 20 responden

(27,8%) dengan perilaku pencegahan

ISPA yang cukup, sedangkan 2

responden (28,8%) kurang dalam

perilaku pencegahan ISPA. Dari 21

responden dengan pengetahuan yang

masih rendah, namun ada 6

responden (8,3%) dengan perilaku

pencegahan ISPA sudah baik, 4

responden (5,6%) dengan perilaku

pencegahan ISPA secara cukup, dam

11 responden (15,3%) masih kurang

dalam perilaku pencegahan ISPA.

Hasil uji hipotesis dengan Chi

Square menunjukkan nilai

χ

2

=17,688

dengan p = 0,001. Nilai p= 0,001.

(p<0,05) menjadikan keputusan yang

diambil adalah Ho ditolak yang artinya


(9)

ada hubungan tingkat pengetahuan

ibu tentang infeksi saluran pernafasan

akut (ISPA) dengan perilaku

pencegahan pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten

Pekalongan.

Pembahasan

Data Demografi

Hasil penelitian ini menunjukkan

umur responden sebagian besar

berumur antara 21-28 tahun (63,89%).

Banyaknya responden yang berumur

antara 21-28 tahun dapat disebabkan

adanya latar belakang keputusan

untuk menikah. Responden yang lulus

SD ataupun SMP memutuskan untuk

menikah dan tidak melanjutkan ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi

dikarenakan kepercayaan masyarakat

setempat.

Tingkat pendidikan responden

menunjukkan banyak pada tingkat SD.

Banyaknya responden dengan

pendidikan SD tidak terlepas dari

kemampuan orang tua responden

dalam menyekolahkan anak.

Berdasarkan distribusi frekuensi

responden dari tingkat pendidikan

memperlihatkan hanya 19,3%

responden yang berpendidikan SMP

dan SMA. Oleh sebab itu banyaknya

responden dengan pendidikan SD

dapat mengakibatkan masih banyak

perilaku yang kurang baik dalam

pencegahan ISPA pada balita.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar responden

sebagai ibu rumah tangga yaitu

56,9%. Kondisi ini tidak terlepas dari

latar pendidikan yang berhasil

diselesaikan. Banyaknya pendidikan

SD mengakibatkan berkurangnya

kesempatan responden untuk

mendapatkan pekerjaan. Alasan lain

yaitu keinginan ibu untuk menjadi ibu

rumah tangga karena ingin merawat

anaknya sendiri dengan baik sehingga

dapat memantau perkembangan dan

pertumbuhan anak balitanya.

Karakteristik responden yang banyak

berpendidikan SD ini sejalan dengan

hasil penelitian Iddayat (2009) yaitu

Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita

Di Wilayah Kerja Puskesmas Cepogo

Kabupaten Boyolali Tahun 2009

menunjukkan bahwa pendidikan yang

rendah pada responden

mempengaruhi factor sosial ekonomi

sehingga banyak responden dengan

social ekonomi rendah menjadikan

banyaknya kejadian ISPA pada balita.

Tingkat Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa 37,5% responden memiliki

pengetahuan tentang ISPA dalam

kategori sedang. Kategori sedang ini

mencerminkan bahwa belum semua

masalah kesehatan tentang ISPA

dapat dipahami oleh responden.

Gambaran ini mencerminkan bahwa

pendidikan formal yang dapat

diselesaikan yaitu SD namun

responden juga dapat menerima

pengetahuan dari berbagai sumber,

salah satun informasi pendidikan

tentang ISPA diporoleh dari petugas

kesehatan dan kader posyandu pada

saat pelaksanaan kegiatan posyandu.

Peningkatan pengetahuan ISPA oleh

responden dapat diperoleh dari

berbagai sumber. Kegiatan posyandu

yang diikuti oleh responden

merupakan salah satu sarana untuk

dapat meningkatkan pengetahuan.

Sebagian besar responden banyak

yang mengunjungi kegiatan posyandu

dikarenakan jarak rumah responden

dengan posyandu dekat dan sebagian

besar responden bekerja sebagai ibu

rumah tangga sehingga mempunyai

banyak waktu dirumah. Dengan

responden mengikuti kegiatan

posyandu maka responden bisa

mendapat pengetahuan tentang ISPA

yang diberikan oleh kader posyandu


(10)

melalui kegiatan penyuluhan

kesehatan. Depkes RI (2006)

menyatakan bahwa salah satu bentuk

pelayanan kesehatan di posyandu

adalah mengadakan penyuluhan

kesehatan.

