Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan

(1)

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN KEKAMBUHAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

PADA BALITA di WILAYAH KERJA PUSKESMAS MARTUBUNG MEDAN

SKRIPSI Oleh

Eva Maretta Habeahan 051101050

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul :Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan

Nama Mahasiswa : Eva Maretta Habeahan NIM : 051101050

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2009

Tanggal Lulus :

Pembimbing Penguji I

... ... Farida Linda Sari Siregar, M.Kep Iwan Rusdi, S.Kp, MNS NIP. 19780320 200501 2 003 NIP. 19730909 200003 1 001

Penguji II

...

Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep NIP. 19740505 200212 2 001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Medan, 9 Januari 2010 Pembimbing,

... Erniyati S.Kp, MNS

NIP. 19671208 199903 2 001


(3)

Prakata

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahNya yang telah menyertai penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan judul ” Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan”.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU dan Ibu Erniyati sebagai pembantu dekan I Fakultas Keperawatan USU. 2. Ibu Farida Linda Sari Siregar S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing

skripsi penulis yang selalu sabar untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen penguji I dan dosen pembimbing akademik penulis yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan.

4. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji II dan bersedia menguji validitas kuisioner yang disusun penulis.

5. dr. Heva Julietta Sinaga selaku kepala Puskesmas Martubung Medan yang telah memberikan izin untuk pengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.


(4)

6. Kepada seluruh orang tua balita yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi responden dalam penelitian ini.

7. Teristimewa kepada orang tua ku tercinta Ayahanda M. Habeahan dan Ibunda Ibu R. Siregar yang telah memberikan cinta, doa, bimbingan, serta motivasi. Serta kepada adek-adekku Dejortas Utomo, Agustina dan Nicholas yang memberikan motivasi.

8. Teman-teman seperjuangan stambuk 2005 yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis. Sahabat-sahabatku (Renata, Mindo, Polma, Sondang, Domi, fransiska, nancy, evi) dan semua sobat pelajar yang belajar bersama si kampus yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan selalu mencurahkan berkatNya pada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi Keperawatan.

Medan, 8 Januari 2010

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Prakata ... ii

Daftar Isi ... iv

Dartar Tabel ... vi

Abstrak ... vii

BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Hipotesa Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut ... 8

2.1.1 Defenisi ... 8

2.1.2 Etiologi ... 8

2.1.3 Klasifikasi ... 9

2.1.4 Penularan ... 10

2.1.5 Tanda dan Gejala ... 11

2.1.6 Faktor Resiko ... 12

2.2 Kekambuhan ISPA ... 13

2.3 Peran Orang Tua Terhadap Upaya Pencegahan ISPA ... 13

2.3.1 Mengetahui penyakit ISPA ... 15

2.3.2 Mengatur pola makan anak ... 16

2.3.3 Menciptakan kenyamanan lingkungan rumah... 18

2.3.4 Menghindari faktor pencetus ... 20

BAB 3. Kerangka Penelitian 3.1 Kerangka Konseptual ... 23

3.2 Defenisi Operasional ... 24

BAB 4. Metode Penelitian 4.1. Desain Penelitian ... 26

4.2. Populasi dan Sampel ... 26

4.3 Lokasi dan Waktu Pemelitian ... 27

4.4 Pertimbangan Etik ... 27

4.5 Instrumen Penelitian ... 28

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 29

4.7 Pengumpulan Data ... 30


(6)

BAB 5. Hasil dan Pembahasan

5.1 Hasil Penelitian ... 33

5.1.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 33

5.1.2 Peran Orang Tua dalam Pencegahan ISPA ... 34

5.1.3 Riwayat Kekambuhan ISPA ... 36

5.1.4 Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada Balita ... 37

5.2 Pembahasan ... 38

5.2.1 Peran Orang Tua dalam Pencegahan ISPA ... 38

5.2.2 Kekambuhan ISPA ... 42

5 2.3 Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada Balita ... 43

BAB 6. Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 48

Daftar Pustaka ... 50 Lampiran-lampiran

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian 2. Instrumen Penelitian

3. Biaya Penelitian 4. Daftar Riwayat Hidup


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defensi Operasional ... 24 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden ... 34 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase peran orang tua dalam

pencegahan ISPA ... 35 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase balita

yang mengalami kekambuhan ISPA ... 36 Tabel 5.4 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA


(8)

Judul :Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan

Nama Mahasiswa : Eva Maretta Habeahan NIM : 051101050

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2009

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan penyakit yang sering terjadi pada balita dan cenderung meningkat setiap tahun. Di puskesmas Martubung Medan, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang setiap tahun menempati urutan pertama dari sepuluh pola penyakit rawat jalan dan mengalami peningkatan setiap tahun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan tehnik pengambilan sample yang digunakan adalah total sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 107 orang. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian ini di analisa dengan uji Chi square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 (p<0,05). Hasil uji Chi square diperoleh taraf signifikan 0,03 (p< 0,05) dengan nilai OR= 3,050. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita.


(9)

Judul :Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan

Nama Mahasiswa : Eva Maretta Habeahan NIM : 051101050

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2009

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan penyakit yang sering terjadi pada balita dan cenderung meningkat setiap tahun. Di puskesmas Martubung Medan, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang setiap tahun menempati urutan pertama dari sepuluh pola penyakit rawat jalan dan mengalami peningkatan setiap tahun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan tehnik pengambilan sample yang digunakan adalah total sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 107 orang. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian ini di analisa dengan uji Chi square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 (p<0,05). Hasil uji Chi square diperoleh taraf signifikan 0,03 (p< 0,05) dengan nilai OR= 3,050. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita.


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi dan kurang gizi merupakan penyebab kematian balita di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit infeksi yang sering terjadi pada balita adalah Diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Infeksi telinga, Radang tenggorokan, dan Tetanus. Dari antara penyakit ini, kasus ISPA adalah kasus yang paling tinggi. Kasus ISPA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia dibawah 5 tahun, dan 30% pada anak 5-12 tahun. Kasus ISPA di negara berkembang 2-10 kali lebih banyak dari pada di negara maju. Perbedaan ini berhubungan dengan etiologi dan faktor resiko. Dinegara maju, ISPA di dominasi oleh virus, sedangkan dinegara berkembang ISPA sering disebabkan oleh bakteri seperti S. Pneumonia dan H. Influenza. Di negara berkembang, ISPA dapat menyebabkan 10%-25% kematian dan bertanggung jawab terhadap 1/3-1/2 kematian pada balita (Raharjoe, 2008; WHO, 2003).

Di Indonesia, ISPA sering disebut sebagai ”pembunuh utama”. Kasus ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien kesarana kesehatan yaitu 40%-60% dari seluruh kunjungan ke Puskesmas dan 15%-30% dari seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit. Diperkirakan kematian akibat ISPA khususnya Pneumonia mencapai 5 kasus diantara 1000 balita. Ini berarti ISPA mengakibatkan 150.000 balita meninggal tiap tahunnya, atau 12.500 korban perbulan, atau 416 kasus perhari, atau 17 anak perjam atau seorang bayi tiap 5 menit (Depkes, 2004).


(11)

Kematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA yang berat. Paling sering kematian terjadi karena infeksi telah mencapai paru-paru. Keadaan ini disebut sebagai radang paru mendadak atau pneumonia. Sebagian besar keadaan ini terjadi karena penyakit ringan (ISPA ringan) yang diabaikan. Sering kali penyakit dimulai dengan batuk pilek biasa, tetapi karena daya tahan tubuh anak lemah maka penyakit dengan cepat menjalar ke paru-paru. Jika penyakitnya telah menjalar ke paru-paru dan anak tidak mendapat pengobatan serta perawatan yang tepat, anak dapat meninggal. Perawatan yang dimaksud adalah perawatan dalam pengaturan pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman sehingga tidak mengganggu kesehatan, menghindari faktor pencetus seperti asap dan debu serta menjaga kebersihan diri balita. (Depkes, 2002).

Angka kejadian ISPA yang masih tinggi pada balita disebabkan oleh tingginya frekuensi kejadian ISPA pada balita. Dalam satu tahun rata-rata seorang anak di pedesaan dapat terserang ISPA 3-5 kali, sedangkan di daerah perkotaan sampai 6-8 kali. Penyebab tingginya kekambuhan ISPA pada balita terkait dengan banyaknya faktor yang berhubungan dengan ISPA. Beberapa faktor yang berkaitan dengan ISPA pada balita antara lain usia, keadaan gizi yang buruk, status imunisasi yang tidak lengkap serta kondisi lingkungan yang buruk seperti ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian rumah yang terlalu padat, pencemaran udara (asap dan debu) di dalam rumah maupun di luar rumah (Arsyad, 2000; Raharjoe, 2008; Yuwono, 2007; Warouw, 2002). Pencemaran udara di dalam rumah berasal dari dari asap rokok, asap dapur dan asap dari obat


(12)

nyamuk yang digunakan di dalam rumah, sementara polusi udara di luar rumah berasal dari gas buangan trasportasi, asap dari pembakaran sampah dan asap dari pabrik (Astuti, 2006).

