BAB VIII OLEH KELOMPOK 1

TUGAS
EKOLOGI TUMBUHAN
CAHAYA, PANAS, DAN AIR

DISUSUN OLEH:
NOPIANA MASHURI

(E1A014032)

RINA APRIANTI

(E1A014043)

PUTU DIAN AYUNINGTYAS

(E1A014039)

WIDYA RANI RUPANI

(E1A014052)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2017

VIII. CAHAYA, PANAS, DAN AIR
A. CAHAYA
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, sebagai sumber energi utama
bagi ekosistem. Struktur dan fungsi dari ekosistem utamanya sangat ditentukan oleh radiasi
matahari yang sampai di system ekologi tersebut, tetapi radiasi yang berlebihan dapat pula
menjadi faktor pembatas, menghancurkan sistem jaringan tertentu.
Ada tiga aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya ini, yang erat kaitannya
dengan sistem ekologi, yaitu:
a.
Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang.
b.
Intensitas cahaya atau kandungan energy dari cahaya.
c.
Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar setiap hari.
Variasi dari ketiga parameter tadi akan menentukan berbagai proses fisiologi dan

morfologi dari tumbuhan. Memang pada dasarnya pengaruh dari penyinaran sering berkaitan erat
dengan factor-faktor lainnya seperti suhu dan suplai air, tetapi pengaruh yang khusus sering
merupakan pengendali yang sangat penting dalam lingkungannya.
1.
Kualitas cahaya
Radiasi matahari secara fisika merupakan gelombang-gelombang elektromagnetik
dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombang-gelombang tadi dapat menembus
lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Yang dapat mencapai permukaan bumi
ini adalah gelombang-gelombang dengan ukuran 0,3 sampai 10 mikron. Gelombang yang dapat
terlihat oleh mata berkisar antara 0,39 sampai 7,60 mikron, sedangkan gelombang di bawah 0,39
merupakan gelombang pendek dikenal dengan ultraviolet dan gelombang di atas 7,60 mikron
merupakan radiasi gelombang panjang atau infrared/merah-panjang.
Umumnya kualitas cahaya tidak memperhatikan perbedaan yang mencolok antara satu
tempat dengan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan factor ekologi yang penting.
Meskipun demikian telah dipahami adanya respon kehidupan terhadap berbagai panjang
gelombang cahaya ini.
Kepentingan Kualitas Cahaya
Umumnya tumbuhan beradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang
antara 0,39 sampai 7,60 mikron. Ultraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan dalam proses
fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan

demikian panjang gelombang itulah merupakan bagian dari spectrum cahaya yang sangat
bermanfaat bagi fotosintesis.

Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk
mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap sejumlah cahaya maka
cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang sampai di kanopi, akan
terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah
naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya.
Di ekosistem perairan cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di
permukaan, sehingga cahaya hijau akan dilakukan atau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah
dan sulit diserap oleh fitoplankton. Ganggang merah dengan pigmen tambahan phycoerythrin
atau pigmen merah coklat mampu mengabsorpsi cahaya hijau ini untuk fotosintesisnya, dengan
demikian ganggang merah ini mampu hidup pada kedalaman laut.
Pengaruh dari cahaya ultra violet terhadap tumbuhan masih belum jelas, yang terang
cahaya ini dapat merusak atau membunuh bacteria dan juga dipahami mempu mempengaruhi
perkembangan tumbuhan menjadi terhambat pertumbuhannya.
Umumnya gelombang-gelombang pendek dari radiasi matahari terabsorbsi di bagian atas
atmosfer sehingga hanya sebagian kecil yang mampu sampai di permukaan bumi. Dengan
demikian pengaruh ultraviolet ini akan terjadi dan sangat terasa di daerah pegunungan yang
tinggi.

Bentuk-bentuk daun yang roset merupakan karakteristika tumbuhan di daerah
pegunungan, hal ini merupakan hasil pentinaran ultra violet dan menghambat untuk terjadinya
batang yang panjang, juga diperkirakan ultra violet dapat mencegah berbagai jenis tumbuhan
untuk bermigrasi, sehingga dengan demikian cahaya ultra violet berfungsi sebagai agen dalam
menentukan penyebaran tumbuhan.

Diagram yang memperlihatkan spektrum radiasi matahari yang sampai di
permukaan bumi, dan penyerapan oleh air serta klorofil.

2.

Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energy merupakan aspek cahaya yang terpenting

sebagai factor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem.
Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/special maupun dalam waktu/temporal.
Radiasi matahari yang sampai dan menembus atmosfer bumi akan terabsorpsi dan terefleksi atau
terhamburkan oleh gas-gas dan partikel-partikel yang dikandungnya.
Intensitas cahaya yang terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona
arid), sedikit cahaya direfleksikan oleh awan. Di daerah lintang rendah cahaya matahari


menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi, sehingga lapisan
atmosfer yang tertembus berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang
yang tinggi matahari berada pada sudut rendah permukaaan bumi dan juga permukaan atmosfer,
dengan demikian sinasr menembus lapisan atmosfer yang terpanjang, ini akan mengakibatkan
lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di
atmosfer.
Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitas cahaya di daerah dengan latituda tinggi
ini, intensitas pada musim panas jauh berbeda dengan intensitas pada musim dingin.
Variasi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifikasikan lagi oleh factor topografi.
Sudut dan arah kemiringan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang sampai di
permukaan bumi atau ekosistem, hal ini akan lebih terasa untuk daerah-daerah di garis lintang
tinggi, sehingga dapat menghasilkan perbedaan struktur ekosistem.
Untuk daerah-daerah di garis lintang rendah hal ini tidak terlalu terasa.
a.

Kepentingan Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan


dan mengabsorbsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu
menembus dan merupakan sejumlah energy yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar.
Stratifikasi vertical dari suatu ekosistem, dengan demikian, merupakan hasi dari total energy
cahaya yang tersedia dan kondisi komunitas itu sendiri.
Dalam ekosistem perairan intensitas cahaya berkurang secara cepat kearah yang semakin
dalam. Air memantulkan dan menyerap cahaya dengan efisiens sekali. Pada air yang bening dan
tidak bergerak 50% cahaya mampu mencapai kedalaman lebih dari 15 meter. Bila air bergerak
atau keruh cahaya akan menembus kedalaman yang lebih dangkal lagi, situasi ini mampu untuk
menahan laju fotosintesisi.
Intensitas cahaya yang berlebihan dapat berperan sebagai fktor pembatas. Cahaya yang
kuat sekali dapat merusak ensima akibat foto-oksidasi, ini mengganggu metabolism organismorganisme terutama dalam sintesis protein.
b.
Titik Kompensasi
Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih tumbuhan harus menerima
sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi
kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila semua factor-faktor lainnya
mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan. Keseimbangan antara kedua
proses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu.

Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat) dapat

mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Titik ini
menggambarkan intensitas cahaya yang memadai untuk terjadinya fotosintesis, dan merupakan
intensitas cahaya minim yang penting untuk pertumbuhan. Harga titik kompensasi ini akan
berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.
Diagram yang menggambarkan titik kompensasi dari kelompok tumbuhan heliofita.
Heliofita

Diagram yang menggambarkan titik kompensasi dari kelompok tumbuhan siofita.
Siofita

c.

Helofita dan Siofita
Tumbuhan yang beradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intensitas cahaya

yang tinggi biasa disebut tumbuhan helofita. Merupakan tumbuhan yang senang dengan cahaya
yang tinggi intensitasnya dan mempunyai titik kompensasi yang tinggi pula. Dalam tubuhnya
mempunyai system kimia yang aktif untuk membentuk karbohidrat dan membongkarnya dalam
respirasi.
Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik

kompensasi yang rendah pula, dikenal dengan tumbuhan senang keteduhan atau siofita,
metabolismenya lambat dan demikian juga proses respirasinya.
Titik kompensasi heliofita dapat mencapai setinggi 4.200 luks tetapi untuk tumbuhan
yang hidup di tempat teduh siofita titik kompensasinya bisa serendah 27 luks. Bahkan ganggang
yang hidup dalam perairan dalam dan ganggan serta lumut yang hidup dalam gua-gua dapat
tumbuh dengan intensitas cahaya yang lebih lemah sampai tidak melebihi cahaya bulan.
Beberapa jenis tumbuhan mempunyai karakteristika siofita ketika masih muda, yang
kemudian berkembang ke karakteristika heliofita apabila telah dewasa. Hal ini biasanya terjadi
pada pohon-pohon dengan anakannya yang harus tahan hidup di bawah peneduhan.
Pada dasarnya kaitan antara besar penyinaran dengan laju fotosintesis merupakan pangkal
dari perbedaan heliofita dengan siofita ini. Dalam hal ini peranan pembentukan pigmen hijau

serta klorofil sangat erat kaitannya dengan intensitas cahaya tadi. Pada tempat-tempat dengan
penyinaran penuh, cahaya berkecendrungan untuk merusak atau menghancurkan klorofil ini.
Dengan demikian kemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofil adalah mutlak diperlukan
bagi tumbuhan yang hidup di tempat terbuka.
Apabila tumbuhan tidak mampu menghasilkan klorofil untuk mengimbangi klorofil yang
hancur (akibat cahaya yang terlalu tinggi intensitasnya) maka tumbuhan itu akan gagal dalam
mempertahankan dirinya. Dengan demikian perbedaan kemampuan dalam pembentukan klorofil
inilah yang membedakan antara heliofita dengan siofita. Heliofita berkemampuan yang tinggi

dalam pembentukan klorofilnya sehingga dapat tahan di tempat terbuka dan sebaliknya siofita
akan lebih efektif apabila berada di bawah naungan dan akan gagal apabila berapa pada daerah
terbuka.
d.

Cahaya Optimal bagi Tumbuhan
Proses pertumbuhan dari tumbuhan membutuhkan hasil fotosintesis untuk melebihi

kebutuhan respirasi. Jadi kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan ini baru
terpenuhi apabila cahaya melebihi titik kompensasinya. Bagi umumnya tumbuhan intensitas
cahaya optimum untuk fotosintesis haruslah lebih kecil dari intensitas cahaya matahari penuh
apabila ditinjau dari sudut kebutuhan daun secara individual. Meskipun demikian bila suatu
tumbuhan besar hidup pada cahaya yang penuh sebagian besar dari dedaunnya tidak dapat
menerima cukup cahaya matahari untuk fotosintesis secara maksimal akibat tertutup dedaunan di
permukaan kanopinya. Dengan demikian cahaya matahari penuh akan menguntungkan bagi
daun-daun di dalam kanopi untuk mencapai efektifitas fotosintesis secara total bagi tumbuhan
untuk mengimbangi kekurangan dari daun-daun yang berada dalam cahaya supra-optimal.
Intensitas cahaya optimum bagi tumbuhan yang hidup di habitat alami janganlah
diartikan betul-betul cahaya optimal untuk fotosintesis. Pada umumnya cahaya matahari itu
terlalu kuat atau terlalu lemah bagi organ-organ fotosintesis. Optimum haruslah diartikan bahwa

kombinasi tertentu dari factor-faktor lingkungan lainnya, ingat konsep holosinostik, akan
memberikan pengaruh bersih dari kondisi cahaya dalam suatu perioda tertentu lebih baik untuk
proses fotosintesis dibandingkan dengan keadaan lainnya.
e. Adaptasi tumbuhan terhadap cahaya kuat
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai adaptasinya dalam
mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supra-optimal.

Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi kloroplast berbentuk cakram,
posisinya sedemkian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya.
Bahkan pada beberapa jenis tertentu letak daun secara keseluruhan sering tidak berada dalam
keadaan horizontal, hal ini menghindar dari arah cahaya yang tegak lurus pada permukaan daun
dan ini berarti mengurangi kuat cahaya yang masuk.
Berkurangnya kadar klorofil pada intensitas cahaya yang tinggi mengandung aspek yang
menguntungkan, cahaya yang diserap akan menjadi berkurang sedangkan yang dipantulkan dan
disebar akan bertambah. Terlalu banyak cahaya yang diserap atau diabsorpsi akan mempertinggi
energy yang diubah menjadi panas akibat efesiensi ekologi yang rendah. Hal ini akan tidak saja
menggangu keseimbangan air tetapi juga akan mengganggu keseimbanga fotosintesis dengan
respirasi dalam tumbuhan.
Telah banyak dipelajari bahwa umumnya tumbuhan tropika intensitas cahaya yang diterima
mempunyai hubungan langsung dengan kadar anthocyanin. Pigmen ini biasanya terletak pada

lapisan permukaan dari sel berperan sebagai pemantul cahaya lapisan permukaan dari sel
berperan sebagai pemantul cahaya sehinggga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya
ke jaringan yang lebih dalam. Pigmen-pigmen yang berwarna merah ini akan memantulkan
terutama cahaya merah yang berkadar panas. Dengan dipantulkannya cahaya merah ini maka
akan mereduksi kemungkinan kerusakan-kerusakan sel sebagai akibat pemanasan. Ternyata suhu
dibawah lapisan berwarna merah dari suatu buah mempunyai suhu lebih rendah jika
dibandingkan dengan bagian lainnya yang berwarna hijau.
Beberapa ganggang yang bebas bergerak akan menghindar dari cahaya yang terlalu kuat
dengan jalan pergerakan secara vertical,bermigrasi ke kedalaman air.
3. Lama Penyinaran
Lama penyinaran relatip antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi
fungsi dari tumbuhan secara luas. Jawaban dari organism hidup terhadap lamanya siang hari
dikenal dengan fotoperiodisma. Dalam tetumbuhan jawaban/respon ini meliputi perbungaan,
jatuhnya daun dan dormansi.

