Karakter Molekuler Beberapa Spesies Trips Subordo Terebrantia Dan Identifikasi Trips Pada Beringin, Pala, Dan Seruni Laut

i

KARAKTER MOLEKULER BEBERAPA SPESIES TRIPS
SUBORDO TEREBRANTIA DAN IDENTIFIKASI TRIPS
PADA BERINGIN, PALA, DAN SERUNI LAUT
(INSECTA: THYSANOPTERA)

NIA KURNIAWATY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakter Molekuler

beberapa Spesies Trips Subordo Terebrantia dan Identifikasi Trips pada
Beringin, Pala, dan Seruni Laut (Insecta: Thysanoptera) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Nia Kurniawaty
NIM A351130071

iv
RINGKASAN
NIA KURNIAWATY. Karakter Molekuler beberapa Spesies Trips Subordo
Terebrantia dan Identifikasi Trips pada Beringin, Pala, dan Seruni Laut (Insecta:
Thysanoptera). Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT dan AUNU RAUF.
Trips (Ordo Thysanoptera) terdiri dari dua subordo, yaitu Terebrantia dan

Tubulifera. Trips anggota subordo Terebrantia telah banyak diketahui menjadi
hama pada tanaman budidaya, namun trips subordo Tubulifera lebih sedikit
diketahui jenis dan statusnya. Metode identifikasi spesies trips yang sering
digunakan adalah dengan karakter morfologi dan karakter molekuler. Penggunaan
karakter morfologi relatif lebih mudah dan memerlukan alat yang lebih sederhana
dibandingkan dengan karakter molekuler. Karakter molekuler seperti sekuens
DNA Cytochrome Oxidase I mitokondria (mtCOI), merupakan karakter genetik
yang dapat digunakan untuk identifikasi spesies atau konfirmasi hasil identifikasi
dengan karakter morfologi. Karakter molekuler juga sering digunakan untuk
mempelajari kekerabatan serangga.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter molekuler beberapa
spesies trips subordo Terebrantia yang menjadi hama tanaman dan
mengidentifikasi spesies trips subordo Tubulifera yang ditemukan pada tanaman
beringin (Ficus benjamina/ Moraceae), pala (Myristica fragrans/Myristicaceae),
dan seruni laut (Wedelia biflora/Asteraceae). Pengambilan sampel dilakukan di
Kabupaten Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon, dan Kuningan. Pengambilan
sampel dilakukan langsung pada tanaman yang bergejala akibat serangan trips.
Identifikasi menggunakan karakter morfologi dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga, sedangkan identifikasi menggunakan karakter
molekuler dilakukan di Laboratorium Virologi Departemen Proteksi Tanaman

Institut Pertanian Bogor. Tahapan identifikasi karakter morfologi terdiri atas
pembuatan preparat mikroskop dan pengamatan karakter eksternal seperti ruas
antena, venasi sayap, tergit abdomen, dan seta oseli. Identifikasi dengan karakter
molekuler terdiri dari ekstraksi DNA dengan metode CTAB, amplifikasi,
sekuensing, dan analisis DNA. Analisis DNA dilakukan berdasarkan homologi
sekuen DNA, analisis jarak genetik, dan filogeni.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima trips subordo Terebrantia
yang ditemukan banyak menyerang tanaman hortikultura diantaranya:
Ceratothripoides brunneus, Megalurothrips usitatus, Thrips alliorum, T.
hawaiiensis,dan T. parvispinus. Karakter molekuler berupa sekuens DNA mtCOI
spesies tersebut berturut-turut adalah: 693, 692, 678, 690, dan 668 pb (pasang
basa). Nilai jarak genetik nukleotida antar spesies sekitar 0.00-0.401, dan jarak
genetik asam amino antar spesies sebesar 0.00-0.268. Hasil identifikasi secara
morfologi spesies trips subordo Tubulifera pada tanaman beringin adalah
Gynaikothrips uzeli, pada tanaman pala adalah Pseudophilothrips ichini, dan pada
tanaman seruni laut adalah Haplothrips ganglbaueri. Sekuens DNA mtCOI
berturut-turut sebesar 704, 702, dan 686 pb. Nilai jarak genetik sekuens
nukleotida antar spesies berkisar 0.089-0.355, sedangkan nilai jarak genetik
sekuens asam amino sebesar 0.62-0.303. Selain itu, jarak genetik berdasarkan
sekuens nukleotida asam amino antar subordo tersebut berkisar antara 0.462-0.85,


v
sedangkan jarak genetik berdasarkan sekuens asam amino antar subordo sebesar
0.230-0.653.
Jarak genetik yang dihasilkan diilustrasikan melalui pohon filogeni.
Filogeni berdasarkan karakter morfologi, sekuens nukleotida, dan sekuens asam
amino DNA mtCOI menunjukkan spesies-spesies dari kedua subordo terpisah.
Penelitian ini menunjukkan bahwa identifikasi dengan karakter molekuler
menggunakan sekuens DNA mtCOI mengkonfirmasi dan mendukung hasil
identifikasi dengan karakter morfologi.
Kata kunci: karakter morfologi, karakter molekuler, sekuens DNA mtCOI, trips.

vi
SUMMARY
NIA KURNIAWATY. Molecular Characters of some Thrips Species belong to
Terebrantia and Identification of Thrips on Weeping fig, Nutmeg, and Wedelia
(Insecta: Thysanoptera). Supervised by PURNAMA HIDAYAT and AUNU
RAUF.
Thrips (Order Thysanoptera) consists of two suborders, namely Terebrantia
and Tubulifera. Thrips suborder Terebrantia have been widely known to be pests

on cultivated plants, but it is less information known on thrips belong to suborder
Tubulifera. Thrips identification methods often use morphological characters and
molecular characters. The use of morphological character method is relatively
easy and requires simpler tools than the molecular character method. Molecular
characters, such DNA sequences of mitochondrial Cytochrome Oxidase I
(mtCOI), can be used for species identification or confirmation of the
identification using morphological characters. Molecular character is also often
used to study insect phylogeny.
The aims of this research were to study the molecular characters of thrips
species belong to suborder Terebrantia using mtCOI DNA sequences and to
identify the species of thrips suborder Tubulifera from weeping fig (Ficus
benjamina/Moraceae), nutmeg (Myristica fragrans/Myristicaceae), and wedelia
(Wedelia biflora/Asteraceae). Samples were collected from symptomatic thrips
attack plants in districts of Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon, and Kuningan.
Morphological identification was conducted at the Insect Biosystematics
Laboratory, while molecular identification was done at the Plant Virology
Laboratory of the Department of Plant Protection, Bogor Agricultural University.
Morphological identification process consists of preparation of slide microscope
and observation of morphological characters (antennae, wing venation, abdominal
tergite, and ocelli). Molecular identification process consisted of: DNA extraction

