GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWANKABUPATEN ACEH BARATTAHUN 2012 SKRIPSI

  

GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWANKABUPATEN

ACEH BARATTAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

ANITA

  NIM : 06C10104260

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

  

MEULABOH, ACEH BARAT

2012

  

GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN

ACEH BARAT TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

ANITA

  

NIM : 06C10104260

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar

  

Meulaboh

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

  

MEULABOH, ACEH BARAT

2012

  

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUANG RAWATAN

BLUD RSU NAGAN RAYA

TAHUN 2013

SKRIPSI

  

OLEH:

DEDI MUSLIADI

NIM: 06C10104275

  

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH-ACEH BARAT

2013

  

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUANG RAWATAN

BLUD RSU NAGAN RAYA

TAHUN 2013

SKRIPSI

  

OLEH:

DEDI MUSLIADI

NIM: 06C10104275

  

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Universitas Teuku Umar

  

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH-ACEH BARAT

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kemauan dan kesadaran hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujudnya kesehatan masyarakat ditandai oleh penduduk yang hidup di lingkungan yang sehat, dengan perilaku yang sehat, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu yang adil dan merata (Depkes RI, 2009).

  Dalam GBHN telah dikemukakan bahwa pembangunan nasional bidang kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat, mempertinggi pelayanan kepada masyarakat dan penyediaan derajat kesehatan (Rumah Sakit dan Puskesmas) dan tenaga kesehatan, Dokter dan Perawat (Iskandar, 2010).

  Rumah Sakit merupakan pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai latar belakang serba kompleks, yang sampai saat ini masih mendapat kritik maupun saran terutama yang terkait dengan masalah kualitas pelayanannya yang menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Secara formal konsep Rumah Sakit sebagai unit sosial ekonomi di kemukakan pada awal tahun 2000 secara histories Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan, semua hanya melaksanakan upaya penyambuhan dan pemulihan, namun sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan sosial budaya maka Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan pelayanan terpadu yaitu peningkatan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan rehabilitatif (Depkes RI, 2009).

  Sebagian besar petugas kesehatan yang ada di Rumah Sakit adalah perawat. Perawat di Rumah Sakit mempunyai peranan penting karena merupakan tenaga terdepan dan terbanyak dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat.

  Dalam melaksanakan tugas di Rumah Sakit kedudukan perawat dipandang dari dua sisi. Sisi yang pertama adalah sebagai profesi artinya perawat harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional kepada masyarakat. Sisi kedua adalah perawat honorer sebagian dari organisasi Rumah Sakit, untuk itu dalam melaksanakan tugas di Rumah Sakit mengacu kepada pengorganisasian Rumah Sakit yang mencakup pembagian kerja, baik sebagai koordinator program, pelaksana program dan penanggung jawab pelaksana kegiatan.

  Perawat yang merupakan tenaga terdepan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan akan berhadapan dengan klien dan lingkungan kerja yang tentu beragam pula masalahnya, yang menuntut perawat tersebut untuk bersikap bijak, sabar dan berjiwa besar dalam melayani sumber stress yang berdampak konflik dalam dirinya (Depkes RI, 2009).

  Baik buruknya pelayanan di Rumah Sakit sangat tergantung pada penampilan perawat, oleh sebab itu memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang diharapkan seorang perawat dituntut agar mau dan bersedia mengerahkan kemampuan dan ketrampilannya yang terbaik untuk kepentingan pelayanan perawatan kesehatan, salah satu usaha kearah itu adalah dengan motivasi.

  Motivasi merupakan energi yang mendorong seseorang untuk bangkit menjalankan tugas pekerjaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ilyas, 2006).

  Motivasi dalam pelayanan kesehatan sangat diperlukan untuk menumbuh kembangkan semangat, mendinamiskan kejenuhan dan memelihara agar senantiasa tetap semangat dalam bekerja melaksanakan misi keperawatan. Pada hakikatnya misi keperawatan adalah tugas yang mulia sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan.

  Motivasi kerja haruslah dimiliki oleh setiap perawat dalam melaksanakan tugasnya di Rumah Sakit sebagai kondisi yang dapat berpengaruh dengan lingkungan kerjanya (Depkes RI, 2009). Pembentukan motivasi bagi perawat sangat tergantung pada sejauh mana perawat merasakan bahwa memberi pelayanan kesehatan adalah suatu kebutuhan bagi perawat yang dapat menimbulkan kepuasan tersendiri dan bukan hanya suatu kebutuhan bagi masyarakat saja.

  Menurut Abraham dan Shanley, serangkaian penelitian telah menunjukkan bahwa bila seseorang merasakan tugas yang menarik untuk menggunakan waktunya jika mereka yakin bahwa melakukan pekerjaan tersebut demi kepentingan mereka (Manulang, 2007).

  Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya, bahwa jumlah keseluruhan tenaga kerja baik para medis dan non paramedis adalah 327 orang yang terdiri pegawai dengan status PNS (Pegawai Negeri Sipil) 312 orang, pegawai honorer 15 orang, jumlah perawat keseluruhan 147 Perawat yang bertugas di ruang rawat inap 76 orang.

  Dari 6 ruangan rawat inap, dari jumlah itu hanya sekitar 5 % saja yang tinggal di sekitar Rumah Sakit Nagan Raya dan sehingga perawat sering terlambat datang ke Rumah Sakit yang pada akhirnya berbuntut pada teguran dan kritikan dari atasan Rumah Sakit.

  Walaupun Rumah Sakit Umum Nagan Raya baru berpikrah memberikan pelayanan kepada masyarakat tetapi sarana dan prasarana dirasakan masih sangat kurang terutama kelengkapan alat-alat kesehatan dalam menunjang tindakan pelayanan, kurangnya koordinasi antar penanggung jawab tugas yang telah dibebankan (RSUD Nagan Raya, 2012).

  Berdasarkan hasil wawancara sementara dengan sejumlah perawat yang mengabdi di RSUD Nagan Raya dalam hal insentif yang mereka peroleh setiap bulan dirasakan masih sangat kurang bila dibandingkan kebutuhan sehari-hari dan pembayarannya pun kadang-kadang terlambat, sehingga sangat berdampak pada motivasi perawat dalam bekerja memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

  Hal ini dapat dilihat pada tingkat absensi perawat setiap hari rata-rata 3 sampai 7 orang atau sekitar 5% hingga 10%, dari hasil pemantauan sementara juga terlihat adanya perawat yang pulang kerja sebelum waktunya, sehingga pasien tidak mendapat pelayanan kesehatan yang maksimal (RSUD Nagan Raya, 2012).

  Berdasarkan permasalahan di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja Perawat di Ruang Rawatan BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013.

  1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan berkurangnya motivasi kerja perawat sehingga pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit menjadi tidak maksimal.

  1.3. Tujuan Penelitian

  1.3.1. Tujuan Umum

  Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja perawat di Ruang Rawatan BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya 2013.

  1.3.2. Tujuan Khusus 1.

  Diketahuinya hubungan pemberian penghargaan dengan motivasi kerja perawat Ruang Rawat BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya.

  2. Diketahuinya hubungan peran kepala ruang dengan motivasi kerja perawat Ruang Rawat BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya.

  3. Diketahuinya hubungan gaji dan insentif dengan motivasi kerja perawat Ruang Rawat BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya.

  4. Diketahuinya hubungan kondisi kerja dengan motivasi kerja perawat Ruang Rawat BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya.

1.4. Manfaat Penelitian

  1.4.1. Manfaat Teoritis 1.

  Bagi penulis, untuk menambah informasi dan ilmu pengetahuan serta meningkatkan keterampilan penulisan karya ilmiah yang didapat dibangku kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar (FKM- UTU).

  2. Dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya yang meneliti tentang motivasi kerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

  1.4.2. Manfaat Aplikatif 1.

  Bagi BLUD RSU Nagan Raya, sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pasien.

2. Bagi perawat sebagai bahan masukan dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien yang berobat di BLUD RSU Nagan Raya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian-pengertian

2.1.1. Motivasi

  Menurut Azwar (2006), motivasi berasal dari perkataan motif (motive) yang artinya adalah rangsangan dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang hingga orang tersebut memperlihatkan perilaku tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang atau sekelompok masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Motivasi diartikan sebagai suatu kebutuhan atau keinginan seseorang untuk mendapatkan sesuatu dan mengarahkan seluruh kegiatan untuk mencapai sesuatu tersebut. Mr. Jones (2001) merumuskan bahwa motivasi merupakan proses psikologis dalam mana terjadi interkasi antara sikap, kebutuhan, persepsi, proses belajar dan pemecahan persoalan (Ilyas, 2006).

  Motivasi merupakan suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu, yang merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri seseorang yang perlu dipenuhi oleh individu tersebut dapat menyelesaikan diri terhadap lingkungan (Anoraga, 2008).

  Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan dari dalam individu yang mempengaruhi kekuatan atau petunjuk perilaku (Marquis dan Huston, 2005). Menurut Widayatun (2009), motivasi itu mempunyai arti mendorong atau menggerakkan. Motivasi inilah yang menggerakkan seseorang untuk berperilaku, beraktivitas dalam pencapaian tujuan.

  Berelson dan Steiner dalam Ilyas (2006) mendefiniskan motivasi sebagai kondisi internal, kejiwaan manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja untuk mencapai kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Ilyas, 2006).

  Motivasi adalah suatu tindakan yang diambil oleh orang untuk kepuasan terhadap kebutuhan yang belum terpenuhi. Motivasi ada karena kebutuhan seseorang yang harus segera terpenuhi melalui suatu aktivitas untuk mencapai tujuan (Marquis dan Huton, 2005).