Di daerah sepanjang katulistiwa lamanya siang hari atau fotoperioda akan konstan
sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/bermusim panjang hari lebih dari 12 jam
pada musim panas, tetapi akan berkurang dari 12 jam pada musim dingin. Perbedaan yang
terpanjang antara siang dan malam akan terjadi di daerah dengan garis lintang tinggi.
Berdasarkan respon ini, tumbuhan berbunga dapat dikelompokan dalam tiga kelompok
besar, yaitu:
a. Tumbuhan berkala panjang, yaitu tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih dari
12 jam untuk terjadinya proses perbungaan. Berbagai tumbuhan temperate termasuk pada
kelompok ini,seperti macam-macam gandum (wheat dan barley) dan bayam.
b. Tumbuhan berkala pendek, kelompok tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih
pendek dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, dalam kelompok ini termasuk
tembakau dan bunga krisan.
c. Tumbuhan berhari netral, yaitu tumbuhan yang tidak memerlukan perioda panjang hari
tertentu untuk proses perbungaanya, missal tomat dan dandelion.
Reaksi tumbuhan berkala panjang dan berkala pendek membatasi penyebarannya secara
latitudinal sesuai dengan kondisi fotoperiodanya. Apabila beberapa tumbuhan terpaksa hidup
ditempat yang kondisi fotoperiodanya tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser pada
pertumbuhan vegetatif. Misalnya bawang merah, tumbuhan berkala pendek,akan menghasilkan
bulbus/umbi lapisnya yang besar apabila ditumbuhkan didaerah dengan fotoperioda yang
panjang, hal ini memberikan arti ekonomi tertentu dan banyak dilakukan oleh pakar hortikultura.
Di daerah katulistiwa tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperioda ini tidaklah
menunjukan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan akan tetap aktip dan berbunga
sepanjang tahun asalkan faktor-faktor lainnya, dalam hal ini suhu, air dan nutrisi, tidak
merupakan faktor pembatas.

B. SUHU
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap oragnisme hidup. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari

tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tsb, sedangkan peran
tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terumata suplai air. Suhu
mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektipan hujan tetapi juga laju
kehilangan air dari organism hidup.
Sebernarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu sebagai faktor
lingkungan. Misalnya energy cahaya mungkin diubah menjadi energi panas ketika cahaya
diabsorpsi oleh suatu substansi. Tambahan lagi suhu sering berperan bersamaan dengan cahaya
dan air untuk mengontrol fungsi-fungsi dari organisme.
Relatip mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk
menentukan suhu bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan maksimum, minimum, atau
keadaan harga rata-ratanya yang penting.
1. Variasi Suhu
Sangat sedikit tempat-tempat dipermukaan bumi secara terus menerus berada dalam
kondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidupan, suhu biasanya mempunyai
variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi suhu ini berkaitan dengan garis lintang,
dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi lokal berdasakan topografi dan jarak dari laut.
Terjadi juga variasi dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya dalam hutan dan
ekosistem perairan. Perbedaan yang nyata antara suhu pada permukaan kanopi hutan dengan
suhu di bagian dasar hutan akan terlihat dengan jelas. Demikian juga perbedaan suhu
berdasarkan kedalaman air.
Seperti halnya dengan faktor cahaya, letak dari sumber panas (matahari), bersamasama dengan berputarnya bumi pada porosnya akan menimbulkan variasi suhu di alam tempat
tempat tumbuhan hidup.
Jumlah panas yang diterima bumi juga berubah-ubah setiap saat tergantung pada
lintasan awaan, bayangan tumbuhan setiap hari,setiap musim,setiap tahun dan gejala geologi.
Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh lebih banyak
panas dibandingkan dengan yang hilang karena reradiasi panas bumi, dengan demikian suhu
akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah suhu yang tinggi sekitar tengah hari.
Setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan suhu muka bumi ini akibat reradiasi yang lebih
besar dibandingkan dengan radiasi yang diterima. Pada malam hari penurunan suhu muka bumi
bertambah lagi, panas yang diterima berbentuk radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan

reradiasi berjalan terus, akibatnya ada kemungkinan suhu permukaan bumi lebih rendah dari
suhu udara di sekitarnya. Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu harian, dan fluktuasi suhu
yang paling tinggi akan terjadi di daerah antara ombak, di tepi pantai.
Berbagai karakteristik muka bumi penyebab variasi suhu :
a. Komposisis dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak panas yang
dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang diserap.
b. Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat memberikan
respon pada pancaran panas daripada tanah yang padat, terutama erat kaitannya
dengan penembusan dan kadar air tanah, makin basah tanah makin lambat suhu
berubah.
c. Kerimbuan tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak dengan bebas
maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan tempat tertutup
vegetasi. Tetapi kalau angin tidak menghembuskan keadaan sangat berlainan,
dengan kerimbunan yang rendah sudah mampu mereduksi pemanasan tanah oleh
pemancaran sinar matahari. Di tambah lagi kelembaban udara di bawah rimbunan
tumbuhan akan menambah banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap
air, akibatnya akan menaikan suhu udara. Pada malam hari panas yang
dipancarkan kembali oleh tanah akan tertahan oleh lapisan kanopi,dengan
demikian fluktuasi suhu dalam hutan sering jauh lebih rendah jika dibandingkan
dengan fluktuasi suhu di tempat terbuka/tidak bervegatasi.
d. Iklim,mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya pengaruh
terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering mereduksi
radiasi. Partikel-partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap air
dalam proses kondensasinya, uap air inilah yang bersifat aktip dalam mengurangi
pengaruh radiasi matahari tadi.
e. Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar 5o dapat
mereduksi suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub.
Variasi suhu berdasarkan waktu/temporal terjadi baik musiman maupun harian,
kesemua variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan fungsi tumbuhan.
2. Suhu dan Tumbuhan
Kehidupan di muka bumi ini berada dalam suatu batas kisaran suhu antara 0 0c sampai
500c ,dalam kisaran suhu ini individu tunbuhan mempunyai suhu minimum,maksimum,dan
optimum yang diperlukan organism hidup dikenal dengan suhu kardinal.

Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya
pertukaran suhu yang terus-menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya.
Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi, untuk tanaman di tropika,
semangka, tidak dapat mentoleransi suhu dibawah 150-180 c, sedangkan untuk biji-bijian tidak
bisa hidup dengan suhu dibawah minus 20c – minus 50 c. Sebaliknya konifer di daerah temperate
masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah minus 30 0 c. Tumbuhan air umumnya mempunyai
kisaran toleransi suhu yang lebih sempit jika dibandingkan dengan tumbuhan di daratan.
Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi terhadap suhu yang
berbeda tergantung pada umur, keseimbangan air dan juga keadaan usim.
3. Tumbuhan dan Suhu Tinggi
Suhu maksimum yang harus ditoleransi oleh tumbuhan sering merupakan masalah
yang lebih kritis jika dbandingkan dengan suhu minimumnya. Tumbuhan biasanya didinginkan
oleh kehilangan air dari tubuhnya,dengan demikian kerusakan akibat panas terjadi apabila tidak
tersedia sejumlah air dalam tubuhnya untuk proses pendinginan tadi. Pada beberapa kasus
umumnya krusakan diinduksi oleh suhu yang tinggi berasosiasi dengan kerusakan akibat
kekurangan air, pelayuan. Dalam kejadian seperti ini ensima menjadi tidak aktip dan metabolism
menjadi rendah.
Tumbuhan yang hidup di tempat-tempat dengan iklim yang panas sering mempunyai
struktur morfologi yang beradaptasi untuk hidup pada kondisi panas ini, lapisan gabus menjadi
tebal berfungsi sebagai lapisan pelindung,daun kecil-kecil untuk mereduksi kehilangan air, dan
kutikula menebal sehingga refleksi cahaya meningkat.
4. Tumbuhan dan Suhu Dingin
Kebanyakan tumbuhan berhenti pertumbuhannya pada suhu dibawah 6 0 c. Penurunan
suhu dibawah suhu ini mungkin akan menimbulkan kerusakan yang cukup berat. Protein akan
menggumpal pada larutan di luar cairan sel mengakibatkan ketidak aktipan ensima. Bila suhu
mencapai titik beku, akan terbentuk Kristal es diantara ruang sel dan air akan terisap keluar dari
sel maka akan terjadi dehidrasi. Apabila pembekuan terjadi secara cepat maka akan terbentuk
Kristal-kristal es dalam cairan sel yang ternyata volumanya akan lebih besar dari ukuran sel tsb,
sehingga sel rusak dan mati akibat kebocoran dinding selnya. Hasilnya akan terjadi daerah yang
berwarna coklat pada tumbuhan , sebagai karakteristika dari kerusakan akibat pembekuan atau
frost.
Suhu yang rendah mungkin akan berperan secara tidak langsung, menghambat fungsi
dari tumbuhan. Akar menjadi kurang permeable sehinggga tidak mampu menyerap air. Hal ini

menimbulkan apa yang disebut kekeringan fisiologi, terjadi pada situasi air yang relatip cukup
tetapi tidak mampu diserap akar akibat suhu yang terlalu dingin. Situasi ini sering terjadi di
daerah tundra.
Tumbuhan yang hidup di daerah iklim dingin sering mempunyai adaptasi morfologi
untuk tetap bisa hidup. Tumbuhan menjadi kerdil atau merayap untuk mengurangi luka
permukaan, atau mempunyai bentuk bantal atau permadani untuk saling melindungi satu bagian
dengan bagian yang lainnya.
5. Suhu dan Produktivitas
Laju respirasi dan fotosintesis dari tumbuhan haruslah terjadi sedemikian rupa
sehingga terdapat produktivitas bersih. Untuk tumbuhan umumnya suhu optimum untuk respirasi
lebih tinggi dari suhu optimum untuk fotosintesis. Di atas suhu tertentu respirasi akan melebihi
fotosintesis, maka akan terjadi kelaparan pada tumbuhan tsb. Hal inilah yang berperan dalam
membatasi penyebaran tumbuhan dari daerah dingin ke daerah hangat.

Gambaran keseimbangan fotosintesis dan respirasi dalam hubungan dengan suhu

6. Thermoperiodisma
Thermoperiodisma merupakan jawaban dari tumbuhan terhadap fluktuasi suhu yang
bersifat ritmik. Hal ini dapat terjadi baik secara musim atau harian. Tumbuhan yang biasanya
hidup pada tempat-tempat dengan suhu yang befluktuasi berkecendrungan akan mengalami
gangguan apabila di tumbuhan pada tempat dengan suhu yang konstan. Kebanyakan tumbuhan

akan tumbuh baik bila suhu lingkungan berubah-ubah. Misalnya , tomat mempunyai laju
pertumbuhan optimum bila berada pada tempat dengan suhu siang 25 0 c dan suhu malam sekitar
100 c. fluktuasi suhu ini menghasilkan keseimbangan optimum antara respirasi dan fotosintesis.
Beberapa jenis tumbuhan memerlukan suhu malam hari dibawah suhu minimum
tertentu untuk terjadinya perbungaan. Dan pada beberapa tumbuhan fluktuasi teratur diperlukan
untuk perkecambahan.
Thermoperiodisma membatasi penyebaran tumbuhan baik berdasarkan garis lintang
maupun ketinggian tempat.
7. Suhu dan Dormansi tumbuhan
Dormansi tidak saja terjadi pada tumbuhan yang hidup pada lingkungan yang dingin,
tetapi juga pada tumbuhan yang hidup di daerah beriklim hangat. Tumbuhan di tropika sering
mempunyai fasa dorman yang tidak ada kaitannya dengan suhu. Diperkirakan bahwa fenomena
ini telah memungkinkan nenek moyang pohon-pohon temperate berasal dari bermigrasinya dari
tropika temperate.
Sebagai gejala umum dormansi diinduksikan dalam tumbuhan di temperata sebagai
jawaban terhadap fotoperioda. Tetapi fasa dorman dari tumbuhan akan dipecahkan oleh suhu
yang dingin, gejala ini disebut vernalisasi. Bila tidak cukup suhu dingin untuk memecahkan
masa dorman maka tumbuhan tidak mampu untuk hidup lagi. Kebanyakan pohon dan perdu di
daerah Inggris, misalnya, memerlukan antara 200 sampai 300 jam dibawah suhu 9◦ C untuk
memecahkan masa dorman ini.
Vernalisasi dimanfaatkan dalam hortikultura untuk mempercepat siklus hidup untuktujuan
penyilangan. Tanaman biannual seperti beet dan seledri menghasilkan daun dan umbi dalam
musim tumbuh pertama dan berbunga pada musim tumbuh kedua. Dengan memanfaatkan suhu
dingin buatan, siklus hidup akan terjadi secara lengkap dalam setahun.
8. Masa/ Musim pertumbuhan
Masa atau musim pertumbuhan adalah suatu perioda waktu ketika semua kondisi
lingkungan yang diperlukan untuk tumbuh berada dalam keadaan memuaskan atau cocok. Suhu
merupakan salah satu factor yang paling kritis dalam menentukan panjangnya musim/masa
pertumbuhan, terutama untuk tumbuhan yang hidup di daerah dengan garis lintang yang tinggi.
Untuk tumbuhan yang hidup tropika factor ketersediaan air, dalam hal ini jumlah dan lamanya
hujan, merupakan factor penentu untuk masa/musim pertumbuhan ini.
Rata-rata suhu harian dan atau rata-rata suhu bulanan sering di pakai untuk menentukan
musim pertumbuhan ini di suatu tempat. Berbagai metoda dikembangkan untuk menentukan

