IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR JALUR SESAR OPAK DI DUSUN PATEN DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE.

(1)

vii

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR JALUR SESAR OPAK DI DUSUN PATEN DENGAN METODE

GEOLISTRIK KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE Oleh:

Maria Widyati Lisia Rini Nabiada NIM.11306144043

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran nilai resistivitas dan mengetahui struktur bawah permukaan di sekitar jalur sesar Opak di Dusun Paten berdasarkan data geolistrik. Lokasi penelitian terletak di Dusun Paten, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Yogyakarta pada koordinat geografis 7o 56’34,2’’LS sampai 7o56’54,94’’LS dan 110o21’38,44’’BT sampai 110o21’58,22’’ BT.

Metode yang digunakan adalah metode geolistrik dengan konfigurasi dipole-dipole yang didasarkan pada nilai resistivitas batuan. Pengambilan data menggunakan alat resistivitymeter jenis Naniura NRD 22 S. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 lintasan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai resistivitas pada lintasan 1 berkisar antara 0,056-2000 Ωm, lintasan 2 berkisar antara 0,705-2700 Ωm, dan lintasan 3 berkisar antara 2,16 -1300 Ωm. Struktur bawah permukaan di sekitar jalur sesar Opak di Dusun Paten didominasi oleh batu lempung dengan nilai resistivitas 1-100 Ωm, batu gamping dengan resistivitas 500-10000 Ωm, dan endapan aluvium dengan resistivitas 1-20 Ωm.


(2)

vii

IDENTIFICATION OF UNDERGROUND STRUCTURE OF OPAK FAULT LINE IN PATEN SUBVILLAGE WITH GEOELECTRIC

METHOD USING DIPOLE-DIPOLE CONFIGURATION By:

Maria Widyati Lisia Rini Nabiada 11306144043

ABSTRACT

This research was aimed to determine the distribution of resistivity value and to identify underground structure of Opak fault line in Paten subvillage using geoelectric data. Research location was located in Paten subvillage, Srihardono village, Pundong subdistrict, Yogyakarta. It has geographical coordinates of 7o 56’34,2’’S to 7o56’54.94’’S and 110o21’38.44’’E to 110o21’58.22’’E

.

The method used was geoelectric method with dipole-dipole configuration based on resistivity value of rocks. Data acquisition used Naniura NRD 22 S resistivitymeter. The measurements were conducted for 3 lines.

The results showed that the value of resistivity for first line is between 0.056 to 2000 Ωm, second line was about 0.705 to 2700 Ωm, and for third line was about 2.16 -1300 Ωm. Subsurface structure in Opak fault line in Paten is dominated by clay with resistivity value of 1-100 Ωm, limestone with resistivity value of 500-10000 Ωm and alluvium with resistivity value of 1-20 Ωm .

Keywords: geoelectric method, dipole-dipole configuration, Opak fault, Paten subvillage


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan lempeng Pasifik di bagian Timur (Ibrahim, 2005). Peta tektonik kepulauan Indonesia dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 1. Wilayah yang rawan dan sering terjadi gempa bumi umumnya memiliki kesamaan letak geografis dengan zona tumbukan lempeng. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu wilayah yang dekat dengan zona tumbukan lempeng. DIY juga merupakan bagian dari jalur gempa bumi yang terbentang dari Pulau Sumatra, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara.

Gambar 1. Peta Tektonik Kepulauan Indonesia dan Sekitarnya (Bock, 2003).


(4)

2

Sebagai wilayah yang terletak di jalur gempa bumi, kondisi fisiografi DIY sangat dipengaruhi oleh aktivitas tumbukan lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Kondisi ini menjadikan DIY sebagai salah satu kawasan dengan tingkat aktivitas seismik yang tinggi di Indonesia (Daryono, 2010). Selain rawan gempa bumi akibat aktivitas tumbukan lempeng, DIY juga menjadi rawan gempa bumi yang diakibatkan aktivitas beberapa sesar lokal di daratan (Daryono, 2009). Gambar 2 menunjukkan geologi dan letak sesar di daerah DIY khususnya Kabupaten Bantul.

Gambar 2. Peta Geologi Lembar Yogyakarta (Rahardjo, 1977)

Pengertian sesar yang dimaksudkan adalah struktur geologi yang terbentuk karena terdapatnya dislokasi atau patahan yang memotong bidang-bidang perlapisan antar batuan. Pada umumnya bidang sesar terisi oleh fluida atau


(5)

3

mineral yang relatif lebih kondusif dari batuan di sekitarnya (Hendrajaya dkk, 1993).

Struktur sesar terbentuk sebagai dampak pergerakan lempeng Indo-Australia pada bagian daratan Pulau Jawa. Wilayah Yogyakarta dan sekitarnya menjadi wilayah yang rentan gempa bumi, karena terdapat sesar yang cukup banyak, misalnya sesar Opak-Oyo, sesar Jiwo, sesar Oyo, dan sesar Progo. Dengan adanya sistem sesar atau patahan ini akan menyebabkan deformasi batuan yang mengakibatkan munculnya sesar baru atau sesar minor (Setyawan, 2011).

Kejadian gempa bumi tektonik yang terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 dengan kekuatan 5,9 Skala Richer (SR) telah menyebabkan 5.857 jiwa meninggal, 37.229 jiwa luka berat dan luka ringan, rusak berat 135.451 bangunan serta rusak ringan 188.234 bangunan (Murjaya, 2010). Kecamatan Pundong adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul yang mengalami kerusakan berat dan menyebabkan ribuan jiwa meninggal dan berdasarkan peta geologi Yogyakarta (Gambar 2) merupakan salah satu jalur sesar Opak. Tabel 1 menunjukkan data kerusakan bangunan dan korban jiwa di Kecamatan Pundong.

Tabel 1. Jumlah Kerusakan Bangunan Rumah dan Korban Jiwa di Kecamatan Pundong Akibat Gempa bumi 27 Mei 2006 (Sadiman, 2006).

No Desa Meninggal Luka berat

Luka ringan

Rusak total

Rusak berat

Rusak ringan

1. Srihardono 238 544 1.309 3.500 3.027 84

2. Panjangrejo 152 696 1.294 2.704 2.293 78

3. Seloharjo 58 211 603 2.492 2.447 338


(6)

4

Berdasarkan data di atas Desa Srihardono termasuk daerah yang mengalami kerusakan sangat parah dan banyak menelan korban jiwa. Lokasi penelitian terletak di Dusun Paten yang secara administrasi termasuk dalam Desa Srihardono.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), penyebab gempa bumi tanggal 27 Mei 2006 diduga karena adanya gerakan pada pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia serta penekukan jalur subduksi di samudra Indonesia yang terletak 37 km di selatan kota Yogyakarta pada kedalaman 33 km. Gelombang gempa akibat patahan lempeng tektonik merambat ke segala arah dan menyebabkan sesar Kali Oyo, Kali Opak, Kali Progo, dan sesar Jiwo mengalami deformasi (Hamid, 2007).