using CTAB methods, DNA amplification, DNA sequencing, and analysis. DNA
analysis was done by DNA sequence homology, genetic distance, and phylogeny
construction.
There were five species of thrips suborder Terebrantia frequently found in
cultivated crops. They were Ceratothripoides brunneus, Megalurothrips usitatus,
Thrips alliorum, T. hawaiiensis, and T. parvispinus. The length of their mtCOI
DNA sequences were: 693, 692,678, 690, and 668 bp respectively. The range of
genetic distance DNA sequences was 0.00 to 0.41, while the range of genetic
distance of amino acid sequences was 0.00 to 0.268. Thrips species of suborder
Tubulifera found on weeping fig was Gynaikothrips uzeli, on nutmeg was
Pseudophilothrips ichini, and on wedelia was Haplothrips ganglbaueri. The
length of their mtCOI DNA sequences were 704, 702, and 686 bp, respectively.
The range of genetic distance of DNA sequences was 8.9 to 0.355, while the
range of genetic distance of amino acid sequences was 0.62 to 0.303. The range of
genetic distance of DNA sequences between suborders was 0.462-0.85, while the
range of genetic distance of amino acid sequences was 0.230-0.653. Phylogenetic
trees based on morphological characters, nucleotide sequences, and amino acid
mtCOI sequences showed that all species were separated based on their suborder.

vii

The thrips identification using molecular characters confirmed the results of
identification using morphological characters.
Keywords : morphological character, molecular character, mtCOI DNA sequence,
thrips.

viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ix

KARAKTER MOLEKULER BEBERAPA SPESIES TRIPS

SUBORDO TEREBRANTIA DAN IDENTIFIKASI TRIPS
PADA BERINGIN, PALA, DAN SERUNI LAUT
(INSECTA: THYSANOPTERA)

NIA KURNIAWATY

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

x

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:


Dr Ir R Yayi Munara Kusumah, MSi

xi

xii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis
ialah “Karakter Molekuler beberapa Spesies Trips Subordo Terebrantia dan
Identifikasi Trips pada Beringin, Pala, dan Seruni Laut (Insecta: Thysanoptera)”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program
studi Entomologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, dan Laboratorium
Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman sejak bulan September 2014Agustus 2015.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih
penulis sampaikan kepada Dr Ir Purnama Hidayat, MSc dan Prof Dr Ir Aunu
Rauf, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan,
dan saran yang sangat bermanfaat sejak awal penelitian hingga akhir penyusunan

tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan pada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa kepada penulis melaui
program beasiswa Fresh Graduate 2013 dan Dana Hibah Penelitian BOPTN No.
319/IT3.41.2/L2/SPK/2014.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan khususnya kepada
Ayahanda Nasrudin, Ibunda Suciati, adinda Ramadhani, dan Muhammad Soni
yang telah memberikan dukungan moral maupun materiil, kasih sayang dan doa
restu kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sri
Hendrastuti Hidayat, MSc selaku Kepala Laboratorium Virologi yang telah
mengizinkan penulis bekerja di Laboratorium selama penelitian. Terima kasih
kepada Ibu Sari Nurulita, MSi yang telah membantu penulis bidang molekuler,
membuat database, membantu dalam mengolah data, dan diskusi yang sangat
berharga bagi penulis. Rekan-rekan Pascasarjana Entomologi 2012, 2013, 2014,
dan 2015, rekan-rekan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Ibu Aisyah dan
Mbak Atiek serta rekan-rekan lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi dalam
bidang pertanian dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan. Kritik dan saran sangat diharapkan
oleh penulis untuk perbaikan kegiatan selanjutnya.


Bogor, Agustus 2016
Nia Kurniawaty

xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
I PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
II TINJAUAN PUSTAKA
4
Trips (Insecta: Thysanoptera)
4
Identifikasi Trips berdasarkan Karakter Morfologi
5
Identifikasi Menggunakan Karakter Molekuler
6
III KARAKTER MOLEKULER TRIPS SUBORDO TEREBRANTIA
8
Abstrak
8
Abstract
8
Pendahuluan
9
Metode Penelitian
11
Hasil
12
Pembahasan
25
Simpulan
28
Daftar Pustaka
28
IV IDENTIFIKASI TRIPS SUBORDO TUBULIFERA PADA TANAMAN
BERINGIN, PALA, DAN SERUNI LAUT
31
Abstrak
31
Abstract
31
Pendahuluan
32
Metode Penelitian
33
Hasil
35
Pembahasan
47
Simpulan
49
Daftar Pustaka
49
VI PEMBAHASAN UMUM
51
VII SIMPULAN DAN SARAN
55
Simpulan
55
Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
56
LAMPIRAN
61
RIWAYAT HIDUP
72

xiv

DAFTAR TABEL
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
3.12
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4. 7
4. 8

Tanaman inang dan lokasi ditemukannya C. brunneus dan M.
usitatus
BLAST-N DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus penelitian
dengan sampel dari GeneBank
Jarak genetik sekuens nukleotida DNA mtCOI C. brunneus dan M.
usitatus pada penelitian dengan sampel dari GeneBank
Jarak genetik asam amino DNA mtCOI C. brunneus dan M.
usitatus penelitian dengan sampel dari GeneBank
Posisi nukleotida sekuens DNA mtCOI C. brunneus dan M.
usitatus dengan database GenBank yang menunjukkan variasi
Posisi sekuens asam amino DNA mtCOI C. brunneus dan M.
usitatus dengan database GenBank yang menunjukkan variasi
Inang dan lokasi ditemukannya T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T.
parvispinus
BLAST-N DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T.
parvispinus
Jarak genetik sekuens DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan
T. parvispinus
Jarak genetik sekuens asam amino DNA mtCOI T. alliorum, T.
hawaiiensis, dan T. parvispinus
Variasi sekuens nukleotida DNA mtCOI T. alliorum, T.
hawaiiensis, dan T. parvispinus
Variasi asam amino sekuens DNA mtCOI T. alliorum, T.
hawaiiensis, dan T. parvispinus
Tanaman inang dan spesies trips subordo Tubulifera yang
ditemukan pada penelitian
BLAST DNA gen COI pada tiga spesies trips menggunakan
program BLAST-N (www.ncbi.nlm.nih.gov)
Jarak genetik sekuens nukleotida DNA mtCOI tiga spesies trips
subordo Tubulifera
Jarak genetik asam sekuens amino DNA mtCOI anggota subordo
Tubulifera
Variasi susunan nukleotida DNA mtCOI tiga spesies trips subordo
Tubulifera
Variasi sekuens asam amino DNA mtCOI tiga spesies trips subordo
Tubulifera
Jarak genetik sekuens nukleotida DNA mtCOI spesies trips
subordo Tubulifera dan Terebrantia
Jarak genetik sekuens asam amino DNA mtCOI spesies trips
subordo Tubulifera dan Terebrantia