  Menurut Siagian (2010) Motivasi adalah pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menyerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab dan menunaikan keajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

  Dapat juga didefinisikan sebagai kesiapan khusus seseorang untuk melakukan atau melanjutkan serangkaian aktifitas yang ditujukkan untuk mencapai beberapa sasaran yang telah ditetapkan. Akan halnya motivasi kerja adalah sesuatu yang berasal dari internal individu yang menimbulkan dorongan atau semangat untuk bekerja keras. Sejumlah ahli telah menyampaikan motivasi sebagai determinan kinerja.

2.1.2. Teori-Teori Motivasi

  Teori motivasi ini bertujuan untuk menentukan apa yang memotivasi orang dalam pekerjaan mereka. Pada permulaannya banyak ahli berpendapat bahwa hanya uang yang memotivasi mereka (Manajemen ilmiah) dan kemudian dirasa yang juga kondisi kerja, keamanan dan barang kali gaya supervise demografis hubungan manusiawi (Sukanto, 2004).

  Menurut Sukanto (2009), Untuk memahami apa yang memotivasi seseorang bekerja maka perlu dibahas juga model utama teori motivasi yaitu

  hirarkhi Maslow, teori Mc Clelland dan teori Frederich Herzberg.

a. Teori Maslow

  Sebuah kerangka dasar yang menarik, untuk menjelaskan kekuatan daripada kebutuhan adalah apa yang dikemukakan oleh Maslow, Maslow menciptakan kebutuhan pokok yang membantu pemimpin mengerti dan memahami faktor yang memotivasi bawahannya. Menurut Maslow hirarkhi kebutuhan manusia terdiri dari:

  1) Physiological Needs (kebutuhan yang bersifat biologis) meliputi sandang, papan, pangan, sex dan kesejahteraan individu.

  2) Safety Needs (kebutuhan rasa aman) meliputi baik kebutuhan keamanan jiwa, maupun kebutuhan akan keamanan harta.

  3) Love Needs (kebutuhan rasa cinta) meliputi kebutuhan karena diterima oleh orang-orang dan kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan manju/berprestasi dan kebutuhan perasaan ikut serta (sense of participation), rasa memiliki dan dimiliki, penerimaan dan persahabatan.

  4) Esteem Needs (kebutuhan akan penghargaan seperti harga diri, otonomi dan keberhasilan dan faktor penghargaan eksternal seperti status, keluasaan, pengakuan dan perhatian.

  5) Self Actualization Needs (kebutuhan akan kepuasaan diri yaitu dorongan untuk menjadi seseorang yang berarti dan mampu berbuat sesuatu seperti pertumbuhan profesional, pencapaian potensi tertentu dan pencapaian kepuasan diri.

  Teori Maslow telah banyak digunakan sebagai dasar untuk menentukan bagaimana masing-masing tingkat kebutuhan itu berkaitan dengan perilaku seseorang, sehingga teori Maslow inui banyak bermanfaat bagi manajer suatu organisasi untuk dapat memotivasi para karyawan atas dasar tingkat kebutuhan yang menjadi motivasi utama mereka.

  b. Teori Mc Clelland

  Timbulnya tingkah laku dipengaruhi oleh kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Menurut Sukanto (2009) didalam diri individu terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong tingkah lakunya, konsep motivasi ini lebih dikenal dengan “social motives theory” teori motif sosial yang terdiri dari tiga kebutuhan yaitu motif berprestasi (Needs for

  achievement ), motif bersahabat (Needs for afiliation), motif berkuasa (Needs for power).

  c. Teori Frederich Herzberg

  Diantara teori-teori yang berhubungan langsung dengan kepuasan adalah teori yang ditemukan oleh Frederich Herzberg bersama dengan teman-temannya, berdasarkan hasil penelitian dimana dikembangkan gagasan bahwa ada dua rangkaian kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja, rangkaian kondisi pertama diberi nama faktor motivator, sedangkan kedua faktor hygiene adanya gagasan Herzberg dengan nama teori dua faktor dan kepuasan kerja (Anoraga, 2008).

  Menurut Frederich Herzberg faktor yang berperan sebagai motivator terhadap pegawai, yakni yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja dengan baik adalah keberhasilan pelaksanaan (achievement), pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (the work itself), tanggung jawab (responsibity) dan pengembangan (advancement).

  Selanjutnya faktor-faktor kedua (faktor hygiene) yang dapat menimbulkan rasa puas kepada pegawai terdiri dari kebijakan dan administrasi perusahaan (company polic and administration), supervise (technical supervision), hubungan antar pribadi (interpersonal supervision ), kondisi kerja (working condition).

2.1.2. Jenis-Jenis Motivasi

  Secara garis besar Ranu dan Suad (2005), mengemukakan tentang kedua jenis motivasi sebagai berikut: a.

