Pelaksanaan TRIPs Safeguard Untuk Produk Farmasi di Indonesia Berdasarkan Perjanjian TRIPs.

PELAKSANAAN TRIPs SAFEGUARD UNTUK PRODUK FARMASI DI
INDONESIA BERDASARKAN PERJANJIAN TRIPs

ABSTRAK
Permasalahan naiknya harga obat-obatan essensial yang dipatenkan ternyata
memengaruhi kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang dan
terbelakang. Banyak masyarakat tidak dapat menjangkau obat-obatan essensial
sebagai bagian dari pemenuhan hak atas kesehatannya. Padahal hak atas
kesehatan telah diakui dan wajib dipenuhi sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Pada tahun 2001, negara anggota WTO mengadakan pertemuan di Doha untuk
mencari solusi untuk menurunkan harga obat dengan menerapkan dan
memaksimalkan pasal-pasal pelindung TRIPs Agreement yang disebut TRIPs
Safeguard. Hasil dari pertemuan tersebut dinamakan Deklarasi Doha. Indonesia
yang menerapkan TRIPs Safeguard melalui mekanisme PPoP ternyata juga
mengalami hambatan, baik hambatan internal maupun hambatan eksternal.
Pelaksanaan TRIPs Safeguard
di beberapa negara berkembang lain juga
mengalami hambatan dengan adanya penyitaan obat essensial milik Pemerintah
India oleh Pemerintah Belanda dengan alasan pelanggaran paten. Penulis
mengangkat persoalan tersebut diatas dengan tujuan, Pertama, untuk mengetahui
bagaimana praktik TRIPs Safeguard untuk produk farmasi di Indonesia berdasarkan

Agreement on TRIPs. Kedua, tindakan hukum apakah yang dapat dilakukan
terhadap negara yang melanggar amanat Deklarasi Doha.
Penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif.
Metode penelitian dengan tahap pengumpulan data yang digunakan adalah studi
kepustakaan dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder. Data tersebut kemudian digunakan untuk
menggambarkan suatu objek permasalahan yang berupa sinkronisasi fakta-fakta
yang terjadi dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis dapat
disimpulkan Pertama, bahwa pelaksanaan TRIPs Safeguard pada produk farmasi di
Indonesia sudah bersesuaian dengan Agreement on TRIPs, namun belum
memenuhi salah satu realisasi hak atas kesehatan yaitu aksesibilitas. Oleh karena
itu, diperlukan pengaturan khusus mengenai pelaksanaan TRIPs Safeguard dalam
bentuk Peraturan Pemerintah. Kesimpulan kedua adalah tindakan hukum yang
dapat diambil terhadap negara yang melanggar Deklarasi Doha adalah dengan
mengajukan gugatan kepada WTO untuk diselesaikan melalui badan penyelesaian
sengketa WTO. Dengan mengajukan gugatan ke WTO diharapkan negara
berkembang dan terbelakang dapat mengharmonisasikan ketentuan TRIPs
Safeguard antara negara berkembang juga terbelakang dengan negara maju.


iv