UPAYA MEMUNCULKAN KONFLIK KOGNITIF PADA SISWA KELAS X3 SMAK SANG TIMUR YOGYAKARTA DENGAN CARA MENGHADIRKAN DATA YANG BERTENTANGAN DENGAN DUGAAN AWAL SISWA BERDASARKAN MISKONSEPSINYA MENGGUNAKAN DEMONSTRASI MENGENAI RANGKAIAN SERI DAN PARALEL SKRIPSI Diaju

  

UPAYA MEMUNCULKAN KONFLIK KOGNITIF

PADA SISWA KELAS X SMAK SANG TIMUR YOGYAKARTA

3 DENGAN CARA MENGHADIRKAN DATA YANG BERTENTANGAN

  

DENGAN DUGAAN AWAL SISWA BERDASARKAN MISKONSEPSINYA

MENGGUNAKAN DEMONSTRASI MENGENAI

RANGKAIAN SERI DAN PARALEL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikaan

  

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

  But those who hope in the Lord Will renew their strength They will soar on wings like eagles They will run and not grow weary

  They will walk and not be faint … coz, You are the strength of my life Isaiah 40:31

  Especially for: My Jesus Christ

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 21 April 2007 Penulis, Natassa Natalia S.

  

ABSTRAK

Natalia, Natassa, S. Upaya Memunculkan Konflik Kognitif pada Siswa Kelas

  X

3 SMAK Sang Timur Yogyakarta dengan cara Menghadirkan Data yang

  

Bertentangan dengan Dugaan Awal Siswa Berdasarkan Miskonsepsinya

Menggunakan Demonstrasi Mengenai Rangkaian Seri dan Paralel, 2007.

  Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa kelas X SMAK Sang

  3 Timur Yogyakarta dapat diupayakan mengalami konflik kognitif dengan

  mengahadapkan mereka pada data yang bertentangan berdasarkan miskonsepsinya menggunakan demonstrasi.

  Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-November 2006 di SMAK Sang Timur Yogyakarta. Obyek penelitian adalah siswa kelas X

  3 SMAK Sang Timur Yogyakarta

  yang diduga memiliki miskonsepsi mengenai kuat arus dan tegangan pada rangkaian seri dan paralel Instrumen yang digunakan berupa soal tes konseptual yang terdiri dari 20 soal berbentuk multiple choice dan lembar demonstrasi dan wawancara. Pengelompokan siswa pada kelompok Benar atau kelompok Miskonsepsi didasarkan pada konsistensi jawaban siswa. Jika secara konsisten siswa menjawab benar (minimum 60 % dari keseluruhan soal) maka siswa termasuk kelompok benar dan jika secara konsisten menjawab salah (minimum 60 % dari keseluruhan soal) maka siswa termasuk dalam kelompok siswa yang diduga memiliki miskonsepsi.

  Konflik kognitif diupayakan muncul pada saat demonstrasi dan wawancara berlangsung. Jika reaksi siswa menunjukkan adanya penerimaan terhadap data yang bertentangan, timbulnya minat dan penolakan, dan adanya tinjauan ulang terhadap data yang bertentangan tersebut maka siswa dikatakan mengalami konflik kognitif. Jika reaksi siswa menunjukkan adanya penerimaan atau penolakan secara langsung maka siswa dikatakan tidak mengalami konflik kognitif.

  

ABSTRACT

Natalia, Natassa, S. Effort Peep Out Cognitive Conflict at Class X Students

  3 SMAK Sang Timur Yogyakarta by Attending Contradictory Data Based on

Their Misconceptions Using Demonstration About Series and Parallel Circuits,

2007.

  This research is done to know do the Class X students SMAK Sang Timur

  3 Yogyakarta can be strived to experience cognitive conflict by confronting them with contradictory data based on their misconceptions using demonstrations. This research, was done in October-November 2006 in SMAK Sang Timur

Yogyakarta. Research objects are Class X students especially students who

  3

predict have misconceptions about electric current and voltage in series and

parallel circuits.

  Instrument was used are conceptual test consisting of 20 problems in form of multiple choice and demonstration and interwiew sheet. Subdividing of students at Benar cgroup or Miskonsepsi group relied on

students answers consistency. If consistently correctness ( minimum 60 % from

overall of problems) hence student is included in Benar group and if consistently

wrongly ( minimum 60 % from overall of problem) hence student is included in

group of Miskonsepsi.

  Strived cognitive conflict to emerge at the time of interview and

demonstration take place. If reaction of student show the existence of acceptance

to data which interfere in, incidence of deduction or enthusiasm and existence of

review to data which interfere in the hence student told to experience of cognitive

conflict. If reaction of student show the existence of deduction or acceptance

directly hence student told not experience of cognitive conflict. Pursuant to analysis reaction of which emerge when interview and

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus karena berkat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “UPAYA MEMUNCULKAN KONFLIK KOGNITIF PADA SISWA KELAS X SMAK SANG TIMUR YOGYAKARTA

3 DENGAN CARA MENGHADIRKAN DATA YANG BERTENTANGAN

  DENGAN DUGAAN AWAL SISWA BERDASARKAN MISKONSEPSINYA MENGGUNAKAN DEMONSTRASI MENGENAI RANGKAIAN SERI DAN PARALEL” dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini, antara lain:

  1. Bapak Drs. A. Atmadi, M. Si. selaku dosen pembimbing.

  2. Sr. Yosefina M. , PIJ selaku kepala sekolah SMA K Sang Timur Yogyakarta, yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

  3. Ibu Veronika, guru fisika kelas X SMA K Sang Timur Yogyakarta yang sudah membantu sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik.