  Secara positif yang menunjukkan suatu proses untuk mencoba mempengaruhi karyawan agar mau menjalankan suatu kegiatan yang diinginkan dengan kemungkinan mendapatkan hadiah. b.

  Motivasi negatif yaitu suatu proses untuk mempengaruhi seseorang mau melakukan sesuatu dengan yang kita inginkan dengan cara memberikan ancaman. Dalam aplikasi sehari-hari tentang penggunaan kedua kondisi dimana motivasi adalah sangat dipengaruhi oleh tipe kepemimpinan dan kondisi dimana motivasi itu diterapkan. Pimpinan yang beranggapan bahwa adanya unsur takut (takut dihukum, takut kehilangan, dan lain-lain), seseorang akan lebih memotivasi/terdorong dan mau bertindak maka tipe pimpinan macam ini lebih senang motivasi negatif sedangkan tipe pimpinan yang beranggapan bahwa seorang itu akan terdorong dan mau berusaha jika seseorang dalam perasaan tenang, bagi pimpinan semacam ini lebih senang menerapkan motivasi positif.

2.2. Pengertian Kerja

  Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya (Anoraga, 2008).

  Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa pada diri manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong melakukan suatu aktivitas yang disebut kerja. Tetapi tidak semua aktivitas dapat dikatakan kerja, karena menurut Dr. Franz Von Magnis dalam bukunya “Sekitar Manusia; Bunga Rampai Tentang Filsafat Manusia”, pekerjaan adalah kegiatan yang direncakan. Jadi pekerjaan itu memerlukan pemikiran khusus dan tidak dapat dijalankan oleh binatang.

  Yang dilaksanakan tidak hanya pelaksanaan kegiatan itu sendiri menyenangkan, melainkan karena kita mau dengan sungguh-sungguh mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri atau sebagai benda, karya, tenaga dan sebagainya, atau terhadap pelayanan terhadap masyarakat, termasuk dirinya sendiri. Kegiatan itu dapat berupa pemakaian tenaga jasmani maupun rohani (Anoraga, 2008).

2.3. Motivasi Kerja

  Dalam pengertian umum, motivasi dikatakan sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu. Sedangkan pengertian motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif. Atau dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif (Anoraga, 2008).

  Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya (Anoraga, 2008).

2.4. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Kerja Perawat

  2.4.1. Penghargaan

  Penghargaan merupakan setiap hal yang memperbesar kecenderungan atau kemungkinan pada diri seseorang untuk mengulangi suatu balasan tertentu terhadap hal (rangsangan) yang sama dalam situasi yang serupa.

  Menurut D. Lawrence Kincaid dan Wilburd Scramm, penghargaan dapat dibedakan atas; (1) penghargaan yang berwujud nyata atau jasmaniah, (2) penghargaan yang bersifat rohaniah, dan (3) penghargaan yang bercorak sosial.

  Dengan memberikan penghargaan kepada petugas kesehatan, mereka akan berkeinginan untuk merubah tingkah laku dalam bentuk tindakan yang nyata dan menjadi kenyataan bahwa mereka memberikan balasan dengan cara tertentu karena mereka memperkirakan akan menerima penghargaan seperti yang pernah mereka terima, mereka percaya dengan keyakinan yang cukup besar, bahwa jika mereka terus memberikan balasan dengan jalan yang sama, mereka akan terus menerima penghargaan seperti lazimnya.

  Pemberian penghargaan kepada petugas kesehatan kepada perawat rumah sakit dapat berupa uang, pakaian, dan piagam, dengan pemberian penghargaan memungkinkan perawat kesehatan mendapatkan motivasi dan tergugah hatinya untuk lebih giat lagi dalam melaksanakan tugas atau kegiatannya dirumah sakit dan ia akan menyadari program rumah sakit (Depkes RI, 2007).

  2.4.2. Peran Kepala Ruang

  Peran adalah suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai sikap, yang diharapkan oleh masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan sipemegang kedudukan. Jadi peran menggambarkan perilaku yang seharusnya diperlihatkan oleh individu pemegang peran tersebut dalam situasi umum (Sarwono, 2008).

  Peran adalah pola perilaku nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisi di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaian diri dengan peran yang harus dilakukan: a.

  Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran.

  b.

  Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.

  c.

  Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang dijalaninya.

  d.

  Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.

  e.

  Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran (Widayatun, 2004).

  Definisi peran kepala ruang yang dimaksudkan disini adalah suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai sikap, yang diharapkan oleh bawahannya muncul dan menandai sifat dan tindakan sipemegang kedudukan dalam memotivasi bawahannya untuk melakukan suatu pekerjaan yang mesti dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu posisi. Pada hakikatnya manajer (kepada ruang) tidak dapat memotivasi seorang individu karena motivasi datang dari dalam diri individu itu sendiri. Pendekatan kepala ruang secara manusiawi bagaimanapun dapat meningkatkan pengembangan potensi individu secara maksimal dalam lingkungannya (Marquis dan Houston, 2005).