13
15
16
16
17
18
19
21
22
22
23
24
35
38
38
38
40
40
45
46

xv

DAFTAR GAMBAR
2.1
3.1

3.2

3.3

3.4

3.5
3.6
3.7
3.8

3.9

4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6

4. 7
4. 8
4. 9
4. 10

Posisi DNA mtCOI T. imaginis (Shao dan Barker 2003)
Karakter morfologi C. brunneus (a) antena 8 ruas, (b) Metanotum
tanpa companiform sinsila, (C) sayap depan berwarna coklat
dengan venasi lengkap, (d) Seta oseli I berbaris secara vertikal, (e)
deretan microtrichia yang lengkap pada tergit abdomen ruas
Karakter morfologi M. usitatus (a) antena 8 ruas, (b) Metanotum
tanpa companiform sinsila, (C) sayap depan berwarna gelap terang,
(d) seta oseli III muncul pada garis segitiga oseli, (e) deretan
microtrichia yang VIII hanya sebagian, (f) seta S1 diatas
Hasil visualisasi DNA C. brunneus dan M. usitatus menggunakan
primer universal (M) Marker 1 kb (Thermo Scientific, US), (1)
Kontrol positif (C. brunneus), (2) C. brunneus, dan (3) M. usitatus
Filogeni DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus menggunakan
software Mega dengan pendekatan UPGMA bootstrap 1000x (a)
berdasarkan sekuens nukleotida, (b) sekuens asam amino
Kepala dan antena (a) T. alliorum, (b) T. hawaiiensis, (c) T.
parvispinus
Metanotum (a) T. alliorum, (b) T. hawaiiensis, (c) T. parvispinus
Sayap (a) T. alliorum, (b) T. hawaiiensis, (c) T. parvispinus
Hasil visualisasi DNA genus Thrips menggunakan primer universal
(1) Marker (1kb Thermo Scientific, US), (2) Kontrol negatif, (3)
Kontrol positif (T. parvispinus), (4) T. alliorum, (5) T. hawaiiensis,
dan (6) T. parvispinus
Filogeni DNA mtCOI genus Thrips menggunakan software Mega
dengan pendekatan UPGMA (a) berdasarkan sekuens nukleotida,
(b) berdasarkan sekuens asam amino
Imago, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini
Sayap depan, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini
Metanotum, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini
Pronotum, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini
Ujung abdomen, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini
Hasil visualisasi DNA mtCOI trips subordo Tubulifera
menggunakan primer universal (M) Marker 1 kb (Thermo
Scientific, US), (1) Kontrol positif (G. uzeli), (2) G.uzeli, (3) H.
ganglbaueri, (4) P. ichini
Filogenetik trips subordo Tubulifera menggunakan sekuens DNA
mtCOI dengan metode UPGMA, (a) nukleotida (b) asam amino
Filogeni berdasarkan karakter morfologi menggunakan program
NTSys ver 21 dengan pendekatan UPGMA
Filogeni berdasarkan sekuens nukleotida DNA mtCOI spesies trips
subordo Tubulifera dan Terebrantia
Filogeni berdasarkan sekuens asam amino DNA mtCOI spesies
trips subordo Tubulifera dan Terebrantia

7

13

14

15

16
20
20
20

21

22
36
36
36
36
37

37
39
43
43
44

xvi

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

1.

Koordinat GPS dan ketinggian lokasi pengambilan sampel
Sekuens DNA mtCOI sampel trips pada penelitian
Sekuens asam amino DNA mtCOI trips
Gejala serangan G. uzeli, H. ganglbaueri, dan P. ichini
Bunga Thunbergia
Matrix karakter morfologi delapan spesies trips subordo Tubulifera
dan Terebrantia
Jarak genetik trips subordo Terebrantia

63
64
67
68
69
70
71

1

I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Trips (Insecta: Thysanoptera) merupakan serangga yang memiliki ukuran
tubuh 1-4 mm, namun didaerah tropis dapat mencapai 14 mm. Selain sebagai
serangga fitofag, trips juga diketahui berperan sebagai serangga predator.
Beberapa spesies dilaporkan sebagai hama yang umum ditemukan pada tanaman
pertanian (Reitz et al. 2011). Berdasarkan bentuk ujung abdomen, trips dibagi
menjadi dua subordo yaitu Tubulifera dan Terebrantia. Trips yang berhasil
diidentifikasi dan diketahui memiliki banyak spesies adalah famili Phlaeothripidae
(Tubulifera) dan Thripidae (Terebrantia) (Mound. 2008). Populasi yang tinggi
menyebabkan kehilangan hasil pada tanaman. Kehilangan hasil akibat serangan
trips di India dan Malaysia dapat mencapai 30-80% (Fauziah dan Saharan;
Sastrosiswojo 1991).
Sebagai langkah awal pemecahan permasalahan trips, diperlukan informasi
dasar yang lengkap dan akurat terutama mengenai studi taksonominya (Moritz
1994). Beberapa metode dapat digunakan untuk identifikasi trips, mulai dari
metode tradisional dengan karakter morfologi hingga metode modern dengan
teknik molekuler, morfometrik, atau biokimia (Mehle dan Trdan 2012). Penelitian
taksonomi trips menggunakan metode tradisional di Indonesia telah dilakukan
oleh Sartiami dan Mound (2013), dimana trips yang banyak ditemukan berasosiasi
diberbagai tanaman di Pulau Jawa termasuk kedalam subordo Terebrantia. Selain
itu Subagyo (2014) menemukan tujuh belas trips famili Thripidae yang
berasosiasi dengan tanaman hortikultura didaerah Cianjur, Lembang, dan Bogor.
Di Indonesia lima spesies yang dilaporkan menjadi hama umum ditanaman
hortikultura, yaitu: Frankliniella intonsa Trybom, Megalurothrips usitatatus
Bagnall, Thrips parvispinus Karny, Thrips hawaiiensis (Morgan), dan Thrips
palmi Karny. Spesies M. usitatus dan T. hawaiiensis diketahui banyak menyerang
tanaman kacang panjang, buncis, pare, dan kacang bindi (okra). Sementara itu, T.
parvispinus dilaporkan menjadi hama baru yang menyerang pepaya (Fauziah dan
Saharan 1991). Selain menjadi hama pada pertanaman, trips juga menjadi vektor
virus penyebab penyakit tanaman. Salah satunya adalah Ceratothripoides
brunneus Bagnall yang banyak ditemukan diberbagai tanaman di Malaysia dan
menjadi vektor Tospovirus (Mound dan Nickle 2009).
Selain anggota dari subordo Terebrantia, beberapa spesies trips anggota
Tubulifera juga dilaporkan menjadi hama pada pertanaman. Informasi mengenai
keberadaan dan status anggota subordo Tubulifera di Indonesia masih sangat
terbatas. Khalsoven (1981) melaporkan trips subordo Tubulifera genus
Haplothrips ditemukan di Indonesia, namun tidak dilengkapi dengan karakter
morfologinya. Spesies dari subordo Tubulifera yang pernah dilaporkan adalah
Gynaikothrips uzeli Zimmerman yang menyerang tanaman beringin (Moraceae) di
Florida. Selain itu, Pseudophilothrips ichini Hood dilaporkan sebagai spesies
yang menjadi hama pada tanaman sejenis semak (Anacardiaceae) di Amerika
(Held 2005; Mound et al. 2010).
Trips memiliki warna dan ukuran yang bervariasi. Pada beberapa kasus,
beberapa spesies secara morfologi tampak serupa atau hanya berbeda pada detail