Perilaku Responden dalam

Pencegahan ISPA pada Balita

Hasil penelitian tentang perilaku

dalam pencegahan ISPA pada balita

menunjukkan 45,7% responden

mempunyai perilaku yang kurang.

Kata kurang dapat diterjemahkan

bahwa responden masih kurang

mengerti bahwa dengan perilaku

hidup sehat seperti membuka ventilasi

jendela, membersihkan debu yang

menempel di meja ataupun kursi

merupakan suatu tindakan yang baik

dalam rangka mencegah terjadinya

ISPA pada balita. Salah satu contoh

perilaku ibu yang kurang mendukung

dalam pencegahan ISPA adalah ibu

tidak pernah membuka jendela rumah

pada pagi hari dan siang hari

sehingga matahari tidak dapat masuk

ke dalam rumah. Ibu tidak melakukan

kebersihan lantai seperti mengepel

lantai atau membersihkan meja dan

perabotan lain dari debu-debu dengan

kain lap.

Menurut Mishra (2005) perilaku

ibu dalam pencegahan ISPA dapat

dilakukan seperti menjaga anak tetap

dalam keadaan bersih, ibu melakukan

kebersihan rumah seperti menyapu

lantai, membersihkan debu-debu di

dalam rumah, rutin mengganti sprei

kasur dan sarung bantal secara

teratur, membuka jendela dan

ventilasi udara agar sirkulasi udara

tetap lancar serta melarang anggota

keluarga yang merokok untuk tidak

merokok. Tindakan responden dalam

mencegah terjadinya ISPA secara

baik berdampak kesehatan balita.

Hubungan Tingkat Pengetahuan

dengan perilaku Pencegahan

Hasil penelitian ini menunjukkan

adanya hubungan antara

pengetahuan ibu tentang ISPA

dengan perilaku pencegahan pada

balita. Hasil penelitian ini mendukung

penelitian Kusno (2003), menyatakan

bahwa ibu yang berpendidikan rendah

dan kurang penyuluhan oleh petugas

kesehatan

akan cenderung tidak tahu

cara memberikan perawatan yang

baik dan meminumkan obat yang

tepat dan benar pada anaknya yang

menderita ISPA. Hal tersebut

didukung oleh pendapat Parera (2004)

yang menyatakan bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi

pengetahuan terhadap kesehatan

adalah tingkat pendidikan. Orang yang

memiliki pendidikan yang baik

memiliki kemampuan untuk menyerap

dan memahami pengetahuan yang

diterimanya. Sehingga semakin baik

pendidikan seseorang, maka semakin

mudah dalam menyerap dan

memahami pengetahuan yang

diterima.

Berdasarkan hasil dari tabulasi

silang menunjukkan bahwa dari 24

responden terdapat 5 responden

(6,9%) yang memiliki pengetahuan

yang baik namun perilaku

pencegahan ISPA kepada balita

masih kurang. Keadaan tersebut

dapat dipengaruhi oleh faktor kondisi

lingkungan rumah seperti ventilasi,

jendela, dan kondisi lantai. Ventilasi

yaitu proses penyedian udara segar

ke dalam dan pengeluaran udara

kotor dari suatu ruangan tertutup

secara alamiah maupun secara

mekanis (Yusup dan Sulistyorini,

2005). Ditinjau dari pemanfaatan

jendela rumah responden

menunjukkan 54,2% responden yang

tidak memanfaatkan jendela dengan

baik yaitu dengan tidak membuka

jendela pada pagi sampai sore hari


(11)

dan masih terdapat 61,1% kondisi

lantai yang tidak bersih.

Berbeda dengan 6 responden

yang memiliki pengetahuan yang

kurang namun perilaku pencegahan

penyakit ISPA sudah baik. Meskipun

responden kurang mengerti mengenai

pengetahuan tentang penyakit ISPA

secara baik, perilaku dalam kehidupan

sehari-hari telah mencerminkan

respoden berperilaku dengan cara

hidup sehat. 45,8% ibu selalu

membuka jendela rumah di pagi hari

untuk mendapat sinar matahari masuk

ke dalam kamar tidur maupun rumah

adapun 38,9% responden selalu

membersihkan rumah dari debu serta

responden memberikan asupan gizi

yang seimbang kepada balitanya.

