SKRIPSI ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) DI BURSA IKAN HIAS GUNUNG SARI SURABAYA, JAWA TIMUR PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

  SKRIPSI

   ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) DI BURSA IKAN HIAS GUNUNG SARI SURABAYA, JAWA TIMUR PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN Oleh: AMALIA HAPSARI SIDOARJO –JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014

  SKRIPSI

   ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) DI BURSA IKAN HIAS GUNUNG SARI SURABAYA, JAWA TIMUR PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN Oleh: AMALIA HAPSARI SIDOARJO –JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014 Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : N a m a : Amalia Hapsari N I M : 141011059 Tempat, tanggal lahir : Sidoarjo, 30 Januari 1992 Alamat : Delta Sari Indah Blok O/69 Waru Sidoarjo Judul Skripsi : Identifikasi dan Isolasi Fungi pada Ikan Maskoki

  (Carassius auratus) di Bursa Ikan Hias Gunung Sari Surabaya, Jawa Timur

  Pembimbing : 1. Rahayu Kusdarwati, Ir. M. Kes

  2. Ir. Sudarno, M. Kes Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan lapporan skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Pribadi. Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau symbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :

  1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

  2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi;

  3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagai diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab, XI pasal 38 - 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri. Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

  Surabaya, 3 Oktober 2014 Yang membuat pernyataan,

  Amalia Hapsari NIM. 141011059

  RINGKASAN

AMALIA HAPSARI. Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Ikan Maskoki

(Carassius auratus) di Bursa Ikan Hias Gunung Sari Surabaya, Jawa Timur Dosen Pembimbing Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes dan Ir. Sudarno, M,Kes

  Ikan maskoki (Carassius auratus) merupakan ikan hias air tawar yang banyak ditemukan di Indonesia salah satunya daerah Jawa Timur. Ikan Maskoki memiliki beberapa keunggulan diantaranya dapat dijadikan ikan hias yang jinak, dan memiliki warna yang indah dan bentuk tubuh unik. Salah satu penyakit yang berbahaya bagi kegiatan budidaya adalah fungi. Mendefinisikan penyakit sebagai suatu keadaan atau sakit yang disebabkan oleh organisme patogen, yaitu parasit, virus, bakteri, dan fungi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis fungi yang menginfeksi ikan Maskoki di Bursa Ikan Hias Gunung Sari Surabaya, Jawa Timur.

  Metode penelitian ini adalah survey. Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis fungi yang menginfeksi ikan maskoki di Bursa Ikan Hias Gunung Sari Surabaya, Jawa Timur. Sedangkan sebagai parameter temperatur, amonia, dan Oksigen terlarut yang diukur selama kegiatan pengambilan sampel.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 25 sampel ikan yang diambil dari 6 lokasi, 11 ekor ikan positif terinfeksi fungi. Fungi tersebut adalah

  Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Penicillium glabrum, Saprolegnia. Perlu

  dilakukan penelitian mengenai tingkat patogenitas dari masing-masing spesies fungi sehingga diperoleh data yang dapat digunakan untuk melakukan pencegahan.

  SUMMARY

Amalia Hapsari. Isolation and Indentification of Fungi on The Gold fish

(Carassius auratus) in the fish market Gunung sari Surabaya East Java.

  Academic advisors Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes and Ir. Sudarno, M,Kes.

  The gold fish (Carassius auratus) is one of ornamental fresh water fish in indonesia, specially in east java. The gold fish is benign fish and it has beauty color and unique body. The fungi is one of the problem in fish culture. Obsereved, parasite, virus, bacteria and fungi are the organism pathogen which can spread the diseases.

  The purpose of this research if to identify the species of fungi that infected the gold fish in fish market Gunung Sari Surabaya East Java. The survey method is used in this research. The parameter is fungi that infected the gold fish in fish market Gunung Sari Surabaya, East Java. The temperate, amonia and dissolved oxygent are noted when sampling. The results were 25 fish sample from 6 location, 11 samples were positive infected by fungi. The fungus are Aspergillus

  flavus, Aspergillus niger, Penicillium galbrum, Saprolegnia. It needs more study

  about the pathogenecity every spesies in order to obtain data that can be used for control.

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat dan hidayahnya, sehingga Skripsi dengan judul “ Isolasi dan

  Identifikasi Fungi pada Ikan Maskoki di Bursa Ikan Hias Gunung Sari Jawa Timur” ini dapat terselesaikan. Hasil disusun berdasarkan Penelitian yang dilaksanakan di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Surabaya I Sidoarjo pada tanggal 11 – 28 Agustus 2014.

  Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Hasil Penelitian Skripsi selanjutnya. Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi bagi semua pihak guna perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang perikanan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

  Surabaya, 23 September 2014 Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

  Pada kesempatan ini, tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti B, S., drh., DEA. Selaku Dekan Fakultas dan dosen penguji, Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

  2. Ibu Rahayu Kusdarwati, Ir. M. Kes dan Bapak Ir. Sudarno, M. Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sejak penyusunan usulan hingga selesainya penyusunan Hasil Penelitian Skripsi ini.