Penelitian untuk mengidentifikasikan struktur bawah permukaan dan jalur sesar dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode geomagnetik, metode graviti, metode seismik dan metode geolistrik. Hasil penelitian kajian deformasi koseismik yang dilakukan oleh tim peneliti dari Teknik Geodesi ITB melalui hasil survei GPS menyimpulkan bahwa penyebab gempa bumi 27 Mei 2006 adalah sesar dengan panjang 18 km, lebar 10 km, strike , dan dip , dan berada di sebelah timur 5-10 km dari lokasi sesar Opak yang biasa digambarkan sepanjang Sungai Opak. Mengalami deformasi koseismik gempa Yogyakarta dalam arah horizontal menunjukkan pergerakan ke kiri (sinistral) dari kawasan di sebelah timur sesar Opak (Abidin dkk, 2009).


(7)

5

Berdasarkan penelitian zona sesar Opak Bantul menggunakan metode gravitasi dengan data anomali Bouger lengkap yang dilakukan oleh Wijaksono (2008), indikasi sesar Opak yang terjadi adalah sesar turun, dengan blok timur tetap dan blok barat relatif turun. Kedalaman rata-rata sesar Opak berkisar antara 55-82 meter, sedangkan pergeserannya berkisar antara 5-10 meter. Berdasarkan penelitian sesar Opak dengan metode graviti yang dilakukan Nurwidyanto dkk. (2011), letak sesar Opak diperkirakan di sebelah timur (±3-5 km) dari lokasi sesar Opak yang digambarkan pada peta geologi (Gambar 2). Struktur lapisan sesar Opak terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan batuan gamping, batuan breksi dan batuan penutup permukaan yang meliputi endapan alluvial dan endapan sungai Opak (Nurwidyanto, 2007).

Perkiraan sementara sesar Opak merupakan jenis sesar normal atau sesar turun, walaupun mungkin dulunya merupakan sesar geser yang mengalami reaktivasi. Berdasarkan hasil penelitian oleh Fatonah (2014) menggunakan metode geomagnetik diketahui bahwa letak jalur sesar Opak khususnya di daerah sekitar Kecamatan Pundong hampir sama dengan letak sesar Opak pada peta geologi Yogyakarta dan jenis sesar ini merupakan sesar normal berarah N 35o E dengan bagian barat relatif turun sedangkan bagian timur relatif tetap.

Salah satu metode geofisika yang dapat mendeteksi sesar adalah metode geolistrik. Metode geolistrik adalah metode yang mempelajari sifat aliran listrik dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya di permukaan bumi (Anonim, 2012). Pendeteksian kuat arus listrik yang mengalir di dalam bumi dapat dilakukan secara alamiah (metode pasif) maupun dengan menginjeksikan arus listrik ke


(8)

6

dalam bumi (metode aktif) dari permukaan. Metode resistivitas atau tahanan jenis merupakan metode aktif untuk mengetahui sifat resistivitas pada suatu lapisan batuan di dalam bumi. Resistivitas atau tahanan jenis suatu bahan adalah parameter yang menunjukkan tingkat hambatannya terhadap arus listrik. Bahan yang mempunyai resistivitas semakin besar, berarti makin sukar untuk dilalui arus listrik.

Adapun penelitian sesar dengan metode geolistrik resistivitas di antaranya dilakukan oleh Fitriani dkk. (2012) di Palu Barat. Berdasarkan hasil pengolahan data berupa nilai resistivitas diperoleh gambaran struktur geologi berupa adanya patahan dengan nilai resistivitas antara 1212-6000 Ωm yang diduga merupakan lapisan granit yang terpisahkan oleh lapisan lempung berpasir dengan nilai hambatan jenis 200-1000 Ωm yang merupakan ciri adanya patahan.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Syamsudin dkk. (2012) di Sulawesi Selatan dengan menggunakan konfigurasi Wenner. Indikasi terdapatnya patahan ditandai dengan adanya bidang lemah dengan nilai resistivitas rendah 128-288 Ωm yang memotong perlapisan batuan dengan nilai resistivitas yang lebih tinggi. Bidang lemah yang dimaksud adalah suatu wilayah yang menunjukkan daerah itu mempunyai kondisi tanah yang terus bergeser. Penentuan nilai resistivitas batuan yang sebenarnya diperoleh dari proses inversi. Proses inversi adalah suatu proses pengolahan data lapangan yang melibatkan teknik penyelesaian matematika dan statistik untuk mendapatkan informasi yang berguna mengenai distribusi sifat fisis (resistivitas) bawah permukaan.


(9)

7

Pendugaan untuk menentukan bidang patahan diperoleh dari data geolistrik yang telah diolah, yaitu apabila terdapat material yang memiliki nilai resistivitas tinggi kemudian dipisahkan oleh material yang memiliki nilai resistivitas yang sangat rendah dari daerah di sekitarnya, maka dari data tersebut dapat disimpulkan terdapat sebuah jalur yang dilalui sesar. Bidang sesar biasanya memiliki nilai resistivitas yang tinggi melebihi nilai resistivitas batuan yang ada di sekitarnya jika pada patahan tersebut tidak terisi apa-apa (hanya berisi udara) (Syamsuddin, 2012).

Penelitian mengenai sesar Opak di daerah Bantul telah banyak dilakukan dengan berbagai metode, di antaranya metode graviti, survei GPS, dan metode seismik. Penelitian mengidentifikasi struktur bawah permukaan sesar Opak belum pernah dilakukan dengan metode geolistrik. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui persebaran nilai resistivitas batuan sesar Opak menggunakan metode geolistrik di Desa Srihardono Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat diidentifikasikan masalah–masalah sebagai berikut.

1. Wilayah Yogyakarta dan sekitarnya merupakan daerah rawan gempa.

2. Kecamatan Pundong merupakan jalur sesar Opak yang bisa menyebabkan terjadi gempa bumi.

3. Belum ada penelitian sesar Opak menggunakan metode geolistrik di Dusun Paten, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong.


(10)

8 C.Pembatasan Masalah

Ruang lingkup masalah yang diamati pada penelitian dibatasi sebagai berikut.

1. Lokasi penelitian ini hanya dibatasi pada Dusun Paten, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada koordinat 7o56’34,2’’LS sampai 7o56’54,94’’LS dan 110o21’38,44’’BT sampai 110o21’58,22’’ BT.

2. Desain survei yang digunakan dalam penelitian sebanyak 3 lintasan. 3. Pemodelan struktur bawah permukaan menggunakan software Res2Dinv.

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana persebaran nilai resistivitas di sekitar jalur sesar Opak di Dusun Paten, Desa Srihardono Kecamatan Pundong?

2. Bagaimana struktur bawah permukaan di sekitar jalur sesar Opak di Dusun Paten, Desa Srihardono Kecamatan Pundong?

E.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Mengetahui persebaran nilai resistivitas di sekitar jalur sesar Opak di Dusun Paten, Desa Srihardono Kecamatan Pundong.


(11)

9

2. Mengetahui struktur bawah permukaan di sekitar jalur sesar Opak di Dusun Paten, Desa Srihardono Kecamatan Pundong.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi letak jalur sesar Opak yang diharapkan dapat bermanfaat dalam proses mitigasi bencana khususnya yang berkaitan dengan aktivitas sesar Opak.

2. Memberikan referensi mengenai struktur bawah permukaan di jalur sesar Opak bagi penelitian lain yang ingin mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.