Thamrin (2001) mengatakan bahwa ISPA pada balita berhubungan dengan status gizi balita yang buruk. Balita yang memiliki status gizi yang buruk sekitar 71,50% mengalami ISPA, hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang berkurang. Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Arsyad (2003) yang menyatakan bahwa status gizi merupakan faktor resiko yang paling dominan mempengaruhi ISPA pada balita. Keadaan lingkungan balita juga behubungan dengan ISPA pada balita. Peluang balita yang tinggal dalam rumah dengan pencemaran dalam ruangan akan terkena ISPA sebesar 6,09 kali dibandingkan dengan balita tanpa pencemaran ruangan. Balita yang tinggal dilingkungan rumah dengan penggunaan bahan bakar biomassa mempunyai resiko 10,9 kali menderita ISPA dibandingkan dengan anak yang tinggal di lingkungan rumah tanpa menggunakan bahan bakar biomassa (Chin, 2000 dalam Agustama, 2005). Disamping itu paparan asap rokok juga sangat mempengaruhi timbulnya ISPA pada balita. Dewa (2001) mengatakan balita yang terpapar asap rokok mempunyai resiko 7,1 kali lebih besar untuk terkena ISPA. disamping itu, keadaan sanitasi fisik rumah (suhu, kelembaban penerangan, ventilasi dan kepadatan hunian) berhubungan dengan ISPA pada balita. Balita yang tinggal di dalam lingkungan rumah dengan keadaaan sanitasi fisik rumah yang buruk mempunyai resiko terkena ISPA 1,23 kali dibandingkan dengan balita yang tinggal dilingkungan rumah dengan sanitasi fisik rumah yang baik.


(13)

Untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan yang dapat meningkatkan potensi anak terkena ISPA, maka diperlukan upaya pencegahan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), mengatur pola makan dengan tujuan memenuhi nutrisi balita, menciptakan lingkungan yang nyaman serta menghindari faktor pencetus.

Keluarga atau rumah tangga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh sebab itu untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang baik harus dimulai dari keluarga. Orang tua (ayah dan ibu) merupakan sasaran utama dalam pencegahan suatu penyakit. Orang tua yang memiliki peran yang buruk dalam menjaga kesehatan keluarga akan mempengaruhi angka kesehatan anggota keluarga terutama anggota keluarga yang masih balita (Notoadmojo, 2003).

Salah satu periode pertumbuhan dan perkembangan yang cukup mendapat perhatian bidang kesehatan adalah usia balita. Upaya pembangunan dan pembinaan kesehatan pada usia balita merupakan periode transisi tumbuh kembang. Secara fisik usia balita merupakan usia pertumbuhan dimana usia ini semua sel termasuk sel-sel yang sangat penting seperti sel otak mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Sedangkan secara psikologis usia balita merupakan usia perkembangan mental, emosional dan intelektual yang pesat juga. Pertumbuhan dan perkembangan pada usia balita ini akan berjalan secara optimal dan serasi jika kondisi kesehatan balita dalam keadaan optimal pula (Depkes, 2005).


(14)

Anak adalah aset bagi orang tua dan ditangan orang tua anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat baik fisik maupun mental. Secara sosiologis anak balita sangat tergantung pada lingkungan, karena itu keterlibatan orang tua diperlukan sebagai mekanisme untuk menurunkan dampak masalah kesehatan pada anak dan keluarganya (Nelson, 2003). Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri, lingkungan yang dimaksud adalah orang tua (Supartini, 2004)

Dari survei awal yang dilakukan pada tanggal 7 Mei 2009 di Puskesmas Martubung menunjukkan angka kejadian ISPA pada tahun 2008 di wilayah kerja puskesmas ini terjadi sebanyak 10.735 kasus (57,90%) dan sebanyak 4849 kasus terdiri dari balita (Laporan tahunan puskesmas Martubung, 2008)

Berdasarkan data yang di dapat dan pentingnya peran orang tua dalam pencegahan kejadian ISPA maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan judul penelitian, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana peran orang tua dalam pencegahan ISPA di wilayah kerja


(15)

2. Bagaimana kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Martubung Medan.

3. Apakah ada hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Martubung Medan

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui peran orang tua dalam pencegahan ISPA di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan

2. Mengetahui kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan

3. Menguji hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan


(16)

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hipotesa Alternatif (Ha) yaitu ada hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Marubung Medan

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.5.1 Praktek Keperawatan

Sebagai masukan dan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam pemberian penyuluhan dan asuhan keperawatan terhadap upaya pencegahan ISPA.

1.5.2 Pendidikan Keperawatan

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan anak dalam memberikan asuhan keperawatan yang terkait dengan peran orang tua terhadap pencegahan ISPA pada balita dan sebagai informasi bagi mahasiswa untuk mengetahui pentingnya peran orang tua terhadap upaya pencegahan ISPA.

1.5.3 Peneliti Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dan bahan perbandingan bagi penelitian sejenis seperti hubungan karakteristik balita dan orang tua terhadap kejadian ISPA pada balita


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut

2.1.1 Defenisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari

Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura.


(18)

2.1.2 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Depkes (2004) menyatakan penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lainnya. ISPA bagian atas umumya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus, Stapilococcus, Pneumococcus, Haemophyllus, Bordetella dan corynobacterium. Virus penyebab ISPA antara lain golongan Paramykovirus (termasuk di dalamnya virus Influenza, virus Parainfluenza dan virus campak), Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Herpesvirus dan lain-lain. Di negara-negara berkembang umunya kuman penyebab ISPA adalah Streptocococcus pneumonia dan Haemopylus influenza.

2.1.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut a. Berdasarkan lokasi anatomik

Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu: ISPA atas (ISPaA) dan ISPA bawah (ISPbA). Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (Common cold), Pharingitis, Otitis, Flusalesma, Sinusitis, dan lain-lain. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan Pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian (WHO, 2003).


(19)

Berdasarkan golongan umur, ISPA dapat diklasifikasikan atas 2 bagian, yaitu sebagai berikut:

1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas: Pneumonia berat dan bukan Pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan dinding dada yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam ( severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (WHO,2003).

2) Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dibagi atas: pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan terikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (WHO, 2003).

2.1.4 Penularan ISPA

Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalui udara. Jasad renik yang ada di udara akan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan infeksi dan penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun


(20)

karier. Jika jasad renik berasal dari tubuh manusia, maka umumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan dan berupa saliva dan sputum.

Oleh karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan air bone disease.

Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni susupensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit ISPA tersebut yakni:

a. Droplet nuclei, yaitu sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh yang berbentuk droplet dan melayang di udara.

b. Dust, yaitu campuran antara bibit penyakit yang melayang.

2.1.5 Tanda dan Gejala klinis ISPA

ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Secara umum gejala dan tanda-tanda ISPA adalah terjadi demam, batuk, pilek dan disertai nafas cepat ataupun tarikan dinding dada ke bagian bawah dalam.

Menurut Hundak dan Galo (1997) yang dikutip dari Agustama (2005), penyakit paru atau saluran nafas dengan gejala umum maupun gejala pernafasan antara lain batuk, sputum berlebihan, hemoptisis, dispnea dan dada nyeri.


(21)

Pertama, batuk merupakan gejala paling umum akibat penyakit pernafasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik dan kimia. Inhalasi debu, asap dan benda-benda asing berukuran kecil merupakan penyebab batuk yang paling sering. Kedua sputum, orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran pernafasan, sedangkan dalam keadaan gangguan saluran pernafasan sputum dihasilkan melebihi 100 ml per hari. Ketiga, Hemoptisis, yaitu istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau sputum berdarah. Keempat, dispnea atau sesak nafas yaitu perasaan sulit bernafas dan nyeri dada.

2.1.6 Faktor Resiko ISPA

Menurut Depkes (2004) faktor resiko terjadinya ISPA terbagi atas dua kelompok yaitu:

a. Faktor internal merupakan suatu keadaan didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, berat badan lahir, status ASI, dan status imunisasi.

b. Faktor eksternal merupakan suatu keadaan yang berada diluar diri penderita (balita) berupa lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang memudahkan penderita untuk terpapar bibit penyakit (agent) meliputi: polusi asap rokok, polusi asap dapur, kepadatan tempat tinggal, keadaan geografis, ventilasi dan pencahayaan.


(22)

2.2 Kekambuhan ISPA pada Balita

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) kambuh definisikan sebagai kondisi jatuh sakit lagi yang biasanya lebih parah dari dahulu. Dalam Raharjoe (2008) dikatakan bahwa angka kekambuhan ISPA pada balita di negara berkembang 2-10 kali lebih tinggi dari pada di negara maju. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki angka kekambuhan ISPA yang cukup tinggi. Dalam satu tahun rata-rata anak balita di perkotaan menderita ISPA 6-8 kali sedangkan balita yang tinggal di pedesaan dapat terkena ISPA 3-5 kali. Penyebab tingginya kekambuhan ISPA pada balita terkait dengan banyaknya faktor yang berhubungan dengan ISPA. Beberapa faktor yang berkaitan dengan ISPA pada balita antara lain usia, keadaan gizi yang buruk, status imunisasi yang tidak lengkap serta kondisi lingkungan yang buruk seperti ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian rumah yang terlalu padat, pencemaran udara (asap dan debu) di dalam rumah maupun di luar rumah.

