Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat Busungbiu, Buleleng, Bali.
TESIS
DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN
PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,
BULELENG, BALI
KOMANG WAHYU RUSTIANI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
TESIS
DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN
PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,
BULELENG, BALI
KOMANG WAHYU RUSTIANI
NIM 1490261009
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN
PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,
BULELENG, BALI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
KOMANG WAHYU RUSTIANI
NIM 1490261009
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 16 Agustus 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. 3975/UN.14.4/HK/2016, Tanggal 10 Agustus 2016
Ketua
: Prof. Dr. I Nyoman Suarka M.Hum.
Aanggota
:
1. Dr. I Gede Mudana, M.Si.
2. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U.
3. Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si.
4. Dr. Ni Luh Arjani M.Hum.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NAMA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
NIM
PROGRAM STUDI
JUDUL TESIS
: Komang Wahyu Rustiani
: 1490261009
: Kajian Budaya
: Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat
Desa Busungbiu, Buleleng, Bali.
Dengan ini penulis menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis yang berjudul
Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat Desa Busungbiu, Buleleng,
Bali dalam penyusunannya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan
peneliti juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun
2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Agustus 2016
Saya yang membuat pernyataan,
Komang Wahyu Rustiani
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu
Puja dan Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul
Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat
Desa Busungbiu, Buleleng, Bali tepat pada waktunya.
Penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi tugas akhir untuk
memperoleh gelar Magister. Tidak sedikit kesulitan yang dialami dalam proses
penyusunan dan penyelesaian karya tulis ini. Namun, berkat bantuan dari berbagai
pihak semua kesulitan tersebut dapat diatasi.
Peneliti berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
memberikan dukungan baik moral maupun spiritual berupa bimbingan, arahan,
petunjuk maupun motivasi. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Nyoman
Suarka, M.Hum., sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah
memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penyususnan tesis
ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. I. Gede
Mudana, M.Si., Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas
Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.P.D.-KEMD atas kesempatan dan
fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini
juga penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa juga penulis ucapkan
terima kasih kepada Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si. selaku Ketua Program
Studi Magister (S2) Kajian Budaya dan Dr. I Nyoman Dhana, M.A. selaku
Sekretaris Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis,
yaitu, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., Dr. I. Gede Mudana, M.Si., Prof. Dr.
vi
I Nyoman Kutha Ratna, S.U., Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si., dan Dr. Ni
Luh Arjani M.Hum. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan
koreksi sehingga penelitian ini dapat terwujud.
Kepada dosen pengampu mata kuliah yakni Prof. Dr. A. A. Ngurah Anom
Kumbara, M.A.; Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti, S.H., M.Si.; Dr. I. Nyoman
Dhana, M.A.; Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum.; Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.; Dr.
I Gede Mudana, M.Si.; Dr. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si.; Dr. Purwadi,
M.Hum.; Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S.; Prof. Dr. Emiliana Mariyah,
M.S.; Prof. Dr. A. A. Bagus Wirawan, S.U.; Prof. Dr. I Nengah Bawa Atmaja,
M.A.; Dr. Putu Sukardja, M.Si.; Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A.; Dr. I Wayan
Redig.; Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum.; Dr. Ni Luh Arjani, M.Hum.; Prof.
Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U.; Prof. Dr Aron Meko Mbete.; Prof. Dr. Dewa
Komang Tantra, Dip.App.Ling., M.Sc.; Prof. Dr. Made Sukarsa, SE., MS.; dan
Dr. Ni Made Ruastiti, M.Si., penulis ucapkan terima kasih atas bimbingan dan
pengetahuan yang telah ditularkan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada seluruh pegawai administrasi Program Studi Kajian Budaya
yakni I Wayan Sukaryawan, ST.; Dra. Ni Luh Witari.; Cok Istri Murniati, SE.; Ni
Wayan Ariati, SE.; I Putu Hendrawan; I Nyoman Candra; dan I Ketut Budiarsa,
seluruh pegawai Program Pasca Sarjana UNUD yang telah membantu dan
memberikan kemudahan kepada penulis berkaitan urusan administrasi. Semoga
Tuhan senantiasa memberikan kemuliaan dan kebijaksanaan kepada beliau
semuanya.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pimpinan beserta jajaran
lembaga tempat saya mengabdi dengan segala kemudahan yang diberikan kepada
saya selama mengikuti perkuliahan. Terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
para informan yang tidak bisa disebutkan satu per satu, karena berkat informasi
yang diberikan, penelitian ini dapat terselesaikan. Terima kasih sudah bersedia
untuk diganggu dalam kesibukannya, terima kasih bersedia menemani penulis
untuk mengobrol dan bersikap terbuka. Terima kasih juga kepada teman-teman
seperjuangan S2 Kajian Budaya 2014 yang berasal dari Malang, Sulawesi,
Ambon, Jakarta dan khususnya Bali. Sahabatku Hasanah yang selalu menemani
vii
saat galau menulis, engkau yang selalu sabar dan pengertian, siap diajak
kemanapun dan kapanpun. Mba Nining yang selalu menemani mengurus
administrasi dan terima kasih sudah menjadi kakak yang baik hati dan penuh
pengertian. Kak David, Kak Avat, Edi, Yogi, Sukayasa, Kak Icha yang selalu
meramaikan suasana. Babe Purbanegara yang selalu ngrecokin anak-anaknya dan
terima kasih sudah ngajak berpetualang. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada sahabat Mas Eka yang selalu memotivasi ngajak balapan untuk
menyelesaikan tesis, engkaulah saksi perjuanganku ketika menyusun tesis. Bli Juli
yang selalu jail dan menghibur.
Pada Kesempatan ini penulis haturkan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada ayahanda I Nyoman Arca dan ibunda Ni Nyoman Murtini yang
tulus iklas menghantarkan penulis sampai ke pendidikan tinggi. Terima kasih
telah memberikan dukungan moral dan moril, tetaplah menjadi orang tua yang
selalu penulis banggakan. Semua yang dicapai oleh penulis saat ini tidak akan
pernah lepas dari peran terbesar ayahanda dan ibunda tercinta. Tidak lupa juga
penulis ucapkan terima kasih kepada kedua kakak Putu Maitriani, S.Pd., Kadek
Arisoni dan adik tercinta Putu Santhi Sharma Janaki yang paling cerewet dan
selalu membuat kangen. Tidak lupa pula Bli Komang Yudi Artawan, terimakasih
telah menemani dan menjadi fotografer siaga. Terima kasih untuk orang yang
spesial Gusde selalu sabar menghadapi ketika pusing dalam menyusun tesis dan
selalu menjadi motivator handalan. Terima kasih kepada Siajik Sijerata sudah
sabar diganggu pagi, siang dan malam hari untuk berbagi.
Tidak lupa juga disampaikan kepada semua pihak, mohon maaf atas segala
kekeliruan yang pernah penulis perbuat. Penulis menyadari bahwa banyak
kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna penyempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembacanya.