Kekurangan gizi atau malnutrisi yang

disebabkan asupan gizi tidak adekuat

dapat mengakibatkan menurunnya

berat badan, gangguan pertumbuhan,

menurunnya imunitas dan kerusakan

mukosa. Menurunnya imunitas dan

kerusakan mukosa memegang

peranan utama dalam mekanisme

pertahanan tubuh. Kejadian,

keparahan dan durasi penyakit

mempunyai kaitan erat dengan kedua

faktor tersebut. Penyakit infeksi yang

terjadi menyebabkan kehilangan

persediaan gizi sebagai akibat respon

metabolik dan kehilangan melalui

saluran cerna. Pada saat bersamaan

terjadi penurunan nafsu makan yang

pada gilirannya menyebabkan asupan

gizi menurun (Brown, 2003).

Meskipun hasil penelitian ini

menunjukkan adanya hubungan

antara pengetahuan tentang Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

dengan perilaku pencegahan pada

balita, namun secara keseluruhan

data menunjukkan tingkat

pengetahuan ibu masih dianggap

belum seluruhnya baik, dimana baru

33,3% yang berpengetahuan baik,

demikian juga perilaku ibu yang baik

masih 25%, artinya perlu adanya

tindakan lebih lanjut baik dari

responden sendiri maupun instansi

terkait untuk dapat meningkatkan

pengetahuan ibu tentang ISPA dan

perbaikan perilaku ibu tentang

pencegahan ISPA seperti pemberian

pendidikan kesehatan tentang

masalah kesehatan ISPA pada anak.

Simpulan

1. 37,5% pengetahuan ibu tentang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) di wilayah kerja

Puskesmas Tirto II Kabupaten

Pekalongan dalam kategori

sedang.

2.

45,7% perilaku ibu dalam

pencegahan ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Tirto II

Kabupaten Pekalongan dalam

kategori kurang.

3. Ada hubungan pengetahuan ibu

tentang Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) dengan

perilaku pencegahan pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Tirto II

Kabupaten Pekalongan

Saran

1. Bagi responden

Diharapkan ibu untuk tetap

bersedia meningkatkan

pengetahuan tentang ISPA

dengan cara aktif mengikuti

kegiatan posyandu anak,

membaca buku kesehatan

khususnya tentang ISPA sehingga

dapat meningkatkan kesadaran

dalam hal pentingnya kesehatan

bagi anak agar anak tidak sampai

terkena penyakit ISPA.

2. Bagi

Instansi

Pelayanan

Kesehatan

Instansi pelayanan

kesehatan, diharapkan semua

petugas kesehatan di wilayah

kerja Puskesmas Tirto II

Kabupaten Pekalongan dapat

terus memberikan penyuluhan dan


(12)

informasi lebih lanjut terhadap

masyarakat terutama ibu-ibu

tentang perawatan ISPA pada

balita dengan baik dan benar.

3. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain diharapkan

dapat mengembangkan lebih

lanjut pada penelitian sejenis,

seperti membahas tentang cara

memberikan obat, kondisi lantai

rumah, ventilasi jendela yang

dapat mempengaruhi perawatan

ISPA pada balita dengan baik dan

benar.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dengan

penelitian ini dapat menambah

referensi di perpustakaan

sehingga dapat dimanfaatkan bagi

penelitian selanjutnnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H & Mukty, A. (2006).

Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya : Airlangga University.

Arikunto, S. (2010). Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Brown, K. H., J 2003, Diarrhea and

Malnutrition Symposium: Nutrition

and Infection, Prologue and

Progress Since 1968, J. Nutr.

133:328S-332S

Depkes RI. (2006). Informasi tentang

ISPA pada Anak Balita. Jakarta:

Pusat Penyuluhan Kesehatan

Masyarakat.

Kusno, I. Ismail, D. Kushadiwijaya, H.

(2003). ”Tatalaksana oleh

Petugas Kesehatan dan Faktor

Resiko Terjadinya Kegagalan

Perawatan di Rumah Terhadap

Penderita Pneumonia Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Kapan

dan Nulle Timor Tengah (TTS)”.

Berita Kedokteran Masyarakat

XIX (3).

Mishra, V., Smith, Kirk R., Retherford,

Robert D. (2005). Effect Of

Cooking Smoke And

Environmental Tobacco On Acut

Respiratory Infection In Young

Indian Children. Population And

Environment 26.5, 375-396.