2.3 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan atau posisi individu didalam masyarakat. Dalam setiap posisi terdapat sejumlah peran yang masing-masing terdiri dari kesatuan perilaku yang kurang lebih bersifat homogen dan didefenisikan menurut kultur sebagaimana yang diharapkan dalam posisi atau status (Friedman, 1998).

Kozier (1995) mendefenisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu


(23)

sistem. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran orang tua adalah perilaku yang diharapkan oleh orang lain terhadap orang tua sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga.

Menurut Nye dan Gecas (1976) dalam Friedman (1998) mengidentifikasi peran dasar yang membentuk posisi sebagai orang tua yaitu:

1. Peran sebagai provider (penyedia) yaitu peran untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasikan untuk memenihi kehidupan.

2. Peran perawatan anak yaitu peran untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Orang tua diharapkan dapat melindungi dan mencegah terhadap penyakit yang mungkin dialami keluarga.

3. Peran sosialisasi anak yaitu peran mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

4. Peran pendidikan yaitu orang tua berperam dan bertanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kebutuhan dewasanya.

5. Peran afektif yaitu peran memenuhi kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah.

Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam peran orang tua dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam pencengahan ISPA sangat diperlukan karena yang biasa terkena dampak ISPA adalah usia balita dan


(24)

anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran orang tua dalam menangani hal ini. Orang tua harus mengerti tentang dampak negatif dari penyakit ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi Pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika tidak segera ditangani.

Menurut Dinkes (2003) pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas dari peran orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman, dan menghindar faktor pencetus.

2.3.1 Mengetahui penyakit ISPA pada anak

Mengetahui masalah kesehatan anak merupakan suatu hal yang sangat penting diketahui oleh orang tua karena dengan mengenal tanda/gejala dari suatu gangguan kesehatan bisa memudahkan orang tua dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya penyakit (Notoatmojo, 1997).

Dalam pencegahan ISPA pada balita, orang tua harus mengerti tanda dan gejala ISPA, penyebab, serta faktor-faktor yang mempermudah balita untuk terkena ISPA. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit ISPA menyebabkan tingginya kejadian ISPA pada balita dan membuat orang tua tidak mengobati anaknya ketika terkena ISPA sehingga memperburuk keadaan infeksi yang dialami oleh anak (Rahajoe, 2008)


(25)

2.3.2 Mengatur pola makan anak

Menurut Sumirta (2005) salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita adalah pola pemberian makanan. Suatu pola makan yang seimbang dan teratur akan menyajikan semua makanan yang berasal dari setiap kelompok makanan dengan jumlahnya sehingga zat gizi yang dikonsumsi seimbang satu sama lain (Grodner et al, 2000).

Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara malnutrisi dan penyakit infeksi . Anak dengan status gizi yang buruk memiliki daya tahan tubuh terhadap tekanan dan stress menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang sehingga akan mudah terkena penyait infeksi (Almatsier, 2001). Sebaliknya penyakit infeski pada balita akan mempengaruhi pertumbuhan balita seperti berkurangnya berat badan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya nafsu makan penderita infeksi sehingga masukan atau intake zat gizi dan energi kurang dari kebutuhan tubuh. Keadaan infeksi juga dapat meningkatkan eksisi nitrogen melalui kencing yang diakibatkan oleh mobilisasi asam amino jaringan perifer sehingga menimbulkan berkurangnya jumlah protein didalam tubuh (Solihin, 2003). Untuk itu balita yang telah terkena infeksi memerlukan zat gizi yang tinggi agar dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk pemulihan kondisi tubuh.

Almatsier (2001) menyebutkan ada tiga fungsi zat gizi yaitu: (1) memberi energi, (2) pertumbuhan dan pemulihan jaringan tubuh, (3) mengatur proses tubuh. Sedangkan menurut Sediaoetomo (1987) ada lima fungsi zat gizi yaitu: (1) sumber energi atau tenaga, (2) menyokong pertumbuhan badan, (3) memelihara jaringan tubuh dan mengganti yang rusak, (4) mengatur metabolisme dan berbagai


(26)

keseimbangan dalam cairan tubuh (keseimbangan air, asam basa dan mineral), dan (5) berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelbagai penyakit sebagai antioksidan dan antibodi. Jadi, fungsi zat gizi dalam penanganan kekambuhan ISPA diperlukan untuk fungsi pemulihan jaringan tubuh dan mekanisme pertahanan tubuh.

Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri dengan baik dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukan untuk makanannya. Makanan dengan rasa manis, biasanya paling disukai misalnya cokelat, permen dan es krim. Jenis makanan ini menimbulkan rasa kenyang dan dapat mengurangi nafsu makan sehingga pada masa balita sering terjadi malnutrisi (Kartasurya, 1999 & Grigsbby, 2003). Orang tua khususnya ibu berperan dalam pengaturan makanan bagi balita dalam pemenuhan kebutuhan gizi balita dan mengelola makanan yang sehat untuk balita (Santoso & Ranti, 1999; Sulistijani & Herlianty, 2001; Siregar, 2004).

Sulistijani & Herlianty (2001) pemberian makan pada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Pemenuhan kebutuhan gizi balita makanan harus memenuhi syarat yaitu: makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada tingkat umurnya seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air; susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang; makanan harus bersih dan bebas dari kuman.

Kebutuhan energi bagi balita dapat diperoleh dari berbagai makanan seperti: beras, jagung, gandum, ubi, talas, kentang, dan kacang-kacangan. Sumber lemak dapat diperoleh dari daging sapi, daging ayam, minyak kacang tanah,


(27)

minyak kelapa, lemak sapi, mentega, dan coklat. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani (telur ayam, telur bebek, udang segar, ikan segar) dan protein nabati (kacang kedelai, kacang merah, kacang hijau, tahu, tempe, keju. Disamping kebutuhan akan karbohidrat, lemak dan protein kebutuhan vitamin, mineral, air dan serat balita juga harus terpenuhi (Almatsier, 2001).

2.3.3 Menciptakan kenyamanan lingkungan rumah

Faktor lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan proses interaksi antara penjamu dan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit (Syahril,2006). Kondisi lingkungan yang kurang sehat akan mempengaruhi derajat kesehatan seseorang. Salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh lingkungan yang kurang bersih adalah ISPA (Iswarini, 2006). Adapun faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor fisik rumah seperti kepadatan hunian, dan ventilasi.

1. Kepadatan hunian

Banyak rumah yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan, tetapi apabila penggunaannya tidak disesuaikan dengan peruntukannya, maka dapat terjadi gangguan kesehatan (Suhandayani, 2007). Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan fungsinya. Penentuan bentuk, ukuran dan jumlah ruangan perlu memperhatikan standart minimal jumlah ruangan. Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan kamar tidur, ruangan tamu, ruangan makan, dapur, kamar mandi, dan kakus (Syahril, 2006).

Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga tersebut. Agar terhindar dari penyakit saluran pernafasan


(28)

maka ukuran ruang tidur minimal 9 m3 untuk setiap orang yang berumur diatas 5 tahun. Untuk umur dibawah 5 tahun ukuran ruang tempat tidur 4,5 m3. Luas lantai minimal 3,5 m2 untuk setiap orang dengan tinggi langit-langit tidak kurang dari 2,75 m2 (Agustama, 2005).

Untuk dapat mengurangi kepadatan hunian rumah orang tua harus dapat memosifikasi lingkungan rumah agar tidak terlalu padat. Barang-barang yang tidak diperlukan sebaiknya disingkarkan karena hanya akan mempersempit ruangan. Disamping itu juga orang tua harus dapat membagi jumlah anak yang tidur dalam satu kamar dengan balita tidak terlalu banyak karena semakin banyak jumlah orang yang tidur dalam satu kamar akan meningkatkan jumlah bakteri patogen sehingga mempermudah penularan bakteri atau virus penyebab ISPA melalui droplet ataupun kontak langsung.

2. Ventilasi

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanent minimal 10% dari luas lantai. Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan pertukaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan peraturan pembangunan nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi aturan sebagai berikut: luas bersih dari jendela/lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai ruangan, jendela/ruang hawa harus meluas kearah atas sampai setinggi mimimal 1,95 m dari permukaan lantai, adanya lubang hawa yang


(29)

berlokasi di bawah langit-langit sekurang-kurangnya 0,35% luas lantai yang bersangkutan.

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Yang pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurang ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam udara akan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri dan patogen. Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri dan patogen karena terjadi aliran udara terus-menerus. Fungsi lain adalah menjaga agar ruangan rumah berada dalam kelembaban yang optimum.

Untuk itu orang tua diharapkan dapat menciptakan kondisi rumah yang mempunyai ventilasi yang cukup agar kelembaban udara didalam ruangan tidak mengganggu kesehatan balita. Salah satu hal sederhana yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah membuka jendela setiap pagi hari agar udara dapat bersirkulasi dan dapat membebaskan udara dari bakteri dan patogen.