masa/musim pertumbuhan di daerah garis lintang tinggi, salah satunya adalah didasarkan pada
suhu minimum pertumbuhan.
9. Suhu minimum untuk pertumbuhan
Musim pertumbuhan didefinisikan sebagai perioda ketika suhu berada diatas ambang
tertentu yang di perlukan untuk tumbuh. Batas ambang ini berlainan, dari 0 ◦C samapai 10◦C,
tetapi umumnya dipakai 6◦C sebagai batas suhu minimum yang diperlukan unuk pertumbuhan
tanaman pertanian. Di Amerika Serikat pertumbuhan ini sering di batasi oleh “ hari bebasa
kebekuan “ : yaitu jumlah hari berurutan selama suhu terus-menerus di atas 0◦C.
Satu hal yang perlu di pahami, metoda apapun yang dipergunakan untuk menentukan
masa pertumbuhan, sampai sekarang betul-betul belum memuaskan. Dalam hal ini tidak
diperhitungkan kenyataan bahwa setiap jenis tumbuhan akan memerlukan suhu yang berlainan,
atau adanya kenyataan bahwa suhu udara akan dimodifikasi oleh keadaan lingkungan lainnya,
seperti tanah, topografi dan vegetasi. (Metoda lain untuk menetukan masa/ musim pertumbuhan
ini diantaranya adalah berdasarkan suhu terakumulasi dan unit fototermal, lihat Emberlin, 1983. )
c. A
I
R
Air merupakan factor lingkungan yang penting, semua organisme hidup memerlukan
kehadiran air ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air di sistem bumi kita ini adalah terbatas dan
dapat berubah-ubah akibat proses sirkulasinya. Pemulihan bumi sulit untuk terjadi akibat adanya
siklus melalui aliran air, transpirasi dan evaporasi yang berlangsung secara terus-menerus.
Bagi tumbuhan air sangat penting karena dapat langsung mempegaruhi kehidupannya.
Bahkan air sebagai bagian dari factor iklim yang sangat berpegaruh terhadap pertumbuhan dan
perubahan struktur dan organ tumbuhan. Untuk lebih rinci perhatikan peranan air bagi tumbuhan
di bawah ini :
a) Struktur tumbuhan. Air merupakan bagian terbesar pembentuk jaringan dari semua
makhluk hidup ( tak terkecuali tumbuhan ). Antara 40% sampai 60% dari berat segar
pohon terdiri dari air, dan bagi tumbuhan herba jumlahnya mungkin akan mencapai 90%.
Cairan yang mengisi sel akan mampu menjaga substansi itu untuk berada dalam keadaan
yang tepat untuk berfungsi metabolisme.
b) Sebagai penunjang. Tumbuhan memerlukan air untuk penunjang jaringan-jarigan yang
tidak berkayu. Apabila sel-sel jaringan ini mempunyai cukup air maka sel-sel ini berada
dalam keadaan kukuh. Tekanan yang di ciptakan oleh kehadiran air dalam ini disebut
tekanan turgor dan sel akan menjadi mengembang, dan apabila jumlah air tidak memadai
maka tekanan turgor berkurang dan isi sel akan mengkerutndan terjadilah plasmolisis.

c) Alat angkut. Tumbuhan memanfaatkan air sebagai alat untuk mengangkut materi
disekitar tubuhnya. Nutrisi masuk melalui akar dan bergerak ke bagian tumbuhan lainnya
sebagai sbstansi yang terlarut dalam air. Demikian juga karbohidrat yang dibentuk di
daun diangkut ke jaringan-jaringan lainnya yang tidak berfotosintesis dengan cara yang
sama.
d) Pendingin. Kehilangan air dari tumbuhan oleh transpirasi akan mendinginkan tubuhnya
dan menjaga dari pemanasan yang berlebihan.
Karakteristika air dalam proses siklusnya secara fisik memperlihatkan berbagai
fasa/keadaan, mulai dari bentuk uap air di udara sampai air dlam tanah yang secara
diagramatis dapat dilihat di bawah ini.
1. Uap Air
Uap air merupakan sumber air yang terdapat di udara, dan bagi tumbuhan pengaruhnya
langsung terhadap bentuk dan struktur dari organ-organnya. Bagi beberapa tumbuhan seperti
jamur, lumut kerak dan epifit uap air ini dapat digunakan secara langsung. Intensitas cahaya
dapat juga dipengaruhi oleh uap air ini dengan mengurangi jumlah energy cahaya yang
diterima/sampai di permukaan bumi. Jumlah uap air di udara dapat mempengaruhi laju evaporasi
dan transpirasi.
Evavorasi merupakan suatu proses untuk terjadinya kehilangan air dari suatu ekosistem,
yatu sebagai gabungan atau proses evaporasi dari komponen non-hidup dan transpirasi oleh
tumbuhan. Factor-faktor yang dapat mempengaruhi evapotranspirasi :
a. Masukan Energi. Energi diperlukan untuk evaporasi yang utamanya berasal dari energi
surya. Jumlah energi ini erat kaitannya dengan jumlah kehilangan air dari ekosistem.
b. Pergerakan Udara. Angin menggerakkan uap air dan menghambat kejenuhan atmosfer
dari uap air ini. Pergerakan uap air ini akan memberi kemungkinan lebih banyak lagi
terjadinya evaporasi.
c. Bentuk Vegetasi. Bagian atas dari pertumbuhan akan mempengaruhi evaporasi, berperan
sebagai penghalang. Tetapi di lain pihak akan menentukan kehilangan air akibat
transpirasi, ini berkaitan dengan bentuk sistem akar yang ada dalam penyerapan air dari
tanah.
d. Jumlah Air di Daerah Akar. Laju pengisapan air oleh tumbuhan yang akan menyebabkan
lajunya kehilangan air akibat transpirasi sebagian tergantung pada ketersediaan air di
daerah akar.
a) Evapotranspirasi Potensial