  3. Bapak Agustono, Ir., M..Kes. dosen penguji yang telah memberikan arahan dalam penulisan Hasil Penelitian Skripsi ini.

  4. Bapak Prof. Dr. Ir. Hari Suprapto., dosen penguji yang telah memberikan arahan dalam penulisan Hasil Penelitian Skripsi ini.

  5. Kedua orang tua saya tercinta, Alm. Bapak Ir. Hasto Sunako dan Ibu Ami Samiagustini, terimaksih atas doa yang tulus, semangat yang kuat dan kerja kerasnya yang menjadi motivasi terbesar saya dalam menyelesaikan Hasil Penelitian Skripsi ini.

  6. Bapak Yusuf Arif Wahyudi, S. St.Pi. terima kasih telah membimbing saya selama melakukan penelitian di Laboratorium Balai Karantina Ikan kelas I Juanda.

  7. Rendi Ardiyaksa, terimakasih atas dukungan dan semangatnya untuk menyelesaikan skripsi ini.

  8. Semua teman-teman Budidaya Perairan khususnya angkatan 2010, Sinta, Mentari, Shasa, Devi, Rahma, Sari, Catur, Dhanik, Maya, Fifit, Mega, Oktan, Sofie, Arlisa yang selalu memberikan bantuan, dukungan dan semangat.

  9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan maupun penyelesaian skripsi ini.

  

DAFTAR ISI

Halaman

  2.2.3 Fungi pada Ikan ....................................................................... 8

  4.3 Metodologi Penelitian………………………………………………. 20

  4.2.2 Bahan Penelitian....................................................................... 19

  4.2.1 Alat Penelitian.......................................................................... 19

  4.2 Materi Penelitian .............................................................................. 19

  4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ...................................................... 19

  IV. Metodologi Penelitian ................................................................................ 19

  3.1 Kerangka Konseptual ....................................................................... 18

  III. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ........................................................ 17

  2.4 Identifikasi Fungi ............................................................................. 16

  2.3 Pemeriksaan Fungi pada Ikan.. ........................................................ 15

  2.2.2 Reproduksi Fungi .................................................................... 8

  Ringkasan ......................................................................................................... iv Sumarry ........................................................................................................... v Kata Pengantar ................................................................................................. vi Ucapan Terimakasih......................................................................................... vii Daftar Isi........................................................................................................... ix Daftar Gambar .................................................................................................. xi Daftar Lampiran ............................................................................................... xii

  2.2.1 Morfologi Fungi ...................................................................... 6

  2.2 Fungi ............ ................................................................................... 6

  2.1.2 Habitat ................................................................................... 5

  2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi. ..................................................... 4

  2.1 Ikan Mas Koki .................................................................................. 4

  II. Tinjauan Pustaka .. ................................................................................... 4

  1.4 Manfaat ........ ................................................................................... 3

  1.3 Tujuan .......... ................................................................................... 3

  1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

  1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

  I. Pendahuluan ......... ................................................................................... 1

  4.3.1 Rancangan Penelitian............................................................... 20

  4.3.2 Prosedur Penelitian................................................................... 20

  4.3.3 Parameter Penelitian................................................................. 23

  4.3.4 Analisis Data............................................................................ 23

  V. Hasil dan Pembahasan ................................................................................. 24

  5.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 24

  5.1.1 Identifikasi Fungi..................................................................... 24

  5.1.2 Nilai Kualitas Air..................................................................... 31

  5.2 Pembahasan....................................................................................... 31

  VI. Kesimpulan dan saran .............................................................................. 35

  6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 35

  6.2 Saran ................................................................................................. 35 Daftar Pustaka .................................................................................................. 36 Lampiran ........................................................................................................ 41

  DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman

  1. Ikan Maskoki (Carassius auratus) ............................................... 5

  2. Hifa Fungi ............ ....................................................................... 8

  3. Saprolegnia ........... ....................................................................... 11 4.

  Aspergilus flavus ………………………………………………… 12

  5. Aspergilus niger ... ....................................................................... 14 6. Kerangka Konsteptual....... ............................................................

  18 7. Koloni Aspergilus flavus......... .....................................................

  26 8. Bagian-bagian Aspergilus flavus....... ...........................................

  27 9. Koloni Aspergilus niger.......... ......................................................

  28 10. Bagian-bagian Aspergilus niger........... .......................................

  29 11. Koloni Saprolegnia......................................................................

  31 12. Bagian-bagian Saprolegnia...... ...................................................

  32 13. Penicillium glabrum............... .....................................................

  33 14. Bagian-bagian Penicillium............ ..............................................

  34

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman

  1. Alat dan Bahan .............................................................................. .......... 45

  I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Usaha perikanan di Indonesia saat ini telah berkembang dengan pesat terutama dalam bidang budidaya, baik sektor ikan hias maupun, konsumsi (Lingga dan Susanto, 2003). Indonesia memiliki perairan tawar yang sangat luas dan berpotensi besar untuk usaha budidaya berbagai jenis ikan. Ikan hias air tawar merupakan salah satu alternatif usaha untuk menjalankan perekonomian yang banyak menghasilkan devisa.