(12)

10 BAB II DASAR TEORI

A.Prinsip Dasar Metode Resistivitas

Konsep dasar metode resistivitas adalah Hukum Ohm. Pada tahun 1826 George Simon Ohm melakukan eksperimen menentukan hubungan antara tegangan V pada penghantar dan arus I yang melalui penghantar dalam batas-batas karakteristik parameter penghantar. Parameter itu disebut resistansi R, yang didefinisikan sebagai hasil bagi tegangan V dan arus , sehingga dituliskan

atau (Hukum Ohm) (1)

dengan R adalah resistansi bahan (ohm), I adalah besar kuat arus (ampere), dan V adalah besar tegangan (volt).

Hukum Ohm menyatakan bahwa potensial atau tegangan antara ujung-ujung penghantar adalah sama dengan hasil kali resistansi dan kuat arus. Hal ini diasumsikan bahwa R tidak tergantung I, bahwa R adalah konstan (tetap). Hubungan resistansi, kuat arus, dan tegangan ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan Resistansi, Arus dan Tegangan

Arus listrik I pada sebuah penghantar didefinisikan sebagai jumlah muatan listrik positif (dq) yang melewati penampang penghantar itu dalam arah tegak lurus per satuan waktu (dt), sehingga dapat ditulis:

V i


(13)

11

(2)

Ditinjau sebuah kawat dengan panjang ℓ terhubung potensial di setiap ujung-ujungnya sebesar V1(+) dan V2(-) sehingga memberikan beda potensial ΔV, maka terdapat aliran muatan positif (I) yang bergerak dari potensial tinggi V1(+) ke potensial rendah V2(-). Adanya beda potensial di antara kedua ujung kawat

menyebabkan adanya kuat medan listrik E. Kuat medan listrik E pada penghantar sebanding dengan beda potensial ΔV dan berbanding terbalik dengan panjang kawat penghantar ℓ.

(3)

Semakin besar ΔV dan luas penghantar A, maka semakin banyak muatan yang berpindah dan kelajuan perpindahan muatan pun semakin besar. Ini berarti arus listrik menjadi:

(4)

Besaran rapat arus listrik (J) merupakan besaran vektor arus listrik per satuan luas penghantar lintang kotak, yaitu

(5)

dengan J merupakan rapat arus (ampere/m2), I adalah kuat arus listrik (ampere) dan A adalah luas penampang penghantar (m2). Apabila pada medium homogen isotropis dialiri arus searah (I) dengan kuat medan listrik E (volt/meter), maka elemen arus (dI) yang melalui suatu elemen luas (dA) dengan rapat arus ( ) akan berlaku hubungan:


(14)

12

Merujuk pada persamaan 3, persamaan 6 rapat arus menjadi:

(7)

dengan σ adalah konduktivitas penghantar dan ρadalah resistivitas penghantar. Kuat medan listrik adalah gradien dari potensial skalar,

(8)

Merujuk pada persamaan 8, maka persamaan 7 dapat ditulis sebagai:

(9)

Kuat arus listrik pada penampang juga bergantung pada jenis penghantar yang dinyatakan oleh resistivitas penghantar (ρ) yang dinyatakan dalam ohmmeter (Ωm) atau besaran konduktivitas σ yang memenuhi hubungan yang dinyatakan dalam (ohmmeter)-1. Hubungan antara besar arus listrik dan resistivitas penghantar dapat ditulis sebagai berikut:

atau

(10) Persamaan 10 memberi makna bahwa nilai tahanan dari penghantar adalah:

(11)

dengan R adalah resistansi (ohm), ρadalah resistivitas penghantar (ohmmeter), adalah panjang penghantar (meter) dan A adalah luas penampang penghantar (m2) (Jati, 2010). Resistivitas ρ dan konduktivitas σ adalah besaran-besaran yang menjelaskan mengenai baik atau buruknya bahan-bahan atau material-material dalam menghantar listrik (Suyoso, 2003 ).


(15)

13 B.Sifat Kelistrikan Batuan

Batuan tersusun dari berbagai mineral dan mempunyai sifat kelistrikan. Beberapa batuan tersusun dari satu jenis mineral saja, sebagian kecil lagi dibentuk oleh gabungan mineral, dan bahan organik serta bahan-bahan vulkanik.

Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik dari batuan dalam menghantarkan arus listrik. Batuan dapat dianggap sebagai medium listrik seperti pada kawat penghantar listrik, sehingga mempunyai tahanan jenis (resistivitas). Resistivitas batuan adalah hambatan dari batuan terhadap aliran listrik. Resistivitas batuan dipengaruhi oleh porositas, kadar air, dan mineral. Menurut Telford (1982) aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik.

1. Konduksi Secara Elektronik (Ohmik)

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut.

2. Konduksi Secara Elektrolitik

Sebagian besar batuan merupakan penghantar yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Batuan biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Batuan-batuan tersebut menjadi penghantar elektrolitik, di mana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika


(16)

14

kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.

3. Konduksi Secara Dielektrik

Konduksi pada batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali, tetapi karena adanya pengaruh medan listrik dari luar maka elektron dalam bahan berpindah dan berkumpul terpisah dari inti, sehingga terjadi polarisasi.

Tabel 2. Nilai Resistivitas Batuan (Telford, 1990)

Berdasarkan nilai resistivitasnya, maka batuan ataupun mineral di alam dibedakan menjadi 3 yaitu konduktor baik, konduktor sedang, dan isolator. Konduktor baik terjadi jika nilai resistivitasnya sangat kecil, berkisar antara 10-8-1 Ωm, contohnya metal (logam-logam), grafit, dan sulfida. Konduktor sedang terjadi jika nilai

Material Resistivitas (m)

Udara( Air) ~

Pirit( Pyrite) 0.01-100 Kwarsa( Quartz) 500-800000 Kalsit( Calcite) 1×1012-1×1013 Garam Batu( Rock salt) 30-1×1013 Granit( Granite) 200-10000 Andesit (Andesite) 1.7×102-45×104 Basal( Basalt) 200-10.0000 Gamping( Limestone) 500-10000 Batu pasir( Sandstone) 200-8000 Batu tulis( Shales) 20-2000

Pasir( Sand) 1-1000

Lempung( Clay) 1-100

Air tanah( Ground water) 0.5-300 Air asin( Seawater) 0.2

Magnetit( Magnetite) 0.01-1000 Kerikil kering( Drygravel) 600-10000 Aluvium( Alluvium) 10-800 Kerikil( Gravel) 100-600


(17)

15

resistivitasnya 1-107 Ωm, contohnya beberapa oksida, ore, dan batuan porus yang mengandung air. Isolator terjadi jika tidak dapat mengalirkan arus listrik dan harga resistivitasnya sangat tinggi, lebih besar dari 107Ωm. Batuan ini terdiri dari mineral silikat, fosfat, karbonat, dll. Nilai resistivitas dari batuan ditunjukkan pada Tabel 2.

C. Metode Geolistik

Penggunaan metode geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan dengan mempelajari sifat aliran listrik DC pada batuan di bawah permukaan bumi dan bagaimana cara mendeteksi di permukaan bumi. Dalam survei metode geolistrik akan diperoleh nilai beda potensial, kuat arus dan nilai resistivitas batuan.

Metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi hidrokarbon, tetapi banyak digunakan di bidang rekayasa geologi seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, eksplorasi geotermal, dan juga untuk geofisika lingkungan. Salah satu metode geolistrik adalah metode resistivitas atau tahanan jenis. Metode resistivitas ini mempelajari tentang perbedaan resistivitas batuan dengan cara menentukan perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Nilai resistivitas batuan yang diperoleh dari pengukuran lapangan merupakan nilai resistivitas semu yang memerlukan suatu pengolahan data lebih lanjut untuk mendapatkan nilai resistivitas yang sebenarnya (Anonim, 2012).


(18)

16

Metode resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300–500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Berdasarkan hasil pengukuran arus dan beda potensial dapat diperoleh variasi nilai resistivitas pada lapisan di bawah titik ukur.

D.Potensial pada Bumi Homogen Isotropis

Lapisan bumi yang bersifat homogen isotropis adalah pendekatan sederhana dalam penentuan resistivitas lapisan-lapisan batuan bumi, sehingga resistivitas ρ dianggap tidak bergantung pada sumbu koordinat. Arus tunggal I menyebabkan timbulnya distribusi potensial. Aliran arus yang mengalir dalam bumi homogen isotropis didasarkan pada Hukum Kekekalan Muatan yang secara matematis dapat ditulis sebagai (Syamsuddin, 2007):

(13)

dengan J adalah rapat arus (ampere/meter2) dan q adalah rapat muatan (coulomb/meter3). Persamaan 13 disebut juga sebagai persamaan kontinuitas. Apabila arus stasioner (tetap) maka persamaan 13 menjadi:

(14)

Hukum Ohm menyatakan bahwa besarnya rapat arus J akan sebanding dengan besarnya medan listrik E seperti pada persamaan 7 dan 9. Merujuk dari persamaan 7,9, dan 14 untuk medium homogen isotropis ρ konstan, maka σ juga konstan atau σ = 0, sehingga diperoleh persamaan Laplace sebagai berikut:


(19)

17

(15)

Persamaan 15 ini termasuk persamaan dasar dalam teori penyelidikan geolistrik resistivitas sehingga distribusi potensial listrik untuk arus listrik searah dalam medium homogen isotropis memenuhi persamaan Laplace.

E.Potensial Elektroda Arus Tunggal Pada Permukaan Homogen Isotropis

Gambar 4. Sumber Arus Tunggal di Permukaan Medium Homogen Isotropis (Loke, 2004)

Model bumi yang berbentuk setengah bola homogen isotropis memiliki konduktivitas udara sama dengan nol. Dengan demikian, arus I yang dialirkan melalui sebuah elektroda pada titik P di permukaan akan tersebar ke semua arah dengan besar yang sama (Gambar 4). Potensial pada suatu jarak r dari titik P hanya merupakan fungsi r saja. Persamaan Laplace yang berhubungan dengan kondisi ini dalam koordinat bola adalah (Syamsuddin, 2007):


(20)

18

Mengingat arus yang mengalir simetris terhadap arah θ dan ϕ pada arus tunggal, maka persamaan di atas menjadi:

(17)

sehingga

= B (tetapan).

(18)

Dari persamaan 18 diperoleh:

(19)

Dari persamaan 10, arus total yang melewati permukaan bola adalah:

(20)

Jika luas bola A= , maka persamaan 20 menjadi

(21)

Merujuk pada persamaan 18 kuat arus listrik pada permukaan bola adalah:

(22)

Kuat arus listrik yang melewati permukaan setengah bola (bawah permukaan merupakan luasan setengah bola) adalah :

(23)

Dengan demikian nilai tetapan B menjadi


(21)

19

Merujuk pada persamaan 21 potensial di setiap titik yang berhubungan dengan sumber arus pada permukaan bumi yang homogen isotropis adalah:

atau

(25)

F. Potensial Dua Elektroda Arus pada Permukaan Homogen Isotropis

Pada umumnya metode resistivitas menggunakan empat buah elektroda, dua buah elektroda arus dan dua buah elektroda beda potensial. Arus listrik diinjeksikan melalui elektroda arus sedangkan pengukuran tegangan yang terjadi diukur melalui elektroda beda potensial, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Skema Dua Elektroda Arus Dan Potensial Terletak di Permukaan Tanah Homogen Isotropis dengan Tahanan Jenis ρ(Anonim, 2012)

Arus pada kedua elektroda (C1 dan C2) tersebut sama tetapi arahnya

berlawanan, maka potensial yang terjadi padaP1 akibat adanyaC1adalah: dengan

(26) Potensial yang terjadi pada P1 akibat adanya C2 adalah:


(22)

20

dengan

(27) Jika arus pada kedua elektroda tersebut sama tetapi arahnya berlawanan, maka potensial di titik P1 adalah:

(28)

Potensial di titik P2 adalah:

(29)

Dengan demikian beda potensial antara titik P1 dan P2 :

(30)

Resistivitas yang diperoleh sangat bergantung pada cara pemasangan elektroda arus dan potensial. Dalam metode geolistrik tahanan jenis ada beberapa cara pemasangan atau konfigurasi elektroda. Konfigurasi ini bergantung pada letak elektroda arus dan potensial. Merujuk pada persamaan 30 hubungan antara beda potensial dan tahanan jenis dapat ditulis sebagai berikut:

(31) atau

dengan

(32) Besaran ρ adalah nilai resistivitas (Ohmmeter), k adalah faktor geometri tergantung konfigurasi yang digunakan, besar r1 menunjukkan jarak C1P1 (jarak


(23)

21

elektroda arus C1 ke elektroda potensial P1) dalam satuan meter, r2 adalah jarak

C2P1(jarak elektroda arus C2 ke elektroda potensial P1) dalam satuan meter, r3

adalah jarak C1P2(jarak elektroda arus C1 ke elektroda potensial P2) dalam satuan

meter, dan r4 adalah jarak C2P2(jarak elektroda arus C2 ke elektroda potensial P2)

dalam satuan meter. Nilai resistivitas pada persamaan 32 merupakan nilai resistivitas semu yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan. Nilai resistivitas sebenarnya dapat diperoleh dengan melakukan suatu proses perhitungan.

Proses perhitungan bisa dilakukan secara manual maupun secara komputerisasi. Perhitungan manual dilakukan dengan bantuan beberapa jenis kurva yang dikenal dengan kurva standar dan kurva bantu. Jenis kurva yang digunakan untuk perhitungan manual adalah kurva matching. Sedangkan perhitungan secara komputerisasi membutuhkan perangkat lunak, yang biasa digunakan adalah IPIwin dan Res2DInv.

G.Konfigurasi Dipole-dipole

Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, salah satunya adalah konfigurasi dipole-dipole. Konfigurasi dipole-dipole sering digunakan dalam eksplorasi geolistrik dengan susunan jarak antar elektroda sama panjang seperti terlihat pada Gambar 6. Pada prinsipnya konfigurasi dipole-dipole menggunakan 4 buah elektroda, yaitu pasangan elektroda arus yang disebut current dipole C1C2 dan pasangan elektroda potensial yang disebut potential dipole P1P2. Pada


(24)

22

konfigurasi dipole-dipole, elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak simetris.