2
struktur tertentu yang sulit dibedakan (Subagyo 2014). Selain itu, variasi karakter
morfologi yang terjadi didalam spesies dapat menjadi faktor kesalahan dalam
pengidentifikasian. Salah satu contoh variasi morfologi dalam spesies adalah
seksual dimorfisme antara jantan dan betina. Perbedaan jenis kelamin pada
umumnya akan membentuk perbedaan bentuk tubuh. Beberapa spesies jantan dan
betina yang memiliki ukuran yang berbeda akan membentuk allomorfik
(pertumbuhan dan perkembangan ukuran dan struktur anggota tubuh misalnya
antena dan seta). Selain itu bentuk nimfa instar awal trips yang tidak bersayap
akan sulit untuk dibedakan dengan imago trips yang tidak bersayap ataupun warna
yang kurang tersklerotisasi (Mound dan Kibby 1998). Identifikasi secara
morfologi juga sulit dilakukan pada kondisi sampel yang tidak utuh (Ubaidillah
dan Sutrisno 2009). Keterbatasan pada kunci identifikasi morfologi juga
menyulitkan proses identifikasi misalnya terbatasnya jumlah karakter dan gambar
yang digunakan, serta kunci identifikasi hanya tersedia untuk fase imago (Brunner
et al. 2002; Mound dan Morris 2007).
Identifikasi terhadap trips dapat dilakukan dengan metode modern. Metode
identifikasi modern yang umum digunakan adalah dengan teknik molekuler.
Teknik ini dapat menunjukkan hasil yang cukup baik untuk identifikasi hingga
tingkat spesies (Bayar et al. 2001; Moritz et al. 2001). Kombinasi identifikasi
secara morfologi dan molekuler sangat diperlukan dalam identifikasi trips untuk
mendapatkan hasil identifikasi yang akurat. Penggunaan penanda genetik juga
dapat dijadikan metode alternatif ketika identifikasi morfologi tidak
memungkinkan untuk dilakukan (Mehle dan Trdan 2012). Salah satu metode yang
digunakan untuk variasi dan keragaman genetik spesies yaitu dengan
menggunakan DNA mitokondria (mtDNA) (Chahyadi 2013). DNA mitokondria
yang banyak digunakan untuk analisis genetik adalah Cytochrome c Oxidase
subunit I (COI) (Pratami 2013). sekuens DNA mtCOI mampu mengidentifikasi
spesies trips dari genus Kladothrips, Oncothrips, Gynaikotrips, Frankliniella dan
Thrips (Crespi et al. 1998; Shao dan Barker 2003; Rugman-Jones et al. 2010;
Mehle dan Trdan 2012). Sekuens DNA mtCOI juga dapat digunakan sebagai
karakter tambahan untuk konfirmasi identifikasi spesies dan data dalam
penyusunan basis data kodebar DNA (DNA barcode database) (Hebert et al.
2003; Goldstein dan DeSalle 2010).
Penelitian ini merupakan studi lanjutan dari studi sebelumnya mengenai
identifikasi trips berdasarkan karakter morfologi pada tanaman hortikultura yang
ditemukan didaerah Cianjur, Lembang, dan Bogor oleh Subagyo (2014). Hasil
studi tentang karakter molekuler trips ini diharapkan dapat membantu
mengkonfirmasi hasil identifikasi secara morfologi dan diharapkan dapat
melengkapi data hasil identifikasi spesies-spesies trips yang telah ada.

Perumusan Masalah
Identifikasi trips di Indonesia sebagian besar dilakukan berdasarkan
karakter morfologi. Selain itu, informasi keberadaan dan status spesies anggota
subordo Tubulifera di Indonesia masih sangat terbatas. Selanjutnya, identifikasi
menggunakan karakter molekuler berupa urutan sekuens DNA mtCOI di
Indonesia belum banyak dilakukan. Penggunaan karakter ini dilakukan pada

3
anggota subordo Terebrantia maupun Tubulifera, terutama pada spesies yang
mudah ditemukan dan banyak dilaporkan menyerang pertanaman seperti:
Ceratothripoides brunneus, Megalurothrips usitatus, Thrips alliorum, T.
hawaiiensis, dan T. parvispinus maupun pada trips pada tanaman beringin, pala,
dan seruni laut.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter molekuler spesies trips
subordo Terebrantia menggunakan sekuens DNA mtCOI dan mengidentifikasi
spesies trips subordo Tubulifera yang ditemukan pada tanaman beringin (Ficus
benjamina/ Moraceae), pala (Myristica fragrans/ Myristicaceae), dan seruni laut
(Wedelia biflora/ Asteraceae).

Manfaat Penelitian
Informasi mengenai karakter morfologi anggota subordo Tubulifera pada
penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memudahkan identifikasi subordo
Tubulifera khususnya yang berada di Kabupaten Bogor dan kabupaten lainnya.
Selain itu, karakter molekuler berupa sekuens DNA mtCOI dari anggota subordo
Terebrantia dan Tubulifera dapat dijadikan karakter tambahan hasil identifikasi
morfologi serta melengkapi database sekuens DNA mtCOI trips dalam rangka
Pengendalian Hama Terpadu.