2.3.4 Menghindari faktor pencetus (Pencemaran udara)

Pencemaran udara dalam rumah terjadi terutama karena aktivitas penghuninya, antara lain: penggunaan bahan bakar biomassa untuk memasak maupun memanaskan ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan


(30)

minyak tanah sebagai bahan bakarnya, asap rokok, penggunaan insektisida semprot maupun bakar (Syahril, 2006). Namun keberadaan asap dalam ruangan ini tidak terlepas dari keadaan ventilasi rumah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, dapur yang sehat harus memiliki lubang asap dapur. Dapur yang tidak memiliki lubang asap dapur akan menimbulkan banyak polusi asap ke dalam rumah dan kondisi ini akan berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita karena asap akan dapat mengiritasi saluran pernafasan. Untuk itu dianjurkan orang tua yang menggunakan bahan bakar biomassa didalam rumah membuat cerobong asap untuk pengekuaran asap dan ibu tidak mengendong balita ketika sedang memasak didalam dapur.

Keberadaan anggota keluarga yang merokok juga sangat mempengaruhi kejadian ISPA pada balita. Polusi udara oleh CO akan terjadi selama merokok. Asap yang berterbangan tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya sehingga dapat membahayakan orang disekitarnya. Asap rokok sangat berbahaya bagi balita karena balita masih mempunyai daya tahan tubuh yang masih rendah. Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberi resiko ISPA khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu. Dewa (2001) menunjukkan bahwa bayi dan balita yang terpapar asap rokok mempunyai resiko 7,1 kali lebih besar untuk terkena ISPA. Oleh sebab itu, dianjurkan kepada orang tua untuk tidak merokok di dekat balita karena asap yang berasal dari asap rokok


(31)

dapat mengiritasi saluran pernafasan balita disamping itu juga kandungan zat kimia yang terdapat dalam asap rokok yang sangat berbahaya.

Paparan debu baik di dalam rumah maupun di luar rumah juga berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Debu yang setiap harinya kita hirup dalam konsentrasi tinggi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan kesehatan manusia. Akibat menghirup debu yang langsung dapat dirasakan adalah rasa sesak dan keinginan untuk bersin atau batuk dikarenakan adanya gangguan pada saluran pernafasan. Debu termasuk dalam subtansi yang bersifat toksik dan dapat memberikan efek iritan pada saluran pernafasan (Riyadina, 1996). Untuk menghindari paparan debu di dalam rumah orang tua harus selalu membersihkan rumah secara teratur dan menghindari anak terpapar dari debu di luar lingkungan rumah (Zang, 2004).

Keberadaan anggota keluarga yang terkena ISPA juga sangat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Penyebaran ISPA ditularkan kepada orang lain melalui udara pernafasan atau percikan air ludah. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada diudara terhisap oleh penjamu baru dan masuk ke seluruh saluran pernafasan. Oleh sebab itu salah satu upaya pencegahan ISPA dilakukan dengan menutup mulut pada waktu bersin untuk mennghindari penyebaran kuman melalui udara, membuang dahak pada tempat yang seharusnya (WHO, 2007).


(32)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka penelitian yang dilakukan pada penelitian ini mengambarkan hubungan peran orang tua dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan. Peran orang tua dalam penelitian ini menjadi variabel bebas sedangkan kekambuhan ISPA menjadi variabel terikat. Secara skematis kerangka penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema 1.1 Kerangka Konsep pengaruh peran orang tua dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan

Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada Balita

• Mengetahui penyakit ISPA • Mengatur pola makan • Menciptakan kenyamanan

lingkungan rumah

• Menghindar faktor pencetus

Kekambuhan ISPA pada balita

1. Tidak kambuh 2. Kambuh


(33)

3.2 Defenisi Operasional Tabel 1.1 Defenisi Operasional No Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur Skala Hasil Ukur 1. Variabel

Independen Peran orang tua

Segala usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk menghindari kekambuhan ISPA pada balita yang terdiri dari mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan, menciptakan lingkungan yang nyaman serta menghindari faktor pencetus. • Mengetahui penyakit ISPA

Peran orang tua dalam mengenal penyakit ISPA yang meliputi tanda, gejala, penyebab dan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya ISPA • Mengatur pola makan Peran orang tua dalam mengatur jenis makan, Kuesioner 27 pertanyaan Kuesioner 6 pertanyaan dengan pilihan ganda dengan kriteria nilai 4 untuk jawaban a, nilai 3 untuk jawaban b, nilai 2 untuk jawaban c dan nilai 1 untuk jawaban d Kuesioner 9 pertanyaan dengan pilihan: 1.Tidak pernah 2.Kadang- kadang Ordinal Ordinal Ordinal 81-108 = Baik 54-80 = Cukup 27-53 = Kurang 18-24 = Baik 12-17 = Cukup 6-11 = Kurang 27-36 = Baik 18-26 = Cukup 9-14


(34)

Variabel Dependen Kekambuhan ISPA jumlah makanan, serta frekuensi makan anak sehingga anak mempunyai gizi yang seimbang. • Menciptakan kenyamanan lingkungan rumah

Peran orang tua dalam mengatur situasi rumah agar tidak mengganggu kesehatan penghuninya diantaranya ventiklasi dan kepadatan hunian. • Menghindari faktor pencetus Peran orang tua dalam menghindari faktor yang mempermudah ballita terkena ISPA diantaranya debu dan asap baik didalam rumah maupun diluar rumah Balita yang mengalami tanda-tanda klinis penyakit ISPA 3.Sering 4.Selalu Kuesioner 3 pertanyaan dengan pilihan: 1.Tidak pernah 2.Kadang- kadang 3.Sering 4.Selalu Kuesioner 9 pertanyaan dengan pilihan: 1.Tidak pernah 2.Kadang- kadang 3. Sering 4.Selalu Kuisioner 1.Tidak kambuh 2.kambuh Ordinal Ordinal Nominal = Kurang 9-12 = Baik 6-8 = Cukup 3-5 = Kurang 27-36 = Baik 18-26 = Cukup 9-17 = Kurang 1.Tidak kambuh 2.Kambuh


(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Martubung Medan.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak yang menderita ISPA pada bulan Maret-Mei 2009 dan pernah berobat ke puskesmas dengan masalah ISPA dan di dapat jumlahnya 116 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Dempsey, 2002). Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Sampling. Namun dalam pengumpulan data, tidak semua orang tua balita bersedia menjadi responden. Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini hanya berjumlah 107 orang. Dalam penelitian ini responden harus memenuhi kriteria sebagai berikut:


(36)

a. Orang tua yang mempunyai anak balita yang pernah menderita ISPA dan berobat ke puskesmas Martubung pada bulan Maret-Mei 2009

b. Bersedia menjadi responden

c. Dapat membaca dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. 4.3 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Martubung Medan dengan alasan bahwa wilayah kerja puskesmas Martubung berada di wilayah kawasan pabrik dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya terkait dengan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2009.

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan etik. Setelah mendapatkan surat izin untuk melaksanakan penelitian dari dinas kesehatan kota Medan, peneliti meminta izin kepada kepala puskesmas Martubung Medan. Setelah mendapatkan data dan alamat-alamat pasien yang pernah menderita ISPA, peneliti kemudian mendatangi rumah calon responden. Peneliti kemudian memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur palaksanaan penelitian. Responden yang bersedia dipersilahkan menandatangani informed consent. Responden juga diberi penjelasan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen dan yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.


(37)

4.5 Instrumen penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti yang terdiri dari 2 bagian yaitu data demografi klien dan kuisioner peran orang tua. Pada bagian pertama terdiri dari data demografi klien yang meliputi umur, pendidikan, suku, status perkawianan, pekerjaan, riwayat anak penderita ISPA dan umur anak saat menderita ISPA. Bagian kedua berupa kuisioner peran orang tua terhadap upaya pencegahan kekambuhan ISPA yang berisi 27 pertanyaan, yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana peran orang tua terhadap upaya pencegahan ISPA yang berulang kepada anak balita. Untuk melihat peran orang tua dalam hal mengetahui penyakit ISPA peneliti memberi kuisioner yang terdiri dari 6 pertanyaan dengan pilihan ganda. Setiap jawaban diberi nilai. Jawaban a diberi nilai 4, jawaban b diberi nilai 3, jawaban c diberi nilai 2 dan jawaban d diberi nilai 1. untuk melihat peran oaran tua dalam hal mengatur pola makan, menciptakan kenyamanan lingkungan dan menghindari faktor pencetus, peneliti memberikan kuisioner dengan pilihan jawaban yang diberikan menggunakan skala likert yaitu tidak pernah nilai 1, kadang-kadang nilai 2, sering nilai 3 dan selalu nilai 4.

Untuk melihat peran orang tua terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung dilakukan pengolahan data dengan statistik deskriptif yang terdiri dari frekuensi dan persentase.

Untuk menghitung panjang kelas dalam penelitian ini, maka digunakan rumas Sudjana (2005) yaitu:


(38)

Rentang 108-27 81

P = = = = 27 Banyak kelas 3 3

Rentang kelas adalah nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Rentang kelas yang diperoleh adalah 81 dan banyak kelas dalam penelitian ini adalah 3 kelas yaitu baik, cukup dan kurang. Sehingga diperoleh nilai P = 27. Dari perhitungan ini maka peran orang tua terhadap kejadian ISPA pada balita dikategorikan baik apabila skor 81-108 diberi kode 3, dikategorikan cukup apabila skor 54-80 diberi kode 2, dikategorikan kurang apabila skor 27-53 diberi kode 1.