Tersedia dalam

:http://search.proquest.com/docvi

ew/199028959/13415DE681B3E6

4DBB/2?accountid=34598

[diakses 4 Januari 2012 pukul

17.52]

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Parera Giro, S. 2004. Sehat Suatu

Pilihan Bebas. Diakses dari: http//

www.indomedia.com

Suliha, U, dkk.(2002). Pendidikan

Kesehatan Dalam Keperawatan.

Jakarta: EGC.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk

Keperawatan. Penerbit Buku

Kedokteran ECG: Jakarta.

Wantania, Jan M, dkk. (2008). Buku

Ajar Respiratologi Anak.

Penyunting oleh Nastiti N

Rahajoe, dkk. Jakarta : IDAI.

Wayse, V., Yoosafzar, A., Mogale, K.,

Filteau, S. (2004). Association Of

Subclinical Vitamin D Deficiency

With Severe Acute Lower

Respiratory Infection In Indian

Children Under 5 Years.

European Journal Of Clinical

Nutrition 58.4, 563-7. Tersedia

dalam

:http://search.proquest.com/docvi

ew/199028959/13415DE681B3E6

4DBB/2?accountid=34598

[diakses 4 Januari 2012 pukul 17.

23]

Wilson, D & Hockenberry, J. M.

(2008).

Clinical Manual Of

Pediatric Nursing, Seventh

Edition. USA : Cv Mosby-Year

Book. Inc.


(13)

Yusup, N & Sulistyorini, L. (2005).

Hubungan Sanitasi Rumah

Secara Fisik Dengan Kejadian

ISPA Pada Balita. Uiversitas

Airlangga.

Dian Indriani* : Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Siti Arifah, S.Kp, M.Kes** : Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Endang Zulaicha, S.Kp** : Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta


(1)

kesehatan khususnya tentang pencegahan ISPA.

2. Perilaku Pencegahan ISPA Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan perilaku pencegahan ISPA

Perilaku

pencegahan ISPA N (%)

Baik 10 21,7

Cukup 15 32,6

Kurang 21 45,7

Total 46 100,0

Tabel 3 menunjukkan bahwa perilaku pencegahan ISPA responden terbanyak masuk dalam kategori kurang sebanyak 45,7%.

Analisis Bivariate 1. Uji normalitas data

Tabel 4. Hasil uji normalitas data penelitian

Variabel P Kesimpulan Pengetahuan 0,002 Tidak normal Perilaku

pencegahan

0,000 Tidak normal

Tabel 4 menunjukkan bahwa data pengetahuan dan data perilaku pencegahan memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05, sehingga data berdistribusi tidak normal.

Uji hipotesis penelitian

Tabel 5. Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dengan Perilaku Pencegahan Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan

Pengetahuan

Perilaku Pencegahan ISPA

Jumlah

χ2 p Baik Cukup Kurang

n % n % N % N %

Tinggi 7 9,7 12 16,7 5 6,9 24 33,3

17,688 0,001 Sedang 5 6,9 20 27,8 2 28,8 27 37,5

Rendah 6 8,3 4 5,6 11 15,3 21 29,2

Jumlah 18 25 36 50 18 25 72 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 24 responden yang memiliki pengetahuan tinggi, terdapat 7 responden (9,7%) yang memiliki perilaku pencegahan ISPA dengan baik, 12 responden (16,7%) perilaku pencegahan ISPA secara cukup, dan 5 responden (6,9) masih memiliki perilaku pencegahan ISPA yang kurang.

Sebanyak 27 responden yang mempunyai pengetahuan tingkat sedang, terdapat 5 responden (6,9%) mempunyai perilaku pencegahan ISPA dengan baik, 20 responden (27,8%) dengan perilaku pencegahan

ISPA yang cukup, sedangkan 2 responden (28,8%) kurang dalam perilaku pencegahan ISPA. Dari 21 responden dengan pengetahuan yang masih rendah, namun ada 6 responden (8,3%) dengan perilaku pencegahan ISPA sudah baik, 4 responden (5,6%) dengan perilaku pencegahan ISPA secara cukup, dam 11 responden (15,3%) masih kurang dalam perilaku pencegahan ISPA.