Jumlah air yang mampu dikembalikan ke atmosfer dalam suatu periode waktu
tertentu bila jumlah air adalah cukup memadai sesuai dengan yang diperlukan dalam evaporasi
dan transpirasi.
Evaporasi potensial ini dapat diperkirakan dengan berbagai cara, diantaranya yaitu
dengan pengukuran berdasarkan kehilangan air melalui cawan evaporimeter, bias dihitung secara
harian. Contoh terbaik adalah cawan klas A dari Amerika, diameter 4 kaki, kedalaman 10 inci,
diletakkan 6 inci dari permukaan tanah untuk menjaga tetap terjadinya ventilasi udara di bawah
cawan. Pada setiap awal pengukuran harian air harus berada 2 inci di bawah mulut cawan. Pada
perhitungan selanjutnya dipakai faktor koreksi sebesar 0,60 – 0,80 atau 0,70, sedangkan koreksi
bulanan dipergunakan 0,13 sampai 1,30 ( i )
Evaporasi potensial ini dapat juga ditentukan berdasarkan faktor iklim, dalam hal ini
suhu udara merupakan faktor kunci. Pendekatan secara empiris dari KHOSLA ( UN/WMO
Water Resources Series No. 27, 1964 )telah memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Rumusan dari khosla : EP = 4,8 T
EP = evaporasi potensial bulanan (mm)
T = rata-rata suhu bulanan (◦C)
Cara lain adalah berdasarkan metoda dari FEWMAN, yang bersifat komprehensif, dengan
memperhitungkan tidak saja suhu tetapi juga berdasarkan radiasi matahari, kelembaban udara
dan kecepatan angin pada ketinggian standar 2 meter dari permukaan tanah.
b) Evaporasi aktual
Selain evaporasi potensial, dikenal juga evaporasi aktual, yaitu pengembalian sejumlah
air ke atmosfer akibat proses evaporasi dan transpirasi pada perioda waktu tertentu sesuai dengan
jumlah air yang tersedia.
2. Hujan
Hujan merupakan hasil kondensasi uap air yang berada di atmosfer baik yang berasal dari
proses evaporasi maupun transpirasi. Sebagai sumber utama dari uap air di atmosfer ini adalah
hasil evaporasi dari sistem perairan termasuk lautan. Di udara terdapat cukup uap air yang dapat
membentuk hujan, uap air akan berkondensasi menjadi bintik-bintik air yang kemudian bersatu
dan akibat gaya tarik bumi akan jatuh sebagai hujan.
Berbagai hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan hujan ini adalah :
- Jumlah hujan tahunan yang meliputi suatu daerah
- Variasi musiman dan tahunan
- Intensitas dan lamanya hujan

Jumlah hujan yang akan turun adalah berlainan antara satu daerah dengan daerah lainnya,
hal ini tergantung dari berbagai faktor utama, diantaranya adalah :
1. Keadaan topografi
Daerah pegunungan relatif akan menerima hujan lebih banyak daripada daerah
pedataran rendah
2. Letak daerah
Sehubungan dengan arah angin dan juga apakah mendapat pengaruh dari angin laut
atau angin kontinental
3. Letak geografis
Hujan turun paling banyak di daerah katulistiwa dan akan menurun jumlahnya ke arah
kutub. Di daerah kutub udara terlalu dingin untuk menampung uap air, sedangkan di
daerah katulistiwa keadaan sebaliknya sehingga hujan jatuh hampir sepanjang tahun.
a. Intersepsi
Hujan yang jatuh pada suatu tempat yang bervegetasi hutan akan bertahan oleh
kanopinya sebelum mencapai tanah.air hujan akan tertahan kanopi tadi kan membasahi
dedaunan dari mahkota dan kemudian menguap lagi ke udara dan air yang hilang ini
termanfaatkan bagi tumbuhan. Jumlah hujan yang tertahan/ terintersepsi ini tergantung
pada bentuk vegetasi yanga da dan curah hujan serta lamanya hujan.
b. Intersepsi dan bentuk vegetasi
Persentase dari jumlah hujan yang terintersepsi berkaitan erat dengan luas
permukaan vegetasi. Komunitas dengan luas permukaan besar, seperti hutan pinus/tusam,
berdasarkan pengukuran dilapangan (Surasana, 1982 ), intersepsinya dapat mencapai
80% sampai 90% pada curaha hujan yang tidak deras. Intersepsi akan jauh lebih kecil
pada vegetasi yang terdiri hanya dari satu lapisan, dan juga pada vegetasi yang
jarang/renggang. Secara umum intersepsi akan jauh lebih besar pada hutan konifer jika
dibandingkan dengan hutan berdaun lebar.
Air hujan yang membasahi vegetasi, dan tidak diuapkan,akan mengalami dua
kemungkinan sebagai akibat dari daya tarik bumi. Pertama akan langsung jatuh ke tanah (
throuhfall ) melalui udara, dan kedua akan bergerak kebawah melalui/menyusuri batang
(stem-flow). Air akan bergerak melalui batang ini akan sampai di tanah tergantung dari
tekstur batang, makn halus makin banyak air yang dialirkan.
c. Intersepsi dan hujan
Persentase kehilangan air akibat intersepsi akan terjadi lebih besar pada hujan yang
rendah intensitasnya, jika dibandingkan dengan hujan yang besar intensitasnya. Intersepsi

akan secara bertahap menjadi kecil apabila hujan makin lama akibat vegetasi akan
menjadi basah dan jenuh air maka terjadilah sentuhan langsung secara aliran pada batang.
d. Perhitungan intersepsi
Rumusan dibawah ini dapat dipergunakan untuk menentukan intersepsi di suatu bentuk
vegetasi
I – R – Rg – S
I = jumlah terintersepsikan
R = jumlah hujan diatas vegetasi
Rg = jumlah hujan yang bertampung diantara vegetasi
S = jumlah air yang mengalir melalui batang
e. Musim/masa pertumbuhan
Seperti yang telah diuraikan terdahulu, untuk daerah tropika masa/musim
pertumbuhan tidak ditentukan oleh kondisi suhu, tetapi faktor hujanlah yang
menentukannya. Dalam hal ini ditentukan oelh perbedaan curah hujan dengan jumlah air
yang dikembalikan ke udara oleh evapotranspirasi.
Konsep masa/musim pertumbuhan ini lebih ditekankan pada penentuan
kesesuaian iklim untuk pertumbuhan tanaman pertanian, seperti dikembangkan oleh
OLDEMAN tahun 1975 dan 1979 untuk beberapa wilayah di Indonesia dan FAO pada
tahun 1978 untuk beberapa wilayah di muka bumi ini termasuk Asia Tenggara.
Menurut FAO, masa pertumbuhan adalah perioda dalam jumlah hari selama satu
tahun ketika curah hujan melebihi setengah dari evapotranspirasi potensial, ditambah
suatu periode yang diperlukan untuk menguap-keringatan (evapotranspirasi) sisa air
juhan dari tanah (biasanya diasumsikan sebanyak 100 mm) atau hilang apabila tanah
tidak mampu menahannya. Suatu masa pertumbuhan yang normal harus pula
menunjukkan suatu periode basah, yaitu periode kelebihan dari evapotranspirasi
Sering juga dalam penentuan masa pertumbuhan ini didasarkan pada harga curah
hujan dengan peluang atau probabilitas 75%. Harga curah hujan ini (P-O, 75) untuk
daerah tropika dapat dicari dari rumsan OLDEMAN ( 1979 ).
Rumusan dari OLDEMAN :
: Y = 0,82 x – 30 :
Y = adalah curah hujan dengan peluang

