HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kepemimpinan Otoriter Dengan Intensi Turnover Karyawan.

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN
OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

Naskah Publikasi

Disusun Oleh:
EVID MAFTUKHAH
F 100 080 197

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER
DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

Naskah Publikasi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Derajat Sarjana S-1 Psikologi


Diajukan oleh:
EVID MAFTUKHAH
F 100 080 197

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

ii

02

i

ABSTRAKSI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN
OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN
Evid Maftukhah
Mohammad Amir
biancaevid@gmail.com

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Di era global saat ini, sumber daya manusia yang berkompeten dan berkualitas
sangat dibutuhkan, baik itu untuk perusahaan maupun instansi lain yang ingin
meningkatkan kinerja dan hasil dari perusahaan. Akan tetapi ada hal yang perlu
diingat, bahwa tidak selamanya perusahaan akan berjalan dengan baik dengan kondisi
karyawan yang serba terbatas, banyaknya faktor penghalang salah satunya yakni
intensi turnover karyawan. Intensi turnover mengakibatkan perusahaan merugi
karena banyaknya anggaran untuk rekruitmen serta memulai dari awal bagi pekerja
baru, sehingga adaptasipun perlu waktu lama. Penelitian ini bertujuan untuk: 1)
mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover karyawan; 2) mengetahui seberapa besar peranan persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover karyawan; 3) mengetahui tingkat
persepsi terhadap kepemimpinan otoriter; 4) mengetahui tingkat intensi turnover
karyawan. Hipotesis yang diajukan “Ada hubungan positif antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover karyawan”.
Subjek penelitian adalah 40 karyawan Toko Tekstil Mac Mohan yang memiliki
pengalaman di atas 3 tahun. Alat pengumpulan data menggunakan skala persepsi
terhadap kepemimpinan otoriter dan skala intensi turnover karyawan. Metode analisis
data menggunakan teknik korelasi product moment.
Hasil analisis korelasi product moment diperoleh koefisien korelasi

r sebesar 0,552; p = 0,000 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif sangat signifikan
antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover. Sumbangan
persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover sebesar 30,5%.
Persepsi terhadap kepemimpinan otoriter subjek penelitian tergolong sedang. Intensi
turnover subjek penelitian tergolong rendah.
Kata kunci : persepsi terhadap kepemimpinan otoriter, intensi turnover,
Mac Mohan Surakarta.

v

keluar dari perusahaan. Yaitu dengan
datang terlambat, membolos, kurang
antusias atau kurang memiliki
keinginan untuk berusaha dengan baik.
(Russ
dan
McNeily
dalam
Panggabean, 2004).
Pentingnya peran dari seorang

pemimpin dalam sebuah perusahaan
menjadi fokus yang menarik untuk
diteliti dan tingkat intensi turnover
sebagai bukti peran pimpinan yang
dirasa kurang memihak terhadap
karyawan. Banyak yang menyatakan
kepemimpinan merupakan suatu unsur
kunci dalam perjalanan perusahaan
atau organisasi dan karyawan sebagai
alat penunjang dari keberhasilan
perusahaan. Sehingga perlu adanya
pimpinan yang berjiwa pemimpin,
dalam hal ini seorang pemimpin
memiliki sifat-sifat standar dari
pemimpin.
Di era global saat ini, sumber
daya manusia yang berkompeten dan
berkualitas sangat dibutuhkan, baik itu
untuk perusahaan maupun instansi lain
yang ingin meningkatkan kinerja dan

hasil dari perusahaan. Akan tetapi ada
hal yang perlu diingat, bahwa tidak
selamanya perusahaan akan berjalan
dengan baik dengan kondisi karyawan
yang serba terbatas, banyaknya faktor
penghalang salah satunya yakni intensi
turnover karyawan. Turnover menurut
Novliadi (2007) adalah keluar atau
berpindahnya
karyawan
dari
perusahaan baik secara sukarela
maupun
terpaksa
dan
disertai
pemberian imbalan. Intensi turnover
pada karyawan dapat diakibatkan dari
berbagai faktor, diantaranya ketidak
puasan karyawan akan kepemimpinan,