II TINJAUAN PUSTAKA
Trips (Insecta: Thysanoptera)
Trips (Thysanoptera) adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh sekitar
1-4mm (daerah tropika panjangnya hampir 14mm). Beberapa spesies ada yang
tidak memiliki atau tanpa sayap. Tipe alat mulut meraut – menghisap, terdiri atas
probosis dengan struktur tidak simetris, besar, konis, dan terletak bagian posterior
pada ventral kepala. Selain itu terdapat stilet, satu mendibel dan lasiniae dari dua
maksila. Antena yang dimiliki trips biasanya pendek, terdiri dari empat sampai
sembilan ruas. Tipe metamorfosis peralihan antara sederhana dan sempurna.
Morfologi antara serangga jantan dan betina hampir sama, tetapi biasanya
serangga jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibanding dengan
serangga betina. Serangga ini berperan sebagai pemakan tanaman, menyerang
bunga dan daun, memakan spora-spora jamur, pemangsa arthropoda kecil dan
vektor penyakit tumbuhan (Borror et al. 1989; Ritz et al. 2010).
Salah satu famili trips yang menjadi hama adalah Thripidae. Ciri khasnya
adalah jumlah ruas antena 7-8 segmen dan memiliki struktur seperti garpu atau
sederhana (Sartiami dan Mound 2013). Famili ini terdiri atas 3 subfamili yaitu
Panchaetothripidae, Dendothripinae, dan Thripinae. Subfamili Thripinae memiliki
sekitar 1 600 spesies dari 250 genus yang banyak berasosiasi dengan tanaman dan
sebagian besar merupakan hama penting dan menjadi vektor virus pada tanaman.
Beberapa spesies trips anggota subfamili Thripinae yang menjadi hama penting
baik pada sayuran maupun bunga hias diantaranya Frankliniella intonsa, F.
occidentalis, Megalurothrips sp, T. aspinus, T. hawaiiensis, T. parvispinus, Thrips
tabaci Lindeman, Scirtothrips dorsalis Hood, Haplothrips floricola Priesner, dan
Thrips flavus Schrank (Bansidhi dan Poonchaisri 1991; Fung et al. 2002; Kirk
2002; Sartiami et al. 2011; Subagyo 2014). Spesies lain yang dilaporkan menjadi
vektor virus diantaranya T. tabaci dan Frankliniela schultzei (Trybom) (Kirsten
et al. 2009; Westmore 2012).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh trips menimbulkan kerugian secara
langsung ataupun tidak langsung. F. intonsa dilaporkan merupakan hama penting
pada tanaman krisan, dimana terdapat bercak kecoklatan pada bunga (Yusuf et al.
2010). Spesies ini juga menyerang tanaman lili, jeruk, kacang-kacangan, selada,
bawang, dan jagung (Subagyo 2014). Spesies lain yang merugikan tanaman yaitu:
T. palmi, T. tabaci, dan M. usitatus. Spesies-spesies tersebut merupakan spesies
yang banyak merusak tanaman hortikultura di negara Philipina terutama pada
tanaman terung, tomat dan kentang (Bernardo 1991). Selain kerugian langsung,
terdapat kerugian tidak langsung yang ditimbulkan oleh trips, misalnya T.
parvispinus yang menyerang daun pepaya menyebabkan infeksi cendawan
Cladosporium oxysporum sehingga menyebabkan malformasi, bercak, dan lubang
pada daun. Selain itu T. tabaci juga dilaporkan dapat menjadi vektor beberapa
virus tanaman, seperti: Cucumber Mosaic Virus, Potato Leaf Roll Virus, Tobacco
Mosaic Virus, Potato Virus, dan Pea Mosaic Virus (Sakimura 1946).
Trips subordo Tubulifera juga dilaporkan mengganggu dan menjadi hama
dibebarapa negara. Khalsoven (1981) melaporkan di Indonesia terdapat satu genus
yang ditemukan berasosiasi dengan Graminae yaitu genus Haplothrips. Anggota

5
dari subordo Tubulifera pembentuk puru pada tanaman, misalnya Arrhenothrips
ramakrishnae Hood, Teucotothrips longus (Schmutz), Gynripsikothrips
flaviantennus Multon, Schedothrips orientalis Ananthakrishnan, Crotonothrips
dantahasta (Ramakrishna), Thilakothrips babuli Ramakrishna, dan Androthrips
flavipes Schmutz (Varadarasan dan Ananthakrishnan 1982). Anggota Subordo
Tubulifera yang lain yang pernah dilaporkan adalah Gynaikothrips uzeli yang
menyerang tanaman beringin, G. ficorum yang menyerang tanaman salam
(Myrtaceae), dan Haplothrips ganglbaueri menyerang gulma Echinochloa
crusgalli (Poaceae) (Ananthakrishnan dan Thangavilu 1976), sedangkan
Pseudophilothrips ichini dilaporkan menyerang tanaman lada (Held et al. 2005;
Mound et al. 2010).

Identifikasi Trips berdasarkan Karakter Morfologi
Karakter yang Digunakan dalam Identifikasi Morfologi Trips
Identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan karakter morfologi
disebut juga identifikasi tradisional. Antena dan oseli merupakan karakter yang
umum dilihat di bagian kepala trips (Mound dan Kibby 1998; Mound 2006).
Bagian pada toraks yang dapat dijadikan karakter untuk identifikasi adalah
pronotum, mesonotum, metanotum, tungkai, dan sayap depan. Rangkaian seta
pada pronotum sering digunakan untuk menentukan spesies dari suatu genus,
sedangkan pola retikulasi sklerit pada metanotum dapat digunakan untuk
membedakan spesies tertentu, karena pola ini bervariasi dan cenderung khas.
Sayap pada bagian toraks merupakan karakter yang paling sering digunakan untuk
identifikasi dan karakter yang sering dilihat adalah jumlah seta pada venasi sayap
depan serta ukuran seta terminal dan seta sub-terminal pada clavus (Mound dan
Kibby 1998).
Karakter pada abdomen yang umumnya dilihat adalah pola retikulasi pada
abdomen dan keberadaan microtrichia pada bagian tergit abdomen, selain itu
keberadaan stenidia pada tergit abdomen ruas VIII dan microtrichia atau comb
pada garis bagian belakang tergit abdomen ruas VIII dapat digunakan untuk
membedakan spesies satu dengan yang lainnya secara spesifik. Karakter lainnya
adalah setiap sternit abdomen mempunyai serangkaian seta pada tepi bawah,
umumnya berjumlah tiga pasang pada beberapa spesies, tetapi pada genus Thrips
sternit juga mempunyai serangkaian seta diskal (Mound 2006).
Kelebihan dan Kekurangan Identifikasi Morfologi.
Identifikasi secara morfologi memiliki beberapa keuntungan diantaranya
lebih cepat, mudah dan murah jika dibandingkan dengan metode molekular (Hoy
2003). Namun identifikasi trips secara morfologi memiliki keterbatasan
diantaranya:
1. Tidak dapat mendeteksi variasi yang terjadi didalam spesies sehingga dapat
terjadi kesalahan dalam pengidentifikasian. Variasi tersebut seperti seksual
dimorfisme antara jantan dan betina. Perbedaan jenis kelamin pada umumnya
akan membentuk perbedaan bentuk tubuh. Pada beberapa spesies jantan dan
betina yang memiliki ukuran yang berbeda akan membentuk allomorfik
(perbedaan pertumbuhan dan perkembangan ukuran dan struktur angota tubuh
misalnya antena dan seta).