  Siagian (2010) memberikan definisi “hubungan antar manusia” sebagai keseluruhan hubungan baik yang formal maupun yang informal yang perlu diciptakan dan dibina dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hubungan antar manusia adalah upaya memadukan bawahan kedalam situasi kerja yang memotivasi mereka bekerja bersama secara produktif serta mendapat kepuasan ditinjau dari segi ekonomi, psikologi dan sosial.

  Memanfaatkan secara maksimal potensi yang konstruktif dan sekaligus mengeliminir potensi yang destruktif adalah kunci utama setiap manajer (kepala ruang) dalam menuju sukses. Siagian (2010) mengemukakan beberapa prinsip dari hubungan antar manusia dalam menggerakkan organisasi: a.

  Suasana kerja yang menyenangkan Suasana kerja yang menyenangkan disini berarti sangat luas. Yang dimaksud meliputi: pekerjaan yang penuh tantangan dan tidak rutinitas, hubungan kerja yang intim, lingkungan kerja yang membangkitkan kegairahan pekerja, seperti penerangan lampu yang cukup, alat-alat yang lengkap, ventilasi ruangan yang cukup memberi udara segar.

  Karena memang pada umumnya setiap orang tentu menghendaki lingkungan fisik yang baik, sehingga menimbulkan motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi kerjanya, hanya saja tidak selalu berbanding lurus.

  b. Kembangkan kemampuan bawahan Pimpinan harus mengetahui batas-batas kemampuan bawahan dalam usaha pengembangan kemampuan itu, pengarahan yang lebih tepat dapat dibuat. Meskipun diakui pula pentingnya peranan pendidikan dalam rangka pengembangan kapasitas bawahan. Pembinaan bawahan tidak cukup hanya dilakukan dengan pengiriman ke kursus, seminar atau loka karya. Pembinaan pada dasarnya lebih luas ruang lingkup dan jangkauannya daripada hanya berupa program-program pendidikan saja.

  Pendidikan informal, penempatan bawahan ataupun pengarahan dan bimbingan sangat dibutuhkan. Menurut Angela (2007), pelatihan merupakan salah satu dari sejumlah cara terpenting yang dilakukan oleh para manajer untuk merangsang pengembangan bawahan. Pelatihan membantu mencapai hasil dari produktivitas dan motivasi dengan cara memberikan dorongan semangat, dukungan dan pengembangan.

  c. Pekerjaan yang menarik dan penuh tantangan Seseorang yang sungguh-sungguh mau bekerja akan tidak menyenangi pekerjaan yang bersifat menonton karena akan segera membosankan. Sebaliknya pekerjaan yang menarik dan penuh tantangan akan memperbesar kegairahan pekerjaannya, memperluas imajinasinya dan memperhebat daya kreasi dan inisiatifnya. Menurut Anoraga (2008) apabila seseorang mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan senang atau menarik bagi dirinya maka hasil pekerjaan akan lebih memuaskan.

  d. Pengakuan dan Penghargaan Pimpinan harus cepat mengakui dan menghargai pelaksanaan tugas dengan baik oleh seorang bawahan. Bentuk pengakuan dan penghargaan ini dapat berbentuk kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, hadiah uang, surat penghargaan, pujian dan kombinasi dengan yang lainnya.

  Menurut Anoraga (2008) suatu penghargaan yang tidak ternilai harganya bagi semua orang adalah bila memperoleh pujian dan pengakuan atas keberhasilan kerja dari atasannya.

  Setiap manusia menginginkan suatu penghargaan atas prestasinya. Pada umumnya, manajer hanya memberikan uang atau bonus sebagai ganti penghargaan tersebut, tetapi sesungguhnya hal tersebut bukanlah jalan yang terbaik. Penghargaan terhadap seseorang tidak hanya dinilai dengan uang melainkan yang terpenting adalah membuat bawahan senang melakukan pekerjaan tersebut, tanpa ada merasa tertekan sedikitpun (Mortiner, 2007).

  e. Perlengkapan alat yang cukup Seringnya keterlambatan terjadi dalam pelaksanaan tugas dibebankan oleh tidak tersedianya alat perlengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas.

  f.

  Penempatan bawahan menurut keahlian dan kecakapannya.

  Untuk ini sangat penting bagi seorang pemimpin untuk mengetahui apa bakat, kecakapan dan keahlian bawahannya harus diketahui pula batas-batas kemampuannya.

2.4.3. Gaji dan Insentif

  Gaji menurut Feldman dan Arnold dalam Elida (2008), adalah imbalan yang diterima secara rutin termasuk premi, bonus dan tunjangan keuangan lainnya. Gaji juga merupakan determinan penting dalam kepuasan kerja karena merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan yang dapat ditukar dengan barang atau jasa.