  Usaha budidaya ikan tidak terlepas dari masalah penyakit dan fungi pada ikan. (Handajani dan Samsundari, 2005) mendefinisikan penyakit sebagai suatu keadaan atau sakit yang disebabkan oleh organisme patogen, yaitu parasit, virus, bakteri, dan fungi maupun faktor-faktor lain seperti pakan dan kondisi lingkungan yang buruk. Penyakit merupakan salah satu masalah yang penting dalam budidaya ikan.

  Ikan maskoki merupakan ikan hias air tawar yang banyak ditemukan di Indonesia salah satunya yaitu daerah Jawa Timur. Ikan maskoki memiliki beberapa keunggulan diantaranya dapat dijadikan ikan hias yang jinak, dan memiliki warna yang indah dan bentuk tubuh unik. Selain itu ikan maskoki mudah dipelihara.

  Salah satu penyakit yang menjadi masalah dalam budidaya ikan adalah penyakit mikosis yang disebabkan oleh fungi (Dana dan Angka, 1990). Menurut (Dana dan Angka, 1990) infeksi yang disebabkan oleh fungi dapat menyerang telur, larva, tokolan (juvenil) dan ikan dewasa. Pada ikan yang terinfeksi terlihat adanya sekumpulan hifa di bagian kepala, operkulum dan sirip. Ikan yang terinfeksi menjadi kurus dan menggosokkan badan pada benda lain. Gejala yang dapat dilihat secara klinis adalah adanya benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal ikan. Selain itu, perubahan warna sirip dan tubuh ikan menjadi merah. Fungi tersebut dengan cepat menular kepada ikan lain yang berada dalam satu kolam. Sehingga penyebarannya semakin cepat dan berpotensi kerugian yang cukup besar bagi pembudidaya dan pedagang ikan Maskoki.

  Bursa ikan hias di Gunung Sari Surabaya merupakan sentra ikan hias yang terbesar di Surabaya dan komoditas ikan hias terbanyak adalah ikan maskoki. Ikan maskoki merupakan salah satu komoditas yang mudah terserang penyakit yaitu parasit dan fungi sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis fungi.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

  1. Jenis fungi apa saja yang dapat diisolasi dan diidentifikasi dari ikan maskoki (Carassius auratus) di bursa ikan hias Gunung Sari Surabaya?

  2. Apakah terdapat jenis fungi yang berpotensi menyebabkan penyakit pada ikan maskoki (Carassius auratus) di bursa ikan hias Gunung Sari Surabaya?

  1.3 Tujuan

  Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu:

  1. Untuk mengetahui jenis fungi apa saja yang menginfeksi ikan maskoki (Carassius auratus) di bursa ikan hias Gunung Sari Surabaya?

  2. Untuk mengetahui jenis fungi apa saja yang berpotensi menyebabkan penyakit pada ikan maskoki (Carassius auratus) di bursa ikan Gunung Sari Surabaya?

  1.4 Manfaat

  Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu dapat dijadikan data untuk melakukan pencegahan penyebaran fungi yang menyerang ikan maskoki (Carassius auratus) di bursa ikan hias Gunung Sari Surabaya dan dapat dijadikan pertimbangan untuk kegiatan pengobatan bagi ikan yang terinfeksi agar para pedangang dan pembudidaya ikan tidak mengalami kerugian yang besar akibat infeksi fungi tersebut.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Maskoki

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

  Ikan maskoki (Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan dari famili Cyprinidae. Klasifikasi ikan maskoki adalah sebagai berikut (Yanovsky, 1967) : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Carassius Spesies : Carassius auratus

  Secara umum ikan maskoki memiliki bentuk tubuh pendek dan bulat, mata lebar dan besar, di sisi tubuhnya terdapat gurat sisi dan mempunyai lembaran insang (Yanovsky, 1967). Di bagian hidung maskoki terdapat tunas pembau yang tidak berhubungan dengan organ pernafasan. Secara umum ikan maskoki mempunyai sirip lengkap yang berfungsi sebagai alat gerak dan keseimbangan yaitu sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip dubur (anal fin), sirip ekor (caudal fin) dan sirip punggung (dorsal fin). Sirip perut dan sirip dada bekerja sama dengan gelembung udara sebagai control terhadap gerakan ke atas dan ke bawah (Yanovsky, 1967).

  Ikan maskoki memiliki sisik berderet rapi, mengkilap dan menutupi tubuh. Warnanya cukup menarik dan variatif, umumnya sisik ikan maskoki berwarna metalik merah, kekuning-kuningan. Warna sisik ditentukan oleh banyak sedikitnya pigmen-pigmen guanine yang terkandung dalam sisik ikan maskoki.