Om Santih, Santih, Santih Om
Denpasar, Agustus 2016
Komang Wahyu Rustiani
viii
ABSTRAK
Ungkapan pemali perkawinan dalam penyampaiannya dilandasi oleh mitos
sehingga penting untuk dikaji karena banyak masyarakat keliru dalam
memaknainya. Masyarakat Busungbiu penduduknya heterogen namun sebagian
besar berprofesi sebagai petani, sehingga memiliki kecenderungan untuk
menerima pemali perkawinan sebagaimana pemali itu dilontarkan misalnya De
nganten ajak nak mekaste, nyanan panes (jangan kawin dengan orang berkasta,
nanti menderita). Masyarakat menyepakati dan mau menuruti pemali tersebut,
karena percaya dan yakin jika dilanggar maka akibat yang ditimbulkan dari
ungkapan pemali akan benar-benar terjadi. Masalah yang diteliti dalam penelitian
ini adalah bentuk pemali perkawinan yang dijumpai pada masyarakat Desa
Busungbiu, proses dekonstruksi pemali perkawinan dan relasi dekonstruksi
pemali perkawinan pada masyarakat Busungbiu dengan realitas posisi pelakunya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pemali perkawinan, proses
dekonstruksi, serta mengetahui relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada
masyarakat Busungbiu dengan realitas posisi pelakunya. Pengumpulan data
dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Data dianalisis secara
eklektik dengan teori dekonstruksi, teori materialisme kultural, teori semiotika
sosial dan teori encoding decoding.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pemali perkawinan yang
dijumpai pada masyarakat Busungbiu berjumlah tiga puluh tujuh. Pemali
perkawinan tersebut dikelompokkan secara bersistem menurut kaidah atau standar
yang ditetapkan yakni (1) hubungan kekerabatan; (2) berorientasi ciri fisik; (3)
berdasarkan stratifikasi sosial dibagi menjadi dua yakni kekuasaan dan
kewenangan serta pembagian kehormatan dan status sosial; dan (4) berkaitan
dengan waktu, dibagi menjadi dua yaitu, hari baik/dewasa dan periode. Periode
dibagi menjadi tiga yaitu sebelum perkawinan, saat perkawinan dan setelah
perkawinan. Proses dekonstruksi pemali perkawinan dilakukan melalui tiga
tahapan yakni: (1) pembongkaran struktur dan kode bahasa; (2) reinterpretasi
makna pemali perkawinan; dan (3) representasi pemali dalam praktik perkawinan
sehingga ungkapan pemali perkawinan yang awalnya irasional menjadi rasional.
Relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada masyarakat busungbiu dengan posisi
pelakunya dijumpai tiga posisi (1) posisi dominan hegemonik, masyarakat yang
berada pada posisi ini memiliki kecenderungan untuk mematuhi pemali
perkawinan yang terdapat pada masyarakat Busungbiu; (2) posisi negosiasi, yakni
masyarakat yang berada di wilayah abu-abu atau berada di tengah-tengah, mereka
ragu antara percaya dan tidak dengan pemali perkawinan yang terdapat pada
masyarakat Busungbiu; dan (3) posisi oposisi, merupakan masyarakat yang
menentang atau tidak mempercayai pemali perkawinan.
Kata Kunci: pemali perkawinan, dekonstruksi
ix
ABSTRACT
Forwarding pemali marriage expressions essentially are constituted by the
myth, so they are essential to be analyzed since a lot of societies
misinterpretation in creating meaning. Busungbiu societies are heterogeneous, but
a part of them are farmer, so they tend to accept pemali marriage expressions as
well as those pemali broached e.g. De nganten ajak nak mekaste, nyanan panes
(don't get married with person gets caste (exogamy), later suffers). The societies
are agreed to follow pemali because they believe and doubtless if those pemali are
breached, so the effect which is evoked from pemali will really happen. The
problems analyzed in this research are the form of pemali marriage expressions
found in Busungbiu societies, the deconstruction process on pemali marriage, and
the relationship between pemali marriage in Busungbiu societies and local life
realities. The aim of this research is to investigate the form of pemali marriage,
the deconstruction process, and the relationship between pemali marriage in
Busungbiu societies and local life realities. The data collection method utilizes
observation, interview, and reviewing documents. The data were analyzed
eclectically by utilizing deconstruction theory, cultural materialism theory, social
semiotic theory, and encoding decoding theory.
The research result shows that there are thirty three forms of pemali
marriage expressions that found in Busungbiu societies. Those pemali are
classified systematically based on the settled norm, they are (1) kinship; (2)
physical features; (3) social stratification which is divided into two, both are
power and authority and sharing of honor and social status; and (4) based on time
which is divided into two, both are high time/full age day and the period of
implementation. The period of implementation consists of three, they are before
marriage, while marriage and after marriage. The process of deconstruction on
pemali marriage expressions is done through three steps, they are (1)
deconstruction on the structure and the language code; (2) reinterpretation on the
meaning of pemali marriage expressions; and (3) representation on pemali in the
marriage ritual in orders to rationalize those pemali. The deconstruction on the
relation between pemali marriage expressions and the position of the subject is
found in three positions, they are (1) hegemony dominant positions, societies who
tend to believe pemali marriage expressions in Busungbiu; (2) negotiation
positions, societies who hesitate to believe or not to pemali marriage expressions
in Busungbiu; and (3) opposition position, societies who oposite or do not believe
to pemali marriage expressions.
Key word: pemali marriage, deconstruction
ix
RINGKASAN
Masyarakat Bali sebagai penutur bahasa Bali mempunyai banyak wacana
kebudayaan salah satunya adalah pemali perkawinan. Ungkapan pemali tidak
hanya dikenal di Bali, namun terdapat pula di Sunda, misalnya tidak boleh
makan tungir ayam, pamali . Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sangat pesat, salah satunya berdampak pada pemahaman terhadap pengertian
mitos khususnya rasionalitas pemali perkawinan. Zaman dahulu berdasarkan pola
pemikiran primitif mitos mempunyai arti asli, yaitu kisah, hikayat dari zaman
purbakala tentang para dewa. Mitos merupakan tipe wicara atau sistem
komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Segala sesuatu bisa menjadi sebuah
mitos jika disajikan oleh sebuah wacana. Masyarakat Busungbiu masih
menjalankan adat dan tradisinya. Masyarakat Busungbiu sebagian besar
berprofesi sebagai petani. Rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan sebagain besar masyarakat Busungbiu berprofesi sebagai
petani. Iklim, curah hujan dan suhu udara yang stabil mendukung kondisi
masyarakat berprofesi sebagai petani. Profesi masyarakat Busungbiu menjadi
faktor utama berkembangnya pemali khususnya pemali perkawinan. Masyarakat
Busungbiu memiliki kencenderungan untuk meyakini pemali perkawinan
sebagaimana pemali tersebut disampaikan, sehingga relefan dipilih sebagai
sampel lokasi penelitian.
Masyarakat Busungbiu dilarang kawin dengan orang yang berkasta
menggunakan ungkapan pemali Da nganten ajak nak makasta, nyanan panes
(jangan menikah dengan orang berkasta (eksogami), nanti panas). Begitu juga
larangan kawin dengan sepupu (inses). Masyarakat menyepakati dan mau
menuruti pemali tersebut, karena percaya dan yakin jika dilanggar maka akibat
yang ditimbulkan dari ungkapan pemali akan benar-benar terjadi. Sesungguhnya
pemali perkawinan tersebut dalam penyampaiannya dilandasi oleh mitos, dalam
Kajian Budaya mitos adalah bagian dari ideologi, dimana ideologi harus
didekonstruksi karena memapankan struktur dominasi.
ix
Permasalahan penelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan
berikut. (1) bagaimana bentuk pemali perkawinan pada masyarakat Busungbiu;
(2) bagaimana proses dekonstruksi pemali perkawinan
pada masyarakat
Busungbiu; dan (3) bagaimana relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada
masyarakat Busungbiu dengan realitas posisi pelakunya.
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif berparadigma kajian
budaya (cultural studies). Pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik
wawancara dengan masyarakat yang meyakini pemali perkawinan, masyarakat
menentang pemali perkawinan, masyarakat yang ragu terhadap pemali
perkawinan. Peneliti juga melakukan wawancara dengan dokter untuk
memberikan alasan yang rasional terkait pemali perkawinan. Observasi dilakukan
peneliti untuk mengamati fenomena yang terjadi pada masyarakat Busungbiu,
sedangkan studi dokumen dilaksanakan untuk memperoleh dokumen terkait
dengan perkawinan. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis
kualitatif melalui teori dekonstruksi, teori materialisme kultural, teori semiotika
sosial, dan teori encoding decoding yang diterapkan secara eklektik. Menurut teori
dekonstruksi, ada dua pandangan tentang penafsiran yakni tafsiran restrospektif,
yaitu upaya-upaya rekonstruksi makna atau kebenaran asli atau awal membentuk
kebenaran akhir atau mutlak. Bersifat transendental dan pada tingkat tertentu
bersifat dogmatis; dan kedua tafsiran prospektif, yakni secara eksplisit menerima
ketidakpastian makna. Permainan bebas bahasa tanpa terikat pada dogma.