Gambar 6. Bagan Pemasangan Elektroda Konfigurasi Dipole-Dipole (Anonim, 2012)

Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak current dipole dan potential dipole diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan elektroda potensial dibuat tetap. Hal ini merupakan keunggulan konfigurasi dipole-dipole dibandingkan dengan konfigurasi Wenner atau Schlumberger, karena tanpa memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam. Konfigurasi dipole-dipole lebih banyak digunakan dalam eksplorasi mineral-mineral sulfida dan bahan-bahan tambang dengan kedalaman yang relatif dangkal. Hasil akhir dipole-dipole berupa penampang, baik secara horizontal maupun vertikal (Saputro, 2010).

Untuk tiap konfigurasi dalam metode resistivitas memiliki faktor geometri dan tiap konfigurasi memiliki faktor geometri yang berbeda. Merujuk pada persamaan 32, faktor geometri konfigurasi dipole-dipole adalah:


(25)

23

(33) atau

(34) dengan nilai a adalah besar spasi antar elektroda dan n adalah bilangan pengali.

H.Geologi Daerah Penelitian

Kabupaten Bantul sendiri merupakan wilayah yang berada pada dominasi struktur geologi Young Merapi Volcanic (Quartenary) pada bagian tengah dan Volcanic (Miocine dan oligo-micine) pada bagian timur. Wilayah yang berada pada apitan bukit patahan ini disebut dengan graben, maka wilayah Kabupaten Bantul dalam toponim geologi dan geomorfologi disebut dengan Graben Bantul. Graben ini terbentuk dari proses diatrofisme tektonisme yang dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Merapi dan gunung api tua.

Daerah yang berada pada apitan bukit patahan (graben) bukan berarti aman, akan tetapi justru membahayakan. Patahan merupakan hasil proses diatrofisme tektonisme dan memiliki energi yang besar di bawahnya sehingga boleh dikatakan wilayah yang berada di patahan seperti halnya Kabupaten Bantul, rentan terjadi gempa bumi. Pusat-pusat energi gempa (hiposentrum) yang ada di Kabupaten Bantul ini dipengaruhi penunjaman lempeng kerak Samudra Hindia dengan lempeng Benua Asia. Hiposentrum tersebut berada di hampir seluruh wilayah Kabupaten Bantul sehingga rawan terjadi gempa bumi.


(26)

24

Pada tahun 1977, Rahardjo dkk., memetakan daerah Klaten dan Yogyakarta termasuk Zona Pegunungan Selatan. Stratigrafi urutan satuan batuan dari tua ke muda daerah penelitian menurut Surono dkk. (1992) diuraikan sebagai berikut:

1. Formasi Wungkal – Gamping

Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Gamping dan Gunung Wungkal, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan tersier tertua di daerah Pegununan Selatan ini pada bagian bawah terdiri dari perselingan antara batu pasir, batu lanau serta lensa batu gamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batu gamping.

2. Formasi Kebo-Butak

Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Kebo dan Gunung Butak yang terletak di lereng dan kaki utara gawir Batur Agung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batu pasir, batu lanau, batu lempung, serpih, tufa dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan tipis tufa asam. Pada bagian tengah ditemukan retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya ditemukan breksi andesit.

3. Formasi Semilir

Satuan batuan ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Butak, tersingkap baik di Gunung Semilir dekat Pegunungan Batur Agung dan Desa Semilir di utara Gunung Blencong. Terdiri dari batu pasir tufa, tufa lapili, batu pasir, tufa, breksi polimik, batu lempung, batu lanau, dan serpih. Perlapisan berulang-ulang dan perselang-selingan sangat khas pada formasi ini. Formasi ini


(27)

25

diendapkan dengan mekanisme arus turbidit di lingkungan laut dalam. Berumur Miosen Awal, dalam Formasi Semilir terdapat lensa-lensa breksi andesit dari Formasi Nglanggran. Dari data stratigrafi hubungan keduanya beda fasies bersilang jari, terutama pada bagian atas Formasi Semilir dan bagian bawah Formasi Nglanggran.

4. Formasi Nglanggran

Tersingkap baik di dusun Nglanggran dan Gunung Blencong. Terdiri dari breksi vulkanik dan batu pasir tufa (kasar-sedang). Di dalam breksi tersebut sering dijumpai fragmen-fragmen batu gamping, tetapi yang paling dominan adalah fragmen andesit. Terdapat pula sisipan berupa lava andesit dan tufa. Formasi ini diendapkan dengan sistem sedimen gravity flow di lingkungan laut dalam. Formasi ini berumur Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah.

I. Klasifikasi Batuan

Kabupaten Bantul secara umum terdiri dari tiga jenis batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan endapan. Berdasarkan sifat-sifat dari 3 jenis batuan tersebut dapat diperinci dalam formasi. Formasi adalah suatu susunan batuan yang mempunyai keseragaman ciri-ciri geologi yang nyata, baik terdiri dari satu jenis macam batuan, maupun perulangan dari dua jenis batuan atau lebih yang terletak di permukaan bumi. Berikut ini penjelasan dari jenis-jenis batuan yang ada dalam formasi batuan di daerah Bantul.


(28)

26

Berdasarkan letak kejadian dan tekstur, batuan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu batuan beku (intrusif dan ekstrusif), batuan sedimen (klastik, organik, dan kimia), dan batuan metamorf (Nandi, 2010).

1. Batuan Beku (Igneous Rocks)

Batuan beku terbentuk sebagai akibat pembekuan magma pada permukaan bumi. Berdasarkan letak kejadiannya, batuan beku dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Batuan Beku Intrusif

Batuan beku ini terbagi menjadi:

1) Batuan beku dalam (plutonik), terjadi sebagai akibat pembekuan magma yang jauh di dalam bumi. Contoh: granit, granodiorit, diorit, sianit, dan gabro.

2) Batuan beku porfir, terbentuk di sekitar pipa magma atau kawah. Contoh: granit porfir, riolit porfir, granodiorit porfir, dasit porfir, diorit porfir, dan andesit porfir.

3) Batuan beku afanitik, tekstur kristal halus. Contoh: andesit, dasit, basal, latit, riolit, dan trakit.

b. Batuan Beku Ekstrusif

Terbentuk sebagai akibat magma atau lava yang mengalir ke permukaan bumi kemudian mendingin dan membeku dengan cepat, dicirikan dengan komposisi kristal yang sangat halus. Contoh: obsidian, batu apung, pitchstone, lava, perlit, felsit, dan basal.


(29)

27 2. Batuan Sedimen (Sediment Rocks)

Batuan sedimen (endapan) terbentuk sebagai akibat pengendapan material yang berasal dari pecahan, bongkah batuan yang hancur karena proses alam, kemudian terangkut oleh air, angin, es, dan terakumulasi dalam satu tempat (cekungan), kemudian termampatkan menjadi satu lapisan batuan baru. Batuan sedimen mempunyai ciri berlapis sebagai akibat terjadinya perulangan pengendapan. Batuan sedimen dapat dibagi menjadi batuan sedimen klastik, batuan sedimen organik, dan batuan sedimen kimia.

a. Batuan Sedimen Klastik

Terbentuk sebagai akibat kompaksi (pemadatan) dari material batuan beku, batuan sedimen lain, dan batuan malihan, dengan ukuran butir beragam. Karena pembentukan tersebut diakibatkan oleh angin, air, atau es, maka disebut juga batuan sedimen mekanik. Contoh: batu gamping, batu pasir, batu lempung, breksi, konglomerat, tilit, batu lanau, arkosa (batu pasir felspar), arenaceous (serpih pasiran), argillaceous (serpih lempungan), dan carbonaceous (serpih gampingan).

b. Batuan Sedimen Organik

Batuan sedimen yang mengandung sisa organisme yang terawetkan (fosil). Contoh: batu gamping gastropoda, batu gamping kerang, batu gamping amonit, batu gamping koral (terumbu), batu gamping foram, batu gamping alga, batu bara, dan radiolarit (mengandung fosil radiolaria).