  Pada beberapa ikan maskoki, bagian atas kepala dan pipinya tampak ditumbuhi tumpukan otot tebal lensa mata pada ikan maskoki tidak dapat berkontraksi luas sehingga jarak pandang terbatas (Yanovsky, 1967). Kondisi tersebut menyebabkan ikan maskoki hanya mengandalkan indra penciuman dalam mencari makan. Gambar morfologi ikan Maskoki dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 : Morfologi ikan maskoki (Yanovsky, 1967)

2.1.2 Habitat

  Ikan maskoki seperti halnya ikan air tawar lainnya yang bersifat eurythermal, dapat hidup pada kisaran suhu 0-35 C, sedangkan suhu optimal untuk melakukan aktifitas dan makan berkisar antara 20-30

  C. Secara alami, ikan maskoki menyukai habitat kolam berlumpur, waduk, sungai dan danau (Wheeler 1975).

2.2 Fungi

  Fungi merupakan organisme eukariota yang digolongkan ke dalam kelompok cendawan sejati. Dinding sel fungi terdiri atas kitin, sel fungi tidak mengandung klorofil. Fungi mendapat makanan secara heterotrof dengan mengambil makanan dari bahan organik. Bahan organik di sekitar tempat tumbuhnya diubah menjadi molekul sederhana dan diserap langsung oleh hifa, oleh karena itu fungi tidak seperti organisme heterotrof lainnya yang menelan makanan kemudian mencernanya sebelum diserap (Post, 1987).

  Fungi merupakan organisme heterofilik yang merupakan senyawa organik untuk nutrisinya (Pelezar dan Chan, 1986). Bersifat heterotrof, menyerap nutrien melalui dinding selnya dan mengekskresikan enzim ekstraseluler ke lingkungan, menghasikan spora atau konidia dan melakukan reproduksi seksual ataupun aseksual (Sigler 1983).

  Fungi memerlukan oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat (tempat hidupnya) fungi terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan manusia (Sigler 1983).

2.2.1 Morfologi Fungi

  Badan vegetatif fungi yang tersusun dari filamen-filamen disebut thallus, yang pada dasarnya terdiri atas dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang disebut sebagai hifa (Dixon et. al 1991).

  Bagian terpenting dari fungi adalah hifa, karena hifa berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan serta membentuk struktur untuk reproduksi. Hifa merupakan struktur fungus berbentuk tabung menyerupai seuntai benang panjang yang terbentuk dari pertumbuhan spora atau konidia. Hifa yang sudah bisa bereproduksi mempunyai ukuran tebal berkisar 100-150 µm. Hifa dewasa mempunyai tambahan bahan pada dinding selnya, yaitu melanin dan lipid (Sigler, 1983).

  Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel reproduksi atau spora. Apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara. Hifa vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk menyerap makanan dari substrat. Berdasarkan bentuknya dibedakan lagi menjadi dua macam hifa, yaitu hifa tidak bersepta dan hifa bersepta. Hifa yang tidak bersepta merupakan ciri fungi yang termasuk phycomycetes (fungi tingkat rendah). Hifa ini merupakan sel yang memanjang, bercabang, terdiri dari sitoplasma dengan banyak inti (senositik). Hifa yang bersepta merupakan ciri dari fungi tingkat tinggi atau yang termasuk Eumycetes (Summerbell, 1988). Hifa fungi dapat dilihat pada Gambar

  2.2. Gambar 2.2. Hifa Fungi (Moser and Greer, 1998) Keterangan : a. Hifa tidak bersepta

  b. Hifa bersepta

  2.2.2 Reproduksi Fungi

  Fungi yang telah dewasa akan membentuk struktur untuk melakukan reproduksi agar spesiesnya menyebar dan tidak punah (Weitzman, 1991). Fungi bereproduksi secara aseksual dan seksual. Kebanyakan fungi memproduksi spora. Spora merupakan unit transmisi primer. Reproduksi secara aseksual (biasa disebut sebagai reproduksi vegetatif) yang tidak melibatkan sel lain (Post, 1987).

  Reproduksi secara aseksual membentuk karpus yang di dalamnya mengandung hifa fertil yang menghasilkan spora atau konidia (Weitzman, 1991). Sedangkan reproduksi secara seksual, spora yang dihasilkan dari pelebaran dua nucleus dari induknya (Pelezar dan Chan, 1986).

  2.2.3 Fungi pada Ikan

  Infeksi fungi umumnya terjadi jika ikan mendapat luka baik secara mekanik maupun infeksi oleh parasit yang lain. Beberapa jenis fungi yang digolongkan pathogen karena dapat menimbulkan kematian pada ikan antara lain

  Ichthyophonus hoferi, Aphanomyces invandans, Branchiomyces sanguinis, Achlya rasemosa (Hoog, 1983).

  Kematian ikan yang terinfeksi fungi terjadi karena kualitas air yang buruk. Seperti tingginya bahan organik, fluktuasi, suhu dan pH. Keadaan tersebut dapat memicu tumbuhnya fungi. Kasus kematian ikan air tawar di Eropa yang mencapai 30-50% dari populasi yang disebabkan oleh Branchiomyces sanguinis (Post 1987). Selain itu kasus penyakit EUS (Epizootic Ulcelarative Syndrome) yang disebabkan oleh fungi Aphanomyces menyebabkan luka dan menyebabkan kematian pada ikan (Lilley et al, 1992). Fungi tersebut tidak hanya menyebabkan kerugian bagi para pedagang tetapi menyebabkan ikut terinfeksinya ikan yang sehat.

  Fungi tersebut menyerang ikan air tawar seperti, ikan maskoki, ikan nila, ikan gurami, ikan patin, ikan lele, dan belut. Berikut spesifikasi dari fungi tersebut: 1.