Dekonstruksi juga mencoba melawan teks sehingga dimungkinkan melahirkan
makna baru teks. Teori materialisme kultural terkait dengan bagaimana dan
mengapa makna dimasukkan dalam momen produksi. Eksplorasi atas arti penting
dalam konteks sarana dan kondisi produksi. Hubungan antara praktik kultural
dengan ekonomi politik. Teori semiotika sosial, adalah semiotik yang secara
khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud
lambang, baik berupa kata maupun rangkaian kata atau kalimat. Semiotik
sosial lebih cenderung melihat bahasa sebagai sistem tanda atau simbol yang
sedang mengekspresikan nilai, norma kultural dan sosial suatu masyarakat
tertentu di dalam suatu proses sosial kebahasaan. Sedangkan teori encoding
ix
decoding, memiliki tiga posisi hipotekal yakni posisi dominan hegemonik, posisi
negosiasi, dan posisi oposisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pemali perkawinan yang
dijumpai pada masyarakat Busungbiu berjumlah tiga puluh tujuh. Pemali
perkawinan yang dijumpai selalu diawali dengan kata yang menyatakan sebuah
larangan yakni sing dadi dan da . Pemali perkawinan tersebut dikelompokkan
secara bersistem menurut kaidah atau standar yang ditetapkan yakni (1) hubungan
kekerabatan, ditinjau dari garis keturunan pihak laki-laki (patrilinial) dijumapi
sebanyak delapan pemali; (2) berorientasi ciri fisik, yakni pemali perkawinan
yang berhubungan dengan tanda pada organisme/tubuh/jasmani manusia yang
membedakannya dari individu lainnya; (3) berdasarkan stratifikasi sosial, berarti
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atas
dasar
kekuasaan,
hak
istimewa,
dan
prestise
dalam
masyarakat
atau
lingkungannya, dibagi menjadi dua yakni kekuasaan dan kewenangan, berarti
yang berkaitan dengan kemampuan orang atau golongan lain bedasarkan
kewibawaan, wewenang, karisma, atau kekuatan fisik, serta pembagian
kehormatan dan status sosial, berdasarkan kasta dan status sosial yang dibedakan
berdasarkan kebangsawanan maupun kedudukan; dan (4) berkaitan dengan waktu,
dibagi menjadi dua yaitu, hari baik/dewasa dan periode. Periode dibagi menjadi
tiga yaitu sebelum perkawinan, saat perkawinan dan setelah perkawinan. Segala
sesuatu yang berkaitan dengan rangkaian perkawinan ketika proses perkawinan
berlangsung, sebelum dan bagaimana keadaan yang terjadi saat perkawinan
merupakan hal yang terkait dengan periode waktu perkawinan. Sedangkan hari
baik atau dewasa juga termasuk ke dalam waktu yang bersifat linear
Proses dekonstruksi pemali perkawinan dilakukan melalui tiga tahapan
yakni: (1) pembongkaran struktur dan kode bahasa sehingga menemukan banyak
makna atau dengan kata lain menentang makna tunggal atau bersifat logosentris
dan dilakukan untuk mengkritisi secara radikal dan membongkar berbagai asumsi
dasar yang menopang pemikiran dan keyakinan masyarakat terkait pemali
perkawinan; (2) reinterpretasi makna pemali perkawinan dilakukan untuk
menafsirkan kembali pemali perkawinan yang sudah dibongkar dengan
ix
memberikan bukti-bukti terkait historis, medis, sosial maupun secara religius; dan
(3) representasi pemali dalam praktik perkawinan sehingga ungkapan pemali
perkawinan yang awalnya irasional menjadi rasional. Ketiga proses tersebut
menunjukkan bahwa perkawinan yang selama ini dianggap pemali, kini sudah
tidak tabu lagi.
Pemali perkawinan yang berkaitan dengan hubungan kekerabatan dan
stratifikasi sosial dibongkar struktur dan kode bahasa yang menyatakan pemali
seperti
Sing dadi nganten ajak misan ngarep, nyanan panes! ( Tidak boleh
kawin dengan sepupu, nanti panas! ) dibongkar strukturnya. Penanda yang
menunjukkan pemali yakni sing dadi, misan ngarep dan panes. Teks yang sudah
dipenggal seperti di atas kini dipenggal kembali menjadi satuan terkecil
pembacaan kemudian diberikan penafsiran. Secara restrospektif sing dadi berarti
tidak boleh. Sedangkan misan berarti sepupu (hubungan kekerabatan antara anak-
anak dari dua orang bersaudara atau saudara senenek). Ngarep secara restrospektif
berarti terdepan atau utama dianggap kebenaran asli sehingga kode bahasa misan
ngarep tersebut ditafsirkan secara prospektif guna memperoleh ketidakpastian
makna. Secara prospektif misan ngarep berarti sepupu dari garis keturunan lakilaki (patrilinial), sepupu dari saudara laki-lakinya ayah, sepupu dari saudara
perempuannya ayah, sepupu yang harus diutamakan, sepupu terpenting maupun
sepupu terbaik. Setelah dibongkar penanda-penanda tersebut direinterpretasikan
dengan memberikan alasan-alasan yang masuk akal dengan bukti-bukti yang bisa
dipertanggungjawabkan misalnya ditinjau dari segi medis, religius maupun secara
sosial. Setelah direinterpretasikan maka pemali perkawinan tersebut akan
menampakkan ideologi yang selama ini tidak dipahami oleh masyarakat. Jadi
representasi pemali dalam praktik perkawinan berarti proses penandaan yang
menggambarkan praktik pemali perkawinan dengan memberikan makna sosial
dan sesuatu yang masuk akal sekaligus mengonstruksi makna pemali perkawinan.
Relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada masyarakat busungbiu
dengan posisi pelakunya dijumapai tiga posisi (1) posisi hegemoni dominatif,
masyarakat yang berada pada posisi ini memiliki kecenderungan untuk mematuhi
pemali perkawinan yang terdapat pada masyarakat Busungbiu. Ada beberapa
ix
faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan masyarakat berada pada posisi
hegemoni dominatif antara lain superstruktur ideologis yang terdiri dari ideologi
umum, agama, ilmu pengetahuan, kesenian, maupun kesusastraan; (2) posisi
negosiasi, yakni masyarakat yang berada di wilayah abu-abu atau berada di
tengah-tengah, mereka ragu antara percaya dan tidak dengan pemali perkawinan
yang terdapat pada masyarakat Busungbiu. Faktor yang menyebabkan masyarakat
berada pada posisi negosiasi antara lain mempunyai kepentingan sendiri atas
keinginannya, karena mereka tidak mempunyai dasar yang kuat dalam
menentukan pilihan serta tidak memiliki keberanian dalam menentukan pilihan,
juga menyebabkan terjadinya posisi negosisi. Kurang memahami ideologi di balik
ungkapan pemali perkawinan; dan (3) posisi oposisi, merupakan masyarakat yang
menentang atau tidak mempercayai pemali perkawinan. Semakin oposisi maka
masyarakat semakin mendekostruksi pemali perkawinan, begitu sebaliknya
semakin dominan hegemonik maka masyarakat semakin meyakini pemali
perkawinan. Masyarakat yang berada pada posisi oposisi dipengaruhi oleh
struktur sosial yang merujuk kepada pola perilaku aktual, sebagai lawan dari
kesan-kesan atau konsepsi-konsepsi mental yang dimiliki orang tentang pola-pola
tersebut. Dengan kata lain, struktur sosial berisi apa yang dilakukan orang secara
aktual, bukan apa yang mereka katakan mereka lakukan, bukan pula apa yang
mereka pikir mereka lakukan atau yang mereka pikir harus mereka lakukan. Ada
beberapa sub-komponen yang terkait dengan struktur sosial yang memengaruhi
masyarakat berada pada posisi ini, yakni kepolitikan (polity), keluarga dan
kekerabatan, pendidikan, maupun infrastruktur material yang terdiri dari teknologi
dan demografi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemali perkawinan
dilontarkan atas kepentingan pribadi dan mengandung hegemoni bahkan dominasi
antar
masyarakat.