4.6 Uji Validitas dan Reabilitas 4.6.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan kemampuan instrumen pengumpulan data untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan data yang relevan dengan apa yang sedang diukur (Dempsey, 2002). Untuk menguji validitas pengukuran pada penelitian ini digunakan validitas isi yaitu validitas berdasarkan tinjauan pustaka. Selanjutnya dikonsultasikan kepada yang berkompeten dibidang tersebut (Setiadi, 2007).

Uji validitas dilakukan oleh Bagian Keperawatan Anak Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu Nur Asnah S.Kep, Ns, M.Kep. Oleh beliau, peneliti diarahkan untuk memperbaiki instrumen penelitian sesuai dengan tinjauan pustaka agar dicapai nilai valid dari instrumen penelitian. Hasil uji validitas instrumen penelitian adalah 0,78.


(39)

4.6.2 Uji Reliabilitas

Kuisioner peran orang tua terhadap upaya pencegahan kekambuhan ISPA dibuat oleh peneliti sendiri, oleh karena itu penting dilakukan uji reliabilitas. Uji Reliabilitas instrument adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Dalam penelitian ini digunakan reliabilitas konsistensi internal karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya pemberian instrument hanya satu kali dengan bentuk instrument kepada satu subjek studi (Dempsey & Dempsey, 2002).

Uji reliabilitas pada instrument hubungan peran orang tua terhadap kekambuhan ISPA dilakukan pengumpulan data terhadap 15 orang responden yaitu kepada orang tua yang membawa balita kepuskesmas Martubung Medan pada bulan Juni dengan keluhan ISPA yang memenuhi kriteria sampel. Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan formula Cronbach Alpha dalam system komputerisasi, sehingga diperoleh hasil 0,83. Menurut Polit & Hungler (1999) menyatakan bahwa suatu instrument dikatakan reliable jika memiliki nilai reliabilitas > 0,7. Oleh karena itu, instrumen dalam penelitian ini dikatakan reliabel.

4.7 Pengumpulan Data

Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian melalui bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU dan Dinas Kesehatan Kota Medan. Setelah mendapatkan surat izin peneliti menyampaikan


(40)

surat izin penelitian ke Puskesmas Martubung Medan. Setelah itu peneliti langsung mengumpulkan data kerumah masing-masing responden sesuai dengan alamat-alamat yang diperoleh peneliti dari puskesmas Martubung Medan. penelitian dilakukan pada pagi hari sampai dengan sore hari selama 3 minggu. Setelah mendapatkan calon responden, peneliti menjelaskan tujuan, manfaat penelitian serta proses pengisian kuisioner. Kemudian calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden dalam penelitian ini. Responden yang menolak tidak dipaksa untuk mengisi kuisioner. Responden yang menolak karena ada kecurigaan kepada peneliti dan alasan orang tua sibuk bekerja. Responden yang bersedia diminta untuk mengisi kuisioner yang diberikan peneliti selama ± 15 menit. Responden diberi kesempatan bertanya selama pengisian kuisioner tentang hal yang tidak dimengerti sehubungan dengan pertanyaan yang ada dalam kuisioner. Setelah responden mengisi seluruh kuisioner penelitian, peneliti terlebih dahulu memeriksa kelengkapan jawaban responden sesuai dengan pertanyaan kuisioner kemudian seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

4.8 Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka penelitian melakukan analisi data melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data responden dan memastikan bahwa semua jawaban terisi. Setelah itu menklarifikasi data dengan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan tehnik komputerisasi SPSS.


(41)

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Statistik Univariat

Statisitik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian (Polit & Hungler, 1999). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa variabel independen yaitu data demografi dan peran orang tua dan variabel dependen yaitu kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan. Analisa variabel peran orang tua dan kejadian ISPA dianalisis dengan menggunakan skala ordinal dan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.

2. Statistik Bivariat

Statistik bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis hubungan antara variabel. Untuk melihat hubungan antara variabel independen (peran orang tua ) dan variabel dependen (kekambuhan ISPA), akan digunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Maka hasil diinterpretasikan dengan

membandingkan nilai p dengan nilai α. Bila p < α maka keputusannya Ha gagal ditolak. Bila p > α maka keputusannya Ha ditolak.


(42)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian mengenai hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan. Penelitian ini dimulai pada tanggal 19 Oktober – 14 November 2009 di daerah Martubung Medan dengan jumlah responden 107 orang.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dibagi atas tiga bagian, yaitu data demografi responden, kekambuhan ISPA pada balita serta peran orang tua dalam pencegahan ISPA yang seterusnya dianalisa ada atau tidaknya hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita.

5.1.1 Distribusi Karakteristik Responden

Berdasarkan usia sebagian besar responden berada dalam kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 55 orang (51,40%), tingkat pendidikan SLTA sebanyak 60 orang (56,07%), pekerjaan IRT sebanyak 70 orang (65,42%) dan penghasilan rata-rata dibawah 900.000 sebanyak 37 orang (34,57%).


(43)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n= 107)

No Karakteristik Frekuensi Persentase

1 Umur

21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 55 43 9 51,40 40,18 8,41 2 Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi 2 12 28 60 15 1,86 11,21 26,16 56,07 4,67 3 Pekerjaan

IRT Wiraswasta Pegawai Swasta PNS TNI 70 21 7 8 1 65,42 19,62 6,54 7,47 0,93 4 Penghasilan

< Rp900.000

Rp 900.000-Rp 1.300.000 Rp1.300.000-Rp1.800.000 > Rp 1.800.000

37 31 16 23 34,57 28,97 14,95 21,49

5.1.2 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA

Peran orang tua dalam pencegahan ISPA dibagi dalam 4 bagian yaitu mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan, menjaga kenyamanan lingkungan serta menghindari faktor pencetus.

Berdasarkan hasil analisa data sebanyak 15 responden (14%) memiliki pengetahuan yang kurang mengenai ISPA, sebanyak 53 responden (49,5 %) memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ISPA, sebanyak 39 responden (36,4%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai ISPA.

Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui peran orang tua dalam hal mengatur pola makan balita maka diperoleh hasil sebanyak 1


(44)

responden (0,9%) memiliki peran yang kurang dalam mengatur pola makan anak, sebanyak 44 responden (41,1%) rsponden memiliki peran yang cukup dalam mengatur pola makan serta sebanyak 62 responden (57,9) memiliki peran yang baik dalam mengatur pola makan balita

Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui peran orang tua dalam hal menjaga kenyamanan lingkungan maka diperoleh hasil sebanyak 10 responden (9,34%) memiliki peran yang kurang dalam menjaga kenyamanan lingkungan, sebanyak 44 responden (41,12%) memiliki peran yang cukup dalam menjaga kenyamanan lingkungan dan sebanyak 53 responden (49,52%) memiliki peran yang baik dalam menjaga kenyamanan lingkungan.

Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui peran orang tua dalam hal menghindari faktor pencetus maka diperoleh hasil sebanyak 2 responden (1,86%) memiliki peran yang kurang dalam menghindari faktor pencetus, sebanyak 57 responden (53,27%) memiliki peran yang cukup dalam menghindari faktor pencetus dan sebanyak 48 responden (44,85%) memiliki peran yang baik dalam menghindari faktor pencetus.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan maka frekuensi dan persentase peran orang tua dalam pencegahan ISPA secara keseluruhan:

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentasi peran orang tua dalam pencegahan ISPA (n=107)

No Peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA

Frekuensi Persentase

1 Kurang 0 0

2 Cukup 71 66,35%


(45)

Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengukur peran orang tua dalam pencegahan ISPA, maka peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan mayoritas dikategorikan cukup (66,35%).

5.1.3 Riwayat Kekambuhan ISPA

Tabel 5.3 memperlihatkan riwayat mengalami kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa balita yang mengalami kekambuhan ISPA sebanyak 85 orang (79,4%) sedangkan balita yang tidak mengalami kekambuhan ISPA sebanyak 22 orang (20.6%). Balita yang menderita ISPA 3 kali dalam setahun terdapat 15 balita (15,88%), balita yang menderita ISPA 4 kali dalam setahun terdapat 26 balita (24,29%), balita yang menderita ISPA 5 kali dalam setahun terdapat 7 balita (6,54%), balita yang menderita ISPA 6 kali dalam setahun terdapat 16 balita (14,95%), balita yang mengalami ISPA 12 kali dalam setahun terdapat 13 balita (12,14%) dan balita yang menderita ISPA 24 kali dalam setahun terdapat 7 balita (6,54%). Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase balita yang mengalami kekambuhan

ISPA di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan (n=107) No Pengalaman kekambuhan Frekuensi Persentase 1

2

Kambuh Tidak Kambuh

85 22

79,4 20,6


(46)

5.1.4 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita diwilayah kerja puskesmas Martubung Medan.

Analisa hubungan peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita diukur dengan menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian didapat p=0,038 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita.

Tabel 5.4 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita diwilayah kerja puskesmas Martubung Medan.

Peran Kekambuhan Total OR

(95%CI) P Value Kambuh Tidak kambuh

n % n % n %

Cukup Baik 61 24 71,8 28,2 10 12 45,5 54,5 71 36 66,4 33,6 3,050 1,1-7,9 0,038 Jumlah 75 100 22 100 107 100

Hasil analisis hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan diperoleh nilai p= 0,038 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kekambuhan ISPA pada balita antara orang tua yang berperan baik dengan orang tua yang berperan cukup (ada hubungan yang sifnifikan antara peran orang tua dengan kekambuhan ISPA pada balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=3,050, artinya balita yang orang tuanya berperan cukup dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mempunyai peluang 3,05 kali terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang orang tuanya berperan baik.