   Saprolegnia parasitica

  Menurut Bruno and Wood (1994), klasifikasi Fungi Saprolegnia

  parasitica adalah sebagai berikut :

  Phylum : Oomycota Class : Oomycotea Order : Saprolegniales Family : Saprolegniaceae Genus : Saprolegnia Species : Saprolegnia sp

  Saprolegnia sp merupakan infeksi fungi pada ikan dan telur ikan yang

  berasal dari famili Saprolegniaceae. Penyakit yang disebabkan oleh fungi

  Saprolegnia parasitica adalah Saprolegniasis. Semua ikan dan telur ikan di perairan tawar dan payau berpotensi terinfeksi saprolegniasis (Post, 2007).

  Saprolegnia sp merupakan fungi yang menyerang bagian tubuh ikan yang terluka dan dalam beberapa waktu akan menyebar pada jaringan sehat lainnya.

  Infeksi Saprolegnia biasanya berkaitan dengan kondisi kualitas air yang buruk, seperti sirkulasi air rendah, kadar oksigen terlarut rendah, kadar amonia tinggi dan kadar bahan organik tinggi (Post, 2007).

  Ciri makroskopis Saprolegnia sp ditandai dengan munculnya sesuatu seperti kapas, berwarna putih, terkadang dengan kombinasi kelabu dan coklat, pada kulit, sirip, insang, mata atau telur ikan (Dana dan Angka, 1990).

  Identifikasi fungi diperlukan untuk mendiagnosis suatu penyakit yang disebabkan oleh fungi. Saprolegnia sp merupakan fungi bercabang yang hifanya tidak bersepta. Fungi tersebut bereproduksi secara aseksual dimana zoosporangium lengkap yang ujung dari hifanya fertil (Post, 1987). Pengamatan

  Saprolegnia parasitica secara mikroskopis di bawah mikroskop menunjukkan hifa

  transparan (hialin), bercabang, tidak bersepta dan hifa berukuran besar dengan ukuran 7-50 µm (Dewi, 2011). Zoospora Saprolegnia parasitica dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Saprolegnia (Alexopoulos, 1979)

  Saprolegnia parasitica merupakan fungi yang berfilamen, organisme tidak

  bersekat koenositik yang hidup pada habitat air tawar dan untuk mendapatkan makanan mereka hidup secara saprofit atau parasit. Ciri lain yang dimiliki oleh

  Saprolegnia parasitica adalah memiliki sporangium yang berdiameter 100 lebih

  lebar dari hifanya. Miseliumnya berkembang di dalam substrat, sedangkan yang terlihat di luar substrat berfungsi untuk perkembangbiakan. Jika diamati fungi ini dengan mikroskop, di bagian ujung miseliumnya akan tampak sporangium yang menghasilkan zoospora. Fungi ini dapat tumbuh pada suhu 0-35

  C, dengan pertumbuhan optimal 15-30 C (Dewi, 2011).

  Terjadinya infeksi tergantung pada suhu air dan kondisi ikan. Infeksi bisa mencapai 40 atau 50% dari permukaan tubuh ikan, insang, dan mata. Degenerasi jaringan yang dihasilkan dari infeksi fungi dapat mengganggu keseimbangan osmotik ikan. Ikan yang sakit menjadi semakin lemah dan kehilangan keseimbangan sesaat sebelum kematian. Mortalitas ikan dapat mencapai 10-15% dari populasi (Graham, 2005).

2. Aspergillus Flavus

  Menurut Samson and Pitt (2000), klasifikasi Aspergillus Flavus adalah sebagai berikut : Phylum : Ascomycota Class : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Family : Trichocomaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus flavus

  Secara mikroskopis Aspergillus flavus memiliki ciri-ciri yaitu, memiliki konidiofor yang panjang, vesikel dan konidia yang berbentuk bulat. Hal ini sesuai dengan Koneman et al. (1992) yang menyatakan bahwa Aspergillus flavus memiliki konidiofor yang panjang 400-800 µm, phialids berada di atas vesikel dan memiliki konidia yang bulat, halus atau kasar. Bagian-bagian Aspergillus flavus secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Aspergillus flavus (Alexopaulus dan Mims 1979) Aspergillus flavus merupakan fungi yang menghasilkan aflatoksin.

  Aflatoksin merupakan toksin yang terdapat pada pakan ikan yang apabila terkonsumsi menyebabkan ikan tersbut dapat terinfeksi. Salah satu jenis aflatkosin yang menimbulkan masalah serius pada akuakultur adalah aflatoksin B1 (AFB 1 ). (Weitzman, 1991).

  Aflatoksin yang terdapat pada ikan dapat menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi terganggu (Effiong and Alatise, 2009). Gejala klinis ikan yang terinfeksi antara lain, insang pucat, sistem peredaran darah terganggu, sisterm kekebalan menurun, anemia, petumbuhan terganggu dan kurangnya berat badan dan efek jangka panjang menyebabkan tumor dan gangguan pada hati yang berakibat tingginya mortalitas ikan (Russo and Yanog, 2010).