Semakin
oposisi
maka
masyarakat
akan
semakin
mendekonstruksi pemali perkawinan sesuai dengan jiwa dalam penelitian ini.
sedangkan semakin berada pada posisi dominan hegemonik maka pemali
perkawinan semakin diyakini oleh masyarakat Busungbiu.
ix
Seharusnya pemali perkawinan dijelaskan secara rasional dalam penyampaiannya,
karena jika terjadi kekeliruan dalam memaknai ungkapan pemali perkawinan akan
mengakibatkan punahnya tradisi tersebut karena dianggap tidak masuk akal oleh
masyarakat khususnya generasi muda. Bagi peneliti lain yang mungkin mengkaji
objek yang sama diharapkan dapat melanjutkan penelitian terkait yang belum
tertuang dalam penelitian ini.
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM.............................................................................................
PRASYARAT GELAR.......................................................................................
i
ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN.............................................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... ix
ABSTRACT........................................................................................................
x
RINGKASAN ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI....................................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xx
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxi
GLOSARIUM .....................................................................................................xxii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................
1
9
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 10
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................ 10
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 11
1.4.1 Manfaat Teoretis........................................................................................ 11
1.4.2 Manfaat Praktis.......................................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN
MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka............................................................................................... 13
2.2 Konsep .......................................................................................................... 17
2.2.1 Dekonstruksi .............................................................................................. 17
ix
2.2.2 Pemali ........................................................................................................ 18
2.2.3 Mitos .......................................................................................................... 19
2.2.4 Perkawinan................................................................................................. 21
2.3 Landasan Teori.............................................................................................. 23
2.3.1 Teori dekonstruksi...................................................................................... 24
2.3.2 Teori materialisme kultural ........................................................................ 28
2.3.3 Teori semiotika sosial ................................................................................ 30
2.3.4 Teori encoding decoding............................................................................ 33
2.4 Model Penelitian ........................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................... 37
3.2 Lokasi Penelitian........................................................................................... 37
3.3 Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 40
3.4 Teknik Penentuan Informan.......................................................................... 40
3.5 Instrumen Penelitian...................................................................................... 41
3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................ 42
3.6.1 Teknik observasi ........................................................................................ 42
3.6.2 Teknik wawancara ..................................................................................... 42
3.6.3 Teknik dokumen......................................................................................... 43
3.7 Teknik Analisis Data..................................................................................... 43
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data........................................................... 45
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Desa Busungbiu ............................................................................................ 46
4.1.1 Lokasi dan geografis .................................................................................. 46
4.1.2 Sejarah........................................................................................................ 51
4.1.3 Kependudukan............................................................................................ 56
4.1.4 Sistem sosial dan religi............................................................................... 58
4.2 Praktik Perkawinan di Desa Busungbiu ........................................................ 63
4.2.1 Jumlah Perkawinan .................................................................................... 64
ix
4.2.2 Tradisi Perkawinan..................................................................................... 66
BAB V BENTUK PEMALI PERKAWINAN DI DESA BUSUNGBIU
5.1 Pemali perkawinan terkait hubungan kekerabatan ....................................... 71
5.2 Pemali perkawinan berorientasi ciri fisik ..................................................... 74
5.3 Pemali perkawinan berdasarkan stratifikasi sosial ....................................... 75
5.3.1 Kekuasaan dan kewenangan ...................................................................... 76
5.3.2 Pembagian kehormatan dan status sosial ................................................... 78
5.4 Pemali perkawinan berkaitan dengan waktu................................................. 81
5.4.1 Hari baik/dewasa........................................................................................ 82
5.4.2 Periode perkawinan.................................................................................... 84
BAB VI PROSES DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN DI
DESA BUSUNGBIU
6.1 Pembongkaran Struktur dan Kode Bahasa (Istilah) Pemali.......................... 88
6.2 Reinterpretasi Makna Pemali........................................................................100
6.3 Representasi Pemali dalam Praktik Perkawinan...........................................122
BAB VII RELASI DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN PADA
MASYARAKAT BUSUNGBIU DENGAN REALITAS POSISI
PELAKUNYA
7.1 Posisi Dominan Hegemonik..........................................................................133
7.2 Posisi Negosiasi ............................................................................................142
7.3 Posisi Oposisi................................................................................................148
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan .......................................................................................................163
8.2 Saran..............................................................................................................164
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan .....................................................
4.2 Jumlah Penduduk Menurut Angkatan Kerja dan Mata Pencaharian .........
4.3 Jumlah Perkawinan pada Masyarakat Desa Busungbiu dari Tahun
2011-2015 .................................................................................................
ix
56
57
65
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Model Penelitian ..................................................................................
35
4.1 Peta Desa Busungbiu, Kecamatan Busungbiu .....................................
48
Desa Busungbiu ...................................................................................
68
Otonan Anak ke Empat ........................................................................
103
7.2 Gedung Serba Guna Desa Busungbiu..................................................
141
4.2 Upakara dan Upacara Masadok Perkawinan Lokal pada Masyarakat
6.1 Keluarga Alm. Wayan Dideng dengan Luh Kisti Ketika Upacara
7.1 Saat Peneliti Berbincang-bincang dengan Luh Kisti di Rumahnya ....
7.3 Upakara dan Upacara Mapamit di Geni pada saat Perkawinan Kadek
136
Dedi dengan Ketut Juliani......................................................................... 156
ix
GLOSARIUM
alaki-arabi
: dalam kehidupan masyarakat Bali berarti suami istri.
bale
: tempat yang digunakan untuk beristirahat, masyarakat umum
sering menyebutnya dengan tempat tidur.
bungut paon
: merupakan salah satu perlengkapan dapur yang terbuat dari
batu bata disusun, digunakan untuk menyalakan api dan
memasak, masyarakat umum menyebutnya tungku.
dadia
: salah satu kelompok yang ada di masyarakat Busungbiu
ditinjau dari segi garis keturunan laki-laki.
desa tua
: kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang
mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh
seorang kepala desa) serta masyarakatnya masih memegang
kuat tradisi dari leluhurnya.
dewasa
: dalam kehidupan sosial masyarakat Bali berarti hari yang
baik untuk melangsungkan suatu kegiatan yang dianggap
sakral.
geni
: dalam kehidupan masyarakat Bali berarti api
genta
: digunakan sebagai sarana persembahyangan oleh orang suci,
bentuknya menyerupai lonceng.
grahasta asrama:
tingkatan ke empat dalam catur asrama yang berarti sudah
memasuki jenjang perkawinan.
jaba
: orang yang memiliki garis keturunan di luar catur wangsa,
atau orang yang cacat maupun peminta-minta.
katedunang
: benda pusaka yang diturunkan dijadikan sebagai sarana
pemujaan.
mabakti
: salah satu aktivitas keagaam yang dilakukan seseorang untuk
pemujaan.
masinggahsinggah
: salah satu tradisi pada masyarakat Busungbiu yang dilakukan
tiga hari setelah upacara perkawinan yakni pengantin laki dan
perempuan berkunjung ke keluarga peremuan.
ix
mapamit di geni : seseorang yang kawin (khususnya bagi perempuan yang
bermarga pande) melakukan persembahyangan di geni (api).
mareraosan
: salah satu tradisi dalam proses perkawinan yang dihadiri oleh
kelian adat, kelian banjar atau yang mewakili dari masingmasing mempelai.
makasta
: orang yang berada pada garis keturunan tri wangsa yakni
Brahmana, Ksatriya dan Weisya.
mega candra
: salah satu alat perang yang berarti tumbak berbentuk bulan
yang berukuran besar.
ngandeg
: orang yang ditunjuk oleh perempuan untuk membawakan
surat pernyataan kepada keluarganya.
ngider bhuana
: mengelilingi suatu wilayah tertentu.
panglingsir
: pada kehidupan sosial masyarakat Bali berarti orang yang
dituakan.
pratiwi
: dalam kehidupan masyarakat Bali disebut dengan tanah.
putra sesana
: berarti aturan sebagai seorang anak yang baik.
raka canang
: merupakan upakara umat Hindu yang terdiri dari buah, jajan,
buah pisang, dan canang.
tamiang bajra : perisai yang digunakan untuk berperang pada zaman dahulu
mumbul
yang bernama bajra mumbul .
ix
DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN
PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,
BULELENG, BALI
KOMANG WAHYU RUSTIANI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
TESIS
DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN
PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,
BULELENG, BALI
KOMANG WAHYU RUSTIANI
NIM 1490261009
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN
PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,
BULELENG, BALI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
KOMANG WAHYU RUSTIANI
NIM 1490261009
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 16 Agustus 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. 3975/UN.14.4/HK/2016, Tanggal 10 Agustus 2016
Ketua
: Prof. Dr. I Nyoman Suarka M.Hum.