PENGANTAR
Tingkat turnover karyawan
masih menjadi pembahasan yang
paling intens dan penting saat ini
bahkan dimasa yang akan datang,
karena
perusahaan
tidak
akan
berkembang tanpa adanya karyawan,
apalagi karyawan tersebut memiliki
trade recored yang baik. Karyawan
sebagai tenaga ahli dalam bidang
produksi perusahaan dan dapat
menghasilkan produk yang perusahaan
inginkan. Upaya mengatasi segala
macam
permasalahan
yang

menyangkut masalah ketenagakerjaan
tersebut, harus dapat dicari suatu jalan
yang terbaik bagi keduanya yaitu bagi
perusahaan dan para karyawan, sebab
apabila masalah ketenagakerjaan ini
berlarut-larut, tidak adil dan tidak
terselesaikan,
maka
akan
menyebabkan karyawan tidak taat
pada peraturan perusahaan, misalnya
ogah-ogahan dalam bekerja, mangkir
atau
membolos
kerja,
tidak
bertanggung jawab atas pekerjaannya,
kurang bisa bekerjasama bahkan
keluar dari pekerjaan tersebut.
Terlebih jika kepindahan kerja

karyawan terjadi dalam lini menengah,
kerugian yang ditanggung perusahaan
akan semakin membengkak. Apabila
karyawan mulai berpikir untuk pindah
kerja, maka mereka akan sibuk untuk
mencari kesempatan kerja di luar dan
secara aktif akan mencarinya, dan jika
mereka memperoleh kesempatan yang
lebih baik mereka akan pindah kerja.
Namun jika kesempatan itu tidak
tersedia atau yang tidak tersedia tidak
lebih
baik
daripada
yang
sekarang/kurang menarik, maka secara
emosional dan mental mereka akan

1


pembayaran yang diterima dan internal
perusahaan itu sendiri.
Faktor
penghalang
kinerja
perusahaan yang muncul dari tingkat
intensi turnover karyawan, terjadi pada
obyek penelitian saat ini. Adanya
intensi turnover pada karyawan Mac
Mohan menjadikan bahan evaluasi
bagi manajemen dalam mengelola
perusahaan
untuk
keluar
dari
permasalahan tersebut. Adanya intensi
turnover yang selama ini terjadi,
mengakibatkan perusahaan merugi
karena banyaknya anggaran untuk
rekruitmen serta memulai dari awal

bagi
pekerja
baru,
sehingga
adaptasipun perlu waktu lama. Adapun
setiap harinya pelanggan banyak yang
tidak terlayani, karena minimnya
karyawan yang bekerja, hal tersebut
mengakibatkan konsumen kurang
merasa puas dengan pelayanan yang
ada.
Kepemimpinan otoriter dari
seorang pemimpin dapat berdampak
positif bagi perusahaan atau bahkan
dapat menjadi blunder dari apa yang
telah diperbuat oleh pimpinan.
Sehingga dari sikap dan gaya
kepemimpinannya, pemimpin yang
otoriter dapat merusak sistem kerja
perusahaan. Setiap pimpinan akan

melakukan suatu untuk mendapatkan
mimpinya, akan tetapi tidak harus
dengan gaya kepemimpinan otoriter.
Sikap karyawan yang akan keluar dari
tempat kerja merupakan bentuk
kekecewaan terhadap manajemen atau
pimpinan perusahaan. Sebaliknya
dengan gaya kepemimpinan yang
dapat merangkul seluruh karyawannya
dan mengayomi dapat meningkatkan