3. Aspergillus niger

  Menurut Zhao et al. (2009), klasifikasi Aspergillus niger adalah sebagai berikut : Phylum : Ascomycota Class : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Family : Trichomaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus niger

  Secara mikroskopis Aspergillus niger memiliki ciri-ciri yaitu, memiliki konidiofor yang transparan serta konidia yang berwarna hitam kecoklatan serta sporangium yang berbentuk bulat dan berwarna hitam. Hal ini sesuai dengan Larone (2002) yang menyatakan bahwa Aspergillus niger memiliki konidifor yang panjangnya 400-3000 µm, halus dan berwarna hitam, memiliki vesikel yang berbentuk bulat dengan diameter 30-75 µm, memiliki konidia yang berwarna coklat sampai hitam, kasar dan bulat dengan diameter 5-7 µm. Bagian-bagian

  Aspergillus niger secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 2.5.

  40µ

Gambar 2.5. Aspergillus niger (Irkin, et al., 2007)

  Aspergillus niger merupakan merupakan fungi yang habitatnya di insang

  dan sisik ikan. Sebagian besar ikan yang diisolasi terinfeksi spesies Aspergillus

  niger yang sebagian besar memproduksi substansi mikotoksik (Wogu and Lyayi,

  2011). Mikotoksik yang diproduksi oleh Aspergillus niger adalah oxalic acid dan kojic acid yang merupakan mikotoksin yang bersifat akut. Pada kasus tumbuhan yang terinfeksi Aspergillus niger dapat mengalami kebusukan yang menyebabkan perubahan tekstur, bentuk, warna serta mengeluarkan bau busuk. Keadaan lingkungan yang tidak terkontrol merupakan faktor yang memicu pertumbuhan Aspergillus niger (Summerbell and Kane 1988).

  Tidak hanya merugikan ikan dan tumbuhan, Aspergillus niger merupakan salah satu fungi yang mempunyai nilai ekonomis. Aspergillus niger diketahui sebagai penghasil asam sitrat terbaik yang banyak digunakan di industri. Seperti penggunaan asam sitrat pada industri pangan dan minuman karena daya larut besar, toksisitas rendah serta memiliki rasa yang lembut (Summerbell and Kane 1988).

2.3 Pemeriksaan Fungi pada Ikan

a) Metode Slide Culture

  Pengamatan isolat fungi dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu, pengamatan fungi secara makroskopis yang meliputi pengamatan terhadap warna dan bentuk koloni. Tahap kedua yaitu, pengamatan secara mikroskopis yang dilakukan dengan membuat slide preparation. Salah satu metode yang digunakan adalah slide culture yang meliputi pengamatan terhadap bentuk hifa, bentuk spesies fungi, dan ukuran spora (Balai karantina Ikan, 2011c).

  Metode slide culture dimulai dengan menyiapkan cawan petri yang diisi dengan kapas dan dibasahi dengan air secukupnya. Dua buah tusuk gigi diletakkan pada bagian pinggir kapas yang sudah di basahi dan object glass diletakkan di atas tusuk gigi tersebut. Media SDA (Saboraud Dextrose Agar) yang baru dipotong dengan ukuran lebih kecil dari ukuran cover glass dan diletakkan di atas object glass. Fungi yang terdapat pada media SDA yang telah disiapkan pada

  object glass serta tutup dengan cover glass. Cawan petri tersebut diinkubasi pada

  suhu ruangan selama kurang lebih empat hari atau sampai tumbuh fungi. Setelah empat hari atau sampai fungi tumbuh amati fungi yang tumbuh di atas mikroskop dengan cara meneteskan Lactophenol cotton Blue pada object glass sebanyak satu tetes kemudian cover glass yang sudah di tumbuhi fungi diletakkan pada object

  glass tersebut dan diamati di bawah mikroskop dan fungi tersebut sudah dapat untuk diidentifikasi (Balai Karantina Ikan, 2011c).

b) Metode Heinrich’s

  Selain metode slide culture, terdapat metode lain yang dapat digunakan untuk proses pengamatan fungi yaitu metode Heinrichn’s. Metode ini dimulai dengan mempersiapkan peralatan. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan steril. Pertama-tama di siapkan object glass, cover glass, tissue basah yang dimasukkan dalam cawan dan disterilkan dengan autoklaf. Setelah selesai sterilisasi diberikan lilin (paraffin petrolatum) steril pada sebelah kiri dan kanan tempat yang akan ditutup cover glass. Tutup dengan cover glass lalu diteteskan suspensi spora fungi dalam media cair pada media cover glass yang tidak diberi lilin. Berikan sampai setengah luasan cover glass. Cover glass ditekan sampai media merata. Inkubasi pada suhu kamar selama 3x24 jam. Preparat diambil dan diamati di bawah mikroskop (Pradhika, 2008). Identifikasi merupakan membandingkan isolat yang belum diketahui dengan taksa yang ada untuk menetapkan identitasnya (Weitzman, 1991).