Aanggota
:
1. Dr. I Gede Mudana, M.Si.
2. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U.
3. Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si.
4. Dr. Ni Luh Arjani M.Hum.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NAMA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
NIM
PROGRAM STUDI
JUDUL TESIS
: Komang Wahyu Rustiani
: 1490261009
: Kajian Budaya
: Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat
Desa Busungbiu, Buleleng, Bali.
Dengan ini penulis menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis yang berjudul
Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat Desa Busungbiu, Buleleng,
Bali dalam penyusunannya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan
peneliti juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun
2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Agustus 2016
Saya yang membuat pernyataan,
Komang Wahyu Rustiani
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu
Puja dan Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul
Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat
Desa Busungbiu, Buleleng, Bali tepat pada waktunya.
Penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi tugas akhir untuk
memperoleh gelar Magister. Tidak sedikit kesulitan yang dialami dalam proses
penyusunan dan penyelesaian karya tulis ini. Namun, berkat bantuan dari berbagai
pihak semua kesulitan tersebut dapat diatasi.
Peneliti berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
memberikan dukungan baik moral maupun spiritual berupa bimbingan, arahan,
petunjuk maupun motivasi. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Nyoman
Suarka, M.Hum., sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah
memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penyususnan tesis
ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. I. Gede
Mudana, M.Si., Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas
Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.P.D.-KEMD atas kesempatan dan
fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini
juga penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa juga penulis ucapkan
terima kasih kepada Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si. selaku Ketua Program
Studi Magister (S2) Kajian Budaya dan Dr. I Nyoman Dhana, M.A. selaku
Sekretaris Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis,
yaitu, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., Dr. I. Gede Mudana, M.Si., Prof. Dr.
vi
I Nyoman Kutha Ratna, S.U., Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si., dan Dr. Ni
Luh Arjani M.Hum. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan
koreksi sehingga penelitian ini dapat terwujud.
Kepada dosen pengampu mata kuliah yakni Prof. Dr. A. A. Ngurah Anom
Kumbara, M.A.; Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti, S.H., M.Si.; Dr. I. Nyoman
Dhana, M.A.; Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum.; Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.; Dr.
I Gede Mudana, M.Si.; Dr. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si.; Dr. Purwadi,
M.Hum.; Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S.; Prof. Dr. Emiliana Mariyah,
M.S.; Prof. Dr. A. A. Bagus Wirawan, S.U.; Prof. Dr. I Nengah Bawa Atmaja,
M.A.; Dr. Putu Sukardja, M.Si.; Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A.; Dr. I Wayan
Redig.; Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum.; Dr. Ni Luh Arjani, M.Hum.; Prof.
Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U.; Prof. Dr Aron Meko Mbete.; Prof. Dr. Dewa
Komang Tantra, Dip.App.Ling., M.Sc.; Prof. Dr. Made Sukarsa, SE., MS.; dan
Dr. Ni Made Ruastiti, M.Si., penulis ucapkan terima kasih atas bimbingan dan
pengetahuan yang telah ditularkan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada seluruh pegawai administrasi Program Studi Kajian Budaya
yakni I Wayan Sukaryawan, ST.; Dra. Ni Luh Witari.; Cok Istri Murniati, SE.; Ni
Wayan Ariati, SE.; I Putu Hendrawan; I Nyoman Candra; dan I Ketut Budiarsa,
seluruh pegawai Program Pasca Sarjana UNUD yang telah membantu dan
memberikan kemudahan kepada penulis berkaitan urusan administrasi. Semoga
Tuhan senantiasa memberikan kemuliaan dan kebijaksanaan kepada beliau
semuanya.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pimpinan beserta jajaran
lembaga tempat saya mengabdi dengan segala kemudahan yang diberikan kepada
saya selama mengikuti perkuliahan. Terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
para informan yang tidak bisa disebutkan satu per satu, karena berkat informasi
yang diberikan, penelitian ini dapat terselesaikan. Terima kasih sudah bersedia
untuk diganggu dalam kesibukannya, terima kasih bersedia menemani penulis
untuk mengobrol dan bersikap terbuka. Terima kasih juga kepada teman-teman
seperjuangan S2 Kajian Budaya 2014 yang berasal dari Malang, Sulawesi,
Ambon, Jakarta dan khususnya Bali. Sahabatku Hasanah yang selalu menemani
vii
saat galau menulis, engkau yang selalu sabar dan pengertian, siap diajak
kemanapun dan kapanpun. Mba Nining yang selalu menemani mengurus
administrasi dan terima kasih sudah menjadi kakak yang baik hati dan penuh
pengertian. Kak David, Kak Avat, Edi, Yogi, Sukayasa, Kak Icha yang selalu
meramaikan suasana. Babe Purbanegara yang selalu ngrecokin anak-anaknya dan
terima kasih sudah ngajak berpetualang. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada sahabat Mas Eka yang selalu memotivasi ngajak balapan untuk
menyelesaikan tesis, engkaulah saksi perjuanganku ketika menyusun tesis. Bli Juli
yang selalu jail dan menghibur.
Pada Kesempatan ini penulis haturkan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada ayahanda I Nyoman Arca dan ibunda Ni Nyoman Murtini yang
tulus iklas menghantarkan penulis sampai ke pendidikan tinggi. Terima kasih
telah memberikan dukungan moral dan moril, tetaplah menjadi orang tua yang
selalu penulis banggakan. Semua yang dicapai oleh penulis saat ini tidak akan
pernah lepas dari peran terbesar ayahanda dan ibunda tercinta. Tidak lupa juga
penulis ucapkan terima kasih kepada kedua kakak Putu Maitriani, S.Pd., Kadek
Arisoni dan adik tercinta Putu Santhi Sharma Janaki yang paling cerewet dan
selalu membuat kangen. Tidak lupa pula Bli Komang Yudi Artawan, terimakasih
telah menemani dan menjadi fotografer siaga. Terima kasih untuk orang yang
spesial Gusde selalu sabar menghadapi ketika pusing dalam menyusun tesis dan
selalu menjadi motivator handalan. Terima kasih kepada Siajik Sijerata sudah
sabar diganggu pagi, siang dan malam hari untuk berbagi.
Tidak lupa juga disampaikan kepada semua pihak, mohon maaf atas segala
kekeliruan yang pernah penulis perbuat. Penulis menyadari bahwa banyak
kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna penyempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembacanya.