X = adalah harga rata-rata hujan bulanan
Untuk memberikan gambaran selintas bagaimana menentukan masa pertumbuhan
berdasarkan cara dari FAO, diperlihatkan grafik dari daerah Muara Dua Sumatera Selatan
sebagai hasil studi lapangan dari E. Surasana pada tahun 1987 dalam kajiannya untuk
mendapatkan zona iklim.
Sedangkan berdasarkan OLDEMAN, masa pertumbuhan di definisikan sebagai perioda
dalam bulan ketika curah hujan melebihi 100 mm setiap bulannya. Dan selama masa
pertumbuhan ini suatu perioda basah adalah merupakan perioda ketika curah hujan bulanan
melebihi 200 mm
Berdasarkan perhitungan dari OLDEMAN ini, wilayah Indonesia dibagi dalam 5 zona
utama, yaitu :
Wilayah A : lebih dari 9 bulan basah menerus
Wilayah B : antara 7-9 bulan basah menerus
Wilayah C :antara 5-6 bulan basah menerus
Wilayah D : antara 3-4 bulan basah menerus
Wilayah E : kurang dari 3 bulan basah terus menerus
Masa pertumbuhan di daerah Muara Dua, Sumatera Selatan didasarkan perioda-perioda basah,
lembab, dan kering dengan memakai cara dari FAO.

P : curah hujan
B : perioda basah
I : perioda kering
Ep : evapotranspirasi potensial
L : perioda kembali

3. AIR TANAH
Apabila hujan lebat turun disuatu daerah , atau daerah ini diairi air irigasi , lapisan
permukaan tanah menjadi jenuh air. Tanah mengandung sejumlah air (maksimum)yang masih

mampu dipegang oleh partikel-partikelnya akibat tegangan permukaan dan kohesi, kondisi air
tanah seperti ini biasa disebut berada dalam keadaan kapasitas lapangan. Bila jumlah air terus
bertambah melebihi situasi tadi , maka air akan bergerak kebawah menembus tanah akibat gaya
tarik bumi, air yang bergerak ini disebut air gravitasi dengan kecepatan yang bervariasi
tergantung pada ukuran dan jumlah ruang dalam tanah. Umumnya tanah pasir akan lebih cepat
jika dibandingkan dengan tanah lempung atau tanah liat. (lihat faktor tanah ). Dan bila air
gravitasi ini tidak mampu bergerak kebawah, maka akan memenuhi ruang-ruang tanah dan
terjadi pengenangan atau “waterlogged” . air gravitasi yang bergerak kebawah akan membawa
nitrisi tanah, peristiwa ini dikenal dengan pencucian atau leaching.
Setelah air gravitasi bergerak meninggalkan lapisan tanah bagian atas, maka akan
tertinggal moleku-molekul air yang berbentuk lapisan atau flm yang meliputi partikel-partikel
tanah dan memenuhi pori-pori kecil. Lapisan molekul air ini disebut air kapiler , yang tidak
dipengaruhi gravitasi dan hammpir selalu merupakan sumber air bagi tumbuhan. Air kapiler ini
dapat bergerak secara lambta dari tanah yang relative basah ke tanah yang kering akibat system
kapiler tanah. Jumlah air kapiler akan berada ditanah sangat dipengaruhi tekstur tanah tersebut,
tanah-tanah dengan fraksi halus mempunyai kapasitas yang lebih tinggi retensi airnya atau
penyimpanan airnya jika dibandingkan dengan tanah-tanah berfraksi kasar. Sejalan dengan itu air
kapiler mudah bergerak ditanah liat dari pada ditanah lempung dan tanah pasir.
Karena daya penguapan dari lapisan permukaan dan penyerapan air oleh akar tumbuhan,
maka air kapiler makin berkurang , sehingga daya tarik antara air dengan tanah menjadi
bertambah besar sampai akhirnya air tidak lagi berada dalam fasa cair lagi. Maka terbentuklah
air higroskopik. Air higroskopik ini tidak banyak bermanfaat bagi tumbuhan, akar tumbuhan
tidak mampu menyerapnya akibat daya adesi yang sangat kuat.
Banyaknya air dalam tanah sering disebut sebagai kelembaban tanah, yang sangat penting
dan secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan. Daya penguapan sangat
mempengaruhi keefektifan hujan dalam menjaga kelembaban tanah, dan kadangkala air hujan
sudah diuapkan sebelum sampai ketanah. Perlu pula dipahami bahwa tanah akan kehilangan
airnya lebih cepat denga absorpsi melalui akar dan transpirasi
penguapan dari permukaan tanah.

daripada langsung melalui

a.

Kapasitas lapangan
Kapasitas lapangan menunjukkan suatu kadar air dalam tanah sesudah air gravitasi habis

dan pergerakan air kapiler sangat lambat, sehingga hampir sama dengan besaranya kapasitas
kapiler. Atau dapat pula diberi batasan sebagai prosentase air dalam tanah yang menunjukka
kecepatan air yang menembus tanah telah mencapai harga minimum. Situasi seperti ini akan
tercapai sekitar 4 sampai 5 hari setelah turun hujan lebat atau mendapat pengairan irigasi. Harga
kapasitas lapangan ini berkisar antara 5% sampai 40% tergantung pada jenis tanahnya.
Kapasitas lapangan penting untuk menentukan kapasitas optimum air dalam tanah
,apabila jumlah air jauh dibawah harga ini kemungkinan air sukar untuk diisap oleh akar
tumbuhan, dan sebaliknya jumlah air yang melebihi harga kapasitas lapangan juga tidak berguna
dan mungkin merusak organ-organ tumbuhan.
b.

Ekivalen Air
Ekivalen air merupakan prosentase air yang dapat dikandung oleh tanah yang telah

mendapat gaya sentrifugal sebesra 1000 kali gaya gravitasi bumi. Pada kenyataannya umumnya
tanah (kecuali tanah pasir) mempunyai harga ekivalen air relative sama dengan kapasitas
lapangannya. Cara pengukurannya adalah denga mensentrifugal tanah denga kecepatan 440
putaran per-menit selama 30-40 menit.
c.
Masuknya air dalam tumbuhan
Tumbuhan aumumnya menyerap/menghisap air tanah oleh system akarnya, meskipun
pada beberapa tumbuhan sederhananya seperti lumut kerak dan lumut daun mampu menyerap air
dari sekitarnya secara langsung. Air memasuki akar melalui bulu-bulu akar yang sangat halus
yang berada sekitar 6 mm setelah tudung akar. System bulu akar ini memperluas permukaan aktif
yang mampu menyerap air, dan secara terus menerus diperbaharui sesuai dengan pertumbuhan
akar menembus tanah.

Dua proses utama bagi akar untuk mendapatkan air yakni :
i.

Osmosis , yaitu pergerakan air dari yang berkonsentrasi rendah (air dalam tanah ) ke yang
berkonsentrasi tinggi ( cairan sel ) melalui membrane semi-permeabel dari rambut akar.

ii.