  4. Mas Yosef, laboran SMA K Sang Timur Yogyakarta yang membantu menyiapkan peralatan dan laboratorium selama penelitian dilaksanakan.

  5. Seluruh siswa kelas X

3 SMA K Sang Timur Yogyakarta yang bersedia untuk ambil bagian dalam penelitian ini.

  10. Semua teman kost “Green House” yang terus memberi semangat untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini (Lucee, Elly, Endar, Joo, Nita, Prapti, Enny).

  11. Tina, Thomas, Echi, Atik, Aka, Mif, Alfon, Vinna, Asti, Win, Mba’ Ana yang berjuang bareng untuk menyelesaikan skripsi, selalu jadi tempat curhat ketika ‘stuck’..he..he..he… dan Pritty yang udah bantuin ngurusin masalah-masalah seputar komputerku, makasih buat semuanya.

  12. Semua pihak yang telah membantu tetapi yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

  Kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan tulisan ini menjadi lebih baik sangat diharapkan. Akhir kata, semoga tulisan ini berguna bagi semua pembaca.

  Yogyakarta, 21 April 2007 Penulis

  

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ………………………………………………………………………………i

PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………………ii

PENGESAHAN …………………………………………………………………….iii

PERSEMBAHAN …………………………………………………………………..iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………………v

ABSTRAK …………………………………………………………………………..vi

ABSTRACT ………………………………………………………………………...vii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..viii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………x

  

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………1

A.

Latar Belakang …………………………………………………………………..1

B.

Perumusan Masalah ……………………………………………………………..3

C.

Pembatasan Masalah…………………………………………………………….4

D.

Tujuan Penelitian ………………………………………………………………..4

E.

Manfaat Penelitian ………………………………………………………………4

BAB II DASAR TEORI ……………………………………………………………..5

A.

Miskonsepsi, Penyebab dan Cara Mengatasi Miskonsepsi …………………...5

B.

Konflik Kognitif ………………………………………………………………...10

C. Data yang Bertentangan dengan Dugaan Awal Siswa Berdasarkan Miskonsepsinya …………………………………………………………………14

  2. Validitas Instrumen ………………………………………………………...20 E.

Metode Pengumpulan Data ……………………………………………………20

F.

  

Metode Analisis Data …………………………………………………………..21

1.

   Analisis Jawaban Siswa Pada Tes Konseptual …………………………...21 2. Analisis Jawaban dan Sikap Siswa Pada Kegiatan Demonstrasi dan Wawancara …………………………………………………………….28

  

BAB IV DATA dan ANALISIS DATA …………………………………………...33

A. Pengelompokan Siswa Berdasarkan Jawaban yang Diberikan pada Tes Konseptual …………………………………………………………...33 B.

  

Jenis Miskonsepsi yang Dimiliki oleh Siswa ………………………………….36

1.

   Miskonsepsi Mengenai Kuat Arus yang Mengalir Pada Beberapa Komponen yang Terangkai Secara Seri …………………………………..37 2. Miskonsepsi Mengenai Besar Tegangan pada Beberapa Komponen yang Terangkai Secara Seri ………………………………………………..38 3. Miskonsepsi Mengenai Apa yang Akan Terjadi pada Lampu dalam

  

Rangkaian Paralel yang terdiri dari Beberapa Komponen Jika Salah

Satu Komponen dalam Rangkaian Itu Putus/Mati/Dilepaskan dari Rangkaian ……………………………………………………………..40 4. Miskonsepsi Mengenai Besar Tegangan pada Beberapa Komponen yang Terangkai Secara Paralel ……………………………………………41 C.

Demonstrasi dan Wawancara …………………………………………………43

D. Analisis Jawaban dan Sikap Siswa pada Kegiatan Demonstrasi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan kegiatan wajib setiap orang terutama siswa yang masih duduk

  di bangku sekolah. Belajar menjadi suatu hal penting karena tanpa belajar seseorang tidak bisa berkembang. Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (Winkel, 1996). Bagi siswa, pada umumnya kegiatan belajar terutama berlangsung di sekolah karena di sekolah ada pembimbing yaitu guru dan teman belajar yaitu guru dan siswa lain.

  Pada saat siswa datang ke sekolah untuk belajar, siswa tidak datang dengan tidak membawa apapun dalam pikiran atau benaknya. Setiap siswa datang dengan membawa pemahaman atau konsep masing-masing yang sudah dikonstruksi lewat pengalaman hidup mereka. Siswa, sebelum mengikuti proses pembelajaran fisika secara formal di sekolah sudah membawa konsep awal tentang fisika. Konsep awal yang mereka bawa itu kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep

  Konsep awal yang dibawa oleh siswa ke dalam kelas dapat diperoleh di jenjang pendidikan sebelumnya. Sebagai contoh, siswa SMA membawa konsep yang diperoleh di SD atau di SMP. Selain itu, konsep awal itu juga dapat berasal dari pengamatan mereka di masyarakat atau dalam kehidupan mereka sehari-hari.

  Biasanya, konsep awal yang mereka miliki itu kurang lengkap dan belum sempurna dan karena itu konsep tersebut perlu diperbaiki.