(30)

28

Batuan sedimen kimiawi yaitu yang tersangkut dalam bentuk larutan kemudian diendapkan secara kimia di tempat lain. Contoh: batu gamping kristalin, travertin, tufa (stalaktit dan stalagmit), dolomit, gypsum, anhidrit dan halit (batu garam).

3. Batuan Metamorf (Metamorphic Rocks)

Batuan metamorf atau malihan berasal dari batuan beku atau sedimen yang termalihkan di dalam bumi sebagai akibat tekanan dan temperatur yang sangat tinggi yang mengakibatkan perubahan sifat fisik dan kimia dari batuan asal. Contoh: marmer malihan dari batu gamping, kuarsit malihan dari batu pasir kuarsa, dan genes malihan dari granit.

J. Sesar Opak

Sesar adalah suatu rekahan pada batuan yang terbentuk ketika salah satu bagian yang retak bergeser relatif terhadap bagian yang lain. Sesar terjadi karena batuan mengalami efek tegangan yang melampaui kekuatan elastisitasnya. Pergeseran blok batuan yang retak tersebut dapat terjadi dalam ukuran jarak yang sangat kecil sampai dengan skala yang lebih besar atau disebut dengan daerah sesar skala regional.

Setiap sesar mempunyai komponen-komponen berupa dua buah blok batuan yang tersesarkan, strike dan sudut kemiringan (dip). Komponen sesar yang menggantung pada bidang sesar disebut hanging wall, sedangkan komponen alas bidang sesar disebut foot wall. Strike merupakan jurus bidang sesar yang diukur


(31)

29

dari arah utara ke timur dengan sudut antara 0o sampai 360o. Dip sesar merupakan sudut yang dibentuk oleh bidang terhadap bidang horizontal dengan sudut antara 0o sampai 90o. Gambar 7 menjelaskan komponen-komponen dari sesar.

Gambar 7. Komponen-Komponen Sesar (Rakhman, 2010 )

Sesar Opak merupakan sesar normal. Sesar normal disebut juga sesar turun disebabkan oleh tensional stress yang seolah-olah menarik atau memisahkan bidang, seperti juga halnya kalau bidang mengalami gaya dari bawah. Umumnya dua atau lebih sesar normal dengan jurus sejajar dan kemiringan berlawanan membentuk segmen naik atau turun pada bidang. Blok yang turun dinamakan graben dan blok yang naik dinamakan horst. Sesar normal didefinisikan sebagai sesar yang hanging wall-nya relatif turun terhadap foot wall, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Sesar Normal (Rakhman, 2010

A = Hanging Wall B = Foot Wall C = Bidang Sesar


(32)

53

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. H, Andreas H, Meliano, I, Gamal M, Kusuma MA, Kimata F, Ando, M.,(2007). Deformasi Seismik Gempa Yogyakarta Dari Survei GPS, Jurnal Geofisika Indonesia, Edisi. 2007, No. 1.

Abidin, Z.H., Andreas, H., Meilano, I., Gamal, M., Gumilar, I., dan Abdullah, C.I., (2009).Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 Dari Hasil Survei GPS. Jurnal Geologi Indonesia. Vol. 4, No 4. Anonim.(2006). Penyelidikan Potensi Airtanah. Laporan Akhir. Yogyakarta:

Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Bidang Pertambangan dan Energi

Anonim.(2012). Modul Kuliah Lapangan Geofisika Bayat 2012. Yogyakarta: UPN

Bock, Y., L. Prawirodirdjo, J.F. Genrich, C.W. Stevens, R. McCaffrey, C. Subarya, S.S.O. Puntodewo, dan E. Calais. 2003. Crustal motion in Indonesia from Global Positioning System measurements. Journal of Geophysical Research 108 No. B8 2367.

Daryono.(2009). Local Site Effect of Graben Bantul Using Microtremor Measuredment. Proceedings of International Conference Earth Science and Technology, Department of Geological Engineering, Gadjah Mada University

Daryono.(2010). Aktivitas Gempabumi Tektonik di Yogyakarta Menjelang Erupsi Merapi. Laporan Penelitian. Jakarta: BMKG

Fitriani, Z.Rizky., H, M.Rusydi., dan Musa, Moh.Dahlan Th. (2012). Identifikasi Jalur Patahan Dengan Metode Geolistrik Hambatan Jenis Di Wilayah Palu Barat. Jurnal Natural Science, Vol. 1, No 1.

Hamid, A. Abu. (2007). Gempabumi Tektonik Di Yogyakarta Dan Sekitarnya Serta Bencana Alam Lainnya. Makalah, Pengabdian Pada Masyarakat. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Hendrajaya, L dan Simpen. I, Nengah. (1993), Respon Teoritik Elektromagnet VLF dari Daerah Panasbumi Muaralaboh Sumatra Utara, Simposium Fisika Nasional XVI, Jurusan Fisika-FMIPA USU, Medan.

Ibrahim, Gunawan dan Subardjo.(2005). “Pengetahuan Seismologi”. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika.

Fathonah, Ira Maya. (2014). Identifikasi Jalur Sesar Opak Berdasarkan Analisis Data Anomali Medan Magnet Dan Geologi Regional Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: UNY


(33)

54

Jati, Bambang M. Eka. 2010. Fisika Dasar (Listrik-Magnet-Optika). Yogyakarta: Penerbit ANDI

Loke, M.H.,(2010), Geoelectrical Imaging 2D & 3D, RES2DINV ver 3.59: Rapid 2D Resistivity & IP Inversion Using The Least-Square Method On Land, Water and Cross-borehole Surveys, Malaysia.

Marsyelina, Merizka. (2014). Karakteristik Mikrotremor dan Analisis Seismisitas pada Jalur Sesar Opak, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:UNY

Murjaya, Jaya., dkk. (2010). Lindhu Ageng Ngayogyakarta. Yogyakarta: BP3DIY Nandi. (2010). Geologi Lingkungan: Batuan, Mineral dan Batubara. Bandung:

UPI

Nurwidyanto, M.Irham., Indriyana, Rina Dewi., dan Darwis, Z. Thaha. (2007). Pemodelan Zona Sesar Opak di Daerah Pleret Bantul Yogyakarta dengan Metode Gravitasi. Berkala Fisika Vol. 10, No 1.

Nurwidyanto, M.Irham., Yulianto, Tony., dan Widodo, Sugeng. (2010). Pemetaan Sesar Opak dengan Metode Gravity (Studi Kasus Daerah Parang-Tritis dan Sekitarnya). Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng dan DIY. Nurwidyanto, M.Irham., Brotopuspito, K.Sri., Waluyo., dan Sismanto. (2011).