Hasil uji hipotesis dengan Chi

Square menunjukkan nilai χ2 =17,688

dengan p = 0,001. Nilai p= 0,001. (p<0,05) menjadikan keputusan yang diambil adalah Ho ditolak yang artinya


(2)

ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dengan perilaku pencegahan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan.

Pembahasan Data Demografi

Hasil penelitian ini menunjukkan umur responden sebagian besar berumur antara 21-28 tahun (63,89%). Banyaknya responden yang berumur antara 21-28 tahun dapat disebabkan adanya latar belakang keputusan untuk menikah. Responden yang lulus SD ataupun SMP memutuskan untuk menikah dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan kepercayaan masyarakat setempat.

Tingkat pendidikan responden menunjukkan banyak pada tingkat SD. Banyaknya responden dengan pendidikan SD tidak terlepas dari kemampuan orang tua responden dalam menyekolahkan anak. Berdasarkan distribusi frekuensi responden dari tingkat pendidikan memperlihatkan hanya 19,3% responden yang berpendidikan SMP dan SMA. Oleh sebab itu banyaknya responden dengan pendidikan SD dapat mengakibatkan masih banyak perilaku yang kurang baik dalam pencegahan ISPA pada balita.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebagai ibu rumah tangga yaitu 56,9%. Kondisi ini tidak terlepas dari latar pendidikan yang berhasil diselesaikan. Banyaknya pendidikan SD mengakibatkan berkurangnya kesempatan responden untuk mendapatkan pekerjaan. Alasan lain yaitu keinginan ibu untuk menjadi ibu rumah tangga karena ingin merawat anaknya sendiri dengan baik sehingga dapat memantau perkembangan dan pertumbuhan anak balitanya.

Karakteristik responden yang banyak berpendidikan SD ini sejalan dengan hasil penelitian Iddayat (2009) yaitu Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali Tahun 2009 menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah pada responden mempengaruhi factor sosial ekonomi sehingga banyak responden dengan social ekonomi rendah menjadikan banyaknya kejadian ISPA pada balita. Tingkat Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 37,5% responden memiliki pengetahuan tentang ISPA dalam kategori sedang. Kategori sedang ini mencerminkan bahwa belum semua masalah kesehatan tentang ISPA dapat dipahami oleh responden. Gambaran ini mencerminkan bahwa pendidikan formal yang dapat diselesaikan yaitu SD namun responden juga dapat menerima pengetahuan dari berbagai sumber, salah satun informasi pendidikan tentang ISPA diporoleh dari petugas kesehatan dan kader posyandu pada saat pelaksanaan kegiatan posyandu. Peningkatan pengetahuan ISPA oleh responden dapat diperoleh dari berbagai sumber. Kegiatan posyandu yang diikuti oleh responden merupakan salah satu sarana untuk dapat meningkatkan pengetahuan. Sebagian besar responden banyak yang mengunjungi kegiatan posyandu dikarenakan jarak rumah responden dengan posyandu dekat dan sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga sehingga mempunyai banyak waktu dirumah. Dengan responden mengikuti kegiatan posyandu maka responden bisa mendapat pengetahuan tentang ISPA yang diberikan oleh kader posyandu


(3)

melalui kegiatan penyuluhan kesehatan. Depkes RI (2006) menyatakan bahwa salah satu bentuk pelayanan kesehatan di posyandu adalah mengadakan penyuluhan kesehatan.

Perilaku Responden dalam Pencegahan ISPA pada Balita

Hasil penelitian tentang perilaku dalam pencegahan ISPA pada balita menunjukkan 45,7% responden mempunyai perilaku yang kurang. Kata kurang dapat diterjemahkan bahwa responden masih kurang mengerti bahwa dengan perilaku hidup sehat seperti membuka ventilasi jendela, membersihkan debu yang menempel di meja ataupun kursi merupakan suatu tindakan yang baik dalam rangka mencegah terjadinya ISPA pada balita. Salah satu contoh perilaku ibu yang kurang mendukung dalam pencegahan ISPA adalah ibu tidak pernah membuka jendela rumah pada pagi hari dan siang hari sehingga matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah. Ibu tidak melakukan kebersihan lantai seperti mengepel lantai atau membersihkan meja dan perabotan lain dari debu-debu dengan kain lap.