  Konsep awal siswa yang tidak cocok atau bertentangan dengan konsep ilmiah (miskonsepsi) dapat bertahan lama dan sulit diperbaiki. Miskonsepsi juga tidak dapat hilang dengan hanya mengikuti pelajaran yang dilangsungkan dengan metode ceramah. Oleh karena itu, diperlukan metode baru yang lebih menantang pengertian siswa. Metode baru tersebut harus dapat menimbulkan pertanyaan dalam diri siswa, menimbulkan keraguan dalam pikirannya dan kebingungan terhadap konsep awal yang sudah dimiliki sebelumnya.

  Salah satu metode baru yang dapat dipergunakan dalam mengajar untuk memperbaiki pemahaman siswa yang salah adalah dengan menggunakan konflik kognitif. Metode tersebut menitikberatkan kegiatan belajar dengan mengupayakan supaya siswa mengalami konflik kognitif di benaknya. Konflik kognitif adalah bertentangan tersebut dapat berupa data, kejadian ataupun pemahaman baru yang berbeda dengan data, kejadian atau dugaan awal yang sebelumnya sudah dimiliki siswa. Dengan mengupayakan siswa untuk mengalami konflik kognitif, siswa diharapkan mampu memperbaiki pemahamannya yang salah sehingga siswa akhirnya sampai pada pemahaman yang benar.

  Secara umum, metode yang menyediakan data yang bertentangan dengan dugaan awal siswa berdasarkan miskonsepsinya dapat lebih membantu siswa mengubah konsep yang dirasakan tidak tepat. Situasi tersebut membuat siswa mengalami konflik kognitif dalam pikiran mereka sehingga terjadi ketidakseimbangan atau disequilibrium. Ketidakseimbangan itulah yang menurut Piaget akan menyebabkan siswa meragukan konsep awalnya sehingga ingin mengubahnya dengan konsep yang baru (Suparno, 2000).

  Dalam penelitian ini, penulis menghadirkan data yang dimaksudkan untuk memunculkan konflik kognitif dalam diri siswa dengan menggunakan demonstrasi.

A. Perumusan Masalah

  Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang ingin diteliti

B. Pembatasan Masalah

  Siswa yang diupayakan untuk mengalami konflik kognitif dalam penelitian ini dibatasi pada siswa kelas X

3 SMAK Sang Timur Yogyakarta yang diduga memiliki

  miskonsepsi menganai kuat arus dan tegangan pada rangkaian seri dan paralel berdasarkan hasil tes konseptual yang dilakukan sebelumnya.

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah konflik kognitif dalam diri siswa kelas X

3 SMAK Sang Timur Yogyakarta dapat dimunculkan dengan cara

  menghadirkan data yang bertentangan dengan dugaan awal siswa berdasarkan miskonsepsinya menggunakan metode demonstrasi mengenai kuat arus dan tegangan pada rangkaian seri dan paralel.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi informasi mengenai konflik kognitif terkait miskonsepsi pada rangkaian seri dan paralel dan cara untuk membangkitkan konflik kognitif tersebut dalam diri siswa kepada para pengajar

BAB II DASAR TEORI A. Miskonsepsi, Penyebab dan Cara Mengatasi Miskonsepsi Suparno (2005) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat

  akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi atau pemahaman yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuwan. Ada beberapa istilah yang biasa digunakan untuk menyatakan miskonsepsi misalnya alternative

  frameworks , alternative conceptions atau children theories. Ketiga istilah tersebut

  dipergunakan untuk menghindari label salah dan untuk menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa seringkali merupakan bagian dari suatu teori siswa yang dengan sendirinya cukup logis dan lumayan konsisten, walaupun tidak cocok dengan pendapat ilmuwan dan peristiwa-peristiwa fisika (Berg, 1991). Namun demikian penggunaan kata miskonsepsi lebih sering digunakan karena istilah tersebut lebih penyebab miskonsepsi karena kadang-kadang buku teks memberikan penjelasan yang sulit dimengerti oleh siswa. Konteks misalnya budaya setempat di mana siswa tinggal dan bahasa yang digunakan sehari-hari juga mempengaruhi konsepsi atau pemahaman yang dimiliki siswa.

  Penyebab-penyebab miskonsepsi itu dapat berdiri sendiri misalnya siswa A mempunyai miskonsepsi tentang rangkaian seri karena kurang memahami penjelasan yang disajikan dalam buku teks. Namun demikian penyebab-penyebab itu dapat pula saling terkait, sehingga miskonsepsi yang dimiliki siswa semakin kompleks.

  Miskonsepsi dalam bidang fisika paling banyak berasal dari siswa itu sendiri. Penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa sendiri dapat dikelompokkan menjadi beberapa, antara lain: (1) prakonsepsi atau konsep awal yang dimiliki siswa, (2) pemikiran asosiatif, (3) pemikiran humanistik, (4) reasoning atau penalaran yang tidak lengkap/salah, (5) intuisi yang salah, (6) kemampuan siswa dan (7) minat belajar siswa (Suparno, 2005).

  1. Prakonsepsi atau konsep awal siswa Kebanyakan siswa membawa konsep awal tentang berbagai hal ketika

  2. Pemikiran asosiatif Penggunaan kata yang diartikan secara berbeda oleh guru dan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Kata yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran diasosiasikan lain oleh siswa karena dalam kehidupan mereka kata itu mempunyai arti lain, misalnya, kata berat yang digunakan guru ketika mengajarkan mekanika. Siswa mengasosiasikan kata tersebut sebagai berat dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki satuan kg karena dalam kehidupannya massa suatu benda dinyatakan dengan berat misalnya dalam kehidupan sehari-hari gula seberat 1 kg berarti gula yang memiliki massa 1 kg, sedangkan dalam mekanika, berat adalah gaya yang mempunyai satuan newton.