Om Santih, Santih, Santih Om
Denpasar, Agustus 2016
Komang Wahyu Rustiani
viii
ABSTRAK
Ungkapan pemali perkawinan dalam penyampaiannya dilandasi oleh mitos
sehingga penting untuk dikaji karena banyak masyarakat keliru dalam
memaknainya. Masyarakat Busungbiu penduduknya heterogen namun sebagian
besar berprofesi sebagai petani, sehingga memiliki kecenderungan untuk
menerima pemali perkawinan sebagaimana pemali itu dilontarkan misalnya De
nganten ajak nak mekaste, nyanan panes (jangan kawin dengan orang berkasta,
nanti menderita). Masyarakat menyepakati dan mau menuruti pemali tersebut,
karena percaya dan yakin jika dilanggar maka akibat yang ditimbulkan dari
ungkapan pemali akan benar-benar terjadi. Masalah yang diteliti dalam penelitian
ini adalah bentuk pemali perkawinan yang dijumpai pada masyarakat Desa
Busungbiu, proses dekonstruksi pemali perkawinan dan relasi dekonstruksi
pemali perkawinan pada masyarakat Busungbiu dengan realitas posisi pelakunya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pemali perkawinan, proses
dekonstruksi, serta mengetahui relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada
masyarakat Busungbiu dengan realitas posisi pelakunya. Pengumpulan data
dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Data dianalisis secara
eklektik dengan teori dekonstruksi, teori materialisme kultural, teori semiotika
sosial dan teori encoding decoding.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pemali perkawinan yang
dijumpai pada masyarakat Busungbiu berjumlah tiga puluh tujuh. Pemali
perkawinan tersebut dikelompokkan secara bersistem menurut kaidah atau standar
yang ditetapkan yakni (1) hubungan kekerabatan; (2) berorientasi ciri fisik; (3)
berdasarkan stratifikasi sosial dibagi menjadi dua yakni kekuasaan dan
kewenangan serta pembagian kehormatan dan status sosial; dan (4) berkaitan
dengan waktu, dibagi menjadi dua yaitu, hari baik/dewasa dan periode. Periode
dibagi menjadi tiga yaitu sebelum perkawinan, saat perkawinan dan setelah
perkawinan. Proses dekonstruksi pemali perkawinan dilakukan melalui tiga
tahapan yakni: (1) pembongkaran struktur dan kode bahasa; (2) reinterpretasi
makna pemali perkawinan; dan (3) representasi pemali dalam praktik perkawinan
sehingga ungkapan pemali perkawinan yang awalnya irasional menjadi rasional.
Relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada masyarakat busungbiu dengan posisi
pelakunya dijumpai tiga posisi (1) posisi dominan hegemonik, masyarakat yang
berada pada posisi ini memiliki kecenderungan untuk mematuhi pemali
perkawinan yang terdapat pada masyarakat Busungbiu; (2) posisi negosiasi, yakni
masyarakat yang berada di wilayah abu-abu atau berada di tengah-tengah, mereka
ragu antara percaya dan tidak dengan pemali perkawinan yang terdapat pada
masyarakat Busungbiu; dan (3) posisi oposisi, merupakan masyarakat yang
menentang atau tidak mempercayai pemali perkawinan.
Kata Kunci: pemali perkawinan, dekonstruksi
ix
ABSTRACT
Forwarding pemali marriage expressions essentially are constituted by the
myth, so they are essential to be analyzed since a lot of societies
misinterpretation in creating meaning. Busungbiu societies are heterogeneous, but
a part of them are farmer, so they tend to accept pemali marriage expressions as
well as those pemali broached e.g. De nganten ajak nak mekaste, nyanan panes
(don't get married with person gets caste (exogamy), later suffers). The societies
are agreed to follow pemali because they believe and doubtless if those pemali are
breached, so the effect which is evoked from pemali will really happen. The
problems analyzed in this research are the form of pemali marriage expressions
found in Busungbiu societies, the deconstruction process on pemali marriage, and
the relationship between pemali marriage in Busungbiu societies and local life
realities. The aim of this research is to investigate the form of pemali marriage,
the deconstruction process, and the relationship between pemali marriage in
Busungbiu societies and local life realities. The data collection method utilizes
observation, interview, and reviewing documents. The data were analyzed
eclectically by utilizing deconstruction theory, cultural materialism theory, social
semiotic theory, and encoding decoding theory.
The research result shows that there are thirty three forms of pemali
marriage expressions that found in Busungbiu societies. Those pemali are
classified systematically based on the settled norm, they are (1) kinship; (2)
physical features; (3) social stratification which is divided into two, both are
power and authority and sharing of honor and social status; and (4) based on time
which is divided into two, both are high time/full age day and the period of
implementation. The period of implementation consists of three, they are before
marriage, while marriage and after marriage. The process of deconstruction on
pemali marriage expressions is done through three steps, they are (1)
deconstruction on the structure and the language code; (2) reinterpretation on the
meaning of pemali marriage expressions; and (3) representation on pemali in the
marriage ritual in orders to rationalize those pemali. The deconstruction on the
relation between pemali marriage expressions and the position of the subject is
found in three positions, they are (1) hegemony dominant positions, societies who
tend to believe pemali marriage expressions in Busungbiu; (2) negotiation
positions, societies who hesitate to believe or not to pemali marriage expressions
in Busungbiu; and (3) opposition position, societies who oposite or do not believe
to pemali marriage expressions.
Key word: pemali marriage, deconstruction
ix
RINGKASAN
Masyarakat Bali sebagai penutur bahasa Bali mempunyai banyak wacana
kebudayaan salah satunya adalah pemali perkawinan. Ungkapan pemali tidak
hanya dikenal di Bali, namun terdapat pula di Sunda, misalnya tidak boleh
makan tungir ayam, pamali . Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sangat pesat, salah satunya berdampak pada pemahaman terhadap pengertian
mitos khususnya rasionalitas pemali perkawinan. Zaman dahulu berdasarkan pola
pemikiran primitif mitos mempunyai arti asli, yaitu kisah, hikayat dari zaman
purbakala tentang para dewa. Mitos merupakan tipe wicara atau sistem
komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Segala sesuatu bisa menjadi sebuah
mitos jika disajikan oleh sebuah wacana. Masyarakat Busungbiu masih
menjalankan adat dan tradisinya. Masyarakat Busungbiu sebagian besar
berprofesi sebagai petani. Rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan sebagain besar masyarakat Busungbiu berprofesi sebagai
petani. Iklim, curah hujan dan suhu udara yang stabil mendukung kondisi
masyarakat berprofesi sebagai petani. Profesi masyarakat Busungbiu menjadi
faktor utama berkembangnya pemali khususnya pemali perkawinan. Masyarakat
Busungbiu memiliki kencenderungan untuk meyakini pemali perkawinan
sebagaimana pemali tersebut disampaikan, sehingga relefan dipilih sebagai
sampel lokasi penelitian.
Masyarakat Busungbiu dilarang kawin dengan orang yang berkasta
menggunakan ungkapan pemali Da nganten ajak nak makasta, nyanan panes
(jangan menikah dengan orang berkasta (eksogami), nanti panas). Begitu juga
larangan kawin dengan sepupu (inses). Masyarakat menyepakati dan mau
menuruti pemali tersebut, karena percaya dan yakin jika dilanggar maka akibat
yang ditimbulkan dari ungkapan pemali akan benar-benar terjadi. Sesungguhnya
pemali perkawinan tersebut dalam penyampaiannya dilandasi oleh mitos, dalam
Kajian Budaya mitos adalah bagian dari ideologi, dimana ideologi harus
didekonstruksi karena memapankan struktur dominasi.
ix
Permasalahan penelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan
berikut. (1) bagaimana bentuk pemali perkawinan pada masyarakat Busungbiu;
(2) bagaimana proses dekonstruksi pemali perkawinan
pada masyarakat
Busungbiu; dan (3) bagaimana relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada
masyarakat Busungbiu dengan realitas posisi pelakunya.
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif berparadigma kajian
budaya (cultural studies). Pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik
wawancara dengan masyarakat yang meyakini pemali perkawinan, masyarakat
menentang pemali perkawinan, masyarakat yang ragu terhadap pemali
perkawinan. Peneliti juga melakukan wawancara dengan dokter untuk
memberikan alasan yang rasional terkait pemali perkawinan. Observasi dilakukan
peneliti untuk mengamati fenomena yang terjadi pada masyarakat Busungbiu,
sedangkan studi dokumen dilaksanakan untuk memperoleh dokumen terkait
dengan perkawinan. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis
kualitatif melalui teori dekonstruksi, teori materialisme kultural, teori semiotika
sosial, dan teori encoding decoding yang diterapkan secara eklektik. Menurut teori
dekonstruksi, ada dua pandangan tentang penafsiran yakni tafsiran restrospektif,
yaitu upaya-upaya rekonstruksi makna atau kebenaran asli atau awal membentuk
kebenaran akhir atau mutlak. Bersifat transendental dan pada tingkat tertentu
bersifat dogmatis; dan kedua tafsiran prospektif, yakni secara eksplisit menerima
ketidakpastian makna. Permainan bebas bahasa tanpa terikat pada dogma.