Study Pendahuluan Sesar Opak Dengan Metode Gravity (Study Kasus Daerah Sekitar Kecamatan Pleret Bantul). Berkala Fisika Vol. 14, No 1. Purwanugraha, Waridad Atmaja.(2011). Identifikasi Air Tanah dengan Metode

Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di Daerah Desa Muntuk Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Skripsi. Yogyakarta:UIN.

Rahardjo, Wartono, Sukandarrumidi, dan H. M. D. Rosidi. (1977). Peta Geologi Lembar Yogyakarta. Bandung: Direktorat Geologi

Rakhman, A. Noor. (2010). Sesar (Pendahuluan, Unsur, Klasifikasi).Diakses

tanggal 5 Agustus 2015 dari

http://ibnuseven.com/wp-content/uploads/2013/11/8_Sesar-Pendahuluan-6.pdf

Rizqi, Al. Hussein. (2009). Analisis Sesar Opak Berdasarkan Data Gravitasi Daerah Selopamioro Dan Sekitarnya, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:UPN


(34)

55

Sadiman. (2006). Data Korban Bencana Gempa Tektonik Wilayah Kecamatan Pundong. Bantul: SATGASSOS

Saputro, Bayu dkk. 2010. Panduan Praktikum Geolistrik. Yogyakarta: UPN Setyawan,Teguh. (2011).Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Porong Sidoarjo

Dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Skripsi. Surabaya:ITS. Surono, Toha B., dan Sudarno, I. 1992. Peta Geologi Lembar

Surakarta-Giritontro, Jawa, Skala 1 : 100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi

Suyoso. (2003). Listrik Magnet.Yogyakarta: UNY

Syamsudin. (2007). Penentuan Struktur Bawah Permukaan Bumi Dangkal Dengan Menggunakan Metoda Geolistrik Tahanan Jenis 2D (Studi Kasus Potensi Tanah Longsor Di Panawangan, Ciamis). Thesis. Bandung: ITB Syamsuddin., Lantu., Massinai, Muh.Altin., dan Akbar,Syaeful. (2012).

Identifikasi Sesar Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metoda

Geolistrik Konfigurasi Wenner Di Sekitar Das Jene’berang, Kecamatan

Parangloe, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. POSITRON , Vojl. II, No 2.

Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., Keys, D.A. (1982). Applied Geophysics. Cambridge: Cambridge University Press,

Telford, W.M., Geldart, L. P., Sheriff, R. E. (1990). Applied Geophysics. Second Edition. London: Cambridge University Press.

UNOSAT.2006. Preliminary Damage Assessment Java Earthquake.Diakses dari:http://maps.unosat.org/ID/UNOSAT_Java_EQ_damage30may06_highr es.jpeg pada tanggal 19 Januari 2015, jam 12.27 WIB.

Waluyo, Galik Panggah. (2010). Deteksi Pola Patahan di Desa Renokenongo Porong Sidoarjo Dengan Metode Konfigurasi Wenner.Skripsi. Surabaya:ITS.

Waluyo, Hartantyo, Edy.(2000). Teori Dan Aplikasi Metode Resistivitas. Yogyakarta: UGM.

Wijaksono, Egie.(2008). Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Zona Sesar Opak Bantul Yogyakarta Berdasarkan Data Anomali Bouger Lengkap. Skripsi. Yogyakarta:UGM.


(1)

27 2. Batuan Sedimen (Sediment Rocks)

Batuan sedimen (endapan) terbentuk sebagai akibat pengendapan material yang berasal dari pecahan, bongkah batuan yang hancur karena proses alam, kemudian terangkut oleh air, angin, es, dan terakumulasi dalam satu tempat (cekungan), kemudian termampatkan menjadi satu lapisan batuan baru. Batuan sedimen mempunyai ciri berlapis sebagai akibat terjadinya perulangan pengendapan. Batuan sedimen dapat dibagi menjadi batuan sedimen klastik, batuan sedimen organik, dan batuan sedimen kimia.

a. Batuan Sedimen Klastik

Terbentuk sebagai akibat kompaksi (pemadatan) dari material batuan beku, batuan sedimen lain, dan batuan malihan, dengan ukuran butir beragam. Karena pembentukan tersebut diakibatkan oleh angin, air, atau es, maka disebut juga batuan sedimen mekanik. Contoh: batu gamping, batu pasir, batu lempung, breksi, konglomerat, tilit, batu lanau, arkosa (batu pasir felspar), arenaceous

(serpih pasiran), argillaceous (serpih lempungan), dan carbonaceous (serpih gampingan).

b. Batuan Sedimen Organik

Batuan sedimen yang mengandung sisa organisme yang terawetkan (fosil). Contoh: batu gamping gastropoda, batu gamping kerang, batu gamping amonit, batu gamping koral (terumbu), batu gamping foram, batu gamping alga, batu bara, dan radiolarit (mengandung fosil radiolaria).


(2)

28

Batuan sedimen kimiawi yaitu yang tersangkut dalam bentuk larutan kemudian diendapkan secara kimia di tempat lain. Contoh: batu gamping kristalin,

travertin, tufa (stalaktit dan stalagmit), dolomit, gypsum, anhidrit dan halit (batu garam).

3. Batuan Metamorf (Metamorphic Rocks)

Batuan metamorf atau malihan berasal dari batuan beku atau sedimen yang termalihkan di dalam bumi sebagai akibat tekanan dan temperatur yang sangat tinggi yang mengakibatkan perubahan sifat fisik dan kimia dari batuan asal. Contoh: marmer malihan dari batu gamping, kuarsit malihan dari batu pasir kuarsa, dan genes malihan dari granit.

J. Sesar Opak

Sesar adalah suatu rekahan pada batuan yang terbentuk ketika salah satu bagian yang retak bergeser relatif terhadap bagian yang lain. Sesar terjadi karena batuan mengalami efek tegangan yang melampaui kekuatan elastisitasnya. Pergeseran blok batuan yang retak tersebut dapat terjadi dalam ukuran jarak yang sangat kecil sampai dengan skala yang lebih besar atau disebut dengan daerah sesar skala regional.

Setiap sesar mempunyai komponen-komponen berupa dua buah blok batuan yang tersesarkan, strike dan sudut kemiringan (dip). Komponen sesar yang menggantung pada bidang sesar disebut hanging wall, sedangkan komponen alas bidang sesar disebut foot wall. Strike merupakan jurus bidang sesar yang diukur


(3)

29

dari arah utara ke timur dengan sudut antara 0o sampai 360o. Dip sesar merupakan sudut yang dibentuk oleh bidang terhadap bidang horizontal dengan sudut antara 0o sampai 90o. Gambar 7 menjelaskan komponen-komponen dari sesar.

Gambar 7. Komponen-Komponen Sesar (Rakhman, 2010 )

Sesar Opak merupakan sesar normal. Sesar normal disebut juga sesar turun disebabkan oleh tensional stress yang seolah-olah menarik atau memisahkan bidang, seperti juga halnya kalau bidang mengalami gaya dari bawah. Umumnya dua atau lebih sesar normal dengan jurus sejajar dan kemiringan berlawanan membentuk segmen naik atau turun pada bidang. Blok yang turun dinamakan

graben dan blok yang naik dinamakan horst. Sesar normal didefinisikan sebagai sesar yang hanging wall-nya relatif turun terhadap foot wall, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Sesar Normal (Rakhman, 2010

A = Hanging Wall

B = Foot Wall


(4)

53

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. H, Andreas H, Meliano, I, Gamal M, Kusuma MA, Kimata F, Ando, M.,(2007). Deformasi Seismik Gempa Yogyakarta Dari Survei GPS, Jurnal Geofisika Indonesia, Edisi. 2007, No. 1.