  3. Pemikiran humanistik Siswa memandang benda atau situasi tertentu dari pengalamannya sebagai manusia. Misalnya, dalam kehidupan siswa, seseorang yang tidak bergerak dikatakan tidak melakukan gaya dan oleh pemikiran tersebut maka siswa juga akan beranggapan bahwa sebuah buku yang terletak di atas meja tidak mempunyai gaya karena buku itu diam.

  4. Reasoning atau penalaran yang tidak lengkap/salah tertentu yang terjadi secara terus-menerus. Misalnya, siswa sering menemukan benda padat tenggelam di dalam air, sehingga ketika siswa ditanya apakah gabus juga akan tenggelam di dalam air, siswa akan secara spontan menjawab ‘ya’ karena di benak siswa sudah tertanam semua benda padat akan tenggelam di dalam air dan karena gabus adalah benda padat maka gabus akan tenggelam di dalam air.

  6. Kemampuan siswa Siswa yang memiliki kemampuan rendah dalam bidang fisika tentu akan lebih mudah memiliki miskonsepsi dibanding siswa yang kemampuannya tinggi. Kemampuan yang rendah akan mengakibatkan siswa kesulitan mencerna atau menerima penjelasan yang diberikan guru dan juga kesulitan memahami penjelasan dalam buku teks. Kemampuan yang rendah mengakibatkan konstruksi pengetahuan siswa tidak lengkap dan akhirnya mengakibatkan miskonsepsi.

  7. Minat belajar siswa Seseorang yang berminat terhadap fisika atau menyukai fisika akan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk memiliki miskonsepsi dibanding

  Miskonsepsi siswa dapat dikurangi atau dihilangkan. Tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah mendeteksi letak miskonsepsi itu. Dengan mengetahui letak miskonsepsi maka dapat direncanakan metode yang tepat untuk mengatasinya.

  Miskonsepsi dapat dideteksi antara lain dengan cara: (a) memeriksa apakah hakikat/makna suatu konsep dipahami dengan baik dan dinyatakan secara jelas, (b) berdasarkan pemahaman yang benar tersebut dicari kemungkinan-kemungkinan miskonsepsi yang dapat terjadi, (c) berdasarkan kemungkinan miskonsepsi yang dapat terjadi, disusun soal (dapat berbentuk uraian bebas, isian singkat/multiple

  

choice ) yang memungkinkan miskonsepsi dapat dideteksi dan (d) setelah tes

  dilaksanakan (dapat secara lisan/tertulis), hasil dianalisis untuk dapat diketahui secara tepat kesalahan-kesalahan yang sungguh terjadi (Kartika Budi, 1992).

  Setelah mengetahui miskonsepsi siswa, dapat dirancang suatu kegiatan pembelajaran untuk membantu mengurangi atau menghilangkan miskonsepsi itu.

  Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menghadapkan siswa dengan suatu keadaan atau situasi yang bertentangan dengan pemahaman siswa berdasarkan miskonsepsinya. Situasi yang bertentangan tersebut dapat berupa data, kejadian ataupun pemahaman baru yang berbeda dengan data, kejadian atau

A. Konflik Kognitif

  Penelitian mengenai pentingnya konflik kognitif untuk perkembangan manusia sudah sejak lama dilakukan oleh para psikolog, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Festinger pada tahun 1957, Vygotsky pada tahun 1978 dan Piaget pada tahun 1980 (Niaz, 1995). Piaget percaya bahwa ketika anak (seseorang) berinteraksi dengan lingkungannya dan menemukan bahwa hasil yang mereka peroleh lewat pengalaman mereka itu tidak sesuai dengan konsep yang mereka miliki, keseimbangan mental mereka akan terganggu, dalam artian mereka akan mengalami konflik kognitif (Zohar & Kravetsky, 2004).

  Ada empat situasi yang dapat mengakibatkan timbulnya konflik kognitif, yang pertama, menurut Von Glasserfeld (1987, 1989), konflik kognitif muncul karena keterkejutan yang dialami oleh seseorang karena menemukan hasil yang bertentangan dengan dugaannya semula, yang kedua, menurut Furth (1981), konflik kognitif muncul karena pengalaman yang membingungkan dan itu menimbulkan kegelisahan dan keingintahuan intelektual, dan yang ketiga karena adanya cognitive gap yaitu ketika seseorang dihadapkan pada suatu permasalahan dan menyadari bahwa struktur pengetahuannya kurang lengkap untuk ketidakcocokan antara beberapa komponen (seperti keyakinan, subkonsepsi atau konsepsi) dalam satu struktur kognitif (Lee & Kwon, 2002). Pada dasarnya konflik kognitif dirangsang dengan memberikan atau memunculkan data yang bertentangan dengan dugaan yang semula dimiliki siswa berdasarkan miskonsepsinya.