  Menurut Elida (2008) yang dikutip dari Lawler (2001), menyimpulkan bahwa dapat menolong dalam memuaskan berbagi kebutuhan fisiologis, ekonomi dan keamanan.

  Menurut Kopelmen (2006) bahwa imbalan akan berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yang akhirnya secara langsung akan meningkatkan kerja individu. Berdasarkan hasil penelitian Kopelmen (2006), aspek finansial merupakan prioritas kebutuhan yang dianggap paling penting oleh tenaga kesehatan.

2.4.4. Kondisi Kerja

  Kondisi kerja yaitu segala sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja yang dapat mempengaruhi dalam menjalankan pekerjaannya seperti suhu, ventilasi, penerangan, kebersihan dan memadainya alat-alat dan perlengkapan kerja. Pekerja menginginkan lingkungan kerja yang baik karena kondisi tersebut akan mengarah kepada kenikmatan dan kelancaran pekerjaan.

  Masing-masing dapat berbuat berbagai macam hal agar keadaan masing- masing bawahannya menjadi lebih sesuai, misalnya ada ruangan khusus bagi unitnya, penerangan, perabotan, suhu, udara, dan kondisi fisiknya. Wewenang itu seluruhnya berada ditangan manajer tetapi mereka dapat memperjuangkannya (Manullang, 2007).

  Dengan adanya kondisi kerja yang baik tentunya para pekerja lebih bergairah dalam bekerja sehingga akan meningkatkan motivasi mereka dalam bekerja dengan adanya kondisi kerja yang baik akan mempengaruhi pengaruh positif pada semangat kerja mereka dan akhirnya akan tercapai produktivitas maksimum (Sukanto, 2009).

  Dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1994 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja terdapat ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a.

  Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding gelas yang dimaksudkan untuk memasukkan cahaya harus selalu bersih dan luas seluruhnya harus seperenam dari luas kantor tempat kerja.

  b.

  Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding gelas harus dibuat sedemikian rupa, sehingga memberikan penyebaran cahaya yang merata.

  c.

  Sumber cahaya yang digunakan (lampu) harus menghasilkan kadar penerangan yang tetap dan menyebar serata mungkin dan tidak boleh berkedip-kedip.

  d. tidak boleh sinarnya menyilaukan mata sehingga mengganggu pekerjaan.

  Yang dimaksud dengan kondisi kerja tidak hanya terbatas pada kondisi kerja di tempat pekerjaan masing-masing seperti keamanan dan kenyamanan tempat kerja, ventilasi tempat kerja, penerangan lampu, kebersihan tempat kerja dan lain-lain. Tetapi juga salah satunya keadaan tempat kerja dan dikaitkan dengan tempat tinggal seseorang, kondisi kerja yang mendukung antara lain tersedianya sarana dan prasarana kerja dengan sifat tugas yang harus diselesaikan (Siagian, 2010).

2.5. Perawat dan Keperawatan

1. Perawat

  Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang dimaksud dengan perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Depkes RI, 2007).

  2. Keperawatan

  Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang berkenaan dengan masalah- masalah fisik, psikologis, sosiologis, budaya dan spiritual individu. Ilmu keperawatan didasarkan kerangka teori yang luas; kiat ini tergantung kepada ketrampilan merawat dan kemampuan perawat secara individu (Doenges dan Moorhouse, 2005).

  3. Peran Perawat

  Peran sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang diakui oleh undang- undang mempunyai peran sebagai berikut: a.

  Sebagai pelaksana keperawatan.

  Peranan yang utama dari perawat kesehatan masyarakat adalah sebagai pelaksana asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun yng sakit atau yang mempunyai masalah kesehatan/keperawatan apakah itu di rumah, sekolah, Puskesmas, Rumah Sakit. Panti dan sebagainya sesuai dengan kebutuhannya.

  b.

  Sebagai Pendidik.

  Memberi pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik di rumah, Puskesmas, Rumah Sakit dan di masyarakat. Secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal. c.

  Perawat kesehatan diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan Rumah Sakit dan masyarakat sesuai dengan beban dan tanggung jawab yang diemban kepadanya (Depkes RI, 2007).

  Sebagai Koordinator pelayanan kesehatan.

  Sebagai pengelola.

  d.

  Mengkoordinasikan seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan Rumah Sakit dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem pelayanan kesehatan.