(47)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 39 responden (36,4%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai ISPA, sebanyak 53 responden (49,5 %) memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ISPA dan sebanyak 15 responden (14%) memiliki pengetahuan yang kurang mengenai ISPA. Masih adanya orang tua yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang informasi ISPA kemungkinan karena responden tidak mendapatkan informasi yang lengkap dari petugas kesehatan puskesmas serta penyuluhan tentang ISPA tidak pernah dilakukan didaerah mereka. Disamping itu, masih ada responden yang memiliki pendidikan yang rendah yakni responden yang tidak sekolah terdapat sebanyak 2 responden (1,86%), responden yang hanya menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Dasar terdapat 12 responden (11,21%) dan responden yang menyelesaikan pendidikan ditingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) terdapat 28 orang (26,16%) sehingga para orang tua memiliki informasi yang kurang mengenai ISPA.

Handayani (2008) mengatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang ISPA sangat penting karena berhubungan erat dengan perawatan balita didalam rumah untuk mencegah kekambuhan serta mencegah komplikasi dari ISPA. Hasil penelitian Ayu (2006) juga menyatakan bahwa pengetahuan orang tua yang baik sangat perlu untuk mengurangi frekuensi kejadian ISPA pada balita.

Berdasarkan hasil penelitian peran orang tua dalam hal mengatur pola makan balita maka diperoleh hasil sebanyak 62 responden (57,9) memiliki peran


(48)

yang baik dalam mengatur pola makan balita, sebanyak 44 responden (41,1%) memiliki peran yang cukup dalam mengatur pola makan dan sebanyak 1 responden (0,9%) memiliki peran yang kurang dalam mengatur pola makan anak.

Peran orang tua dalam hal mengatur pola makan balita bertujuan untuk pemenuhan nutrisi balita. Balita yang pernah terserang infeksi memiliki daya tahan tubuh yang lemah karena protein yang tersimpan didalam tubuhnya akan berkurang disebabkan meningkatnya eksisi nitrogen melalui kencing selama proses infeksi. Balita yang memiliki nutrisi yang baik akan memiliki status gizi yang baik sehingga memiliki daya tahan terhadap penyakit (Solihin, 2003; Almatsier, 2001). Thamrin (2001) dan Arsyad (2003) mengatakan bahwa status gizi merupakan faktor resiko yang paling dominan mempengaruhi ISPA pada balita hal ini dibukt ikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Balita yang memiliki status gizi yang buruk sekitar 71,50% mengalami ISPA.

Berdasarkan hasil penelitian, peran orang tua dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan maka diperoleh hasil sebanyak 53 responden (49,52%) memiliki peran yang baik dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah, sebanyak 44 responden (41,12%) memiliki peran yang cukup dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah dan sebanyak 10 responden (9,34%) memiliki peran yang kurang dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah. Dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan rumah masih ada responden yang tidak pernah mengatur kepadatan kamar balita sebanyak 31 responden (28,97%), serta masih ada orang tua yang tidak pernah membuka jendela sebanyak 9 responden (8,41%). Dengan kondisi rumah yang padat serta tidak memiliki sirkulasi udara


(49)

yang lancar akan menyebabkan meningkatnya kuman patogen didalam rumah. Sirkulasi udara yang tidak lancar serta kurangnya cahaya yang masuk kedalam rumah akan meningkatkan kelembaban rumah sehingga menjadi media yang baik untuk pekembangan bakteri dan patogen (Notoatmojo, 1997).

Menurut Lubis (1989) pemeliharaan lingkungan rumah yang baik di dalam maupun di luar rumah harus tetap dijaga supaya tetap sehat, karena pemeliharaan rumah dapat mempengaruhi kesehatan penghuninya. Segala fasilitas yang tersedia apabila tidak terpelihara dengan baik dapat menjadi media bagi penyakit. Pemeliharaan lingkungan rumah dengan cara memelihara kebersihan, mengatur kepadatan rumah, mengatur pertukaran udara dalam rumah dan mengusahakan sinar matahari masuk kedalam rumah di siang hari dapat menurunkan terjadinya ISPA pada anggota keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian peran orang tua dalam hal menghindari faktor pencetus diperoleh hasil sebanyak 48 responden (44,85%) memiliki peran yang baik dalam menghindari faktor pencetus, sebanyak 57 responden (53,27%) memiliki peran yang cukup dalam menghindari faktor pencetus dan sebanyak 2 responden (1,86%) memiliki peran yang kurang dalam menghindari faktor pencetus. Namun, jika dilihat dari setiap item pertanyaan bahwa masih ada orang tua yang merokok didekat balita ketika berada didalam rumah 73 responden (68,22%), masih menggunakan obat nyamuk bakar setiap kali tidur sebanyak 26 responden (24,49%), orang tua (keluarga) yang tidak menutup mulut ketika bersin dan batuk sebanyak 54 responden(50,46%) dan orang tua (keluarga) yang membuang dahak sembarangan sebanyak 65 responden (60,74%).


(50)

Menurut Aditama (1997) asap dari satu batan rokok mengandung sekitar 4.000 jenis bahan kimia seperti nikotin, gas CO, NOX, Hydrogencianide, Amonia, Acrolen, 4ethylcatecnol, artoresol, perylen, dan lain-lain. Asap yang berterbangan juga mengandung bahan yang berbahaya, dan apabila asap itu dihisap oleh orang yang berada disekitar perokok maka orang itu juga akan menghisap bahan kimia berbahaya kedalam dirinya, walaupun ia sendiri tidak merokok. Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernafasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernafasan. Gas berbahaya dalam rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan diparu-paru (Dachroni, 2002). Sedangkan efek penggunaan obat nyamuk bakar maupun semprot yang bisa dirasakan langsung akibat obat anti nyamuk bakar maupun semprot akan berbeda pada setiap anak. Tetapi umumnya anak akan merasa sesak nafas, batuk-batuk, pusing, mual dan bahkan pingsan (Sastrawijaya, 2000) .

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang ditularkan melalui udara. Oleh karena itu, orang tua maupun anggota keluarga yang lain sangat dianjurkan untuk menutup mulut ketika bersin dan batuk serta diharapkan untuk tidak membuang dahak sembarangan, karena


(51)

kuman yang terkandung didalam dahak tersebut jika mengering akan beterbangan diudara sehingga berbahaya jika dihirup.

Berdasarkan hasil penelitian, peran orang dalam pencegahan ISPA di wilayah kerja puskesmas Martubung medan sebanyak 71 responden (66,35%) berperan cukup dan 36 responden (33,64%) berperan baik. Ini menunjukkan bahwa orang tua yang berada didalam lingkungan wilayah kerja puskesmas Martubung Medan sudah berperan dengan hampir baik dan tidak ada orang tua yang memiliki peran yang buruk dalam mencegah penyakit ISPA. Hal ini dimungkinkan karena orang tua sudah menyadari pentingnya peran orang tua dalam pencegahan penyakit infeksi pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yamin (2007) diwilayah kerja puskesmas Najung Mekar kabupaten Bandung yang mengatakan bahwa orang tua sudah memiliki peran yang baik (55,17%) dalam pencegahan ISPA.

5.2.2 Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Dari hasil pengumpulan data diperoleh bahwa sebanyak 85 balita (79,43%) mengalami kekambuhan ISPA, sedangkan 22 balita (20,56%) tidak mengalami kekambuhan ISPA. Balita yang menderita ISPA 3 kali dalam setahun terdapat 15 balita (15,88%), balita yang menderita ISPA 4 kali dalam setahun terdapat 26 balita (24,29%), balita yang menderita ISPA 5 kali dalam setahun terdapat 7 balita (6,54%), balita yang menderita ISPA 6 kali dalam setahun terdapat 16 balita (14,95%), balita yang mengalami ISPA 12 kali dalam setahun


(52)

terdapat 13 balita (12,14%) dan balita yang menderita ISPA 24 kali dalam setahun terdapat 7 balita (6,54%).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) kambuh definisikan sebagai kondisi jatuh sakit lagi yang biasanya lebih parah dari dahulu. Dalam Raharjoe (2008) dikatakan bahwa angka kekambuhan ISPA pada balita di negara berkembang 2-10 kali lebih tinggi dari pada di negara maju. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki angka kekambuhan ISPA yang cukup tinggi. Dalam satu tahun rata-rata anak balita di perkotaan menderita ISPA 6-8 kali sedangkan balita yang tinggal di pedesaan dapat terkena ISPA 3-5 kali.

5.2.3 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan.

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang paling sering dialami oleh balita dan masih menempati urutan pertama dari keseluruhan penyakit infeksi yang terjadi dimasyarakat.. Angka kejadian ISPA yang masih tinggi pada balita disebabkan oleh tingginya frekuensi kejadian ISPA pada balita. Dalam satu tahun rata-rata seorang anak di pedesaan dapat terserang ISPA 3-5 kali, sedangkan di daerah perkotaan sampai 6-8 kali. Oleh sebab itu diperlukan peran orang tua dalam pencegahan ISPA. Orang tua yang memiliki peran yang baik diharapkan dapat mencegah kekambuhan ISPA.