  Dugaan yang dimiliki siswa dapat diuji. Pengujian itu dilakukan misalnya dengan cara menghadapkan siswa dengan permasalahan baru yang hasilnya bertentangan dengan dugaan awal siswa tersebut. Sebagai contoh, pada saat pengujian untuk mengetahui bagaimana nyala tiga buah lampu yang hambatannya berbeda dan disusun secara seri dilakukan, siswa diminta untuk terlebih dahulu menduga bagaimana nyala ketiga lampu jika rangkaian tersebut dihubungkan dengan sumber tegangan. Kemudian setelah siswa membuat dugaan, maka dugaan tersebut diuji dalam demonstrasi. Jika hasil pengujian dalam demonstrasi tidak cocok dengan dugaan siswa, maka siswa akan mengalami konflik kognitif yang dapat menghasilkan perubahan jaringan konsep atau perubahan struktur kognitifnya. Maka melalui penggunaan teorinya secara aktif dalam sejumlah masalah yang tepat, siswa dilatih dan diarahkan ke teori yang benar menurut dugaan yang semula dimiliki siswa berdasarkan miskonsepsinya (Lee & Kwon, 2002). Belief in preconception

  Anomalous situation Preliminary Stage

Belief in the genuineness of anomalous

situation

  No

anomalous situation

Recognition of

Konflik Stage No Interest or Anxiety Cognitive reappraisal

Response behavior

Yes Undecide

  Resolutuin Stage

End Decide

Cognitive conflict process model mempunyai keyakinan yang kuat terhadap dugaan awalnya dan kehadiran data yang berbeda tersebut hanya dipandang sebagai salah satu bentuk pengecualian saja, maka siswa tidak akan mengalami konflik kognitif.

  2. Tahap conflict (situasi konflik kognitif), muncul ketika: (a) siswa menyadari dan menerima adanya data yang berbeda dengan dugaan awalnya, (b) siswa tertarik atau menolak memecahkan data yang berbeda dengan dugaan awalnya tersebut melalui peninjauan ulang terhadap situasi konflik kognitif yang sudah mereka alami, (c) terdapat tinjauan ulang terhadap konflik kognitif yang mereka alami, yakni menyelesaikan atau melupakan data yang berbeda dengan dugaan awal tersebut.

  3. Tahap penyelesaian yaitu tahap setelah siswa mengalami konflik kognitif. Ini adalah tahap ketika siswa sudah menyelesaikan konflik kognitif yang mereka alami dengan berbagai cara yang paling mungkin bagi mereka. Penyelesaian atau tinjauan ulang terhadap situasi konflik tersebut akan menyebabkan timbulnya tindakan (response behavior) tertentu seperti memutuskan untuk menolak data yang bertentangan dengan dugaan awalnya itu, menerima sebagian data yang bertentangan dan menyesuaikannya dengan teori yang suah

B. Data yang Bertentangan dengan Dugaan Awal Siswa Berdasarkan Miskonsepsinya

  Yang dimaksud dengan keadaan atau situasi yang bertentangan dengan pemahaman siswa berdasarkan miskonsepsinya adalah suatu keadaan dalam penelitian ini berupa data yang keadaannya berbeda dengan data yang dipikirkan oleh siswa. Sebagai contoh, pernyataan bahwa kuat arus yang mengalir di setiap komponen dalam rangkaian seri besarnya sama akan merupakan suatu data yang bertentangan bagi siswa yang memiliki pemahaman awal bahwa kuat arus yang mengalir dalam setiap komponen dalam rangkaian seri besarnya bergantung pada besar hambatan masing-masing komponen dalam rangkaian itu. Data yang bertentangan itu akan menantang siswa untuk lebih berpikir dan mempersoalkan mengapa pengetahuan awal mereka berbeda dengan data atau peristiwa yang ditunjukkan itu. Agar data yang bertentangan tersebut dapat diterima oleh siswa, maka data yang disajikan harus memenuhi kriteria berikut yaitu: (1) data itu harus kredibel (dapat dipercaya) dan untuk dapat dipercaya, perlu dibuktikan bahwa data itu memang terjadi berulang-ulang dan (2) data itu harus mempunyai bermacam- macam bukti sehingga siswa semakin yakin bahwa data itu memang benar dan

  Data yang bertentangan dengan pemahaman siswa berdasarkan miskonsepsinya itu dapat dimunculkan antara lain lewat penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran.

C. Metode Demonstrasi

  Metode demonstrasi adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung obyek, gejala atau cara melakukan sesuatu/mempertunjukkan prosesnya (Djajadisastra, dalam Susanti, 2001). Menurut Sund (dalam Wihandari, 2005) demonstrasi adalah proses menunjukkan sesuatu.

  Sesuatu yang ditunjukkan itu dapat berupa obyek, proses, cara merangkai percobaan, cara melakukan percobaan, cara membaca skala pada alat-alat ukur dan sebagainya. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, demonstrasi dapat dirangkum menjadi suatu kegiatan untuk menunjukkan sesuatu kepada orang lain (dalam hal ini siswa).

  Metode demonstrasi dapat diterapkan untuk mencapai beberapa tujuan yaitu: (1) mengilustrasikan suatu konsep tertentu, (2) mengatasi suatu miskonsepsi atau kesenjangan pemahaman dengan menghadirkan atau menunjukkan kepada siswa

  Demonstrasi dapat dilakukan oleh guru saja, siswa saja atau dilakukan oleh guru dan siswa bersama-sama.

D. Rangkaian Listrik Seri dan Paralel

  Resistor atau hambatan dalam suatu rangkaian listrik dapat dipasang secara seri atau secara paralel. Resistor atau hambatan tersebut dapat berupa resistor biasa yaitu resistor yang dipergunakan di laboratorium atau dapat pula berupa lampu atau komponen listrik yang lain.