2.6. Kerangka Teoritis Siagian (2010)

  Penempatan tugas

  Maslow (Sukanto, 2009)

  • Peran manejer
  • Kebutuhan biologis
  • Suasana kerja
  • Kebutuhan rasa aman
  • Pengembangan kemampuan
  • Kebutuhan rasa cinta
  • Kebutuhan akan penghargaan
  • Penghargaan -

  • Kebutuhan akan kepuasan diri
  • Perlengkapan alat yang cukup

  

Motivasi Kerja

Agus (2006)

  • Penempatan Tugas -
  • Umur -

  Gaji/pendapatan

  

Feldman dan Arnold

(Maiti 2008)

  Manullang (2007)

  Pendidikan

  • Gaji -

  Promosi

  • Jenis kelamin
  • Kondisi kerja
  • Penghargaan
  • Kondisi kerja

  2.7. Kerangka Konsep Penelitian

  Mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Maslow (Sukanto, 2009), Siagian (2010), Agus (2006) dan serta didukung oleh Manullang (2007) maka peneliti membuat kerangka konsep penelitian secara sistematis antara variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent) dalam bentuk kerangka konsep seperti di bawah ini :

  

Variabel Independent (Bebas) Variabel Dependent (Terikat)

Penghargaan Peran kepala ruang Motivasi Kerja Perawat Insentif Kondisi Kerja

  

Gambar : 2.1. Kerangka Teoritis

  2.8. Hipotesis Penelitian 1.

  Ada hubungan antara penghargaan dengan motivasi kerja perawat di BLUD RSU Nagan Raya.

  2. Ada hubungan antara peran kepala ruang dengan motivasi kerja perawat di BLUD RSU Nagan Raya.

  3. Ada hubungan antara insentif dengan motivasi kerja perawat di BLUD RSU Nagan Raya.

  4. Ada hubungan antara kondisi kerja dengan motivasi kerja perawat di BLUD RSU Nagan Raya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

  Penelitian ini bersifat Analitik, dimana akan menggambarkan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja perawat yang bekerja di Ruang Rawatan BLUD RSU Nagan Raya dan mencari seberapa besar hubungannya.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional study yaitu variabel independent dan dependent diteliti atau diamati pada waktu yang bersamaan ketika penelitian dilakukan.

  3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilakukan pada di Ruang Rawatan BLUD RSU Nagan Raya, pelaksanaannya mulai tanggal 16 Mei sampai dengan tanggal 17 Juli 2013.

  3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

  Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di Ruang Rawatan BLUD RSU Nagan Raya yang berjumlah 76 orang.

  25 3.3.2.

   Sampel

  Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah total populasi yaitu seluruh perawat yang bekerja di Ruang Rawatan BLUD RSU Nagan Raya yang berjumlah 76 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

  Pengumpulan data dilakukan langsung ke lapangan melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun sebelumnya yang meliputi aspek pemberian penghargaan, peran kepala ruang, insentif dan kondisi kerja serta motivasi kerja perawat.

3.4.2. Data Sekunder

  Untuk melengkapi data penelitian ini juga diperlukan data dari BLUD RSU Nagan Raya dan instansi terkait lainnya.

3.5. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian No Variabel Independen

1. Variabel : Penghargaan

  Definisi : Dukungan yang diberikan pimpinan dalam bentuk uang atau dalam bentuk lain diluar gaji. Cara Ukur : Wawancara. Alat Ukur : Kuesioner. Hasil Ukur : 1.

  Ada.

2. Tidak.

  Skala Ukur : Ordinal.

2. Variabel : Peran Kepala Ruang

  Definisi : Upaya yang dilakukan oleh pimpinan untuk memotivasi perawat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, upaya yang dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip dari hukan relation. Cara Ukur : Wawancara. Alat Ukur : Kuesioner.

  26 Hasil Ukur : 1. Baik.

2. Kurang.

  Skala Ukur : Ordinal.

  3. Variabel : Insentif

  Definisi : Sejumlah imbalan yang diterima oleh perawat di instalasi rawat inap secara rutin baik berupa uang ataupun jasa. Cara Ukur : Wawancara. Alat Ukur Kuesioner.

  : : 1. Sesuai.

  Hasil Ukur’ 2. Tidak Sesuai. Skala Ukur : Ordinal.

  4. Variabel : Kondisi Kerja

  Definisi Lingkungan kerja yang akan memberikan pengaruh

  :

  kepada semua pihak di tempat pekerjaan masing- masing baik fisik maupun non fisik. Cara Ukur : Wawancara. Alat Ukur : Kuesioner. Hasil Ukur 1.

  : Mendukung.

2. Tidak Mendukung.

  Skala Ukur : Ordinal.

  

Variabel Dependen

5. Variabel : Motivasi Kerja

  Definisi : Suatu keinginan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Cara Ukur Wawancara.

  : Alat Ukur : Kuesioner.

  Hasil Ukur : 1.

  Baik.

2. Kurang.

  Skala Ukur : Ordinal.

3.6. Aspek Pengukuran Variabel

  Cara pengukuran yang digunakan adalah mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Guttman dan Linkert (Singarimbun, 2004).

1. Penghargaan

  Ada : Jika responden menjawab dengan skor > 6 dari rentang skor total 12.