Hasil analisis hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan


(53)

diperoleh nilai p= 0,03 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kekambuhan ISPA pada balita antara orang tua yang berperan baik dengan orang tua yang berperan cukup (ada hubungan yang sifnifikan antara peran orang tua dengan kekambuhan ISPA pada balita).

Orang tua berperan dalam upaya meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko timbulnya penyakit bagi para anggota keluarga yang tujuannya adalah melindungi keluarga dari penyakit tertentu dan mengurangi kemungkinan mereka mendapat penyakit atau masalah kesehatan (Friedman, 1998). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran orang tua yang baik dalam pencegahan ISPA dapat mencegah kekambuhan ISPA (ISPA berulang) pada balita.

Upaya pencegahan yang dilakukan oleh orang tua seperti mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan, menciptakan kenyamanan lingkungan, dan menghindari faktor pencetus merupakan hal yang sangat mendasar untuk mencegah kekambuhan ISPA pada balita serta relevan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli sebelumnya. Ayu (2006) mengatakan bahwa pengetahuan ibu (p=0,01) memiliki pengaruh terhadap kejadian ISPA. Pengetahuan yang baik yang dimiliki oleh orang tua akan membantu orang tua dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh keluarga dan meningkatkan tingkat peran keluarga dalam pencegahan suatu penyakit (Friedman, 1998).

Peran orang tua dalam hal pengaturan makanan juga sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita. Orang tua yang mengatur pola makan dengan baik akan mempengaruhi status gizi balita. Hasil penelitian yang dilakukan


(54)

Muluki (2003) dan Kistyoko (2001) mengatakan bahwa status gizi balita berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita (p=0,000). Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja dan daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal.

Peran orang tua dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan rumah juga memiliki hubungan dengan kejadian ISPA. Menurut Yusup (2004) kenyamanan kingkungan (ventilasi, kepadatan hunian, penerangan alamiah) memiliki pengaruh yang sangat penting (p=0,000) dan untuk peran orang tua dalah hal menghindari faktor pencetus juga berpengaruh terhadap kejadian ISPA. Balita yang tinggal dirumah yang padat dan ventilasi yang tidak baik akan mengalami resiko terkena ISPA 2, 22 kali dibandingkan dengan balita yang tinggal dilingkungan yang tidak padat dan ventilasi yang baik.Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Riswandi (2002) bahwa kebiasaaan orang tua dalam membuka jendela memiliki hungan dengan kejadian ISPA di kecamatam Parung- Jawa Barat.

Peran orang tua dalam hal menghindari fakor pencetus juga memiliki hubungan dengan kejadian ISPA. Menurut Suhandayani (2007) dan parulian (2002) asap dan debu memiliki pengaruh terhadap kejadian ISPA (p=0,000). Asap rokok dan debu masuk kedalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan sehingga dapat mengiritasi saluran pernafasan. Oleh karena itu, orang tua sangat


(55)

dianjrkan untuk menghindari balita terpapar dengan debu dan asap baik didalam maupun diluar rumah.


(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan usia sebagian besar responden berada dalam kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 55 orang (51,40%), tingkat pendidikan SLTA sebanyak 60 orang (56,07%), pekerjaan IRT sebanyak 70 orang (65,42%) dan penghasilan rata-rata dibawah 900.000 sebanyak 37 orang (34,57%).

2. Berdasarkan hasil analisa data diperoleh bahwa pengetahuan orang tua tentang ISPA berada dalam kategori cukup, peran orang tua dalam hal mengatur pola makan berada dalam kategori baik (57,9%), peran orang tua dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan berada dalam kategori baik (49,54%) serta peran orang tua dalam hal menghindari faktor pencetus berada dalam kategori cukup (53,27%). Sehingga secara keseluruhan peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan berada dalam kategori cukup (66,35%).

3. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas balita mengalami kekambuhan ISPA dalam satu tahun. Rata-rata dalam setahun balita mengalami kekambuhan ISPA sebanyak 4 kali (24,29%).

4. Hubungan antara peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan mempunyai hubungan yang bermakna (p= 0,038) dan nilai OR= 3,050 artinya balita yang orang tuanya berperan cukup dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mempunyai peluang 3,05 kali


(57)

terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang orang tuanya berperan baik dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

6.2. Saran

6.2.1 Praktek Keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat seharusnya tidak hanya terfokus kepada pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif, tetapi juga harus memperhatikan pelayanan kesehatan yang bersifat preventif yaitu dengan memberikan penyuluhan (informasi). Dengan pemberian informasi yang lengkap mengenai ISPA, maka orang tua dapat mengetahui penyebab, tanda dan gejala ISPA serta cara pencegahan ISPA. Dengan mengetahui cara pencegahan yang tepat maka orang tua dapat berperan dengan baik dalam perawatan balita sehingga dapat menghindari kekambuhan ISPA.

6.2.2 Pendidikan Keperawatan

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa mayoritas balita dalam satu tahun masih mengalami kekambuhan ISPA yaitu rata-rata 4 kali dalam setahun. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=3,050, artinya balita yang orang tuanya berperan cukup dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mempunyai peluang 3,05 kali terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang orang tuanya berperan baik. Dengan adanya cakupan materi tentang cara pencegahan ISPA pada balita serta pentingnya peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA akan mendorong mahasiswa keperawatan untuk


(58)

mengemukakannya dalam kegiatan praktek keperawatan, seperti mendorong ibu untuk meningkatkan pengetetahuan tentang ISPA, memberikan makanan yang bergizi serta membersihkan lingkungan rumah.

6.2.3 Riset Keperawatan

Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan agar dapat meneliti hubungan karakteristik balita (berat badan lahir, status imunisasi status gizi) dan karakteristik orang tua (pendidikan, status ekonomi, pekerjaan) dengan kekambuhan ISPA pada balita.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, M. (1991). Faktor-Faktor Penyebab ISPA dalam Lingkungan Rumah Tangga di Jakarta. Di buka dari situs c.id./opac/themes/libri2

Agustama. (2005). Kajian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Kota Medan dan Deli Serdang Tahun 2005. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia

Amin, M. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press.

Amin, M. (1996). Polusi, dan Alfa- Udara, Rokok 1-Antripsi. Surabaya: Airlangga University Pess.

Anwar. (2003). Korelasi Kondisi Perumahan dan Penggunaan Bahan Bakar Biomassa dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita. Di buka dari situs http:

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Astuti, Y. (2006). Faktor Resiko Kualitas Fisik Rumah terhadap Penderita ISPA pada Balita di Kabupaten Purworejo. Di buka dari situs http:

Dempsey, D.A dan Dempsey. (2002). Riset Keperawatan Buku Ajar dan Latihan . Jakarta: EGC

Depkes. (2004). Angka Kematian Bayi Masih Tinggi. Di buka dari situs

______. (2004). Etiologi ISPA dan Pneumonia. Di buka dari situs


(60)

Dewa, D. (2001). Hubungan Perawatan di Rumah terhadap Perubahan Status ISPA bukan Pneumonia menjadi Pneumonia di Kabupaten Kota Baru.

Di buka dari situs http:

1383

Djaja, S et al (2001). Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita. Buletin Peneliti Kesehatan Vol. 29, No.1

Friedman. (1998). Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC Laporan Puskesmas Martubung Tahun 2008

Laporan Puskesmas Martubung Tahun 2009

Lubis, P. (1989). Perumahan Sehat. Jakarta: Depkes RI

Muluki, M. (2003). Analisa Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Terjadinya Penyakit ISPA di Puskesmas Palantaro Kecamatan Mallusetasi

Kabupaten Baru Tahun 2002-2003. Di buka dari situs

http: Noor, N (2006) Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka Cipta Parulian, S. (2002) Debu Particular Udara Rumah Tinggal dan Kejadian ISPA

pada Balita di Kelurahan Cakung Timur Kota Jakarta Timur. Di buka

dari situs http:/www.digilub.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=77538&loka

si=lokal

Polit, D.F & Huengler, B.P. (1999). Nursing Reseach: Principles and Methods Fifth Editin. Philadelphia: J.B. Lippincot Company

Purnomo, H. (2001). Hubungan Kadar Debu Total dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Kecamatan Genuk Kota Semarang. Di buka dari situs

Riyadina, W. (1996). Efek Biologis dari Paparan Debu. Media Pemelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vol. 6. No.1.

Santoso, S & Ranti, A.L. (1999). Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu


(61)

Sofiana. (2008). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Pola Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita. Di buka dari

Suhandayani, I. (2006). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati. Di buka dari situs

Sulistijani, D.A. & Herlianty, M.P. (2001). Menjaga kesehatan bayi dan Balita. Jakarta: Puspa Swara

Suwardi. (2001). Pola Penyakit Anak Balita Penderita Gizi Buruk. Dibuka dari situs

Syahril. (2006). Analisa Kejadian Pneumonia dan Faktor yang Mempengaruhinya serta Cara Penanggulangan pada Anak Balita Pasca Gempa Bumi di Banda Aceh Tahun 2006. Tesis FKM. USU

Thamrin, A. (2000). Faktor Determinan Kejadian Infeksi Sakuran Pernafasan Akut Anak Balita di Kecamatan Bantimurung Kecamatan Maros.