  1. Rangkaian seri Suatu rangkaian disebut seri apabila resistor-resistor pada rangkaian tersebut hanya membentuk satu jalan arus, sehingga setiap resistor mendapatkan kuat arus yang besarnya sama. Sifat-sifat rangkaian seri: (a) setiap resistor dalam rangkaian seri mendapatkan kuat arus yang sama besar,

  I = R R R 1 I = ... = 2 n I , (b) dalam rangkaian seri, jika salah satu resistor

  dilepas/putus/mati, maka kuat arus dalam rangkaian menjadi sama dengan nol karena rangkaian itu menjadi rangkaian terbuka, (c) tegangan total dalam

  2. Rangkaian paralel Suatu rangkaian disebut paralel apabila dua titik di mana pun dalam rangkaian tersebut yang dihubungkan oleh kawat dengan hambatan yang dapat diabaikan berada pada tegangan yang sama (Giancoli, 2001). Sifat-sifat rangkaian paralel: (a) antara ujung-ujung beberapa resistor yang dirangkai secara paralel hanya terdapat satu tegangan, ini berarti besar tegangan di setiap resistor pada rangkaian itu sama

  V = s V = 1 V = ... = 2 n V , (b) jumlah kuat arus

  yang masuk ke titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik percabangan (hukum I Kirchhoff), (c) pada rangkaian paralel, lepas/putus/matinya salah satu resistor atau putusnya salah satu cabang tidak menyebabkan putusnya aliran arus pada cabang lain. Contoh rangkaian paralel:

  Gambar 3: Contoh rangkaian paralel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yang

  bersifat eksploratif karena peneliti hanya ingin mengetahui apakah konflik kognitif dalam diri siswa kelas X SMAK Sang Timur Yogyakarta dapat dimunculkan dengan

  3

  menggunakan metode demonstrasi sebagai alternatif untuk menghadirkan data atau peristiwa yang bertentangan dengan dugaan awal siswa berdasarkan miskonsepsinya mengenai kuat arus dan tegangan pada rangkaian listrik seri dan paralel.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

  1. Waktu Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober-November 2006

  2. Tempat Penelitian ini dilakukan di SMAK Sang Timur Yogyakarta, Jalan Batikan No. 07 Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.

A. Instrumen Penelitian

  1. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

  a. Soal tes konseptual yang berbentuk multiple choice (pilihan berganda) yang digunakan untuk mengetahui apakah ada siswa yang memiliki miskonsepsi mengenai kuat arus dan tegangan untuk rangkaian seri dan paralel dan untuk mengelompokkan siswa yang diduga memiliki miskonsepsi itu ke dalam kategori jenis-jenis miskonsepsi. Soal ini terdiri dari tiga pilihan jawaban yang tersedia dan siswa hanya boleh memilih salah satu jawaban yang dia anggap paling benar. Hal ini dimaksudkan supaya siswa yang mengikuti tes mau memberikan jawaban dan memudahkan mempersiapkan rancangan demonstrasi karena keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti untuk merancangnya. Soal tes konseptual yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 3.

  b. Lembar demonstrasi dan wawancara, yaitu petunjuk demonstrasi yang akan dilakukan ketika wawancara dilakukan. Hal yang ditunjukkan dalam

  Lembar wawancara hanya merupakan panduan pertanyaan. Pada pelaksanaannya, pertanyaan bersifat fleksibel yaitu dapat berkembang sesuai dengan respon yang diberikan siswa ketika wawancara berlangsung.

  2. Validitas Instrumen Kualitas instrumen hanya ditentukan oleh validitas isi, apakah soal yang diberikan dapat mengungkapkan miskonsepsi yang dimiliki siswa mengenai kuat arus dan beda potensial untuk rangkaian seri dan paralel. Untuk itu, peneliti melakukan uji coba soal tes konseptual di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta pada hari Rabu, 13 September 2006 dan berdasarkan hasil uji coba itu, maka peneliti melakukan revisi untuk soal tes konseptual nomor 8, 12, 14 dan 16. Peneliti juga melakukan uji coba demonstrasi dan wawancara yang diikuti oleh seorang siswa SMA Pangudi Luhur Yogyakarta sebagai latihan untuk mengungkap konflik kognitif yang dialami oleh siswa pada hari Jumat,

  22 September 2006 di Laboratorium Elektromagnetika Universitas Sanata Dharma. Selain itu, peneliti juga melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. apakah siswa mengalami konflik kognitif atau tidak berasal dari jawaban dan reaksi siswa selama demonstrasi dan wawancara berlangsung.

C. Metode Analisis Data 1. Analisis jawaban siswa pada tes konseptual

  Tes konseptual yang diberikan berupa pertanyaan seputar pemahaman siswa mengenai kuat arus dan tegangan pada rangkaian seri dan rangkaian paralel. Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan dengan cara melingkari jawaban yang mereka anggap paling benar. Lembar jawaban siswa akan dikumpulkan untuk diperiksa. Apabila siswa menjawab soal yang diberikan dengan benar yakni dengan melingkari jawaban yang benar, maka siswa dianggap sudah memahami soal dan konsep yang ada di balik soal itu dan memberi tanda checklist (3) pada baris ‘B’ (benar atau tidak memiliki miskonsepsi). Jika siswa melingkari pilihan yang salah, maka siswa diduga memiliki miskonsepsi dan memberi tanda checklist (3) pada baris ‘M’ (miskonsepsi).