  27 Tidak Ada : Jika responden menjawab dengan skor ≤ 6 dari rentang skor total 12.

  2. Peran kepala Ruang

  Baik : Jika responden menjawab dengan skor > 12 dari rentang skor total 24.

  Kurang Baik : Jika responden menjawab dengan skor ≤ 12 dari rentang skor total 24.

  2. Insentif

  Sesuai : Jika responden menjawab dengan skor > 9 dari rentang skor total 18.

  Tidak Sesuai : Jika responden menjawab dengan skor ≤ 9 dari rentang skor total 18.

  3. Kondisi Kerja

  Mendukung : Jika responden menjawab sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan skor > 20 dari rentang skor total 40. Tidak mendukung : Jika responden menjawab sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan skor

  ≤ 20 dari rentang skor total 40.

  4. Motivasi Kerja

  Tinggi : Jika responden menjawab sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan skor > 47 dari rentang skor total 94.

  28 Rendah : Jika responden menjawab sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan skor ≤ 47 dari rentang skor total 94.

3.7. Teknik Analisis Data

  3.7.1. Analisis Univariat

  Analisa yang digunakan dengan menjabarkan secara distribusi frekuensi variabel-variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen. Untuk analisa ini semua variabel dibuat dalam bentuk proporsi dengan skala ordinal.

  3.7.2. Analisis Bivariat

  Analisa yang digunakan untuk menguji hipotesa dengan menentukan hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui uji statistik Chi-square. 2

  ( OE )

  2

  = χ

  

E

  Keterangan :

  2

  = Chi-square χ O = Nilai pengamatan E = Nilai yang diharapkan

  Jika salah satu sel tabel terdapat nilai E ≤ 5 maka dipakai rumus Koreksi Yates . 2

  [{ O E } , 5 ] 2  

  = χ

   E

  Adapun ketentuan yang dipakai pada uji statistik adalah :

  29 a. Ho diterima, jika χ

  2

  hitung < χ

  

2

  tabel artinya tidak ada hubungan antara variabel yang diteliti dengan motivasi kerja perawat di Ruang Rawatan RSUD Nagan Raya.

  b.

  Ho ditolak jika X

  2

  hitung ≥ χ

  2

  tabel artinya ada hubungan antara variabel yang diteliti dengan motiasi kerja perawat di Ruang Rawatan RSUD Nagan Raya.

  c.

  Confidence Level (CL) = 95% dari  = 0,05.

  d.

  Derajat kebebasan (DK) = (b-1) (k-1). (Hastono, 2007).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di BLUD RSU Nagan Raya mulai tanggal 16 Mei sampai dengan tanggal 17 Juli 2013 didapatkan hasil

  sebagai berikut : 4.1.

   Hasil Penelitian 4.1.1. Data Umum

4.1.1.1. Responden Berdasarkan Rawat Inap

  Dalam melaksanakan tugas-tugasnya BLUD RSU Nagan Raya yang terdiri dari 6 ruang perawatan:

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013

  No Rawat Inap / Ruang Perawatan Frekuensi %

  1 Rawat inap bedah 13 17,1

  2 Rawat inap penyakit dalam 13 17,1

  3 Rawat inap anak 12 15,8

  4 Rawat inap kebidanan 7 09,2

  5 Rawat inap vip 15 19,7

  6 Rawat inap kelas utama 16 21,1

  Jumlah 76 100 Sumber: Data primer diolah 2013

  Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa distribusi masing- masing ruang rawat inap hampir merata, namun jumlah responden terbesar adalah di ruang Kelas Utama sebanyak (21,1%), kemudian yang terendah di ruang Kebidanan (09,2%).

  4.1.1.2. Golongan Umur Perawat Rawat Inap

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013

  No Golongan Umur Frekuensi %

  1 < 30 tahun 24 31,6 2 30-50 tahun 43 56,6

  3 9 11,8

  ≥ 50 tahun

  Jumlah 76 100 Sumber: Data primer diolah 2013

  Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa 56,6% dari jumlah responden yang diteliti ternyata berumur 30-50 tahun (56,6%) dan < 30 tahun (31,6%) yang berarti sebagian besar responden bekerja saat umur produktif. Sedangkan yang berumur

  ≥ 50 tahun hanya 11,8%.

  4.1.1.3. Jenis Kelamin Perawat Rawat Inap

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013

  No Jenis Kelamin Frekuensi %

  1 Laki-laki 27 35,5

  2 Perempuan 49 64,5

  Jumlah 76 100 Sumber: Data primer diolah 2013

  Pada tabel 6.3 dapat dilihat bahwa 35,5% dari jumlah responden yang diteliti berjenis kelamin laki-laki dan 64,5% berjenis kelamin perempuan.

  4.1.1.4. Tingkat Pendidikan Perawat Rawat Inap