Penyerapan aktif , air dapat diserap berlawanan dengan tekanan osmotic. Proses ini masih
belum benar-benar dipahami, yang jelas pasti memerlukan sejumlah energy untuk proses
ini.

Tumbuhan dalam pertumbuhannya memerlukan pergerakan air yang mengangkut sejumlah
nutrisi dari tanah. Tetapi laju penyerapan air ini tergantung pada beberapa hal, yang paling
penting adalah laju kehilangan air dari tumbuhan melalui proses penguapan , yang erat kaitannya
dengan suhu udara dan keasaman tanah.
d.

Pergerakan air dalam tumbuhan
Dalam tumbuhan paku-pakuan dan juga dalam spermatofita air bergerak melalui jaringan

khusus yang disebut xylem, yang strukturnya sangat berbeda-beda tergantung pada
pengelompokannya, yang secara umum bersamaan dengan bentuk tabung. Air didorong naik
sebagian akibat daya kapiler, tetapi sebagian besar bergerak naik akibat perbedaan tekanan antara
daun dengan akar yang akan menghasilkan aliran yang terus-menerus melalui tumbuhan. Dalam
tumbuhan yang tidak mempunyai jaringan xylem air diangkut ke seluruh tubuh oleh proses
osmosis.
e.
Bagaimana air meninggalkan tumbuhan
Umumnya air yang masuk ketanah dan tumbuhan akan hilang melalui proses penguapan,
dan hanya 2% air yang diserap oleh akar akan dipakai membentuk lebih banyak materi
tumbuhan. Pada prinsipnya air akan meninggalkan tumbuhan melalui tiga cara:
1) Transpirasi , yaitu bagian yang paling utama dari kehilangan air ini. Dalam daun air akan
diluapkan dari dinding sel keruang antar sel. Dari sini didifusikan keluar ke udara melalui
lubang kecil didaun yang disebut stomata/mulut daun. Mulut-mulut daun ini akan terbuka
pada siang hari dan menutup pada malam hari. Fungsi utamanya adalah member
kemungkinan untuk terjadinya pertukaran gas antara tumbuhan dengan udara.
2) Penguapan kutikula , sebagian air mungkin menguap melalui kutikula dari daun atau
tangkai. Dan hanya sebagian kecil air hilang dengan cara ini, umumnya kurang dari 10%
dari total kehilangan air.
3) Gutasi , didaerah yang lembab kehilangan air akibat penguapan adalah terlalu sulit. Untuk
tumbuhan yang hidup pada habitat ini mempunyai lubang pada ujung dari xylem dari daun
sebagai adaptasi morfologi dan fisiologi. Lubang ini dikenal dengan hidatoda , yang
memungkinkan air menetes langsung keluar dari daun.

f.

Laju kehilangan air , jumlah air yang diperlukan oleh tumbuhan dan konsekuensinya

toleransi terhadap lingkungan adalah ditentukan utamanya oleh laju kehilangan air, yang
harganya tidak saja dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tetapi juga oleh keadaan tumbuhan itu
sendiri.
1. Kondisi lingkungan ,
Melalui faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban udara, dan angin kesemuanya
berperan terhadap laju penguapan dan mempengaruhi jumlah air yang hilang dari
tumbuhan.
2. Ukuran dan struktur tumbuhhan
 Ukuran tumbuhan, umumnya tumbuhan yang besar memerlukan lebih banyak air dari pada
tumbuhan kecil. Pohon Quercus misalnya menguapkan 675 L air, sedangkan jagung hanya
menguapkan 2,5 L air selama musim panas di daerah temperate.
 Ukuran daun, umumnya di daerah lembab yang mempunyai laju penguapan rendah daundaun menjadi besar untuk mendukung transpirasi. Sedangkan daun-daun tumbuhan di
daerah kering berukuran kecil-kecil untuk mengurangi penguapan.
 Jumlah dan ukuran stomata , kerapatan dan ukuran stomata sangat berlainan untuk setiap
jenis tumbuhan. Transpirasi pada dasarnya akan lebih efisien pada daun dengan ukuran
stomata kecil tapi banyak jumlahnya dari pada daun dengan ukuran stomata besar tapi
sedikit jumlahnya.
Tumbuhan yang beradaptasi untuk hidup didaerah kering biasanya mempunyai stomata dengan
jumlah sedikit, bahkan pada daerah kering ini stomata tumbuhan terbuka pada malam hari
dengan tujuan mengurangi kehilangan air akibat transpirasi.
g.

Kekurangan dan kelebihan air
Dilingkungan daratan dengan situasi kelebihan air maka akan menjadi jenuh air,

permasalah utama pada situasi seperti ini adalah tidak adanya udara dalam tanah sehingga
perakaran tumbuhan tidak bisa bernafas dan juga tanah sering menjadi asam.
Jika jumlah air tidak memadai untuk keperluan tumbuhan maka menjadi lembek, dan stomata
menutup untuk mengurangi kehilangan air berkelanjutan. Kondisi air tanah seperti ini dikenal
dengan titik kelayuan, dan sel-sel tumbuhan mulai untuk terjadinyanya plasmolisis yang
biasanya berjalan berkepanjangan. Dan apabila situasi kekurangan air ini menerus maka
tumbuhan akan mati. Umumnya tumbuhan yang berada didaerah kering ini berada dalam

keadaan setengah dehidrasi pada siang hari yang diimbangi dengan penyimpanan dalam
keseimbangan airnya pada malam hari.
h.

Efisiensi translasi
Jenis tumbuhan yang berbeda memerlukan jumlah air yang berbeda pula untuk

pertumbuhannya. Perbandingan antara produktivitas bersih dengan air yang ditranspirasikan
merupakan efisiensi transpirasi dari tumbuhan. Biasanya dinyatakan sebagai berat air yang
ditranspirasikan dalam gram untuk setiap gram berat kering materi organic yang dihasilkan.
Tumbuhan biasanya mentranspirasikan sekitar 200-1000 gram air untuk menghasilkan 1 gram
berat organic kering. Misalnya, efisiensi transpirasi dari gandum adalah 507, kentang 408, dan
tanaman di daerah kering 250.
4.

Adaptasi tumbuhan terhadap kondisi ekstrim
Kekeringan merupakan situasi yang sering dialami oleh tumbuhan, meskipun difahami

bahwa hujan bukanlah satu-satunya faktor yang dapat menimbulkannya. Suhu yang tinggi bisa
juga memberikan pengaruh kekurangan air ini. Bila musim kering itu bersifat periodic dan
merupakan karakteristika daerah, maka tumbuhan yang berada didaerah ini akan memperlihatkan
penyesuaian dirinya. Berbgai cara penyesuaian ini tergantung pada tumbuhan itu. Umumnya
memeperlihatkan reduksi dari daun dan dahan, memperpendek siklus hidup atau biji matang
pada atu dek