  Setelah perekaman hasil jawaban tersebut, siswa akan dikelompokkan

Tabel 3.1 pengelompokan siswa berdasarkan jawaban siswa terhadap soal tes konseptual

  Soal Kesimpulan Siswa

  1

  2 3 … Jumlah PJ

  B M

  X Y Z Jumlah

  Keterangan: PJ = pilihan jawaban B = benar M = miskonsepsi

  Hasil rekaman tersebut akan digunakan untuk mengetahui siapa saja yang termasuk ke dalam kelompok siswa benar yaitu siswa yang tidak memiliki miskonsepsi dan kelompok siswa yang diduga memiliki miskonsepsi. Siswa yang termasuk ke dalam kelompok benar tidak akan disertakan ke dalam kegiatan selanjutnya yaitu kegiatan demonstrasi sedangkan siswa yang dilihat dari konsistensi jawabannya pada soal-soal dengan jenis miskonsepsi tersebut.

  a.

   Miskonsepsi mengenai kuat arus yang mengalir pada beberapa komponen yang terangkai secara seri

  Jawaban siswa yang sesuai dengan pilihan jawaban yang menyatakan bahwa pada rangkaian seri, kuat arus paling besar terdapat pada komponen yang hambatannya paling besar dan sebaliknya yaitu kuat arus paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling kecil, diberi tanda

  checklist (3) pada baris ‘Isb’ dan kolom nomor yang sesuai. Jawaban siswa

  yang menyatakan bahwa pada rangkaian seri, kuat arus paling besar terdapat pada komponen yang hambatannya paling kecil dan sebaliknya yaitu kuat arus paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling besar, diberi tanda checklist (3) pada baris ‘Isk’ dan kolom nomor yang sesuai.

  Untuk dapat masuk dalam kategori ‘Isb’ dan ‘Isk’, seorang siswa harus menjawab secara konsisten minimal 60 % (3 soal) dari 5 soal yang berkaitan dengan kuat arus pada komponen-komponen yang terangkai seri . Keterangan: Isb = Kuat arus paling besar terdapat pada komponen yang hambatannya paling besar dan sebaliknya yaitu kuat arus paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling kecil. Isk = Kuat arus paling besar terdapat pada komponen yang hambatannya paling kecil dan sebaliknya yaitu kuat arus paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling besar.

  b.

   Miskonsepsi mengenai besar tegangan pada beberapa komponen yang terangkai secara seri

  Jawaban siswa yang sesuai dengan pilihan jawaban yang menyatakan bahwa pada rangkaian seri, setiap komponen memiliki tegangan yang sama dan besarnya sama dengan tegangan sumber diberi tanda checklist (3) pada baris ‘Tss’ dan kolom nomor yang sesuai. Jawaban siswa yang menyatakan bahwa pada rangkaian seri, tegangan paling besar terdapat pada komponen yang memiliki hambatan paling kecil dan sebaliknya yaitu tegangan paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling besar diberi tanda

Tabel 3.3 daftar siswa yang memiliki miskonsepsi mengenai besar tegangan pada komponen-komponen yang terangkai seri

  Soal Kesimpulan Siswa

  1

  2 3 … Jumlah PJ

  Tss Tsk Tss

  X Tsk Tss

  Y Tsk Tss

  Z Tsk

  Jumlah Keterangan: Tss = pada rangkaian seri, setiap komponen memiliki tegangan yang sama dan besarnya sama dengan tegangan sumber Tsk = pada rangkaian seri, tegangan paling besar terdapat pada komponen yang hambatannya paling kecil dan sebaliknya tegangan paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling besar c.

   Miskonsepsi mengenai apa yang akan terjadi pada lampu dalam sebuah rangkaian paralel yang terdiri dari beberapa komponen jika salah satu komponen dalam rangkaian itu putus/mati/dilepaskan dari rangkaian

  Jawaban siswa yang sesuai dengan pilihan jawaban yang menyatakan

  Untuk dapat masuk dalam kategori ‘Ipo’ dan ‘Ips’, seorang siswa harus menjawab secara konsisten minimal 60 % (3 soal) dari 5 soal yang berkaitan dengan apa yang akan terjadi pada lampu dalam sebuah rangkaian paralel yang terdiri dari beberapa komponen jika salah satu komponen dalam rangkaian itu putus/mati/dilepaskan dari rangkaian.

Tabel 3.4 daftar siswa yang memiliki miskonsepsi mengenai apa yang akan terjadi pada lampu dalam sebuah rangkaian paralel yang terdiri dari

  beberapa komponen jika salah satu komponen dalam rangkaian itu putus/mati/dilepaskan dari rangkaian Soal Kesimpulan

  Siswa PJ

  1

  2 3 … Jumlah Ipo Ips Ipo

  X Ips Ipo

  Y Ips

  Ipo Z Ips

  Jumlah Keterangan: Ipo = pada rangkaian paralel, jika salah satu komponen dalam rangkaian dilepas/putus/mati maka hal itu akan mengakibatkan lampu mati karena tidak mendapat arus komponen yang hambatannya paling kecil dan sebaliknya yaitu tegangan paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling besar diberi tanda checklist (3) pada baris ‘Tpk’ dan kolom nomor yang sesuai. Jawaban siswa yang menyatakan bahwa pada rangkaian paralel, tegangan paling besar terdapat pada komponen yang hambatannya paling besar dan sebaliknya yaitu tegangan paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling kecil diberi tanda checklist (3) pada baris ‘Tpb’ dan kolom nomor yang sesuai.

  Untuk dapat masuk dalam kategori ‘Tpk’ dan ‘Tpb’, seorang siswa harus menjawab secara konsisten minimal 60 % (3 soal) dari 5 soal yang berkaitan dengan besar tegangan pada beberapa komponen yang terangkai secara paralel.