kinerja karyawan serta merasa nyaman
dalam kerjanya.
Menurut Ramadhyaz (2012)
menyebutkan ada 10 alasan karyawan
mengundurkan diri, yaitu: Merasa tak
dihargai, kompensasi yang tak cukup,
merasa waktu libur tak cukup,
perubahan manajemen, mesin dan alat
Kantor yang ketinggalan jaman, target
yang tak realistis, kurang dukungan
manajemen, mencari tantangan baru,
suasana kerja yang tak nyaman, dan
mencari jalan lain untuk sukses.
Alasan merasa tak dihargai, target
yang realistis, dukungan manajemen,
dan kerja yang tak nyaman ialah
bentuk-bentuk
ketidak
puasan
karyawan
akan
kepemimpinan
perusahaan.
Menurut Choi, Lee, Wan Ismail
and Ahmad Jusoh (2012) dalam
penelitiannya
menyebutkan
ada
hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan turnover karyawan, akan tetapi
hal tersebut tidaklah signifikan.
Artinya terdapat hubungan antara gaya
kepemimpinan
dengan
turnover
karyawan, akan tetapi tidaklah kuat.
Uraian di atas dapat diketahui
bahwa
persepsi
terhadap
kepemimpinan otoriter mempunyai
hubungan dan pengaruh terhadap
intensi turnover karyawan. Adanya
hubungan antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover karyawan telah dinyatakan
dalam penelitian terdahulu, yang
menyebutkan
bahwa
terdapat
hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan turnover karyawan, akan tetapi
hal tersebut tidaklah signifikan.
Sehingga perusahaan dan pimpinan
harus dapat menggunakan jabatannya

2

secara baik, supaya bawahan atau
karyawan dan atasan dapat hidup
berdampingan.Penelitian
ini
hipotesisnya adalah “Ada hubungan
positif antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover karyawan”. Artinya, adanya
peningkatan
persepsi
terhadap
kepemimpinan otoriter mengakibatkan
semakin tingginya tingkat intensi
turnover pada karyawan. Sebaliknya
jika
terdapat
kecenderungan
penurunan
persepsi
terhadap
kepemimpinan otoriter maka akan
diikuti penurunan tingkat intensi
turnover pada karyawan.

r sebesar 0,552; p = 0,000 (p < 0,01)
berarti ada hubungan positif sangat
signifikan antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover. Semakin tinggi persepsi
terhadap kepemimpinan otoriter maka
semakin tinggi pula intensi turnover,
dan sebaliknya
semakin rendah
persepsi
terhadap
kepemimpinan
otoriter maka semakin rendah intensi
turnover karyawan. Hasil penelitian
ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Lewin (Jewell &
Siegall 1998) karakteristik pemimpin
yang otoriter antara lain adalah
didominasi yang sangat kuat, bawahan
tidak memiliki hak memprotes
kebijakan
pimpinan,
dalam
pengambilan
keputusan
tidak
melakukan negosiasi dengan berbagai
pihak di luar satuan kerja yang
bersangkutan. Komunikasi berjalan
satu arah ke bawah, pemimpin atau
atasan cenderung menjadi pribadi
dalam pujian dan kecaman terhadap
kerja setiap anggota dan mengambil
jarak dari partisipasi kelompok aktif
kecuali bila menunjukkan keahliannya.
Selain itu pemimpin yang otoriter
dalam
pemberian
petunjuk
menekankan pada penyelesaian tugas
ataupun kesempurnaan tugas dengan
cara memotivasi orang-orang melalui
rasa takut dan hukuman sebaliknya
jarang memberikan penghargaan atau
hadiah, sehingga dapat dikatakan jika
kepemimpinan dipegang oleh orang
yang mempunyai sikap otoriter tinggi,
semuanya mutlak ada ditangan atasan
atau pimpinan perusahaan. Artinya
bawahan tidak dimintai pendapat atau
gagasan terhadap keputusan yang
diambil oleh pimpinan meskipun