Dekonstruksi juga mencoba melawan teks sehingga dimungkinkan melahirkan
makna baru teks. Teori materialisme kultural terkait dengan bagaimana dan
mengapa makna dimasukkan dalam momen produksi. Eksplorasi atas arti penting
dalam konteks sarana dan kondisi produksi. Hubungan antara praktik kultural
dengan ekonomi politik. Teori semiotika sosial, adalah semiotik yang secara
khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud
lambang, baik berupa kata maupun rangkaian kata atau kalimat. Semiotik
sosial lebih cenderung melihat bahasa sebagai sistem tanda atau simbol yang
sedang mengekspresikan nilai, norma kultural dan sosial suatu masyarakat
tertentu di dalam suatu proses sosial kebahasaan. Sedangkan teori encoding
ix
decoding, memiliki tiga posisi hipotekal yakni posisi dominan hegemonik, posisi
negosiasi, dan posisi oposisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pemali perkawinan yang
dijumpai pada masyarakat Busungbiu berjumlah tiga puluh tujuh. Pemali
perkawinan yang dijumpai selalu diawali dengan kata yang menyatakan sebuah
larangan yakni sing dadi dan da . Pemali perkawinan tersebut dikelompokkan
secara bersistem menurut kaidah atau standar yang ditetapkan yakni (1) hubungan
kekerabatan, ditinjau dari garis keturunan pihak laki-laki (patrilinial) dijumapi
sebanyak delapan pemali; (2) berorientasi ciri fisik, yakni pemali perkawinan
yang berhubungan dengan tanda pada organisme/tubuh/jasmani manusia yang
membedakannya dari individu lainnya; (3) berdasarkan stratifikasi sosial, berarti
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atas
dasar
kekuasaan,
hak
istimewa,
dan
prestise
dalam
masyarakat
atau
lingkungannya, dibagi menjadi dua yakni kekuasaan dan kewenangan, berarti
yang berkaitan dengan kemampuan orang atau golongan lain bedasarkan
kewibawaan, wewenang, karisma, atau kekuatan fisik, serta pembagian
kehormatan dan status sosial, berdasarkan kasta dan status sosial yang dibedakan
berdasarkan kebangsawanan maupun kedudukan; dan (4) berkaitan dengan waktu,
dibagi menjadi dua yaitu, hari baik/dewasa dan periode. Periode dibagi menjadi
tiga yaitu sebelum perkawinan, saat perkawinan dan setelah perkawinan. Segala
sesuatu yang berkaitan dengan rangkaian perkawinan ketika proses perkawinan
berlangsung, sebelum dan bagaimana keadaan yang terjadi saat perkawinan
merupakan hal yang terkait dengan periode waktu perkawinan. Sedangkan hari
baik atau dewasa juga termasuk ke dalam waktu yang bersifat linear
Proses dekonstruksi pemali perkawinan dilakukan melalui tiga tahapan
yakni: (1) pembongkaran struktur dan kode bahasa sehingga menemukan banyak
makna atau dengan kata lain menentang makna tunggal atau bersifat logosentris
dan dilakukan untuk mengkritisi secara radikal dan membongkar berbagai asumsi
dasar yang menopang pemikiran dan keyakinan masyarakat terkait pemali
perkawinan; (2) reinterpretasi makna pemali perkawinan dilakukan untuk
menafsirkan kembali pemali perkawinan yang sudah dibongkar dengan
ix
memberikan bukti-bukti terkait historis, medis, sosial maupun secara religius; dan
(3) representasi pemali dalam praktik perkawinan sehingga ungkapan pemali
perkawinan yang awalnya irasional menjadi rasional. Ketiga proses tersebut
menunjukkan bahwa perkawinan yang selama ini dianggap pemali, kini sudah
tidak tabu lagi.
Pemali perkawinan yang berkaitan dengan hubungan kekerabatan dan
stratifikasi sosial dibongkar struktur dan kode bahasa yang menyatakan pemali
seperti
Sing dadi nganten ajak misan ngarep, nyanan panes! ( Tidak boleh
kawin dengan sepupu, nanti panas! ) dibongkar strukturnya. Penanda yang
menunjukkan pemali yakni sing dadi, misan ngarep dan panes. Teks yang sudah
dipenggal seperti di atas kini dipenggal kembali menjadi satuan terkecil
pembacaan kemudian diberikan penafsiran. Secara restrospektif sing dadi berarti
tidak boleh. Sedangkan misan berarti sepupu (hubungan kekerabatan antara anak-
anak dari dua orang bersaudara atau saudara senenek). Ngarep secara restrospektif
berarti terdepan atau utama dianggap kebenaran asli sehingga kode bahasa misan
ngarep tersebut ditafsirkan secara prospektif guna memperoleh ketidakpastian
makna. Secara prospektif misan ngarep berarti sepupu dari garis keturunan lakilaki (patrilinial), sepupu dari saudara laki-lakinya ayah, sepupu dari saudara
perempuannya ayah, sepupu yang harus diutamakan, sepupu terpenting maupun
sepupu terbaik. Setelah dibongkar penanda-penanda tersebut direinterpretasikan
dengan memberikan alasan-alasan yang masuk akal dengan bukti-bukti yang bisa
dipertanggungjawabkan misalnya ditinjau dari segi medis, religius maupun secara
sosial. Setelah direinterpretasikan maka pemali perkawinan tersebut akan
menampakkan ideologi yang selama ini tidak dipahami oleh masyarakat. Jadi
representasi pemali dalam praktik perkawinan berarti proses penandaan yang
menggambarkan praktik pemali perkawinan dengan memberikan makna sosial
dan sesuatu yang masuk akal sekaligus mengonstruksi makna pemali perkawinan.
Relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada masyarakat busungbiu
dengan posisi pelakunya dijumapai tiga posisi (1) posisi hegemoni dominatif,
masyarakat yang berada pada posisi ini memiliki kecenderungan untuk mematuhi
pemali perkawinan yang terdapat pada masyarakat Busungbiu. Ada beberapa
ix
faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan masyarakat berada pada posisi
hegemoni dominatif antara lain superstruktur ideologis yang terdiri dari ideologi
umum, agama, ilmu pengetahuan, kesenian, maupun kesusastraan; (2) posisi
negosiasi, yakni masyarakat yang berada di wilayah abu-abu atau berada di
tengah-tengah, mereka ragu antara percaya dan tidak dengan pemali perkawinan
yang terdapat pada masyarakat Busungbiu. Faktor yang menyebabkan masyarakat
berada pada posisi negosiasi antara lain mempunyai kepentingan sendiri atas
keinginannya, karena mereka tidak mempunyai dasar yang kuat dalam
menentukan pilihan serta tidak memiliki keberanian dalam menentukan pilihan,
juga menyebabkan terjadinya posisi negosisi. Kurang memahami ideologi di balik
ungkapan pemali perkawinan; dan (3) posisi oposisi, merupakan masyarakat yang
menentang atau tidak mempercayai pemali perkawinan. Semakin oposisi maka
masyarakat semakin mendekostruksi pemali perkawinan, begitu sebaliknya
semakin dominan hegemonik maka masyarakat semakin meyakini pemali
perkawinan. Masyarakat yang berada pada posisi oposisi dipengaruhi oleh
struktur sosial yang merujuk kepada pola perilaku aktual, sebagai lawan dari
kesan-kesan atau konsepsi-konsepsi mental yang dimiliki orang tentang pola-pola
tersebut. Dengan kata lain, struktur sosial berisi apa yang dilakukan orang secara
aktual, bukan apa yang mereka katakan mereka lakukan, bukan pula apa yang
mereka pikir mereka lakukan atau yang mereka pikir harus mereka lakukan. Ada
beberapa sub-komponen yang terkait dengan struktur sosial yang memengaruhi
masyarakat berada pada posisi ini, yakni kepolitikan (polity), keluarga dan
kekerabatan, pendidikan, maupun infrastruktur material yang terdiri dari teknologi
dan demografi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemali perkawinan
dilontarkan atas kepentingan pribadi dan mengandung hegemoni bahkan dominasi
antar
masyarakat.