Menurut Mishra (2005) perilaku ibu dalam pencegahan ISPA dapat dilakukan seperti menjaga anak tetap dalam keadaan bersih, ibu melakukan kebersihan rumah seperti menyapu lantai, membersihkan debu-debu di dalam rumah, rutin mengganti sprei kasur dan sarung bantal secara teratur, membuka jendela dan ventilasi udara agar sirkulasi udara tetap lancar serta melarang anggota keluarga yang merokok untuk tidak merokok. Tindakan responden dalam mencegah terjadinya ISPA secara baik berdampak kesehatan balita.

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan perilaku Pencegahan

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang ISPA dengan perilaku pencegahan pada balita. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kusno (2003), menyatakan bahwa ibu yang berpendidikan rendah dan kurang penyuluhan oleh petugas kesehatan akan cenderung tidak tahu cara memberikan perawatan yang baik dan meminumkan obat yang tepat dan benar pada anaknya yang menderita ISPA. Hal tersebut didukung oleh pendapat Parera (2004) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan terhadap kesehatan adalah tingkat pendidikan. Orang yang memiliki pendidikan yang baik memiliki kemampuan untuk menyerap dan memahami pengetahuan yang diterimanya. Sehingga semakin baik pendidikan seseorang, maka semakin mudah dalam menyerap dan memahami pengetahuan yang diterima.

Berdasarkan hasil dari tabulasi silang menunjukkan bahwa dari 24 responden terdapat 5 responden (6,9%) yang memiliki pengetahuan yang baik namun perilaku pencegahan ISPA kepada balita masih kurang. Keadaan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan rumah seperti ventilasi, jendela, dan kondisi lantai. Ventilasi yaitu proses penyedian udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun secara mekanis (Yusup dan Sulistyorini, 2005). Ditinjau dari pemanfaatan jendela rumah responden menunjukkan 54,2% responden yang tidak memanfaatkan jendela dengan baik yaitu dengan tidak membuka jendela pada pagi sampai sore hari


(4)

dan masih terdapat 61,1% kondisi lantai yang tidak bersih.

Berbeda dengan 6 responden yang memiliki pengetahuan yang kurang namun perilaku pencegahan penyakit ISPA sudah baik. Meskipun responden kurang mengerti mengenai pengetahuan tentang penyakit ISPA secara baik, perilaku dalam kehidupan sehari-hari telah mencerminkan respoden berperilaku dengan cara hidup sehat. 45,8% ibu selalu membuka jendela rumah di pagi hari untuk mendapat sinar matahari masuk ke dalam kamar tidur maupun rumah adapun 38,9% responden selalu membersihkan rumah dari debu serta responden memberikan asupan gizi yang seimbang kepada balitanya. Kekurangan gizi atau malnutrisi yang disebabkan asupan gizi tidak adekuat dapat mengakibatkan menurunnya berat badan, gangguan pertumbuhan, menurunnya imunitas dan kerusakan mukosa. Menurunnya imunitas dan kerusakan mukosa memegang peranan utama dalam mekanisme pertahanan tubuh. Kejadian, keparahan dan durasi penyakit mempunyai kaitan erat dengan kedua faktor tersebut. Penyakit infeksi yang terjadi menyebabkan kehilangan persediaan gizi sebagai akibat respon metabolik dan kehilangan melalui saluran cerna. Pada saat bersamaan terjadi penurunan nafsu makan yang pada gilirannya menyebabkan asupan gizi menurun (Brown, 2003).

Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan perilaku pencegahan pada balita, namun secara keseluruhan data menunjukkan tingkat pengetahuan ibu masih dianggap belum seluruhnya baik, dimana baru 33,3% yang berpengetahuan baik, demikian juga perilaku ibu yang baik

masih 25%, artinya perlu adanya tindakan lebih lanjut baik dari responden sendiri maupun instansi terkait untuk dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang ISPA dan perbaikan perilaku ibu tentang pencegahan ISPA seperti pemberian pendidikan kesehatan tentang masalah kesehatan ISPA pada anak. Simpulan

1. 37,5% pengetahuan ibu tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan dalam kategori sedang.

2. 45,7% perilaku ibu dalam pencegahan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan dalam kategori kurang.

3. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan perilaku pencegahan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan

Saran

1. Bagi responden

Diharapkan ibu untuk tetap

bersedia meningkatkan pengetahuan tentang ISPA

dengan cara aktif mengikuti kegiatan posyandu anak, membaca buku kesehatan khususnya tentang ISPA sehingga dapat meningkatkan kesadaran dalam hal pentingnya kesehatan bagi anak agar anak tidak sampai terkena penyakit ISPA.

2. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Instansi pelayanan kesehatan, diharapkan semua

petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan dapat terus memberikan penyuluhan dan


(5)

informasi lebih lanjut terhadap masyarakat terutama ibu-ibu tentang perawatan ISPA pada balita dengan baik dan benar. 3. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan lebih lanjut pada penelitian sejenis, seperti membahas tentang cara memberikan obat, kondisi lantai rumah, ventilasi jendela yang dapat mempengaruhi perawatan ISPA pada balita dengan baik dan benar.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah

referensi di perpustakaan sehingga dapat dimanfaatkan bagi penelitian selanjutnnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H & Mukty, A. (2006).

Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya : Airlangga University. Arikunto, S. (2010). Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Brown, K. H., J 2003, Diarrhea and

Malnutrition Symposium: Nutrition

and Infection, Prologue and Progress Since 1968, J. Nutr. 133:328S-332S

Depkes RI. (2006). Informasi tentang

ISPA pada Anak Balita. Jakarta:

Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.

Kusno, I. Ismail, D. Kushadiwijaya, H. (2003). ”Tatalaksana oleh Petugas Kesehatan dan Faktor Resiko Terjadinya Kegagalan Perawatan di Rumah Terhadap Penderita Pneumonia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kapan dan Nulle Timor Tengah (TTS)”.

Berita Kedokteran Masyarakat XIX (3).

Mishra, V., Smith, Kirk R., Retherford, Robert D. (2005). Effect Of

Cooking Smoke And Environmental Tobacco On Acut Respiratory Infection In Young Indian Children. Population And

Environment 26.5, 375-396.

Tersedia dalam :http://search.proquest.com/docvi

ew/199028959/13415DE681B3E6 4DBB/2?accountid=34598

[diakses 4 Januari 2012 pukul 17.52]

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Parera Giro, S. 2004. Sehat Suatu

Pilihan Bebas. Diakses dari: http//

www.indomedia.com

Suliha, U, dkk.(2002). Pendidikan

Kesehatan Dalam Keperawatan.

Jakarta: EGC.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk

Keperawatan. Penerbit Buku

Kedokteran ECG: Jakarta.

Wantania, Jan M, dkk. (2008). Buku

Ajar Respiratologi Anak. Penyunting oleh Nastiti N Rahajoe, dkk. Jakarta : IDAI.

Wayse, V., Yoosafzar, A., Mogale, K., Filteau, S. (2004). Association Of

Subclinical Vitamin D Deficiency With Severe Acute Lower Respiratory Infection In Indian Children Under 5 Years.

European Journal Of Clinical Nutrition 58.4, 563-7. Tersedia dalam

:http://search.proquest.com/docvi ew/199028959/13415DE681B3E6 4DBB/2?accountid=34598

[diakses 4 Januari 2012 pukul 17. 23]

Wilson, D & Hockenberry, J. M. (2008). Clinical Manual Of Pediatric Nursing, Seventh Edition. USA : Cv Mosby-Year


(6)

Yusup, N & Sulistyorini, L. (2005).

Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik Dengan Kejadian ISPA Pada Balita. Uiversitas

Airlangga.

Dian Indriani* : Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Siti Arifah, S.Kp, M.Kes** : Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Endang Zulaicha, S.Kp** : Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta


Dokumen yang terkait

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Hubungan Karakteristik Individu dengan Tindakan Ibu dalam Pencegahan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas Amplas Tahun 2005

6 50 96

Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Napas Atas Sebagai Salah Satu Faktor Resiko Terjadinya Otitis Media Akut Puskesmas Padang Bulan

0 38 74

Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan

17 141 71

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIRTO II KABUPATEN PEKALONGAN

0 4 7

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIRTO II KABUPATEN PEKALONGAN

0 3 7

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dengan Perilaku Pencegahan Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto Ii Kabupaten Pe

0 2 16

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dengan Perilaku Pencegahan Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto Ii Kabupaten Pekalongan.

0 1 5

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU TERHADAP BALITA BERPENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS TINGGEDE

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA - HUBUNGAN FAKTOR KARAKTERISTIK BALITA DAN PERILAKU PENCEGAHAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS SUMBANG II KECAMAT

0 0 20