2.4 Identifikasi Fungi

  Identifikasi dilakukan setelah fungi yang diisolasi tumbuh. Karakteristik tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasikan fungi. Karakteristik makroskopi, bentuk koloni, warna dari permukaan fungi (Murray, 2007). Klasifikasi fungi sangat dibutuhkan untuk mendiagnosis penyakit ikan yang disebabkan oleh fungi. Klasifikasi bisa berdasarkan siklus hidup, morfologi hifa, unit reproduksi dan tipe spora yang dihasilkan. Klasifikasi dari fungi berdasarkan nomenklatur dan taksonomi. Taksonomi individual berdasarkan hasil interpretasi morfologi, psikologi dan informasi genetik (Post, 1987).

III KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 KERANGKA KONSEPTUAL

  Berkembangnya budidaya ikan hias khususnya ikan maskoki di dalam negeri merupakan suatu tantangan untuk meningkatkan produksi secara berkesinambungan. Upaya untuk meningkatkan produksi ikan hias telah dilakukan antara lain memperbaiki manajemen pemeliharaan yang meliputi manajemen kualitas air, pakan dan penanggulangan penyakit.

  Kendala yang dihadapi dalam budidaya ikan hias salah satunya adalah infeksi jamur. Ikan yang terserang fungi akan ditumbuhi oleh benang-benang halus seperti kapas pada tubuhnya (Yanovsky, 1967). Fungi akan merusak jaringan luar tubuh ikan karena luka atau penyakit lain. Munculnya fungi disebabkan oleh adanya stres karena buruknya kualitas air, padat tebar serta teknik budidaya yang tidak diperhatikan yang menyebabkan perubahan. Perubahan tersebut menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan dan menurunkan daya tahan tubuh ikan (Bruno and Wood, 1994).

  Keberadaan fungi ini akan merusak pemandangan pada ikan maskoki tersebut dan akan memberikan dampak negatif bagi para pembudidaya. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis fungi apa saja yang menyerang ikan maskoki, yang digunakan sebagai data acuan untuk memberantas penyebaran jamur pada ikan maskoki. Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1

  Kerangka Konseptual Penelitian Budidaya Ikan Hias

  Ikan Maskoki Kendala Penyakit Non Infeksius

  Infeksius Virus Parasit Fungi Bakteri Faktor yang menyebabkan pertumbuhan Fungi pada Ikan Maskoki :

  1. Kualitas air (pH, Isolasi Amonia dan Oksigen Terlarut)

  2. Padat tebar Identifikasi

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual

IV METODE PENELITIAN

  4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

  Penelitian dilaksanakan di Laboraturium Balai Karantina Ikan, Kelas I Juanda Surabaya, dan pengambilan sampel ikan mas koki diambil di bursa ikan hias Gunung Sari Surabaya pada bulan Agustus 2014

  4.2 Materi Penelitian

  4.2.1 Alat Penelitian a. Peralatan untuk pengambilan sampel.

  Peralatan yang digunakan untuk mengambil sampel yaitu jaring kecil, baskom, cawan petri.

  b. Peralatan untuk identifikasi fungi Perlatan yang digunakan untuk proses identifikasi fungi yaitu mikroskop cahaya, pinset, bunsen, selotip, gunting bedah, pisau bedah, cawan petri, ose, beker glass, Object glass, autoklaf, thermometer, pH meter, DO meter, Amonia meter dan termometer, elenmeyer, Laminar air flow.

  4.2.2 Bahan Penelitian

  Bahan yang diperlukan untuk proses identifikasi fungi adalah ikan sampel berupa ikan mas koki sebanyak 25 ekor, di ambil secara acak dari setiap pedagang ikan maskoki di bursa ikan hias Gunung Sari Surabaya Jawa Timur. Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Sabouraud Dextrose Agar (SDA) menurut (Merck) dengan komposisi sebagai berikut: Peptic Digest of Animal Tissue 5.0g, Pancreatic Digest of Casein 5.0g, Dextrose 40.0g, Agar 15,0g. Lactophenol blue, akuades steril, Streptomicyin, dan Alkohol 70%.

4.3 Metode Penelitian

  4.3.1 Rancangan Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode survey melalui pengambilan sampel pada lokasi secara langsung untuk mengidentifikasi jenis fungi pada ikan maskoki (Carassius auratus). Lokasi pengambilan sampel ikan ditentukan dengan cara sengaja atau dengan metode purposive sampling (random sampling) terhadap ikan dari beberapa lokasi di bursa ikan hias Gunung Sari Surabaya, Jawa Timur.

  4.3.2 Prosedur Penelitian

a. Persiapan alat dan media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) Media SDA merupakan media yang digunakan untuk mengisolasi fungi.

  Tahap awal dari persiapan media ini adalah sterilisasi peralatan yang akan digunakan. Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan atau menghilangkan semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu media tidak ada lagi yang dapat berkembang biak (Hall, 1992).

  Sterilisasi peralatan harus dalam suasana aseptis oleh karena itu untuk menciptakan suasana aseptis, bunsen harus tetap dinyalakan untuk mengurangi kontaminan dengan keadaan sekitar. Peralatan seperti pinset, ose dan object glass sebelum digunakan terlebih dahulu disemprot alkohol 70%. Ose dan pinset yang telah disemprot alkohol 70% kemudian dilakukan sterilisasi dengan pembakaran secara langsung sampai peralatan tersebut pijar dan untuk object glass dan cover glass cukup didekatkan dengan api selama beberapa detik. Untuk cawan petri sebelum disterilkan dicuci bersih terlebih dahulu. Cawan petri yang telah bersih dibungkus rapi mengunakan kertas untuk selanjutnya di autoclave pada suhu

  o 121 C dengan tekanan 1 atm selama 10-15 menit (Weitzman, 1991).