6
2. Bentuk nimfa instar awal trips yang tidak bersayap akan sulit untuk dibedakan
dengan imago trips yang tidak bersayap ataupun warna yang kurang
tersklerotisasi
3. Ukuran trips yang sangat kecil sehingga karakter kunci sulit untuk dilihat
dengan jelas.
4. Identifikasi secara morfologi sulit dilakukan pada kondisi sampel yang tidak
utuh.
5. Pada beberapa kasus, beberapa spesies secara morfologi tampak serupa atau
hanya berbeda pada detail struktur tertentu yang sulit dibedakan

Identifikasi Menggunakan Karakter Molekular
Mitokondria Cytochrome Oxidase I
Gen penyusun DNA mitokondria pada hewan terdiri atas 37 gen untuk
mengkode pembentukan sub unit rRNA kecil hingga besar, 13 protein, dan 22
tRNA sehingga menjadi tempat yang konservatif dalam suatu filum. Hal ini juga
berlaku dalam dunia serangga, sehingga taksonomi dengan metode molekular
dapat dilakukan berdasarkan sistematika pendekatan filogenetik (Hoy 2003).
Analisis mitokondria pada trips mencatat pada T. imaginis dari 15 407 panjang
total DNA mitokondria terdiri dari 4 daerah yang memiliki fungsi yang berbeda
yaitu: (1) gen pengkode protein, (2) gen tRNA dan gen Pseudo-tRNA, (3) gen
rRNA, dan (4) bagian yang tidak mengkode apapun. Posisi DNA mtCOI berada
pada daerah yang mengkode protein, dimana daerah ini kaya akan kandungan A
dan T (Shao dan Baker 2003).
Menurut Ubaidillah dan Sutrisno (2009) DNA mtCOI dipilih menjadi gen
yang digunakan untuk barkoding, karena memiliki sifat-sifat yang memenuhi
persyaratan untuk digunakan dalam menentukan identitas sebuah spesies. Gen
mtCOI memiliki ukuran yang relatif pendek dan stabil (tidak mudah mengalami
perubahan bila dibandingkan dengan gen mitokondria sejenis). Selain itu gen
mtCOI sangat mudah untuk dilakukan pengurutannya dibandingkan dengan gengen yang berasal dari inti.
Kelebihan dan Kekurangan Identifikasi Molekuler
Pada trips bagian yang diamplifikasi pada proses PCR (Polymerase Chain
Reaction) adalah DNA mitokondria. Penggunaan DNA mtCOI sebagai penanda
genetik pada trips, memiliki beberapa kelebihan, diantara nya: 1) memiliki ukuran
yang sama dan relatif kecil, 2) mtDNA berevolusi lebih cepat dibandingkan
dengan DNA inti sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas perbedaan antara
populasi dan hubungan kekerabatannya, 3) bagian-bagian dari genom mitokondria
berevolusi dengan laju yang berbeda sehingga berguna untuk sistematika dan
penelusuran kesamaan asal (Gyllesten dan Wilson 1987). Selanjutnya Hoy (2003)
menambahkan sekuens DNA mtCOI dapat digunakan untuk: (1) membuat
konstruksi pohon filogeni molekular dalam mengevaluasi evolusi gen atau gen
dari famili tertentu, (2) mengevalusi hasil evolusi dalam satu spesies, (3) membuat
pohon filogeni dari spesies yang berbeda. Sekuens DNA akan memberikan
banyak data yang bersifat sangat spesifik. Selain itu banyak karakter yang

7
berpotensi untuk diuji secara teoritis hanya dengan menggunakan jumlah
nukleotida yang terbatas.

Gambar 2.1 Posisi DNA mtCOI T. imaginis (Shao dan Barker 2003)
Identifikasi secara molekular pada serangga memberikan keuntungan.
Deteksi yang akurat mengenai spesies trips sangat penting dalam program
pengandalian hama. Hal ini dapat menjamin ketepatan dalam mengontrol tindakan
yang tidak perlu dilakukan sehingga mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh
trips (Farris et al. 2008). Beberapa keuntungan teknik molekular dalam
pengendalian hama diantaranya: (1) program kontrol genetik, dimana dapat
memodifikasi jenis kelamin serangga dalam rangka mengontrol populasi hama di
lapangan, (2) program analisis molekular memungkinkan untuk melihat
perubahan perilaku serangga, sistem olfaktori, ritme, dan perilaku kawin
(terkadang perilaku berubah pada serangga karena perubahan morfologi akbibat
terjadinya mutasi), (3) dapat dimanfaatkan dalam bioteknologi pembuatan
serangga transgenik (Hoy 2003). Namun, teknik ini juga memiliki kekurangan
yaitu metode molekuler masih menggunakan atau membutuhkan identifikasi
menggunakan metode morfologi sebagai langkah awal perkembangan dan
pengenalan dari metode molekuler (Rugman-Jones et al. 2006).

III KARAKTER MOLEKULER TRIPS SUBORDO
TEREBRANTIA
ABSTRAK
Trips merupakan serangga yang sebagian besar anggotanya berperan
sebagai hama maupun vektor penyakit tanaman hortikultura terutama sayuran.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh trips dapat menyebabkan 30-50% kehilangan
hasil. Genus Thrips Linnaeus adalah genus kedua terbesar dari ordo Thysanoptera
dan banyak dilaporkan menjadi hama pada banyak tanaman inang. Selain anggota
dari genus Thrips, Ceratothripoides dan Megalurothrips dilaporkan sebagai hama
penting pada tanaman tomat dan tanaman kacang-kacangan di Asia dan Afrika. C.
brunneus dan M. usitatus juga dilaporkan sebagai vektor Tomatto Spot Wilt Virus
(TSWV) atau penyakit layu pada tomat.
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sekuens DNA mtCOI sebagai
karakter molekuler spesies trips dari subordo Terebrantia yaitu: genus
Ceratothripoides (C. brunneus), Megalurothrips (M. usitatus), dan Thrips (T.
alliorum, T. hawaiiensis dan T. parvispinus). Pengambilan sampel lakukan di
Kabupaten Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon, dan Kuningan. Pengambilan
sampel dilakukan secara langsung pada bunga atau daun tanaman yang
mengalami gejala akibat serangan trips. Identifikasi secara morfologi terdiri dari
pembuatan preparat slide dan identifikasi menggunakan kunci identifikasi
morfologi. Identifikasi menggunakan karakter molekuler terdiri atas empat
tahapan yaitu ekstraksi DNA total, amplifikasi menggunakan PCR, sekuensing,
dan analisis .
Program PCR berhasil mengamplifikasi DNA mtCOI C. brunneus, M.
usitatus, T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus pada ±710 pb. Data
sekuens DNA mtCOI kelima spesies tersebut berturut-turut adalah 693, 692, 678,
690, dan 668 pb. Nilai jarak genetik nukleotida antar spesies sekitar 0.00-0.401,
dan jarak genetik asam amino antar spesies sebesar 0.00-0.268. Sekuens DNA
mtCOI kelima spesies dari subordo Terebrantia ini mengkonfirmasi hasil
identifikasi morfologi.
Kata Kunci: COI, hama, hortikultura, mitokondria, sekuens

ABSTRACT
Thrips are insect that most of species are pests and vectors of diseases on
horticultural crops, especially on vegetable plants. Thrips can caused 30-50%
yield loss. Thrips Linnaeus is the second largest genus of the order Thysanoptera
and most of them are pests on many host plant. Not only this genus,
Ceratothripoides and Megalurothrips also reported as important pest on tomatto
and nuts in Asia and Africa. Ceratothripoides brunneus and Megalurothrips
usitatus also been reported as Tomatto Spot Wilt Virus (TSWV) vectors.
This research aimed to study mtCOI DNA sequences as molecular
characters Terebrantia suborder in genus Ceratothripoides (C. brunneus),