Abidin, Z.H., Andreas, H., Meilano, I., Gamal, M., Gumilar, I., dan Abdullah, C.I., (2009).Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 Dari Hasil Survei GPS. Jurnal Geologi Indonesia. Vol. 4, No 4. Anonim.(2006). Penyelidikan Potensi Airtanah. Laporan Akhir. Yogyakarta:

Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Bidang Pertambangan dan Energi

Anonim.(2012). Modul Kuliah Lapangan Geofisika Bayat 2012. Yogyakarta: UPN

Bock, Y., L. Prawirodirdjo, J.F. Genrich, C.W. Stevens, R. McCaffrey, C. Subarya, S.S.O. Puntodewo, dan E. Calais. 2003. Crustal motion in Indonesia from Global Positioning System measurements. Journal of Geophysical Research 108 No. B8 2367.

Daryono.(2009). Local Site Effect of Graben Bantul Using Microtremor Measuredment. Proceedings of International Conference Earth Science and Technology, Department of Geological Engineering, Gadjah Mada University

Daryono.(2010). Aktivitas Gempabumi Tektonik di Yogyakarta Menjelang Erupsi Merapi. Laporan Penelitian. Jakarta: BMKG

Fitriani, Z.Rizky., H, M.Rusydi., dan Musa, Moh.Dahlan Th. (2012). Identifikasi Jalur Patahan Dengan Metode Geolistrik Hambatan Jenis Di Wilayah Palu Barat. Jurnal Natural Science, Vol. 1, No 1.

Hamid, A. Abu. (2007). Gempabumi Tektonik Di Yogyakarta Dan Sekitarnya Serta Bencana Alam Lainnya. Makalah, Pengabdian Pada Masyarakat. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Hendrajaya, L dan Simpen. I, Nengah. (1993), Respon Teoritik Elektromagnet VLF dari Daerah Panasbumi Muaralaboh Sumatra Utara, Simposium Fisika Nasional XVI, Jurusan Fisika-FMIPA USU, Medan.

Ibrahim, Gunawan dan Subardjo.(2005). “Pengetahuan Seismologi”. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika.

Fathonah, Ira Maya. (2014). Identifikasi Jalur Sesar Opak Berdasarkan Analisis Data Anomali Medan Magnet Dan Geologi Regional Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: UNY


(5)

54

Jati, Bambang M. Eka. 2010. Fisika Dasar (Listrik-Magnet-Optika). Yogyakarta: Penerbit ANDI

Loke, M.H.,(2010), Geoelectrical Imaging 2D & 3D, RES2DINV ver 3.59: Rapid 2D Resistivity & IP Inversion Using The Least-Square Method On Land, Water and Cross-borehole Surveys, Malaysia.

Marsyelina, Merizka. (2014). Karakteristik Mikrotremor dan Analisis Seismisitas pada Jalur Sesar Opak, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:UNY

Murjaya, Jaya., dkk. (2010). Lindhu Ageng Ngayogyakarta. Yogyakarta: BP3DIY Nandi. (2010). Geologi Lingkungan: Batuan, Mineral dan Batubara. Bandung:

UPI

Nurwidyanto, M.Irham., Indriyana, Rina Dewi., dan Darwis, Z. Thaha. (2007). Pemodelan Zona Sesar Opak di Daerah Pleret Bantul Yogyakarta dengan Metode Gravitasi. Berkala Fisika Vol. 10, No 1.

Nurwidyanto, M.Irham., Yulianto, Tony., dan Widodo, Sugeng. (2010). Pemetaan Sesar Opak dengan Metode Gravity (Studi Kasus Daerah Parang-Tritis dan Sekitarnya). Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng dan DIY. Nurwidyanto, M.Irham., Brotopuspito, K.Sri., Waluyo., dan Sismanto. (2011).

Study Pendahuluan Sesar Opak Dengan Metode Gravity (Study Kasus Daerah Sekitar Kecamatan Pleret Bantul). Berkala Fisika Vol. 14, No 1. Purwanugraha, Waridad Atmaja.(2011). Identifikasi Air Tanah dengan Metode

Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di Daerah Desa Muntuk Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Skripsi. Yogyakarta:UIN.

Rahardjo, Wartono, Sukandarrumidi, dan H. M. D. Rosidi. (1977). Peta Geologi Lembar Yogyakarta. Bandung: Direktorat Geologi

Rakhman, A. Noor. (2010). Sesar (Pendahuluan, Unsur, Klasifikasi).Diakses

tanggal 5 Agustus 2015 dari

http://ibnuseven.com/wp-content/uploads/2013/11/8_Sesar-Pendahuluan-6.pdf

Rizqi, Al. Hussein. (2009). Analisis Sesar Opak Berdasarkan Data Gravitasi Daerah Selopamioro Dan Sekitarnya, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:UPN


(6)

55

Sadiman. (2006). Data Korban Bencana Gempa Tektonik Wilayah Kecamatan Pundong. Bantul: SATGASSOS

Saputro, Bayu dkk. 2010. Panduan Praktikum Geolistrik. Yogyakarta: UPN Setyawan,Teguh. (2011).Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Porong Sidoarjo

Dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Skripsi. Surabaya:ITS. Surono, Toha B., dan Sudarno, I. 1992. Peta Geologi Lembar

Surakarta-Giritontro, Jawa, Skala 1 : 100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi

Suyoso. (2003). Listrik Magnet.Yogyakarta: UNY

Syamsudin. (2007). Penentuan Struktur Bawah Permukaan Bumi Dangkal Dengan Menggunakan Metoda Geolistrik Tahanan Jenis 2D (Studi Kasus Potensi Tanah Longsor Di Panawangan, Ciamis). Thesis. Bandung: ITB Syamsuddin., Lantu., Massinai, Muh.Altin., dan Akbar,Syaeful. (2012).

Identifikasi Sesar Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metoda Geolistrik Konfigurasi Wenner Di Sekitar Das Jene’berang, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. POSITRON , Vojl. II, No 2.

Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., Keys, D.A. (1982). Applied Geophysics. Cambridge: Cambridge University Press,

Telford, W.M., Geldart, L. P., Sheriff, R. E. (1990). Applied Geophysics. Second Edition. London: Cambridge University Press.

UNOSAT.2006. Preliminary Damage Assessment Java Earthquake.Diakses dari:http://maps.unosat.org/ID/UNOSAT_Java_EQ_damage30may06_highr es.jpeg pada tanggal 19 Januari 2015, jam 12.27 WIB.

Waluyo, Galik Panggah. (2010). Deteksi Pola Patahan di Desa Renokenongo Porong Sidoarjo Dengan Metode Konfigurasi Wenner.Skripsi. Surabaya:ITS.

Waluyo, Hartantyo, Edy.(2000). Teori Dan Aplikasi Metode Resistivitas. Yogyakarta: UGM.

Wijaksono, Egie.(2008). Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Zona Sesar Opak Bantul Yogyakarta Berdasarkan Data Anomali Bouger Lengkap. Skripsi. Yogyakarta:UGM.