  Komposisi media SDA terdiri dari SDA 65g/1 liter akuades dipanaskan sampai mendidih mengunakan hot plate stirer larutan SDA dimasukkan autoklaf pada suhu 121 C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit, kemudian ditambahkan antibiotik Streptomycin yang berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri setelah itu dituangkan kedalam petri (Balai Karantina Ikan, 2011).

  b. Pengambilan sampel Ikan Mas Koki

  Pengambilan sampel ikan mas koki (Carassius auratus) dengan ukuran 4-7 cm diambil dari beberapa lokasi di bursa ikan hias Gunung Sari Surabaya Jawa Timur. Pengambilan sampel ikan mas koki dilakukan secara acak dengan menggunakan jaring kecil dari setiap pedagang ikan maskoki di bursa ikan hias Gunung Sari Surabaya, selanjutnya jamur yang ada pada tubuh ikan mas koki siap untuk diisolasi pada media SDA.

  c. Isolasi Fungi pada Ikan Mas koki (Carassius auratus)

  Fungi yang terdapat pada ikan maskoki bila dilihat secara makroskopis terdapat benda seperti kapas yang terdapat pada bagian sirip maupun kulit ikan (Hirschhorn, 1989). Fungi tersebut diisolasi menggunakan pinset dan kemudian

  o

  ditanam pada media SDA kemudian diinkubasi pada suhu 25 C selama 3-4 hari (Weitzman, 1991).

  Sampel yang ditumbuhkan pada media SDA merupakan campuran dari berbagai macam isolat fungi dan tidak jarang terkontaminasi oleh bakteri. Oleh karena itu untuk mempermudah identifikasi maka isolat tersebut dimurnikan. Proses pemurnian dimulai dengan mengambil satu jenis koloni mengunakan ose pada media SDA lama yang memiliki warna dan tekstur sejenis kemudian o

  diisolasi pada media SDA baru dan diinkubasi pada suhu 25 C selama 2-7 hari untuk mendapatkan isolat murni.

d. Pemeriksaan Sampel dan Identifikasi Fungi

  Fungi yang sudah dimurnikan siap untuk dilakukan identifikasi. Teknik identifikasi yang digunakan untuk mengamati isolat fungi adalah metode selotip dimulai dengan menyiapkan object glass kemudian ditetesi dengan larutan

  lactophenol blue sebanyak satu tetes. Kemudian selotip diambil secukupnya lalu

  ditempelkan pada fungi yang tumbuh pada media. Selotip tersebut ditempelkan pada object glass yang sudah ditetesi dengan lactophenol blue lalu ditutup mengunakan cover glass diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 dan 400X dan fungi yang terlihat dapat diidentifikasi (Balai karantina Ikan, 2011).

  Identifikasi fungi menggunakan teknik identifikasi secara konvensional yang meliputi dua tahap yaitu pengamatan fungi secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis meliputi bentuk koloni dan warna koloni sedangkan pengamatan secara mikroskopis meliputi bentuk hifa, bentuk spora, letak spora dan identifikasi dilakukan menurut prosedur identifikasi Yuasa dkk (2003).

  Bagan Prosedur Kerja

  Sampel Ikan Maskoki panjang tubuh 4-7cm Isolasi fungi (media SDA)

  o

  Inkubasi pada suhu kamar 25 C selama 2-3 hari Pemurnian pada media SDA

  Identifikasi

  Jenis Fungi Analisis data

4.3.3 Parameter Penelitian

  a. Parameter Utama

  Parameter utama yang diamati adalah isolasi dan identifikasi jenis Genus, Spesies fungi pada ikan Maskoki (Carassius auratus). dengan acuan kunci determinasi.

  b. Parameter penunjang

  Parameter penunjang merupakan parameter yang menunjang parameter uji utama. Parameter penunjang diantaranya pH, temperatur, amonia dan Oksigen terlarut. Pengujian parameter penunjang di dapat dari air setiap akuarium yang berisi sampel ikan Maskoki (Carassius auratus).

4.3.4 Analisis Data

  Hasil isolasi dan identifikasi fungi dianalisis mengunakan metode deskriptif, data yang akan disajikan dalam bentuk gambar dan tabel (Steel and Torrie, 1993).

  V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Identifikasi dan Isolasi Fungi pada Ikan Maskoki

  3, 9, 10, 25

  A, D, F Warna koloni hijau kekuningan, berbentuk bulat, pertumbuhan cepat, terkstur halus seperti kapas, konidiofor cenderung kasar

  Warna koloni kuning coklat, hijau kekuningan konidiofor tidak berwarna kasar, pertumbuhanya cepat, tekstur halus seperti kapas (Summerbell and Kane, 1988).

  Aspergillus flavus

  6, 12, 14, 15