9
Megalurothrips (M. usitatus), and Thrips (T. alliorum, T. hawaiiensis dan T.
parvispinus). Samples were collected from symptomatic thrips attack plants in
districts of Bandung, Bogor, Cianjur, and Cirebon. Morphological identification
process consists of preparation of preparat slide and observation by using
morphological identification keys. Molecular identification process consists of :
DNA extraction using CTAB methods, DNA amplification, DNA sequencing, and
analysis. There were five species of thrips suborder Terebrantia frequently found
in cultivated crops they were C. brunneus, M. usitatus, T. alliorum, T.
hawaiiensis, and T. parvispinus. The length of their mtCOI DNA sequences were:
693, 692,678, 690, and 668 bp respectively. The range of genetic distance DNA
sequences was 0.00 to 0.401, while the range of genetic distance of amino acid
sequences was 0.00 to 0.268. MtCOI DNA sequences data confirmed
morphological results data from five species Terebrantia suborder.
Keywords: COI, horticulture, mitochondrial, pest, sequence

PENDAHULUAN
Trips merupakan serangga yang sebagian besar anggotanya berperan
sebagai hama maupun vektor penyakit tanaman hortikultura terutama tanaman
sayuran (Oktaviany et al. 2013). Peranan trips sebagai hama pada tanaman
disebabkan oleh aktivitas makan yang dilakukan. Kerusakan yang ditimbulkan
berupa bintik putih pada bunga atau daun, sehingga mengganggu proses
fotosintesis pada tanaman (Subagyo 2014). Indonesia belum memiliki data
mengenai kerugian yang ditimbulkan oleh trips, namun di India serangan trips
dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 30-50% pada tanaman cabai,
sedangkan di Malaysia dapat mencapai 80% pada tanaman krisan (Fauziah dan
Saharan 1991; Subagyo 2014; Sastrosiswojo 1991).
Genus Thrips Linnaeus adalah genus kedua terbesar dari ordo Thysanoptera
yang terdiri dari 286 spesies (Mound 2012). Sebagian besar anggota dari genus ini
hidup pada bunga dan sebagian pada bagian daun (Mound dan Marullo 1996).
Beberapa anggota dari genus ini merupakan hama penting pada tanaman di dunia
seperti Thrips angusticeps Uzel, Thrips flavus Schrank, Thrips hawaiiensis
(Morgan), Thrips meridionalis Priesner, dan Thrips tabaci Lindeman (Moritz
1994). T. hawaiiensis dilaporkan banyak menyerang tanaman pare dan okra,
sedangkan T. parvispinus merupakan hama baru yang menyerang pepaya di
Malaysia (Fauziah dan Saharan 1991). Di Indonesia T. parvispinus, T.
hawaiiensis, dan T. palmi tercatat sebagai hama umum yang ditemukan pada
pertanaman hortikultura (Subagyo 2014). Genus Thrips yang tersebar luas dan
memiliki spesies yang banyak menyebabkan tersedianya beberapa kunci
identifikasi di beberapa negara seperti Malaysia pada tanaman sayuran (Mound
dan Azidah 2009), Indonesia pada tanaman hortikultura (Sartiami dan Mound
2013; Subagyo 2014), serta Iran pada tanaman hortikultura dan palawija (Mirabbalou et al. 2012).
Trips biasanya memakan bagian permukaan daun muda. Di Indonesia dan
Iran, spesies T. alliorum merupakan hama baru pada tanaman bawang dengan
daerah sebaran Asia Tenggara dan Hawaii (Mirab-balou et al. 2012; Sartiami dan

10
Mound 2013). Trips memberikan dampak langsung terhadap kerusakan tanaman
pada bagian daun dan bunga, trips juga menjadi vektor virus penting pada
tanaman. T. hawaiiensis juga dilaporkan menjadi hama penting di Taiwan dan
Malaysia. Spesies ini merupakan hama umum yang ditemukan di Taiwan yang
menyerang bunga tanaman pertanian dan bunga potong. T. hawaiiensis
menyebabkan permukaan buah menjadi kasar, pucat, dan menurunkan kualitas
buah. Terdapat 21 tanaman yang diserang diantaranya: pisang, jeruk, anggur,
mangga, jambu air, krisan, gladiol, mawar, cabai, teh dan tanaman kacangkacangan (Chang 1991). Spesies T. parvispinus merupakan hama serius pada
cabai. Kerusakan yang ditimbulkan terlihat pada daun/ tanaman muda dan akan
terus menyebar selama perkembangan tanaman. Kehilangan hasil yang
diakibatkan oleh serangan T. parvispinus dapat mencapai 22.8% pada tanaman
cabai (Sastrosiswojo 1991). T. parvispinus juga menjadi hama pada tanaman
tembakau di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat (Vos et al. 1991). Selain itu, T.
parvispinus juga dilaporkan menyerang tanaman bunga krisan. Serangan trips
dapat mencapai 11-52% tergantung varietas bunga, hal ini menurunkan kualitas
bunga karena timbul bekas rautan dan bercak kehitaman pada mahkota bunga
(Novitasari 2014). Spesies dari genus yang lain seperti C. brunneus dan M.
usitatus dilaporkan sebagai trips yang dapat menjadi vektor Tomatto Spot Wilt
Virus (TSWV) atau penyakit layu pada tomat (Rao 2015; Mound dan Nickle
2009).
Trips sangat mudah menyebar karena ukuran tubuhnya yang kecil. Hal ini
menjadi masalah yang cukup serius pada perdagangan internasional (Mehle dan
Trdan 2012). Identifikasi yang cepat, tepat, dengan deskripsi yang jelas mengenai
karakter morfologi terhadap trips sangat diperlukan untuk pengendalian hama
trips. Identifikasi yang umum dilakukan di Indonesia adalah identifikasi
menggunakan kunci identifikasi morfologi. Namun, terdapat beberapa kekurangan
dalam penggunaan kunci identifikasi morfologi. Salah satunya adalah identifikasi
morfologi dan tidak mudah untuk dilakukan terutama untuk genus dengan jumlah
spesies yang banyak seperti dalam anggota genus Thrips (Hasmiwati et al. 2006).
Kesulitan yang lain dalam pengidentifikasian terhadap trips adalah ukuran yang
kecil, karakter-karakter yang sulit terlihat, serta variasi seksual dimorfisme dalam
spesies. Seksual dimorfisme dapat menyebabkan kesalahan identifikasi (Mound
dan Kibby 1998). Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya karakter tambahan
dalam proses identifikasi terhadap trips.
Karakter tambahan yang biasa digunakan dalam proses identifikasi trips
adalah sekuens DNA mitokondria (Hoy 1994). Gen penyusun DNA mitokondria
yang banyak digunakan untuk melihat variasi genetik spesies adalah
Mitochondria Cytochrome c Oxidase I (mtCOI). Gen ini digunakan karena
memiliki laju evolusi yang tinggi sehingga akan berbeda pada setiap spesies.
DNA mtCOI juga penyandi protein yang memiliki variasi genetik yang tinggi
(Ubaidillah dan Sutrisno 2009). Selain itu DNA mtCOI juga digunakan sebagai
gen standar penanda molekuler (DNA barcode) untuk melihat karakter dan variasi
genetik intraspesies dan interspesies (Hebert et al. 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter molekuler berupa
sekuens DNA mtCOI trips subordo Terebrantia yaitu: C. brunneus, M. usitatus, T.
alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus, hal ini dikarenakan spesies-spesies
ini mudah ditemukan. Selain itu, belum tersedianya data molekuer dari kelima

11
spesies tersebut. Manfaat penelitian ini berupa data sekuens DNA mtCOI yang
digunakan sebagai tambahan karakter untuk melengkapi data morfologi dalam
proses pengidentifikasian trips. Sekuens DNA mtCOI yang ada, diharapkan dapat
memperkecil kesalahan identifikasi menggunakan karakter morfologi, sehingga
hasil identifikasi menggunakan kedua metode ini menjadi lebih lengkap dan
akurat.