METODE PENELITIAN
Variabel - variabel penelitian
yang akan diteliti dalam penelitian ini
adalah Intensi Turnover Karyawan
sebagai variabel tergantung
dan
persepsi terhadap Kepemimpinan
Otoriter sebagai variabel bebas.
Populasi
yang
diambil
dalam
penelitian ini adalah populasi dari
karyawan Mac Mohan Beteng Trade
Center(BTC) Surakarta, dimana datadata maupun identitas karyawan telah
tercatat pada manajemen perusahaan.
Pengambilan sampel menggunakan
purposive sample sebanyak 40
karyawan. Alat ukur yang digunakan
yaitu
skala
persepsi
terhadap
kepemimpinan otoriter dan skala
intensi turnover. Metode analisa data
menggunakan teknik korelasi product
moment dengan bantuan program
SPSS for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis korelasi product
moment diperoleh koefisien korelasi

3

keputusan
tersebut
menyangkut
kepentingan bawahan,
Menurut Kartono (1998) tipe
pemimpin otoriter ditandai dengan
ciri-ciri sikap pemimpin yang kaku
dan
keras
dalam
menerapkan
peraturan-peraturan maupun disiplin,
bersikap memaksa dengan selalu
menuntut kepatuhan karyawan, agar
bertingkah
laku
seperti
yang
dikehendaki oleh pemimpin. Berbagai
sikap pemimpin menurut apa yang
dinggap terbaik oleh mereka sendiri,
diantaranya adalah dengan hukuman
dan sikap acuh tak acuh, sikap ini
dapat menimbulkan ketegangan dan
ketidaknyamanan,
sehingga
memungkinkan kericuhan di dalam
perusahaan
dan
menyebabkan
karyawan tidak betah bekerja di
perusahaan.
Nawawi (2003) menjelaskan
bahwa gaya kepemimpinan otoriter
adalah perilaku kepemimpinan atau
gaya
kepemimpinan
dalam
mengimplementasikan fungsi-fungsi
kepemimpinan
sangat
besar
pengaruhnya dan bersifat sangat
menentukan dalam mengefektifkan
organisasi untuk mencapai tujuannya.
Sehubungan dengan itu apabila
perilaku kepemimpinan ditampilkan
dalam bentuk tindakan tegas, keras,
sepihak, tertutup pada kritik dan saran,
mengancam setiap pelanggaran atau
kesalahan anggota organisasi dangan
sanksi/hukuman yang berat, tidak
mengikutsertakan
dan
tidak
memperbolehkan
bawahan
berpartisipasi
dalam
proses
pengambilan keputusan dan tidak
mentoleransi
terjadinya
penyimpangan.

Pola kepemimpinan otoriter
selalu memusatkan kekuasaan dan
keputusan pada diri sendiri dan
mendominasi dalam pengambilan
kebijakan
dengan
tidak
memperhatikan kondisi karyawan
menyebabkan
perilaku
karyawan
menjadi kurang terkontrol. Hal ini
dapat menyebabkan karyawan kurang
dapat mengelola perilaku kerja yang
dimiliki, sehingga karyawan justru
cenderung
menerapkan
sifat
perfeksionis yang maladaptif, yaitu
berusaha mencapai kesempurnaan
dalam
pelaksanaan
tugas-tugas
pekerjaan hanya untuk memenuhi
tuntutan dari sang pemimpin tanpa
mempertimbangkan kemampuan dan
kekurangan yang dimiliki. Billwoods
(dalam Dale,2001) mengungkapkan
bahwa pemimpin otoriter adalah
pemimpin yang membuat keputusan
sendiri karena kekuasan terpusatkan
dalam diri satu orang. Dengan
tanggung jawab yang penuh dan
ketatnya pengawasan maka setiap
keputusan
dipaksakan
dengan
menggunakan
imbalan
dan
kekhawatiran akan dihukum. Jika ada
komunikasi bersifat turun ke bawah.
Bawahan akan merasa takut dan tidak
pasti apabila wewenang dan kekuasaan
pemimpin otoriter menjadi menekan.
Rivai (2003) menambahkan gaya
kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin
yang bertindak sebagai pemain
tunggal. Kedudukan dan tugas
karyawan semata-mata hanya sebagai
pelaksana keputusan perintah bahkan
kehendak pemimpin. Kemampuan
bawahan dianggap tidak mampu
berbuat sesuatu tanpa diperintah
karena ia merasa dirinya lebih unggul