Tabel 3.5 daftar siswa yang memiliki miskonsepsi mengenai besar tegangan pada komponen-komponen yang terangkai secara paralel

  Soal Kesimpulan Siswa PJ

  1

  2 3 … Jumlah Tpb Tpk Tpb

  X Tpk tegangan paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling kecil Tpk = pada rangkaian paralel, tegangan paling besar terdapat pada komponen yang hambatannya paling kecil dan sebaliknya yaitu tegangan paling kecil terdapat pada komponen yang hambatannya paling besar

2. Analisis jawaban dan sikap siswa pada kegiatan demonstrasi dan wawancara

  Konflik kognitif yang dialami oleh siswa terjadi ketika terdapat perbedaan antara dugaan atau pemahaman awal siswa sebelumnya (jawaban siswa pada tes konseptual) dengan hasil yang ditunjukkan dalam demonstrasi. Adanya perbedaan itu akan menyebabkan siswa berada dalam suatu situasi yang tidak seimbang atau situasi disequilibrium. Situasi tidak seimbang atau situasi

  disequilibrium adalah suatu situasi atau keadaan dimana siswa mulai merasa

  tidak yakin atau mulai merasa ragu-ragu dengan dugaan atau pemahaman awal yang sudah dimiliki sebelumnya. demonstrasi terkait dengan dugaan awal yang mereka miliki. Reaksi tersebut dapat berupa: a. tetap memegang teguh dugaan awalnya dan menolak begitu saja hasil demonstrasi yang ditunjukkan, terjadi jika (1) siswa merasa bahwa dugaan awal yang dimilikinyalah yang benar sehingga siswa enggan menerima hasil demonstrasi, (2) siswa merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan hasil demonstrasi yang berbeda dengan dugaan awalnya tersebut sehingga siswa memilih untuk langsung menolak hasil demonstrasi supaya dia tidak merasa bingung, (3) siswa beranggapan bahwa hasil demonstrasi hanya merupakan bentuk pengecualian dari dugaan awal yang sudah dimiliki sebelumnya.

  b. menerima hasil demonstrasi secara langsung, terjadi jika siswa dengan begitu saja menerima hasil demonstrasi tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu, siswa langsung percaya dengan hasil demonstrasi yang ditunjukkan dan menganggap bahwa dugaannya salah sedangkan hasil demonstrasi benar.

  c. konflik kognitif, terjadi jika (1) siswa menyadari adanya informasi baru

Tabel 3.6 Indikator yang digunakan untuk menentukan apakah siswa mengalami konflik kognitif atau tidak (diadaptasi dari Lee & Kwon, 2002)

  Komponen Uraian Indikator pengukuran Penerimaan akan Siswa menyadari adanya - Kaget / terkejut adanya data yang data baru yang - Meragukan hasil bertentangan bertentangan dengan demonstrasi dengan dugaan dugaan awalnya yaitu hasil - Menyatakan bahwa yang semula demonstrasi. dugaan awalnya salah dimiliki siswa dan menerima hasil berdasarkan yang ditunjukkan miskonsepsinya dalam demonstrasi

  • Kecewa karena dugaan awalnya berbeda dengan hasil yang ditunjukkan dalam demonstrasi
  • Reaksi lain yang

  menunjukkan bahwa siswa menyadari hasil demonstrasi itu bertentangan dengan dugaan awalnya.

  • Reaksi lain yang

  menunjukkan bahwa siswa tertarik dengan hasil demonstrasi yang bertentangan dengan dugaan awalnya.

  Munculnya Siswa menolak hasil - Bingung penolakan demonstrasi karena tidak - Gelisah ingin berada dalam situasi - Tidak memberikan konflik kognitif. perhatian

  • Tidak mau menjawab pertanyaan ketika wawancara berlangsung
  • Bertahan dengan dugaan awalnya
  • Reaksi lain yang

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI 1 PANJANG UTARA BANDAR LAMPUNG

0 10 47

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA PADA SISWA KELAS IV SDN 3 NEGARARATU

0 22 49

UPAYA MENINGKATAN KESEHATAN PRIBADI DENGAN METODE DEMONSTRASI DAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA PADA SISWA KELAS II SDN 2 PAHOMAN KECAMATAN TELUK BETUNG UTARA BANDAR LAMPUNG

0 9 47

UPAYA MENINGKATAN KESEHATAN PRIBADI DENGAN METODE DEMONSTRASI DAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA PADA SISWA KELAS II SDN 2 PAHOMAN KECAMATAN TELUK BETUNG UTARA BANDAR LAMPUNG

0 10 43

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN PROBLEM-BASED LEARNING DENGAN PENGELOMPOKAN DAN KEMAMPUAN AWAL SISWA YANG BERBEDA

0 3 25

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI PADA SISWA KELAS V SDN 2 SUMBEREJO BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 12 42

REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF BERBANTUAN SIMULASI PHET TENTANG RANGKAIAN LISTRIK DI SMA

0 0 13

EFEKTIVITAS REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PADA MATERI HUKUM ARCHIMEDES DI SMP

2 7 9

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA MENGENAI IKLIM KELAS DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X JURUSAN AKUNTANSI PADA SMK NEGERI 48 JAKARTA TIMUR - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 9

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA MENGENAI IKLIM KELAS DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X JURUSAN AKUNTANSI PADA SMK NEGERI 48 JAKARTA TIMUR - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 19