Semakin
oposisi
maka
masyarakat
akan
semakin
mendekonstruksi pemali perkawinan sesuai dengan jiwa dalam penelitian ini.
sedangkan semakin berada pada posisi dominan hegemonik maka pemali
perkawinan semakin diyakini oleh masyarakat Busungbiu.
ix
Seharusnya pemali perkawinan dijelaskan secara rasional dalam penyampaiannya,
karena jika terjadi kekeliruan dalam memaknai ungkapan pemali perkawinan akan
mengakibatkan punahnya tradisi tersebut karena dianggap tidak masuk akal oleh
masyarakat khususnya generasi muda. Bagi peneliti lain yang mungkin mengkaji
objek yang sama diharapkan dapat melanjutkan penelitian terkait yang belum
tertuang dalam penelitian ini.
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM.............................................................................................
PRASYARAT GELAR.......................................................................................
i
ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN.............................................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... ix
ABSTRACT........................................................................................................
x
RINGKASAN ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI....................................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xx
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxi
GLOSARIUM .....................................................................................................xxii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................
1
9
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 10
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................ 10
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 11
1.4.1 Manfaat Teoretis........................................................................................ 11
1.4.2 Manfaat Praktis.......................................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN
MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka............................................................................................... 13
2.2 Konsep .......................................................................................................... 17
2.2.1 Dekonstruksi .............................................................................................. 17
ix
2.2.2 Pemali ........................................................................................................ 18
2.2.3 Mitos .......................................................................................................... 19
2.2.4 Perkawinan................................................................................................. 21
2.3 Landasan Teori.............................................................................................. 23
2.3.1 Teori dekonstruksi...................................................................................... 24
2.3.2 Teori materialisme kultural ........................................................................ 28
2.3.3 Teori semiotika sosial ................................................................................ 30
2.3.4 Teori encoding decoding............................................................................ 33
2.4 Model Penelitian ........................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................... 37
3.2 Lokasi Penelitian........................................................................................... 37
3.3 Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 40
3.4 Teknik Penentuan Informan.......................................................................... 40
3.5 Instrumen Penelitian...................................................................................... 41
3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................ 42
3.6.1 Teknik observasi ........................................................................................ 42
3.6.2 Teknik wawancara ..................................................................................... 42
3.6.3 Teknik dokumen......................................................................................... 43
3.7 Teknik Analisis Data..................................................................................... 43
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data........................................................... 45
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Desa Busungbiu ............................................................................................ 46
4.1.1 Lokasi dan geografis .................................................................................. 46
4.1.2 Sejarah........................................................................................................ 51
4.1.3 Kependudukan............................................................................................ 56
4.1.4 Sistem sosial dan religi............................................................................... 58
4.2 Praktik Perkawinan di Desa Busungbiu ........................................................ 63
4.2.1 Jumlah Perkawinan .................................................................................... 64
ix
4.2.2 Tradisi Perkawinan..................................................................................... 66
BAB V BENTUK PEMALI PERKAWINAN DI DESA BUSUNGBIU
5.1 Pemali perkawinan terkait hubungan kekerabatan ....................................... 71
5.2 Pemali perkawinan berorientasi ciri fisik ..................................................... 74
5.3 Pemali perkawinan berdasarkan stratifikasi sosial ....................................... 75
5.3.1 Kekuasaan dan kewenangan ...................................................................... 76
5.3.2 Pembagian kehormatan dan status sosial ................................................... 78
5.4 Pemali perkawinan berkaitan dengan waktu................................................. 81
5.4.1 Hari baik/dewasa........................................................................................ 82
5.4.2 Periode perkawinan.................................................................................... 84
BAB VI PROSES DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN DI
DESA BUSUNGBIU
6.1 Pembongkaran Struktur dan Kode Bahasa (Istilah) Pemali.......................... 88
6.2 Reinterpretasi Makna Pemali........................................................................100
6.3 Representasi Pemali dalam Praktik Perkawinan...........................................122
BAB VII RELASI DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN PADA
MASYARAKAT BUSUNGBIU DENGAN REALITAS POSISI
PELAKUNYA
7.1 Posisi Dominan Hegemonik..........................................................................133
7.2 Posisi Negosiasi ............................................................................................142
7.3 Posisi Oposisi................................................................................................148
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan .......................................................................................................163
8.2 Saran..............................................................................................................164
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan .....................................................
4.2 Jumlah Penduduk Menurut Angkatan Kerja dan Mata Pencaharian .........
4.3 Jumlah Perkawinan pada Masyarakat Desa Busungbiu dari Tahun
2011-2015 .................................................................................................
ix
56
57
65
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Model Penelitian ..................................................................................
35
4.1 Peta Desa Busungbiu, Kecamatan Busungbiu .....................................
48
Desa Busungbiu ...................................................................................
68
Otonan Anak ke Empat ........................................................................
103
7.2 Gedung Serba Guna Desa Busungbiu..................................................
141
4.2 Upakara dan Upacara Masadok Perkawinan Lokal pada Masyarakat
6.1 Keluarga Alm. Wayan Dideng dengan Luh Kisti Ketika Upacara
7.1 Saat Peneliti Berbincang-bincang dengan Luh Kisti di Rumahnya ....
7.3 Upakara dan Upacara Mapamit di Geni pada saat Perkawinan Kadek
136
Dedi dengan Ketut Juliani......................................................................... 156
ix
GLOSARIUM
alaki-arabi
: dalam kehidupan masyarakat Bali berarti suami istri.
bale
: tempat yang digunakan untuk beristirahat, masyarakat umum
sering menyebutnya dengan tempat tidur.
bungut paon
: merupakan salah satu perlengkapan dapur yang terbuat dari
batu bata disusun, digunakan untuk menyalakan api dan
memasak, masyarakat umum menyebutnya tungku.
dadia
: salah satu kelompok yang ada di masyarakat Busungbiu
ditinjau dari segi garis keturunan laki-laki.
desa tua
: kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang
mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh
seorang kepala desa) serta masyarakatnya masih memegang
kuat tradisi dari leluhurnya.
dewasa
: dalam kehidupan sosial masyarakat Bali berarti hari yang
baik untuk melangsungkan suatu kegiatan yang dianggap
sakral.
geni
: dalam kehidupan masyarakat Bali berarti api
genta
: digunakan sebagai sarana persembahyangan oleh orang suci,
bentuknya menyerupai lonceng.
grahasta asrama:
tingkatan ke empat dalam catur asrama yang berarti sudah
memasuki jenjang perkawinan.
jaba
: orang yang memiliki garis keturunan di luar catur wangsa,
atau orang yang cacat maupun peminta-minta.
katedunang
: benda pusaka yang diturunkan dijadikan sebagai sarana
pemujaan.
mabakti
: salah satu aktivitas keagaam yang dilakukan seseorang untuk
pemujaan.
masinggahsinggah
: salah satu tradisi pada masyarakat Busungbiu yang dilakukan
tiga hari setelah upacara perkawinan yakni pengantin laki dan
perempuan berkunjung ke keluarga peremuan.
ix
mapamit di geni : seseorang yang kawin (khususnya bagi perempuan yang
bermarga pande) melakukan persembahyangan di geni (api).
mareraosan
: salah satu tradisi dalam proses perkawinan yang dihadiri oleh
kelian adat, kelian banjar atau yang mewakili dari masingmasing mempelai.
makasta
: orang yang berada pada garis keturunan tri wangsa yakni
Brahmana, Ksatriya dan Weisya.
mega candra
: salah satu alat perang yang berarti tumbak berbentuk bulan
yang berukuran besar.
ngandeg
: orang yang ditunjuk oleh perempuan untuk membawakan
surat pernyataan kepada keluarganya.
ngider bhuana
: mengelilingi suatu wilayah tertentu.
panglingsir
: pada kehidupan sosial masyarakat Bali berarti orang yang
dituakan.
pratiwi
: dalam kehidupan masyarakat Bali disebut dengan tanah.
putra sesana
: berarti aturan sebagai seorang anak yang baik.
raka canang
: merupakan upakara umat Hindu yang terdiri dari buah, jajan,
buah pisang, dan canang.
tamiang bajra : perisai yang digunakan untuk berperang pada zaman dahulu
mumbul
yang bernama bajra mumbul .
ix