4

memiliki
persepsi
terhadap
kepemimpinan otoriter tinggi, terdapat
15 subjek (37,5%) memiliki persepsi
terhadap
kepemimpinan
otoriter
sedang, dan terdapat 15 subjek
(37,5%) memiliki persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter rendah.
Intensi
turnover
subjek
penelitian
tergolong
rendah
ditunjukkan oleh rerata empirik (RE)
sebesar 61,25 dan rerata hipotetik
sebesar =70. Hasil analisis perhitungan
kategorisasi diketahui dari 40 subjek
penelitian terdapat 1 subjek (2,5%)
memiliki intensi turnover tinggi,
terdapat 23 subjek (57,5%) memiliki
intensi turnover sedang, 14 subjek
(35%) memiliki intensi turnover
rendah, dan terdapat 2 subjek (5%)
memiliki intensi turnover sangat
rendah.

dibandingkan dengan bawahannya.
Senada dengan pendapat di atas Terry
(Kartono, 1998) mengemukakan tipe
pemimpin otokratis pada intinya
mendasarkan diri pada kekuasaan atau
paksaan yang selalu harus dipatuhi,
dirinya selalu mau berperan sebagai
“pemain tunggal” pada “one man
show” dan selalu merajai situasi.
Karyawan
yang
menilai
kepemimpinan secara negatif maka
akan merasa tertekan terus menerus
atau stress yang berlarut-larut yang
akan membawa kondisi karyawan
menderita kelelahan baik fisik dan
mental kondisi semacam ini jika ini
tidak dapat diatasi maka karyawan
merasa tidak betah lagi bekerja di
perusahaan, sehingga terjadilah intensi
turnover.
Sumbangan
efektif
menunjukkan seberapa besar peran
atau kontribusi variabel bebas terhadap
variabel
tergantung.
Sumbangan
persepsi
terhadap
kepemimpinan
otoriter
terhadap intensi turnover
sebesar 30,5% (rsquare=0,305), sehingga
masih terdapat 69,5% faktor lain yang
mempengaruhi intensi turnover diluar
variabel
persepsi
terhadap
kepemimpinan otoriter : misalnya
kondisi
ruang
kerja,
upah,
keterampilan kerja, dan supervisi.
Berdasarkan hasil perhitungan
kategorisasi
diketahui
persepsi
terhadap
kepemimpinan
otoriter
subjek penelitian tergolong sedang
ditunjukkan oleh rerata empirik (RE)
sebesar 97,53 dan rerata hipotetik
(RH) sebesar 102,5 Dari 40 subjek
penelitian terdapat 10 subjek (25%)

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data
penelitian, maka diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif sangat
signifikan antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover. Semakin tinggi persepsi
terhadap kepemimpinan otoriter maka
semakin tinggi pula intensi turnover,
begitu pula sebaliknya .
2. Sumbangan
persepsi
terhadap
kepemimpinan
otoriter
terhadap intensi turnover
sebesar
30,5%
3.
Persepsi
terhadap
kepemimpinan
otoriter
subjek
penelitian tergolong sedang.
4. Intensi turnover subjek
penelitian tergolong rendah.

5

yang
positif
terhadap
model
kepemimpinan
yang
diterapkan
diperusahaan. Untuk menghindari
munculnya intensi turnover maka
karyawan perlu memiliki keinginan
kuat untuk tetap mempertahankan
keanggotaan dalam perusahaan dengan
menyeimbangkan tugas dan tanggung
jawab kerja dengan kemampuan yang
dimiliki, berusaha disiplin dan selalu
semangat dalam bekerja, menjalin
hubungan yang harmonis dengan
pimpinan dan rekan kerja serta
berusaha memberikan yang terbaik
bagi perusahaan. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara :

1. Bagi Pimpinan Mac Mohan
Surakarta
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui
persepsi
terhadap
kepemimpinan
otoriter
tergolong
sedang, dari hasil ini maka pimpinan
diharapkan
menurunkan
kondisi
tersebut dengan berusaha menerapkan
model kepemimpinan yang mampu
mendorong karyawan untuk berperan
aktif dalam memberikan ide, gagasan
atau pendapat, memberikan dukungan
dan motivasi, memberi gaji insentif
dan fasilitas kerja yang memadai,
serta menciptakan suasana yang aman
dan nyaman dalam bekerja, sehingga
karyawan akan merasa betah bekerja
di tempat tersebut. Secara operasional
hal tersebut dapat dilakukan dengan
cara :

a. Disiplin dan taat dengan peraturan
yang ditetapkan perusahaan dan
bekerja sesuai dengan SOP yang
ada di perusahaan.
b. Tidak melakukan kesalahan yang
dapat menyebabkan pelayanan
kepada
pelanggan
menjadi
terganggu.
c. Bersedia menerima sanksi atau
hukuman
jika
melakukan
kesalahan secara sengaja.

a. Mengajak atau melibatkan bawahan
untuk ikut berdisuksi ketika akan
mengambil atau memutuskan
kebijakan-kebijakan perusahaan.
b. Tidak memberikan sanksi atau
hukuman pada bawahan yang
melakukan kesalahan sebelum
benar-benar
mengetahui
alasannya.
c.

3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan lebih meningkatkan
kualitas penelitian lebih lanjut
khususnya yang berkaitan dengan
hubungan antara persepsi terhadap
gaya
kepemimpinan
otoriter
dengan intensi turnover, misalnya
membandingkan intensi turnover
antara jenis kelamin laki-laki
dengan
perempuan,
atapun
menambah variabel-variabel lain
yang belum diteliti, seperti kondisi

Mengajak
bawahan
dan
keluarganya piknik atau rekreasi
untuk menjalani keakraban dan
keharmonisan antara bawahan
dengan pimpinan.

2. Bagi karyawan Mac Mohan
Surakarta
Diharapkan mempertahankan
intensi turnover yang sudah tergolong
rendah dengan cara memiliki persepsi

6

ruang kerja, upah, keterampilan
kerja, dan supervisi.

Locke,

Daftar Pustaka
Agung, Anak KSA, dan Kusdewi
Yanti.
2012.
Pengaruh
Kepemimpinan
Dan
Budaya
Perusahaan Terhadap Turnover
Karyawan Pada PT. Planet
Selancar Mandiri, Badung Bali.
Jurnal Manajemen & Akuntansi
STIE Triatma Mulya. Vol 18,No.
2 Edisi Desember 2012, page 154167.
Nawawi, H, 2003, Kepemimpinan
yang Efektif, Yogyakarta, Gadjah
Mada University.
Kartono, K. 1998. Pemimpin dan
Kepemimpinan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Dale T, A. 2001. Kepemimpinan (Seri
Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis).
Jakarta:
PT.
Elex
Media
Komputindo.
Choi Sang Long, Lee Yean Thean,
Wan Khairuzzaman Wan Ismail &
Ahmad
Jusoh.
(2012).
“Leadership
Styles
and
Employees’ Turnover Intention:
Exploratory Study of Academic
Staff in a Malaysian College”.
World Applied Sciences Journal,
2012. 19 (4): 575-581.
Jewel, L.N, & Siegel Marc.
(1998). Psikologi
Industri/Organisasi
Modern.
Penerjemah:
A.
Hadyana
Pudjaatmaka
dan
Maetasari.
Jakarta: Penerbit Archan.

A.E.
1997.
Esensi
Kepemimpinan, Empat Kunci
Untuk Memimpin dengan
Keberhasilan (Terjemahan :
Aris Ananda). Jakarta: Mitra
Utama.

Novliadi, Ferry. 2007. “Intensi
Trunover Karyawan Ditinjau dari
Budaya Perusahaan dan Kepuasan
Kerja”.
Skripsi.
Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Ramadhyaz, Peppy. (2013). “10
Alasan Karyawan Mengundurkan
Diri”.
http://plasadana.com/detail.php?id
=3359. Diakses pada jam 08:03
tanggal 03 April 2014.

7