METODE PENELITIAN
Sampel trips diambil dari Kabupaten Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon,
dan Kuningan. Trips kemudian diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi di
Laboratorium Biosistematika Serangga. Ekstraksi dan amplifikasi DNA mtCOI
trips di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014
sampai Agustus 2015.
Sampel trips diambil secara langsung pada bagian bunga dan daun yang
bergejala akibat serangan trips. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung
eppendorf berisi alkohol absolut, selanjutnya dimasukkan kedalam plastik klip
yang diberi keterangan. Lokasi pengambilan sampel ditandai menggunakan GPS
untuk mendapatkan koordinat. Trips yang sudah dikoleksi dari lapangan
kemudian disortir. Sebagian disimpan untuk ekstraksi DNA trips sementara yang
lain dibuat slide dengan metode Mound dan Kibby (1998). Identifikasi trips
dilakukan di bawah mikroskop stereo OLYMPUS CX21FSI yang dilengkapi
langsung dengan kamera Dino-eye. Identifikasi dilakukan menggunakan buku
identifikasi Mound dan Kibby (1998), Sartiami dan Mound (2013) serta Subagyo
(2014).
Ekstraksi DNA dan Amplifikasi dengan PCR.
Imago trips yang telah disimpan ke dalam alkohol absolut, kemudian
diekstraksi dengan teknik molekuler untuk mendapatkan DNA total yang
mengacu pada metode Goodwin et al. (1994) yang telah dimodifikasi. Individu
imago trips dari masing-masing spesies dimasukkan ke dalam tabung eppendorf
1.5 mL, kemudian ditambahkan 100 μL bufer ekstraksi CTAB 2%. Selanjutnya
ditambahkan 1 μL proteinase K, kemudian dihancurkan sampai halus
menggunakan micropestle. Suspensi diinkubasi pada suhu 65 ⁰ C selama 3 menit.
Larutan Chlorofoam: Isoamil alcohol (CI) (24:1) sebanyak 100 μL ditambahkan
ke dalam suspensi dan vortek selama 3 menit. Suspensi tersebut kemudian
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 10 000 rpm sehingga dihasilkan
supernatan. Supernatan yang telah diperoleh dipindah ke tabung eppendorf 1.5
mL yang baru sebanyak 60 μL. Larutan Isopropanol sebanyak 44 μL dan Sodium
asetat 3 M (pH 5.2) sebanyak 6 μL ditambahkan ke dalam supernatan untuk
proses presipitasi (pengendapan DNA) dan diinkubasi di lemari pendingin pada
suhu -20 ⁰ C selama 3 jam atau semalam (overnight).
Tabung yang berisi cairan supernatan DNA total trips hasil inkubasi
disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
terbentuk dibuang dan tersisa pelet yang mengandung DNA total. Pelet dicuci
dengan etanol 80% sebanyak 100 μL dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 8
000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk kembali dibuang dan tersisa

12
pelet DNA yang sudah bersih. Pelet DNA total trips disuspensikan kembali
dengan larutan Tris-EDTA (TE) sebanyak 20 μL.
Amplifikasi dan Sekuensing DNA mtCOI Trips
Proses amplifikasi menggunakan mesin PCR Perkin Elmer 480
Thermocycler (Applied Biosystem, US). Amplifikasi fragmen DNA mtCOI trips
menggunakan primer forward dan reverse dengan panjang amplikon sebesar ±710
pb. Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA mtCOI dari trips
sepasang primer universal DNA mtCOI LCO 1490 (3'-GGTCAACAAATCATAA
AGATATTGG-5') dan HCO 2198 (5'TAAACTTCAGGGTGACCAAAAAATCA
-3') (Folmer et al. 1994). Total volume reaksi PCR yang digunakan adalah 25 μl
yang terdiri atas 9.5 μl air destilata steril, 1 μl primer forward, 1 μl primer reverse,
1 μl DNA cetakan, dan 12.5 μl PCR Master Mix.
Program amplifikasi yang digunakan ialah: denaturasi inisiasi selama 5
menit pada 94 oC, kemudian dilanjutkan 35 siklus yang terdiri atas: denaturasi
selama 1 menit pada 94 oC, penempelan primer selama 35 detik pada 52 oC,
pemanjangan 72 oC selama 1 menit 30 detik, dan pemanjangan akhir 7 menit pada
suhu 72 oC. Hasil PCR kemudian dielektroforesis menggunakan agarose 1% pada
tegangan 50 volt selama 50 menit dan divisualisasi menggunakan UV
transilluminator. Pita-pita yang tervisualisasi kemudian dianalisis ukuran fragmen
DNA yang dibandingkan dengan marker 1 kb (Thermo Scientific, US)
Analisis Jarak Genetik dan Filogeni DNA mtCOI Trips
Identifikasi spesies lebih lanjut dilakukan analisis homologi basa nukleotida.
Produk PCR disekuensing (proses ini dilakukan oleh perusahaan sekuensing).
Selanjutnya sekuens DNA mtCOI trips diolah menggunakan perangkat lunak
BioEdit 7.0.9 untuk dibandingkan dengan sekuen database dari GeneBank
(www.ncbi.nlm.nih.gov). Analisis homologi dilakukan pada sekuen DNA mtCOI
trips dengan data GeneBank. Program Basic Local Alignment Search ToolNucleotide (BLAST-N) (www.ncbi.nlm.nih.gov /blast/) digunakan untuk analisis
homologi. Sekuen nukleotida DNA mtCOI trips di-alignment dengan data sekuen
nukleotida DNA mtCOI trips yang diperoleh dari GeneBank. Data sekuen
nukleotida untuk DNA mtCOI trips yang diperoleh dari GeneBank dibentuk
matriks nukleotida dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Clustal x (1.83).
Konstruksi pohon filogeni dilakukan antar DNA mtCOI trips. Proses analisis
filogeni tersebut menggunakan metode Unweighted Pair Group Method using
Arithmetic (UPGMA) dengan bootstrap 1000 kali pada program Molecular
Evolutionary Genetic Analisis (MEGA) 6.

HASIL
Karakter Morfologi