Wahyuni, C. (2004). Faktor Lingkungan dan Karakteristik Santri Terhadap Kejadian ISPA di Pondok Pesantren. Majalah Kesehatan Masyarakat. Volume VIII.No. 2.

WHO. (2003). Penenganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang. Pedoman untuk Dokter dan Petugas Kesehatan Senior. Jakarta: EGC.

Yamin, Ahmad. (2008). Kebiasaan Ibu dalam Pencegahan Primer Penyakit ISPA pada Balita Non Gakin di Desa Nanjung Mekar Wilayah Kerja Puskesmas Nanjung Mekar Kabupaten Bandung. Di buka dari situs http:/www.pustaka.unpad.ac.id/upcontent/uploads/2009/07/kebiasaan ibu pdf.

Yunus, et al (1992). Pulmonologi Klinik. Jakarta: FK UI

Yusup, N. (2004). Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kesling. Vol 6. No.1

Yuwono, D. (2007). Besaran Penyakit ISPA pada Balita di Indonesia. Di buka dari situs


(62)

Kode Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan

Saya Eva Maretta, NIM 051101050, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU. Saat ini sedang melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung.

Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaannya untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Jika bersedia dimohon mengisi lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan yang telah disediakan.

Penelitian ini tidak berdampak negatif pada orang tua sebagai responden. Identitas orang tua dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Terimakasih atas partisipasinya.

Medan, Oktober 2009

Peneliti Responden


(63)

INSTRUMEN PENELITIAN

Kode :

Tanggal/Waktu : Petunjuk Umum pengisian

1. Orang tua diharapkan bersedia menjawab semua pertanyaan yang tersedia dilembar kuisioner

2. Tuliskan tanda checklist (√) pada kotak, untuk pilihan jawaban yang tepat menurut saudara pada pertanyaan A (data demografi).

3. Tuliskan tanda checklist (√) pada kolom, untuk pilihan jawaban yang tepat menurut saudara pada pertanyaan B(kuisioner pilihan).

Pertanyaan

A. Data Demografi 1. Initial :

2. Umur :

3. Pendidikan :  Tamat SD  Tamat SMP

 Tamat SLTA  Tamat Perguruan Tinggi  Lain-lain (tuliskan)……….

4. Status Perkawinan :  Menikah  Janda  Duda

7. Pekerjaan :  PNS  Pegawai Swasta  Wiraswasta  TNI/POLRI  Lain-lain (sebutkan)……..


(64)

8. Penghasilan :  dibawah Rp.900.000,- perbulan

 Rp.900.000,- s/d Rp.1.300.000,- perbulan

 Rp.1.300.000,- s/d Rp.1.800.000,- perbulan

 Lebih dari Rp.1.800.000,- perbulan

B. Kuisioner Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). 1. Apakah anak anda menderita ISPA sekarang ?

 Ya

 Tidak

2. Sebelumnya Kapan Menderita ISPA? 3. Berapa kali dalam setahun menderita ISPA?


(65)

C. Kuesioner penelitian peran orang tua dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

I. Mengetahui penyakit ISPA pada anak 1). ISPA adalah

a. Infeksi saluran pernafasan akut yang berlangsung sampai 14 hari b. Infeksi saluran pernafasan atas yang berlangsung sampai 14 hari c. Infeksi saluran pernafasan

d. Tidak tahu

2). Penyebab ISPA adalah

a. Bakteri dan Virus influenza b. Kuman dan polusi udara c. Lingkungan yang kotor d. Tidak tahu

3). Gejala-gejala ISPA adalah a. Batuk, demam, pilek b. Batuk

c. Demam saja d. Tidak tahu

4). Faktor yang mempermudah balita terkena ISPA

a. Balita yang kurang gizi, dan sering menghirup udara yang kotor b. Terhirup asap dan debu dalam rumah dan asap rokok

c. Balita tinggal dilingkungan yang kotor d. Tidak tahu


(66)

5). Cara penularan ISPA adalah

a. Melalui udara dan percikan batuk yang mengandung kuman b. Menghirup udara dari orang yang batuk

c. Kontak tangan dengan dahak yang mengadung virus yang berasal dari penyandang virus

d. Tidak tahu

6). Cara pencegahan ISPA adalah

a. Memberikan makanan yang bergizi, menjaga kenyamanan lingkungan dan menghindari faktor pencetus seperti debu juga asap

b. Menjaga kenyamanan lingkungan seperti kepadatan hunian dan pertukaran udara

c. Menjaga kebersihan pribadi d. Tidak tahu


(1)

5). Cara penularan ISPA adalah

a. Melalui udara dan percikan batuk yang mengandung kuman b. Menghirup udara dari orang yang batuk

c. Kontak tangan dengan dahak yang mengadung virus yang berasal dari penyandang virus

d. Tidak tahu

6). Cara pencegahan ISPA adalah

a. Memberikan makanan yang bergizi, menjaga kenyamanan lingkungan dan menghindari faktor pencetus seperti debu juga asap

b. Menjaga kenyamanan lingkungan seperti kepadatan hunian dan pertukaran udara

c. Menjaga kebersihan pribadi d. Tidak tahu


(2)

Petunjuk: Beri tanda silang (X) pada kolom jawaban yang tersedia Alternatif jawaban:

1: Tidak pernah 2: Kadang-kadang 3: Sering

4. Selalu

No Pernyataan TP KK SR SL II Mengatur pola makan anak

1. Orang tua memberikan lauk (ikan/telur/tahu/tempe) dalam menu makan

2. Orang tua memberikan sayuran dalam menu makanan

3. Orang tua mengontrol jadwal makan anak

4. Orang tua memberikan asupan cairan diatas 6 gelas setiap hari

5. Orang tua memberi tambahan susu formula untuk mencukupi kebutuhan mineral dan protein

6. Orang tua memberi buah-buahan yang cukup setiap hari


(3)

jajanan anak

8. Orang tua memberi makanan utama anak 3 kali sehari

9. Orang tua tidak memberikan makanan ringan sesaat sebelum waktu makan utama karena akan mengurangi nafsu makan

III. Menciptakan lingkungan yang nyaman 1. Kamar tidur balita di atur dan ditata

agar tidak terlalu padat dari barang-barang yang tidak diperlukan

2. Orang tua mengatur kamar balita agar cahaya dan udara dapat masuk dengan bebas

3. Setiap pagi orang tua membuka jendela agar cahaya dapat masuk dan udara dapat bertukar

IV. Menghindar faktor pencetus

1. Orang tua membersihkan lantai rumah setiap hari agar terhindar dari debu


(4)

rumah tangga agar terhindar dari debu 3.Orang tua menhindari agar tidak merokok

didekat balita

4.Orang tua menghindari penggunaan obat nyamuk bakar

5.Orang tua menghindari anak agar tidak lama terpapar dengan asap dan debu di luar rumah

6.Orang tua menganjurkan anggota keluarga yang lain untuk menutup mulut ketika bersin dan batuk

7.Orang tua menganjurkan anggota keluarga yang lain untuk tidak membuang dahak sembarangan

8.Orang tua menjaga anak agar tidak mendekati orang lain yang terkena ISPA 9.Orang tua menganjurkan anak untuk

membersihkan tangan setelah memegang benda yang kotor dan setiap kali ingin makan


(5)

Lampiran

Anggaran Biaya Penelitian

PROPOSAL

Biaya sumber tinjauan pustaka Rp. 200.000,-

Biaya menyelesaikan proposal Rp. 250.000,-

Biaya perbanyakan proposal Rp. 50.000,-

PENGUMPULAN DATA

Izin penelitian Rp. 100.000,-

Transportasi Rp. 200.000,-

Pembuatan instrumen Rp. 100.000,-

Penggandaan kuesioner dan lembar persetujuan Rp. 150.000,-

ANALISA DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN

Biaya print Rp. 100.000,-

Penjilidan Rp. 100.000,-

Penggandaan laporan penelitian Rp. 200.000,-


(6)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Eva Maretta Habeahan

Tempat/Tanggal Lahir : Pisang Masak, 27 Maret 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : JI. Sibolga Barus Km 24 Sorkam Sibolga, Tap-Teng

Riwayat Pendidikan : 1. SD Naipospos Barat No. 157631 (1993-1999) 2. SLTP Negeri 2 Sorkam (1992-2002)

3. SMU RK Bintang Timur (2002-2005) 4. Fakultas Keperawatan USU (2005-2009)


Dokumen yang terkait

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Hubungan Karakteristik Individu dengan Tindakan Ibu dalam Pencegahan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas Amplas Tahun 2005

6 50 96

Gambaran Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2005

1 41 79

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya

0 38 8

Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik

0 14 125

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLAL

0 2 16

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dengan Perilaku Pencegahan Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto Ii Kabupaten Pe

0 2 16

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN PERILAKU Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dengan Perilaku Pencegahan Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto Ii Ka

0 2 13

Pengaruh Merokok Dalam Keluarga Terhadap Prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jajaway.

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA - HUBUNGAN FAKTOR KARAKTERISTIK BALITA DAN PERILAKU PENCEGAHAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS SUMBANG II KECAMAT

0 0 20